Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara kepulauan dan memiliki berbagai suku, agama, ras, budaya,  bahasa
daerah, dan golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang di Indonesia.
Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Selain itu masing-masing suku
bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar taat dan
melakukan segala yang tertera didalamnya. Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah
atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi pertentangan antar individu atau
masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda, mereka akan mengelompok
menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan
pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara (disintegrasi). Secara umum,
kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan
horizontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan
agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui
prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial,
sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi
permukiman.

Sedangkan perbedaan horizontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan
faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan
dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin
ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik.

Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi
sebagai sumber konflik, antara lain perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari
sekelompok etnik, perubahan sosial, perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses
ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan
ideologi. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang
mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk
menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar
masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarahlah yang
mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan
yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun
memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu,pancasila
sebagai ideologi yang menjadi poros dan tujuan bersama untuk menuju integrasi,kedaulatan
dan kemakmuran bersama. Sehingga masalah sosial terkait SARA (Suku Agama Ras dan
Antargolongan) di Indonesia perlu diperhatikan karena tanah air kita ini terdiri dari negara
kepulauan dan memiliki berbagai suku bangsa yang mempunyai perbedaan antar daerah. Hal
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial antar kelompok masyarakat.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah :

1. Bagaimana peranan Pancasila dalam menyelesaikan kasus SARA dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara ?
2. Bagaimana peranan Pancasila dalam membangun persatuan bangsa ?

 1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Mengetahui cara penyelesaian kasus SARA dengan Pancasila


2. Mengetahui peranan Pancasila dalam membangun rasa persatuan bangsa.

1.4 Manfaat penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca bagimana menyikapi


permasalahan SARA.
2. Memberikan penjelasan kepada pembaca tentang arti penting Pancasila dalam
mewujudkan rasa persatuan bangsa.

2
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 LANDASAN TEORI

1. Definisi Pancasila

Pancasila ialah sebagai dasar negara sering juga disebut dengan dasar falsafah negara (dasar
filsafat negara atau philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee).
Dalam hal tersebut Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan
negara. Dengan kata lain ialah , Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur seluruh
penyelenggaraan negara.

Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan
kehidupan bangsa serta negara Indonesia, dalam artian , segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) haruslah berdasarkan Pancasila. Hal tersebut berarti juga bahwa semua peraturan
yang ada dan berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.

2. Fungsi Pancasila

Dalam kedudukannya sebagai dasar negara itu maka Pancasila berfungsi sebagai  : sumber
dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Negara Indonesia. Dengan demikian
Pancasila ialah :

1. Asas kerohanian tertib hukum Indonesia


2. Suasana kebatinan dari UUD
3. Cita-cita hukum bagi hukum dasar negara
4. Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
5. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
6. Pancasila ialah sebagai kepribadian bangsa Indonesia
7. Perjanjian Luhur
8. Sumber dari segala sumber tertib hukum
9. Cita- cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia
10. Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia
11. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia

3
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1.     PENGERTIAN SARA ( SUKU AGAMA RAS DAN ADAT ISTIADAT)

Sara adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitasyang
menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Dalampengertian
lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yangtidak adil
terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili
oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasadijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan
yang lain. SARA Dapat Digolongkan Dalam Tiga Katagori :

1. Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok. Termasuk di dalam kate gori ini adalah tindakan
maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan
menghina identitas diri maupun golongan
2. Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh
suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja
atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi
maupun kebijakannya
3. Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos tradisi dan ide-ide
diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.

Undang-undang yang mengatur tentang kasus SARA :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan


Etnis
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

4
3.2 Pancasila dan Permasalahan SARA

Realitas budaya nusantara yang plural berdasarkan kemajemukan komunitas etnis yang hidup
di atas pulau atau gugusan pulau yang dipisahkan oleh lautan menunjukkan berbagai macam
perbedaan. Perbedaan peta geografis dan etnis-kultural inilah yang berpotensi sebagai sumber
dari berbagai jenis konflik yang timbul secara alamiah atau yang dengan sengaja direkayasa
menjadi konflik. Jenis konflik ditimbulkan, antara lain, oleh isu SARA dan oleh adanya
ketegangan antara keinginan untuk mempertahankan diri sebagai komunitas lokal pada satu
sisi, dan pada sisi lain lemahnya perekat keadilan yang seharusnya dapat merekat seluruh
komunitas agar dapat mempersatukan diri sebagai sebuah bangsa dengan makna dalam
ungkapan bhinneka tunggal ika sebagai jatidiri.

Secara alamiah timbul konflik pada sebagian komunitas nusantara yang ingin
mempertahankan identitas komunalnya dalam konteks etnis-kultural, termasuk SARA,
menghadapi nasionalisme melalui arus transformasi politik yang ingin membangun sebuah
masyarakat baru, yaitu masyarakat bangsa dari seluruh komunitas nusantara yang hidup di
dalam bekas wilayah jajahan Hindia Belanda yang heterogenik. Berdasarkan keinginan
alamiah inilah pula, maka ada elite yang ingin daerahnya merdeka sebagai negara atau
merdeka di dalam status negara federal setelah proklamasi 17 Agustus 1945.

Di antara konflik yang paling meresahkan ialah konflik yang bersumber dari isu SARA dan
isu yang ditimbulkan oleh kecenderungan kuat sebagian warga dan kelompok komunitas
nusantara yang menolak persatuan Indonesia (NKRI) atau tak menginginkan terbangunnya
masyarakat baru yang bernama bangsa Indonesia. Konflik di dalam membangun sebuah
masyarakat bangsa yang utuh, aman, dan damai ditimbulkan oleh transformasi politik yang
diwujudkan melalui pembangunan bangsa secara tak adil atau yang menyimpang dari tujuan
nasional sebagai manifestasi dari kepentingan bersama.

Secara fenomenal dapat disimak bahwa sebagian kerusuhan dan pemberontakan di sejumlah
daerah bermuatan bibit konflik yang berisu SARA atau berisu separatisme. Sebagian
pemberontakan yang bernuansa separatisme disebabkan oleh kesenjangan dari proses
pembangunan dan hasilnya antara pusat dan daerah. Keadilan yang tidak dapat atau kurang
dinikmati, baik di dalam partisipasi pembangunan, maupun di dalam penikmatan hasil
pembangunan antara pusat dan daerah, telah melahirkan kesenjangan yang mengundang
konflik dan ketegangan yang berkembang menjadi pemberontakan.

Pemadaman pemberontakan terhadap gerakan separatis di sejumlah daerah, seperti RMS,


PRRI/Permesta, Daud Beureu di Aceh, Kartosuwiryo di Jabar, Kahar Muzakkar di Sulsel,
dan gerakan OPM, secara militer atau secara represif tidak menyelesaikan akar persoalan.
Selama keadilan yang menjadi substansi utama yang dapat merekat segenap masyarakat
plural di atas bumi nusantara gagal diwujudkan, selama itu potensi konflik akan tetap
mengancam, termasuk ancaman politik yang bernuansa separatisme.

Berbagai kerusuhan yang bernuansa SARA selama ini dan api pemberontakan di tahun 50-an
dan sesudahnya beraroma separatisme sudah berhasil dipadamkan. Namun, bara apinya
mungkin saja masih tersisa. Lanjutan tindakan pemulihan kehidupan masyarakat melalui

5
pembangunan yang berkeadilan dan berkeseimbangan adalah jawaban jitu untuk benar-benar
memadamkan seluruh sumber api kerusuhan dan pemberontakan dalam berbagai bentuknya.
Terwujudnya keadilan akan menyempitkan kesenjangan sebagai lahan subur bagi tumbuh dan
berkembangnya potensi konflik, baik yang bernuansa SARA, maupun yang bermuatan isu
separatisme.

Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi perbincangan di kalangan publik tentang
maraknya paham-paham sesat yang sangat meresahkan bahkan sampai kasus penistaan
agama yang dilakukan oleh salah satu ormas agama tertentu tehadap agama lain sangat
mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Bila kita bertolak dari
dasar Negara kita yaitu Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa Indonesia khususnya sila
pertama Ketuhanan Yang Maha Esa telah dijelaskan secara gamblang bahwa setiap
warganegara Indonesia diwajibkan memeluk agama yang telah ada untuk diyakini. Dalam
pengertian inilah maka Negara menegaskan dalam Pokok Pikiran ke – IV UUD 1945 bahwa
“Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”. Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi
konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA khususnya masalah agama. Hal ini
menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak
berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi kehidupan beragama yang berdasarkan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Bila kita mengerti dan memahami apa yang
telahdijabarkan dalam butir-butir Pancasila tentunya kasus-kasus konflik social yang
menjurus pada SARA tentunya dapat kita hindari. Dengan semangat saling menghormati
perbedaan keyakinan, toleransi beragama dan tenggang rasa tentu kita bisa mewujudkan
suasana kehidupan yang harmonis dan penuh kerukunan menuju Indonesia yang Merdeka
seutuh-utuhnya.

3.3 KONFLIK PERMASALAHAN SARA

1. Sentimen Etnis Berujung Penjarahan

Peristiwa penembakan yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998
ternyata berbuntut panjang dan menyulut emosi warga. Akibatnya, keesokan harinya Jakarta
menjadi lautan aksi massa yang terjadi di beberapa titik. Penjarahan dan pembakaran pun tak
dapat dihindarkan.

Krisis moneter berkepanjangan di tahun 1998 berujung pada aksi kerusuhan hebat pada
penghujung rezim Orde Baru pimpinan almarhum Soeharto. Saat itu, Indonesia dilanda
krisisi ekonomi parah sehingga melumpuhkan seluruh persendian ekonomi dalam negeri.

Kerusuhan yang terjadi malah menular pada konflik antar etnis pribumi dan etnis Tionghoa.
Saat itu, banyak aset milik etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar oleh massa yang kalap.

Massa pribumi juga melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap para wanita
dari etnis Tionghoa kala itu. Konflik antar etnis itu menjadi catatan kelam di penghujung
pemerintahan rezim Soeharto.

6
2. Konflik Agama di Ambon

Konflik berbau agama paling tragis meletup pada tahun 1999 silam. Konflik dan pertikaian
yang melanda masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999, telah berkembang menjadi aksi
kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua tatanan kehidupan
bermasyarakat.

Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi kerusuhan hebat antara umat Islam dan
Kristen yang berujung pada banyaknya orang meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama
ini saling serang dan bakar membakar bangunan serta sarana ibadah.

Saat itu, ABRI dianggap gagal menangani konflik dan merebak isu bahwa situasi itu sengaja
dibiarkan berlanjut untuk mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang merusak
tatanan kerukunan antar umat beragama di Ambon itu berlangsung cukup lama sehingga
menjadi isu sensitif hingga saat ini.

3. Tragedi Sampit, Suku Dayak vs Madura

Tragedi Sampit adalah konflik berdarah antar suku yang paling membekas dan bikin geger
bangsa Indonesia pada tahun 2001 silam. Konflik yang melibatkan suku Dayak dengan orang
Madura ini dipicu banyak faktor, di antaranya kasus orang Dayak yang didiuga tewas
dibunuh warga Madura hingga kasus pemerkosaan gadis Dayak.

Warga Madura sebagai pendatang di sana dianggap gagal beradaptasi dengan orang Dayak
selaku tuan rumah. Akibat bentrok dua suku ini ratusan orang dikabarkan meninggal dunia.
Bahkan banyak di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh suku Dayak yang kalap
dengan ulah warga Madura saat itu. Pemenggalan kepala itu terpaksa dilakukan oleh suku
Dayak demi memertahankan wilayah mereka yang waktu itu mulai dikuasai warga Madura.

4. Penyerangan Kelompok Syi'ah di Sampang

Aksi penyerangan terhadap pengikut Syi'ah terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karang
Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur pada Agustus 2012
silam. Sebanyak dua orang warga Syi'ah tewas dan enam orang lainnya mengalami luka berat
serta puluhan warga mengalami luka ringan.

Kasus ini sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2004. Klimaksnya adalah aksi
pembakaran rumah ketua Ikatan Jamaah Ahl al-Bait (IJABI), Tajul Muluk, beserta dua rumah
jamaah Syi'ah lainnya serta sebuah musala yang digunakan sebagai sarana peribadatan. Aksi
tersebut dilakukan oleh sekira 500 orang yang mengklaim diri sebagai pengikut ahlus sunnah
wal jama'ah.

3.4 Upaya mengatasi konflik SARA

1. Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa

7
Melihat dari sila pertama Pancasila saja sudah menyiratkan akan betapa berharganya campur
tangan Tuhan dalam hidup manusia. Untuk dapat mengatasi konflik SARA yang semakin
pelik ini, kita harus mengandalkan Tuhan dengan memohon kekuatan dari Nya untuk dapat
mengatasi konflik SARA dan mengendalikan diri.

2. Mengendalikan emosi

Ketika kita mendengar orang menghina kita atau sesuatu yang berhubungan erat dengan kita,
seringkali kita merasa tersinggung. Hal pertama yang harus dilakukan ketika perasaan kita
dicampur aduk oleh orang yang menyebalkan adalah menenangkan hati.

3. Jangan memanggil orang lain dengan julukan berdasarkan SARA

Hal ini mungkin tidak bermasalah bagi beberapa orang karena kedekatan atau canda gurau
saja. Namun, julukan dapat pula menyinggung perasaan orang lain. Sedekat apapun
hubungan kita dengan seseorang, sebisa mungkin jangan menyinggung atau memberi julukan
berkaitan dengan masalah SARA ini agar tidak melukai hatinya.

4. Jangan menghakimi dan berpikiran negatif tentang suku, agama, ras, dan golongan
yang berbeda

Saat menjumpai beberapa orang dari golongan tertentu yang memiliki sifat buruk sama,
jangan pernah menghakimi atau menghina golongan tersebut.

5. Jangan memaksakan kehendak pada orang lain

Jangan pernah memaksakan kehendak pada orang lain, apalagi dengan melakukan
pengancaman, pengeboman, penyogokan, teror, kekerasan, dan lain-lain. Semua itu hanya
akan memperkeruh suasana.

6. Menghormati dan mengasihi orang lain

Jangan menghina dan menjauhi orang lain bila Anda tidak mau dihina dan dijauhi. Jangan
menyuruh-nyuruh orang lain jika Jangan memperlakukan orang lain secara kasar karena itu
menyakiti hati orang lain. Hormati dan kasihi orang lain seperti menghormati dan mengasihi
diri sendiri.

7. Melakukan dan memikirkan hal-hal positif secara bersama-sama

Satu hal penting yang wajib diingat oleh setiap warga Indonesia adalah: keanekaragaman
suku, agama, ras, dan golongan itu memperlengkapi kesatuan Indonesia. SARA seharusnya
semakin memperkaya budaya negeri kita tercinta dan jangan sampai memecahkan persatuan
yang telah terbina selama ini. Berpikirlah positif terhadap suku, agama, ras ,dan golongan
lain.

8
BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan berbagai fakta yang telah kami paparkan di bab sebelumnya, kami dapat
menyimpulkan bahwa Pancasila telah menata kehidupan sosial di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berkaitan dengan konflik SARA yang sering terjadi di negara ini, Pancasila telah
menjelaskan tentang pentingnya persatuan yang sebagaimana tercantum dalam Sila ketiga
Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Namun rendahnya pemahaman masyarakat
tentang makna sila-sila Pancasila khususnya Sila ketiga ini menimbulkan banyaknya konflik
SARA yang terjadi.

4.2 Saran

Melihat kurangnya pemahaman masyarakat tentang makna sila-sila dalam Pancasila


khususnya sila ketiga, maka kami menyarankan agar pemerintah lebih mengedukasi
masyarakat tentang makna-makna sila dalam Pancasila demi tericptanya rasa
persatuan,persaudaraan, rasa sebangsa dan setanah air.

Anda mungkin juga menyukai