dalam kehidupan.
Van de Berghe sebagaimana dikutip oleh Elly M. Setiadi (2006) menjelaskan bahwa
masyarakat mejemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat
dasar sebagai berikut.
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase disharmoni
dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan pandangan
tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan
fase dimana sudah tidak dapat lagi disatukan pandangan, nilai, norma, dan tindakan
kelompok yang menyebabkan pertentangan antarkelompok.
Konflik horizontal yang terjadi di masyarakat Indonesia sesungguhnya bukan
disebabkan oleh adanya perbedaan atau keragaman itu sendiri. Adanya perbedaan
ras, etnik, dan agama tidaklah harus menjadikan kita bertikai dengan pihak lain.
Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antarbudaya daerah. Tidak adanya
komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok masyarakat dan budaya lain
inilah justru yang dapat menjadi pemicu konflik. Yang dibutuhkan adalah adanya
kesadaran untuk menghargai, menghormati, serta menegakkan prinsip kesetaraan
atau kesederajatan antarmasyarakat tersebut. Masing-masing warga daerah bisa
saling mengenal, memahami, menghayati, dan bisa saling berkomunikasi.
Etnosentrisme diartikan sebagai suatu kecenderungan yang melihat nilai atau norma
kebudayaanya sendiri sebagai suatu yang mutlak serta menggunakanya sebagai
tolak ukur kebudayaan lain. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk
menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain dengan standar budayanya
sendiri.
Rasisme bermakna anti terhadap ras lain atau ras tertentu diluar ras sendiri.
Rasisme dapat muncul dalam bentuk mencemooh perilaku orang lain hanya karena
orang itu berbeda ras dengan kita. Rasisme sebenarnya merupakan bentuk
diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan ras.
Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat
dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Antara prasangka dan
diskriminasi ada hubungan yang saling menguatkan. Selama ada prasangka, disana
ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang sebagai keyakinan, maka diskriminasi
mengarah pada tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang
memiliki prasangka kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat
istiadat, kebiasaan atau hokum.
1. semangat religious
2. semangat nasionalisme
3. semangat humanism
4. dialog antar umat beragama
5. membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi
hubungan antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.
Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumya adalah munculnya sikap dan
perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban
antarmanusia atau antarwarga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut
diskriminasi. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa
diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
maupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pada pengurangan, penyimpangan,
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia
dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu kolektif dalam politik, ekonomi,
hokum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainya.