Edupreunership (Teori)
Dosen Pengampu :
Ellysa : 19.11.20.01.00505
Hilma Rusyada : 19.11.20.01.00518
Noor Halidatunnisa : 19.11.20.01.00584
Siti Karimah : 19.11.20.01.00646
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Kesimpulan.................................................................................................28
B. Saran............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Eko Agus Alfianto, Kewirausahaan, (Jurnal Herltage, Vol. 1, No. 2, Januari 2012), hlm.
33 -34.
Ayu Putri Septiana , Sri Kantun, Retna Ngesti Sedyati, Perilaku Kewirausahaan
2
Pengusaha Mebel Di Desa Suco Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember, (Jurnal Pendidikan
Ekonomi, Vol. 11, No. 1, 2017), hlm.32
1
adalah sebuah pola pikir dan pola tindak yang menghasilkan kreativitas dan
inovasi yang bertujuan untuk senantiasa memberikan nilai tambah dari setiap
sumber daya yang di miliki. Keempat kecerdasan yang mendukung
kecerdasan wirausaha yaitu kecerdasan finansial, kecerdasan emosional,
kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual itulah yang akan mendukung
bagaimana seorang wirausahawan mengatur usahanya guna memiliki kinerja
yang tinggi.3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
3
Rudi Santoso , Candraningrat , Lilis Binawati, Elemen Kecerdasan Wirausaha Untuk
Meningkatkan Kinerja Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Surabaya, (Bisma, Vol. 10, No. 1,
oktober 2017), hlm.75
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Deddy Herdarwan, Menumbuhkan Jiwa, Perilaku Dan Nilai Kewirausahaan Dalam
Meningkatkan Kemandirian Bisnis, (MBIA, Vol.17, No.2, 2018), hlm.63
5
Tita Nursiah, Nunung Kusnadi, Dan Burhanuddin, Perilaku Kewirausahaan Pada Usaha
Mikro Kecil (Umk) Tempe Di Bogor Jawa Barat, (Jurnal Agribisnis Indonesia, Vol 3 No 2,
Desember 2015), hlm.150
3
entrepreneur. Kata tersebut berasal dari bahasa Prancis entreprendre yang
berarti “bertanggung jawab”.
Kata entrepreneur dan entrepreneurship dalam bahasa Inggris,
menurut Holt dalam Azzahra berasal dari bahasa Prancis. Entrepreneur
adalah orang mempunyai kemampuan melihat dan menilai peluang bisnis,
mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan
darinya dan bertindak tepat untuk memastikan sukses.6 Entrepreneurship
adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber
daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis.7
Perilaku kewirausahaan dapat diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan
dari seorang wirausaha yang dibina oleh enam ciri utama yaitu percaya diri,
berani mengambil resiko, berorientasi tugas dan hasil, kepemimpinan, serta
berorientasi ke masa depan untuk tercapainya tujuan. Menurut Suryana
bahwa seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan ditandai oleh pola – pola
tingkah laku antara lain inovatif, keberanian menghadapi resiko, dan ambisi
mencari peluang. 8
Menurut Guth dan Ginsberg perilaku kewirausahaan merupakan
perilaku untuk menjalankan gagasan, meningkatkan daya saing,
menyesuaikan organisasi terhadap perubahan lingkungan serta upaya
mencapai kinerja yang lebih baik. Dalam hal ini perilaku kewirausahaan akan
dikaitkan dengan faktor inovasi (innovation), kemampuan yang proaktif
(proactiveness ) dan keberanian mengambil risiko ( risk taking). Perilaku
kewirausahaan merupakan aktivitas dengan menggunakan imajinasi,
keberanian, intelegensi/kecerdasan, kepemimpinan, ketekunan, dan kebulatan
tekad untuk mengejar kekayaan, kekuasaan dan posisi. 9
6
Khoiria Rizky Tanjung. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Dan Pemasaran Terhadap
Pendapatan Usaha Fotocopy Palano Jaya Medan Helvetia, hlm.7- 8
7
Eddy Soeryanto Soegoto. Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung. (Jakarta : Kompas
Gramedia, 2014), hlm.26
8
Khoiria Rizky Tanjung. “Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Dan Pemasaran Terhadap
Pendapatan Usaha Fotocopy Palano Jaya Medan Helvetia.” Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam, Universitas Islam Negeri, Medan, 2018, hlm.9
9
Muhammad Hasan, Literasi Dan Perilaku Ekonomi, (Jawa Barat : Media Sains
Indonesia, 2020), hlm. 75
4
Konsep perilaku kewirausahaan merupakan wujud perilaku yang
terjadi karena adanya interaksi antara pelaku kewirausahaan dengan stimulus-
stimulus yang muncul dari profesinya sebagai wirausaha. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa perilaku kewirausahaan adalah perilaku ideal yang
semestinya dilakukan oleh seorang wirausaha ketika menjalankan usaha
bisnisnya.10
5
melaksanakannya, meskipun banyak rintangan, kesulitan,dan
hambatan ataupun orang lain meragukan.
4. Mempunyai tujuan yang berkelanjutan
Seorang wirausaha sukses mampu merumuskan tujuan yang
jelas, menantang namun realitas, baik tujuan jangka panjang,
menengah, maupun jangka pendek. Wirausaha senantiasa melakukan
evaluasi dari penyesuaian-penyesuaian tujuan yang telah dirumuskan,
untuk memastikan bahwa tujuan tersebut konsisten dengan visi pribadi
dan perusahaan yang berkembang.
5. Percaya diri
Seorang wirausaha yang sukses mempunyai rasa percaya diri
yang kuat, ia optimis bahwa apa yang dilakukan akan berhasil sesuai
dengan harapannya, walaupun banyak orang yang meragukannya.
Dengan memiliki rasa percaya diri kuat, setiap wirausaha yang
menemui kegagalan akan mengoreksi kesalahan dirinya dengan
mencari perbandingan antara dirinya dengan orang lain yang lebih
maju, kemudian memperbaiki kekurangan – kekurangannya.
6. Mandiri
Seorang wirausaha adalah orang mandiri,mtidak mau hidupnya
tergantung orang lain dan memiliki kemampuan mengorganisasi
aktivitas untuk mencapai tujuan pribadi dan usahanya. Wirausaha
pantang diberi pertolongan orang lain, kecuali kalau memang benar –
benar sudah tidak mampu untuk berbuat. Kalaupun minta tolong,
maka pertolongan yang diperolehnya akan dianggap sebagai hutang
yang nantinya harus dibayar kembali.
7. Aktif, energik, menghargai waktu
Seorang wirausaha biasanya tidak mau diam dan tidak mudah
puas dengan yang sudah ada, dan menggunakan waktu dengan sebaik-
baiknya. Setiap waktu berarti untuk kepentingan usahanya,
memikirkan, merencakan, mempelajari data, membuat laporan,
melakukan negosiasi bisni, membuat kontrak dan seterusnya.
6
8. Memiliki konsep diri positif
Wirausaha yang memiliki konsep diri positif, maka ia adalah
orang yang terbuka terhadap kritik karena kritik sangat bergunan bagi
diri atau usahanya. Wirausaha tidak bangga terhadap pujian, karena
keberhasilan adalah sesuatu yang wajar sebagai hasil kerja keras dan
bukan untuk dibangga-banggakan. Wirausaha juga mampu
mengungkapkan penghargaan dan pengakuan atas kelebihan orang
lain.
9. Berpikir positif
Wirausaha selalu menempatkan konsumen dengan cara
pandang positif. Konsumen ibarat raja yang harus dilayani untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya, ia berusaha untuk selalu
memuaskan konsumen dengan memberikan produk dan pelayanan
terbaik.
10. Bertanggung jawab secara pribadi
Seorang wirausaha, apabila kurang atau belum berhasil
mencapai tujuan usahanya maka ia tidak mudah menyalahkan faktor –
faktor diluar dirinya, seperti orang lain yang bersalah, mesin atau
peralatan yang kurang baik, persaingan yang tidak sehat, krisis
ekonomi, kebijakan pemerintah yang kaku dan sebagainya. Sebaliknya
ia akan menyesuaikan terhadap perkembangan yang terjadi dan
mengatasi masalah yang dihadapi.
11. Selalu belajar dan menggunakan umpan balik
Wirausaha tidak mudah meloncat ke usaha lainnya apabila
mengalami kegagalan dalam usaha yang dijalaninya, ia akan berusaha
mengumpulkan informasi dan mempelajari faktor –faktor apa saja dari
dalam diri dan dari luar diri yang menyebabkan kegagalannya. Selama
faktor tersebut dapat diatasinya baik sendiri maupun dengan bantuan
7
orang lain, maka ia akan melanjutkan usahanya dengan penyesuaian –
penyesuaian baru. 11
Perilaku seorang wirausaha adalah sebagai berikut :
a) Memiliki rasa percaya diri, terdiri dari :
i. Teguh pendiriannya.
ii. Tidak tergantung pada orang lain.
iii. Berkepribadian yang baik.
iv. Optimis terhadap pekerjaannya.
b) Berorientasi pada tugas dan hasil, terdiri dari :
i. Haus akan prestasi.
ii. Berorientasi pada laba atau hasil.
iii. Ketekunan dan ketabahan.
iv. Mempunyai dorongan kuat, motivasi tinggi, dan kerja keras.
c) Pengambil resiko, terdiri dari :
i. Enerjik dan berinisiatif.
ii. Kemampuan mengambil risiko.
iii. Suka pada tantangan.
d) Kepemimpinan, terdiri dari :
i. Bertingkah laku sebagai pemimpin.
ii. Dapat menanggapi saran-saran dan kritik.
iii. Dapat bergaul dengan orang lain.
e) Keorisinilan, terdiri dari :
i. Inovatif, kreatif, dan fleksibel.
ii. Serba bisa dan mengetahui berbagai hal.
iii. Mempunyai banyak sumber kemampuan.
f) Berorientasi ke masa depan, terdiri dari :
i. Memiliki pandangan ke masa depan.
ii. Optimis memandang masa depan. 12
11
Arni Mariasiswi, “Hubungan Antara Sikap Wirausaha dengan Minat Berwirausaha
ditinjau dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua”, Skripsi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2010 ,
hlm 25 - 32
12
Saryanto, Produk Kreatif dan Kewirausahaan, (Jakarta : Gramedia, 20118), hm. 5-6
8
E. Syarat dan Kriteria Perilaku Wirausahawan Sukses
13
Djati Sutomo, Menjadi Entrepreneur Jempolan, (Jakarta : Republika, 2007), hlm. 7
9
diperoleh dalam jangka waktu lama, sementara dalam jangka pendek ia
perlu mengeluarkan banyak biaya.14
2. Orientasi Peluang dan Sasaran
Dalam setiap perubahan selalu muncul dua hal : ancaman dan
peluang. Namun karakter perubahan itu relatif berdasarkan respons
seseorang. Wirausahawan harus tajam mengendus peluang dari setiap
perubahan. Baginya itu peluang, tetapi bagi orang lain dapat saja
menjadi ancaman.
Sasaran, sungguh penting karena ia akan menjadi motivator
dahsyat bagi sebagian pebisnis. Hampir sebagian pebisnis sukses punya
tujuan yang jelas dalam hidupnya. Tanpa tujuan sulit dibayangkan
seseorang dapat punya motivasi dan ketahanan dalam dunia bisnis.
3. Berani Berinisiatif dan Mengambil Tanggung Jawab Pribadi
Salah satu alasan kuat banyak karyawan yang beralih menjadi
wirausahawan adalah kebebasan. Kebebasan itu tidak dimaknai sebagai
keleluasaan untuk bertindak “semau gue”, melainkan bebas dalam
mengambil inisiatif untuk menjalankan ide-ide produktif, serta berani
bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat dan dampak dari
inisiatifnya itu.15
4. Internal Locus Of Control
Orang yang menganggap nasibnya sebagian besar tergantung
dari dirinya sendiri disebut bertipe internal locus of control (terkendali
secara internal). Sebaliknya yang menganggap nasibnya banyak
ditentukan faktor-faktor di luar dirinya misalnya orang lain atau situasi
perusahaanm disebut bertipe external locus of control (terkendali secara
eksternal). Sayangnya dari banyak penelitian, orang-orang Barat lebih
banyak bertipe internal, sedangkan orang Timur cenderung bertipe
eksternal. Maka tak heran kalau masyarakat banyak yang memilih
menjadi “abdi” dari pada “komandan”.
14
Djati Sutomo, hlm. 8
15
Djati Sutomo, hlm. 8-9
10
Padahal bagi entrepreneur, “lebih mulia menjadi kepala semut
dari pada ekor gajah”. Walaupun gajah, nasib ekornya selalu tergantung
pada kepalanya. Sedangkan semut, walaupun kepalanya kecil tapi dapat
membuatnya bebas memutuskan kemana hendak melangkah.
Keyakinan kuat terhadap diri inilah yang membuat seseorang
entrepreneur banyak yang berorientasi “bertindak mulai dari diri
sendiri, dan sekarang juga”.16
5. Kreatif Realistis
Kreatif yang realistis inilah yang mungkin akhir-akhir ini
disebut inovatif. Kreativitas bisnis harus dapat diterima oleh masyarakat
luas sebagai nilai-nilai yang memberi manfaat. Karakter ini semakin
penting dalam era modern yang penuh persaingan dan amat cepat
perubahannya. Tanpa inovasi cepat, sulit dibayangkan sebuah usaha
dapat berjalan seiring atau lebih cepat dari pada perubahan zaman.
Seorang entrepreneur yang bersifat kolot, konservatif, dan berlagak
juragan, akan sulit bersaing di zaman sekarang.17
Wirausaha sukses dalam buku kewirausahaan untuk program
strata 1, memiliki lima sifat yaitu:
1. Passion atau gairah yang tidak tergoyahkan
Menjadi seorang wirausaha menuntut komitmen dan dedikasi
yang besar. Jika anda menemukan sesuatu yang anda cintai cukup untuk
ingin berbagi dengan orang lain, maka cinta adalah bahan bakar dan
memberikan anda tujuan.
2. Pikiran yang selalu terbuka (open Mindedness)
Para wirausaha paling sukses, tidak pernah lupa berapa banyak
mereka dapat belajar dari orang lain. Mereka meminta nasihat,
fleksibel, dan menyerap praktik terbaik di sekitar mereka.
16
Djati Sutom , hlm. 10
17
Djati Sutomo, hlm. 11-12
11
3. Keinginan untuk menjadi ahli
Wirausaha seperti tantangan. Ketika anda menghabiskan
bertahun-tahun di industri yang sama, anda belajar menjadi seorang
ahli. Mengetahui apa yang telah dilakukan sebelumnya dapat membantu
anda mengidentifikasi bagaimana dapat dan harus bergerak maju.
4. Berorientasi ke masa depan
Wirausaha sukses selalu berpikir ke depan.
5. Sebuah aliran ide yang konstan
Memiliki satu proyek yang sedang dikerjakan itu sangat bagus.
Tapi wirausaha yang sukses tidak berhenti setelah mereka
mencapainya. Sebaliknya, mereka terus menerus bertanya apa
selanjutnya yang harus dilakukan.18
Kunci sukses Chairul Tanjung untuk membangun bisnis dalam
buku kewirausahaan untuk program strata 1 yaitu:
1. Kerja Keras
Seorang wirausaha tidak boleh dan mudah menyerah. Melihat
potensi kekayaan alam Indonesia yang melimpah, tentunya sangat
disayangkan bila kita tidak memanfaatkan kelebihan tersebut dengan
maksimal. Karenanya, wajib hukumnya bagi setiap wirausaha untuk
tetap menomor satukan kerja keras dibandingkan memikirkan modal
usaha.
2. Kerja Cerdas
Selain kerja keras, seorang wirausaha juga dituntut untuk bisa
kerja cerdas. Sebab, ketika anda terjun menjadi seorang enterpreneur,
maka secara tidak langsung anda juga harus bisa membuat perencanaan
yang baik, mengambil keputusan dengan tepat, dan mengatasi semua
kendala usaha dengan cerdas. nyata.
18
Wakhid Bashori, Produk Kreatif dan Kewirausahaan, (Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2019), hlm. 30
12
3. Kerja Ikhlas
Ketika anda sudah bekerja keras dan bekerja cerdas, maka kunci
sukses yang terakhir adalah kerja ikhlas. Setelah semuanya anda
kerjakan dengan optimal, maka selanjutnya serahkan segala keputusan
kepada Yang Maha Kuasa. “Syukuri apa yang kita miliki, jangan
pernah berburuk sangka terhadap kuasa-Nya, maka Allah akan
menambahkan segala nikmat-Nya kepada kita.19
19
Wakhid Bashori, hlm. 31
20
Gema Wibawa Mukti, Rani Andriani Budi Kusumo, Pandi Pardian, Kecerdasan
Kewirausahaan (Intrepreneurial Intellegence) Petani Muda Lulusan Universitas Padjajaran,
(Mimbar Agribisnis), Vol. 6, No. 1, Januari 2020, hlm. 56-57
13
secara finansial, emosional, sosial dan spiritual baik di masa kini maupun
di masa depan.
Menurut Muljani dan Nagel menjelaskan bahwa kecerdasan
wirausaha (entrepreneurial intelligence) bukan sekedar keterampilan
membangun bisnis semata, tetapi lebih dari itu adalah sebuah pola pikir
dan pola tindak yang menghasilkan kreativitas dan inovasi yang bertujuan
untuk senantiasa memberikan nilai tambah dari setiap sumber daya yang di
miliki seorang wirausaha tersebut. Selain itu juga diperlukan kecerdasan
wirausaha yang terdiri dari kecerdasan sosial, kecerdasan emosional,
kecerdasan finansial dan kecerdasan spiritual itulah yang akan mendukung
bagaimana seorang wirausahawan mengatur usahanya guna memiliki
kinerja yang tinggi.21
21
Rudi Santoso, Candraningrat, Lilis Binawati, Elemen Kecerdasan Wirausaha Untuk
Meningkatkan Kinerja Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Surabaya, BISMA (Bisnis dan
Manajemen) (Journal.unesa.ac.id/index.php/bisma/indek), Vol. 10, No. 1, Oktober 2017, hlm. 75
22
Ary Ginanjar Agustin, “Rahasia Sukses Membangun ecerdasan Emosi dan Emotional
Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam” (Jakarta: Arga Wijaya
Persada, 2001), hlm. 57
14
muslim dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri (berwirausaha).
Seorang muslim juga diperintahkan Allah bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Menurut Buchori Alma sikap seorang wirausaha
dapat dilihat dari kegiatan sehari-hari yang meliputi disiplin, komitmen
tinggi, jujur, kreatif inovatif, mandiri dan realistis. Sikap kejujuran
merupakan hal yang sangat dijunjung dalam Islam sebagai pengusaha
dalam melayani pembelinya. Rasulullah saw telah memberikan contoh
berdagang dengan cara mengutamakan kejujuran dan keadilan. Sikap
jujur dan adil pada hakikatnya akan melahirkan kepercayaan (trust) dari
pihak pelanggan atau pembeli.23
Kecerdasan spiritual dalam hal kejujuran yang dimiliki seseorang
dalam hal berwirausaha tercermin dalam kegiatan usahanya. Mereka jujur
dalam bertransaksi sebagaimana yang dicontohan oleh Nabi Muhammad
saw. Berwirausaha sesuai syariah Islam merupakan hal yang paling
utama. Hal ini dapat menarik minat seseorang yang belum memiliki usaha
untuk berwirausaha.
Menjadi seorang wirausaha muslim yang sukses merupakan tujuan
besar yang harus di capai. Mereka percaya bahwa kesuksesan yang
diperoleh tidak terlepas dari campur tangan Allah Swt. Sehingga
disamping berusaha mereka tidak lupa untuk berdoa kepada Allah.
Meskipun secara umum orang, mengetahui akan risiko yang dihadapi saat
berwirausaha. Oleh karena selalu sabar dan tidak mudah putus asa
merupakan kunci menuju kesuksesan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Tasmara bahwa kecerdasan spiritual
memiliki beberapa indikator yaitu:
1. Memiliki visi
2. Merasakan kehadiran Allah
3. Berdzikir dan berdoa
4. Memiliki kualitas sabar
5. Cenderung pada kebaikan
23
Buchari Alma, “Kewirausahaan” (Bandung: Alpabeta, 2007), hlm. 11
15
6. Memiliki empati
7. Berjiwa besar
8. Melayani dan menolong.24
24
Toto Tasmara, “Kecerdasan Rohaniah (Transcedental Intelligence)” (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 57
16
sangat tinggi.25 Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh salah satu
ahli ekonomi dkk yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh secara parsial terhadap minat berwirausaha.26
Dengan adanya kecerdasan emosional kita dapat menggunakan
otak kita untuk mengerjakan suatu kewirausahaan. Kita akan menjadi
orang yang sukses jika kita berani mengambil resiko untuk berwirausaha.
Sejak kita sekolah kita cenderung diarahkan selalu menggunakan otak kiri
dan kita pun terbentuk menjadi pribadi yang selalu berpikir lurus dan linier
urut sehingga meskipun pandai kita tidak akan pernah menjadi orang yang
berani selalu berhitung dan selalu takut melangkah. Contohnya itu orang
yang berani berwirausaha untuk membuka usahanya pasti mempunyai
keberanian menghadapi risiko. kalau kita selalu berhitung dan
mengedepankan otak kiri, resiko akan selalu dilihat sebagai bahaya, karena
itu harus dijauhi tapi kalau dengan pandangan otak kanan maka resiko
justru sebuah peluang meraih rezeki. Oleh karena itu, harus didekati risiko
besar maka peluang rezekinya pun besar tapi kalau resikonya kecil jelas
rezekinya pun kecil itu hal yang pasti.
Pendapat dari Goleman, yang akhirnya menyimpulkan bahwa
kecerdasan emosional adalah sebuah jembatan antara apa yang kita ketahui
dan apa yang kita lakukan. Dengan semakin tinggi kecerdasan emosional
kita akan semakin terampil melakukan apapun yang kita ketahui.
kewirausahaan yang memiliki kecerdasan emosional optimal, akan lebih
berpeluang mencapai puncak keberhasilannya, sosok semacam ini sangat
kita perlukan guna membangun masyarakat wirausaha Indonesia.
Berwirausaha yang memiliki kecerdasan emosional optimal akan tetap
menganggap, bahwa krisis itu adalah sebuah peluang bukan kehancuran.
Itulah sebabnya Mengapa kewirausahaan itu harus tetap jeli dalam
memanfaatkan emosinya. Sebaliknya, jika seseorang secara intelektual
25
Triantiri Safaria dan Nofrans Eka Saputra, “Manajemen Emosi” (Jakarta: Bumi
Aksara,2012), hlm. 12
26
Assroruddin, “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kepribadian Produktif Terhadap
Minat Berwirausaha Mahasiswa” (Jurnal—Universitas Tanjungpura Pontianak), hlm. 8
17
cerdas, kerap kali justru bukanlah seseorang yang berwirausaha yang
berhasil dalam bisnis dan kehidupan pribadinya. Dia harus yakin bahwa di
dalam dunia bisnis saat ini maupun di masa mendatang kecerdasan
emosional akan lebih tetap berperan. Maka dengan memiliki kecerdasan
emosional yang optimal akan mampu mengatasi sebuah konflik atau
masalah.27
27
Purdi E. Chandra, Cara Gila Jadi Pengusaha, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2007), hlm. 92-96
18
Albert Einstein adalah ilmuwan yang IQ nya di sebut-sebut lebih
dari 160 Dalam perjalanan berikutnya orang mengamati, dan pengalaman
memperlihatkan tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang sukses dalam
studi, tetapi kurang berhasil dalam karir dan pekerjaan. dari realitas itu ada
yang menyimpulkan IQ penting untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi
kemudian jadi kurang penting untuk menapak tangga karir. Untuk
menapak tangga karir ada sejumlah unsur lain yang lebih berperan,
contohnya seberapa jauh seseorang bekerja dalam tim, seberapa ia bisa
menenggang pekerjaan dan seberapa luwes ia berkomunikasi dan
menangkap bahasa tubuh orang lain tersebut memang tidak termasuk
dalam tes kemampuan yang ia peroleh saat mencari pekerjaan.28
Konsep kecerdasan intelektual digagas kali pertama oleh William
Stern pada tahun 1912. Mahmood, dkk merujuk pada Pan, Killic, dan Bell
menyatakan bahwa kecerdasan intelektual dijadikan sebagai tahap pertama
dalam membangun kinerja usaha yang baik, karena di dalamnya
mengandung unsur berpikir yang kreatif. Pemikiran yang kreatif ini
terbentuk dari wawasan dan pengalaman luas. Beberapa orang
beranggapan bahwa kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang mutlak
berasal dari manusia sejak lahir. Kecerdasan intelektual setiap orang
berbedabeda. Mereka memiliki tingkat nilai IQ yang berbeda-beda. Pada
dasarnya nilai IQ seseorang tidak berubah akan berubah sampai dewasa.
Adapun yang berubah adalah tingkat ketajaman analisis dan daya pikir.
Jika dilihat dari perspektif Islam, landasan kecerdasan intelektual
ini terdapat pada QS. As Sajdah (32:9). Dalam versi Al Quran ini, Allah
SWT telah memberikan “pendengaran“ dan “penglihatan“. Artinya
seorang wirausaha muslim yang memiliki kemampuan mendengar dan
melihat ini akan pandai melihat segala peluang yang ada dan
memanfaatkan peluang tersebut sehingga bisa menciptakan inovasi produk
28
Adam Firdaus, PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL, KECERDASAN
EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRRITUAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(STUDI PADA KANTOR KECAMATAN KABUPATEN BANGKALAN), (Pengaruh
Kecerdasan Intelektual, , Vol 5 No 1 Juni 2019), hlm 21
19
dan terobosan baru dalam bisnisnya. Merujuk pada ahli yakni Sternbeg
dalam Dwiyanti dalam Masyitah bahwa dimensi dan indikator intelektual
yaitu pertama kemampuan memecahkan masalah, indikatornya meliputi
mampu memecahkan masalah secara optimal dan me-nunjukan pikiran
yang jernih. Kedua intelegensi verbal, indikatornya meiputi memiliki
kecakapan yang baik, membaca dengan penuh pemahaman, dan
menunjukkan sikap keingintahuan. Ketiga intelegensi praktis, indikatornya
meliputi tahu situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar terhadap dunia
sekeliling, dan menunjukan minat terhadap dunia luar.29
Seorang wirausaha yang memiliki kecerdasan intelektual, memiliki
kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk memahami hal-hal ynag dinyatakan secara verbal
atau menggunakan bahasa.
b. Kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan
menggunakan kata-kata.
c. Kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah
matematis yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-
angka atau bilangan.
d. Kemampuan untuk mengingat.
e. Kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil
pengamatan
f. Kemampuan berfikir logis.
Dengan demikian, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
seorang wirausaha yang memiliki kecerdasan intelektual memiliki
kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional.
Oleh karena itu, intelegensi atau IQ tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata
yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional.
29
Ismail Ludin dkk, PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL, KECERDASAN
EMOSIONAL, DAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA WIRAUSAHA
MUSLIM DI KABUPATEN PURWAKARTA, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 8 No. 1 Maret
2018), hlm 11
20
Wiramiharja, mengemukakan indikator-indikator dari
kecerdasan intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan ialah
menyangkut upaya untuk mengetahui keeratan besarnya kecerdasan
dan kemauaan terhadap prestasi kerja. Ia meneliti kecerdasan dengan
menggunakan alat tes kecerdasan yang diambil dari tes inteligensi
yang dikembangkan oleh Peter Lauster, sedangkan pengukuran
besarnya kemauan dengan menggunakan alat tes Pauli dari Richard
Pauli, khusus menyangkut besarnya penjumlahan. Ia menyebutkan tiga
indikator kecerdasan intelektual yang menyangkut tiga domain
kognitif. Ketiga indikator tersebut adalah
a. Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang
bentuk
b. Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar
dibidang bahasa.
c. Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan
dengan angka biasa.disebut dengan kemampuan numerik
a. Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifatsifat dan ciri-ciri yang dibawa
sejak lahir. Batas kemampuan kita dalam memecahkan permasalahan,
pertama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang ada yang pintar dan
ada yang bodoh meskipun menerima latihan yang sama perbedaan itu
masih tetap ada.
b. Kematangan
Tiap orang dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ dapat dikatakan telah matang jika ia telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
21
Anakanak tidak dapat memecahlan soalsoal tertentu karena soal
tersebut masih terlampau sukar baginya. Organ tubuh dan fungsi
jiwanya belum matang untuk memecahkan masalah itu. Kematangan
erat hubungannya dengan umur.
c. Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan ada dua
macam yaitu yang disengaja seperti yang dilakukan di sekolah dan
tidak sengaja yaitu pengaruh alam sekitar.
d. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat motif-motif
yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif
menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring
motives).
e. Kebebasan
Kebebasan mengandung makna bahwa manusia dapat memilih
metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah. Dengan
kebebasan manusia dapat menentukan dan mengembangkan cara
berfikirnya secara cepat dan yang mereka anggap akurat.
Keterbelakangan, pengekangan akan mempengaruhi intelektual
seseorang.
Tujuh dimensi menurut Robbins (2001:58) dalam kecerdasan
intelektual adalah:
1. Kecerdasan angka Merupakan kemampuan untuk menghitung
dengan cepat dan tepat.
2. Pemahaman verbal Merupakan kemampuan memahami apa yang
dibaca dan didengar.
3. Kecepatan persepsi Merupakan kemampuan mengenali kemiripan
dan beda visual dengan cepat dan tepat.
22
4. Penalaran induktif Merupakan kemampuan mengenali suatu
urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan
masalah itu.
5. Penalaran deduktif Merupakan kemampuan menggunakan logika
dan menilai implikasi dari suatu argumen.
6. Visualilsasi spasial Merupakan kemampuan membayangkan
bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam
ruang dirubah.
7. Daya ingat Merupakan kemampuan menahan dan mengenang
kembali pengalaman masa lalu.30
23
teori ilmiah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep
tersebut telah diuji cobakan pada ribuan orang dari perusahaan-perusahaan
di seluruh dunia. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan dapat
menentukan siapa yang akan berhasil melampui harapan-harapan atas
kinerja dan potensi-potensi yang ada.
Kecerdasan dalam menghadapi rintangan melalui tiga bentuk.
Pertama, kecerdasan dalam menghadapi rintangan adalah suatu kerangka
baru dalam memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Melalui
riset-riset yang telah dilakukan kecerdasan dalam menghadapi tintangan
menawarkan suatu pengetahuan baru dan praktis dalam merumuskan apa
saja yang diperlukan dalam meraih keberhasilan. Kedua, kecerdasan dalam
menghadapi rintangan mempunyai pengukur untuk mengetahui respon
individu terhadap kesulitan. Melalui kecerdasan dalam menghadapi
rintangan pola-pola tersebut untuk pertama kalinya dapat diukur, dipahami
dan diubah. Ketiga, kecerdasan dalam menghadapi rintangan merupakan
serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki
respon individu terhadap kesulitan yang akan mengakibatkan perbaikan
efektivitas pribadi dan profesional individu secara keseluruhan. Selain hal
di atas kecerdasan dalam menghadapi rintangan berkaitan dengan
memperbesar kendali dan pengakuan sambil mengurangi sikap
mempersalahkan diri sendiri, sikap membuat bencana dan sifat permanen
yang merusak.
Cara suatu tim kerja dalam merespon kesulitan, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, akan mempunyai efek jangka panjang terhadap
segi keberhasilan dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Adanya
pelatihan kecerdasan dalam menghadapi rintangan bisa menciptakan
semua organisasi yang terus bertahan tatkala yang lainnya gagal atau
menyerah. Kecerdasan dalam menghadapi rintangan berlaku untuk
individu, tim dan perusahaan.
Kecerdasan dalam menghadapi rintangan menentukan kemampuan
untuk bertahan dan mendaki kesulitan, serta meraih kesuksesan.
24
Kecerdasan dalam menghadapi rintangan juga mempengaruhi
pengetahuan, kreativitas, produktivitas, kinerja, usia, motivasi,
pengambilan resiko, perbaikan, energi, vitalitas, stamina, kesehatan, dan
kesuksesan dalam pekerjaan yang dihadapi. Bila mengukur kecerdasan
dalam menghadapi rintangan individu, yang dilihat tidak hanya sekedar
pengkategorian dalam menghadapi rintangan tinggi dan kecerdasan dalam
menghadapi rintangan rendah, karena kecerdasan dalam menghadapi
rintangan merupakan suatu tantangan. Kecerdasan dalam menghadapi
rintangan bukan masalah hitam dan putih, tinggi atau rendah namun
merupakan suatu masalah derajat. Individu yang memiliki kecerdasan
dalam menghadapi rintangan tinggi akan memiliki kemungkinan yang
lebih besar dalam menikmati manfaat-manfaat kecerdasan dalam
menghadapi rintangan yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
dalam menghadapi rintangan adalah suatu kemampuan untuk mengubah
hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan. melalui
kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang
membentuk suatu pola– pola tanggapan kognitif dan prilaku atas stimulus
peristiwa–peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau
kesulitan.31
Stoltz mengatakan bahwa sukses tidaknya individu dalam
kehidupan ditentukan oleh kecerdasan adversitas, dimana kecerdasan
adversitas dapat memberitahukan:
1. Sejauh mana individu mampu bertahan dan mengatasi kesulitan yang
dihadapi;
2. Individu mana yang mampu mengatasi kesulitan dan yang tidak
mampu
3. Individu mana yang akan memenuhi harapan dan potensi serta yang
akan gagal, dan
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2, SEPTEMBER 2007), hlm 122
25
4. individu yang akan menyerah dan yang akan bertahan.
a. Control (C)
Dimensi ini berfokus pada kendali yang dirasakan individu
terhadap peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Nilai tinggi pada
dimensi control mengindikasikan bahwa individu mampu
mengendalikan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, menemukan
cara untuk menghadapi kesulitan, pantang menyerah, dan cepat
tanggap dalam mencari penyelesaian..
b. Origin dan ownership (O2)
1) Origin
Dimensi ini berfokus pada penyebab kesulitan. Origin berkaitan
dengan rasa bersalah. Nilai tinggi pada dimensi origin
mengindikasikan bahwa setiap individu mengalami masa-masa sulit,
menganggap kesulitan berasal dari pihak luar dan belajar dari
kesalahan yang telah dilakukan.
2) Ownership
Dimensi ini berfokus pada pengakuan terhadap akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh kesulitan dan mau bertanggung jawab. Nilai tinggi
pada dimensi ownership mengindikasikan bahwa individu bersedia
bertanggung jawab dan mengakui akibat dari tindakan yang dilakukan.
c. Reach (R)
Dimensi ini berfokus pada sejauh mana kesulitan akan
mempengaruhi sisi lain dari kehidupan individu. Nilai tinggi pada
dimensi reach mengindikasikan bahwa kesulitan yang dihadapi tidak
akan mempengaruhi sisi lain kehidupan, merespon peristiwa buruk
sebagai hal khusus dan terbatas.
d. Endurance (E)
26
Dimensi keempat ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi
yang mempertanyakan dua hal yang berkaitan dengan berapa lama
penyebab kesulitan itu akan terus berlangsung dan tanggapan indivudu
terhadap waktu dalam menyelesaikan masalah seperti waktu bukan
masalah, kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
mengetahui kecerdasan dalam menghadapi rintangan tidak cukup
hanya mengetahui apa yang diperlukan untuk meningkatkannya, tetapi
yang perlu diperhatiakan adalah dimensi-dimensinya agar dapat
memahami kecerdasan dalam menghadapi rintangan sepenuhnya.
Individu dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam diri mereka
didorong oleh beberapa respon yang mengarahkan individu tersebut
dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa respon yang mendorong
individu dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam diri mereka.32
BAB III
KESIMPULAN
Titien Agustina dkk, Kecerdasan Adversitas dan Kematangan Karir Terhadap Intensi
32
Berwirausaha (Jurnal Riset Inspirasi Manajemen Dan Kewirausahaan Volume 2 No. 1 Edisi
Maret 2018), hlm 65
27
A. Kesimpulan
28
K. Saran
DAFTAR PUSTAKA
29
Agustin, Ary Ginanjar. “Rahasia Sukses Membangun ecerdasan Emosi dan
Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun
Islam”. Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001.
Agustina, Titien dkk. Kecerdasan Adversitas dan Kematangan Karir Terhadap
Intensi Berwirausaha. Jurnal Riset Inspirasi Manajemen Dan
Kewirausahaan Volume 2 No. 1 Edisi Maret 2018.
Alfianto, Eko Agus. Kewirausahaan. Jurnal Herltage, Vol. 1, No. 2, Januari
2012.
Alma, Buchari. “Kewirausahaan”. Bandung: Alpabeta, 2007.
Arni Mariasiswi. “Hubungan Antara Sikap Wirausaha dengan Minat
Berwirausaha ditinjau dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua”, Skripsi,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2010.
Assroruddin. “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kepribadian Produktif
Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa”. Jurnal—Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Bashori Wakhid. Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2019.
Chandra, Purdi E. Cara Gila Jadi Pengusaha. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2007.
Firdaus, Adam. PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL,
KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRRITUAL
TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR
KECAMATAN KABUPATEN BANGKALAN). Pengaruh Kecerdasan
Intelektual, , Vol 5 No 1 Juni 2019.
Hasan, Muhammad. Literasi Dan Perilaku Ekonomi. Jawa Barat : Media Sains
Indonesia, 2020.
Herdarwan, Deddy. Menumbuhkan Jiwa, Perilaku Dan Nilai Kewirausahaan
Dalam Meningkatkan Kemandirian Bisnis. MBIA, Vol.17, No.2, 2018.
Ludin Ismail dkk. PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL,
KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KECERDASAN SPIRITUAL
30
TERHADAP KINERJA WIRAUSAHA MUSLIM DI KABUPATEN
PURWAKARTA. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 8 No. 1 Maret 2018.
Mukti, Gema Wibawa dkk. Kecerdasan Kewirausahaan (Intrepreneurial
Intellegence) Petani Muda Lulusan Universitas Padjajaran. Mimbar
Agribisnis, Vol. 6, No. 1, Januari 2020.
Mulyati, Iskandar, Sri. Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa. Equilibrium: Volume
15, Issue 2, Desember 2018.
Nursiah, Tita dkk. Perilaku Kewirausahaan Pada Usaha Mikro Kecil (Umk)
Tempe Di Bogor Jawa Barat. Jurnal Agribisnis Indonesia, Vol 3 No 2,
Desember 2015.
Safaria, Triantiri. “Manajemen Emosi”. Jakarta: Bumi Aksara,2012.
Santoso, Rudi dkk. Elemen Kecerdasan Wirausaha Untuk Meningkatkan Kinerja
Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Surabaya. Bisma, Vol. 10, No. 1,
oktober 2017.
Santoso, Rudi. Kecerdasan Wirausaha Untuk Meningkatkan Kinerja Industri
Kecil dan Menengah (IKM) di Surabaya, BISMA (Bisnis dan Manajemen)
(Journal.unesa.ac.id/index.php/bisma/indek), Vol. 10, No. 1, Oktober
2017.
Saryanto. Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Jakarta : Gramedia, 20118.
Septiana, Ayu Putri dkk. Perilaku Kewirausahaan Pengusaha Mebel Di Desa Suco
Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Ekonomi,
Vol. 11, No. 1, 2017.
Soegoto, Eddy Soeryanto. Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta :
Kompas Gramedia, 2014.
Sutomo, Djati. Menjadi Entrepreneur Jempolan. Jakarta : Republika, 2007.
Tanjung, Khoiria Rizky. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Dan Pemasaran
Terhadap Pendapatan Usaha Fotocopy Palano Jaya Medan Helvetia.
Tasmara, Toto. “Kecerdasan Rohaniah (Transcedental Intelligence)”. Jakarta:
Gema Insani, 2001.
31
Wijaya, Tony. Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha.
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.9, NO. 2,
SEPTEMBER 2007.
Yenti Nofri dkk. PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN
INTELEKTUAL, DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PERAWAT
PADA R.S PMC PEKANBARU Vol. 1 No. 2 Oktober 2014.
32