BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah sebagai dasar Negara Indonesia, yang memegang peranan penting
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai ideology bangsa
pancasila memegang peranan penting dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia
sehingga dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradap di dunia.
Kita patut bangga dan bersyukur jika kita dilahirkan di tanah Indonesia. Selain
keelokan dan subur alamnya, Indonesia adalah Negara yang paling unik dibandingkan
dengan Negara-negara lainnya di muka bumi. Banyknya hingga ratusan bahkan
mungkin ribuan suku dan etnis yang berada di Indonesia. Dari yang berkulit putih,
sawo matang, coklat hingga hitam. Dari yang bermata sipit, sedang hingga
lebar/belok. Beraneka ragam budaya, adat istiadat, bahasa, agama dan lain
sebagainya.
Indonesia ada karena perjuangan para pahlawan yang berjuang dengan bercucuran
darah dan bertaruh nyawa. Mengorbankan jiwa dan raganya demi mewujudkan
Indonesia Merdeka. Mengingat akan kesadaran keanekaragaman suku dan agama,
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun oleh para pendiri bangsa dengan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dan Pancasila sebagai pondasi dan landasan hidup
berbangsa dan bernegara.
PEMBAHASAN
Isu SARA adalah salah satu isu yang sedang berkembang dengan pesat di Indonesia
belakangan ini. Kepanjangan SARA yaitu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan
telah menjadi salah satu pokok konflik sosial yang rupanya sangat sensitif bagi
sebagian besar publik. Salah satu alasannya adalah karena multikulturalisme yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Keberagaman suku, ras, dan agama menjadi isu sensitif semenjak praktik politik
identitas mulai digunakan oleh para elit politik dalam kampanye-kampanyenya.
Mobilisasi massa menggunakan konten SARA dirasa menjadi salah satu jalan tercepat
dan termudah untuk menarik simpati dan dukungan. Dan pada praktiknya, hal ini
memberikan hasil yang cukup signifikan.
Mengutip dari Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada oleh
Heru Nugroho, kepanjangan SARA merupakan akronim dari Suku, Agama, Ras, dan
Antar Golongan, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Dalam konsep SARA ada pengertian konflik horisontal yang dimotori oleh suku,
agama dan ras dan juga konflik vertikal yang bersumber pada perbedaan "ekonomi-
politik" antar-golongan (Taufik A.Mullah, 1997).
Dalam sejarahnya, banyak rentetan kerusuhan dan konflik selalu didasarkan pada
sentimen dan konsep SARA. Hal ini dikonstruksikan oleh para pemegang
kekuasaan. Mereka cenderung tidak pernah bergeming dari perspektif lain dalam
memahami penyebab kerusuhan, kecuali SARA yang selalu dijadikan sebagai
tersangka utama dan kausa prima dari gejolak sosial tersebut.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Yang artinya setiap orang mempunyai
pendirian berbeda dan perasaan yang berbeda antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain. Dari perbedaan tersebut dapat menimbulkan konflik sosial, sebab
dalam menjalin hubungan sosial seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Maka dari itu kita dapat meredakan konflik dengan cara bersosialisasi dengan cara
lain, seperti berdiskusi atau bermusyawarah dengan yang lain agar kita dapat
mengetahui dan memahami sisi atau pendapat dari orang lain tersebut.
Faktor agama dari SARA hanya menjadi "limbah" suatu masalah yang lebih besar,
seperti masalah penguasaan sumber daya alam, kesiapan bersaing, serta kolusi antara
pejabat dan suatu etnik tertentu. Demikian pula halnya suku dalam SARA.
Tragedi Sampit adalah konflik berdarah antar suku yang paling membekas dan bikin
geger bangsa Indonesia pada tahun 2001 silam. Konflik yang melibatkan suku Dayak
dengan orang Madura ini dipicu banyak faktor, di antaranya kasus orang Dayak yang
didiuga tewas dibunuh warga Madura hingga kasus pemerkosaan gadis Dayak. Warga
Madura sebagai pendatang di sana dianggap gagal beradaptasi dengan orang Dayak
selaku tuan rumah. Akibat bentrok dua suku ini ratusan orang dikabarkan meninggal
dunia. Bahkan banyak di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh suku Dayak
yang kalap dengan ulah warga Madura saat itu. Pemenggalan kepala itu terpaksa
dilakukan oleh suku Dayak demi memertahankan wilayah mereka yang waktu itu
mulai dikuasai warga Madura.
Koordinator Staf Ahli Polri Irjen Iza Fadri mengatakan, ada beberapa hal penyebab
konflik agama terjadi. Salah satunya adalah pemahaman yang sempit dari penganut
paham tertentu yang menganggap paham yang dianutnya paling benar.
"Berkembangnya paham ideologi lain yang masuk ke lingkungan pendidikan juga
potensi merusak keberagaman," kata Iza dalam sambutannya saat membuka acara itu
mewakili Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Senin (28/8/2017) Iza menambahkan,
kurangnya pemahaman terhadap UUD 1945 dan Pancasila yang mengatur kebebasan
berkeyakinan dan beragama setiap masyarakat, serta penegakan hukum dan
pengawasan terhadap ormas yang lemah juga menjadi faktor lain penyebab konflik
suku ras agama dan antargolongan (SARA). Lokakarya tersebut diharapkan
menjadikan Polri sebagai garda terdepan dalam menjaga kebhinekaan dan
keberagaman di Indonesia. Sementara Direktur Imparsial Al Araf mengatakan,
menguatnya konflik internal di sebuah negara berpotensi memecah belah bangsa dan
menghancurkan keadulatan negara. "Dulu ada Yugoslavia, tapi sekarang enggak ada.
Itu karena konflik identitas suku dan sara. Kayak di Rwanda juga hancur karena
adanya penyebaran kebencian dan genosida," kata Al Araf dalam acara dihadiri
jajaran Polda Metro Jaya dan Polda Banten. Al Araf melanjutkan, saat ini negara yang
sedang terancam adalah Suriah, karena di sana sedang terjadi perang saudara yang
bisa membuat negara itu pecah. "Indonesia sebagai negara yang plural bisa menjadi
potensi konflik tersebut," ungkapnya. Al Araf tak menutup kemungkinan Indonesia
bisa menjadi negara gagal jika penegakan hukum tak dilakukan dengan baik. "Salah
satu ciri negara gagal menurut PBB jika penegakan hukum gagal. Seperti Somalia
yang dianggap negara gagal," katanya. Dia meminta penegakan hukum harus bisa
berjalan dengan baik, supaya kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat dinikmati
seluruh lapisan masyarakat. "Saya percaya institusi Polri bisa menjadi penjaga
kebhinekaan dan menjaga tidak adanya pemecah belah bangsa," kata dia.
Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Doa pada Tuhan sangat penting dalam
kehidupan orang beriman. Melihat dari sila pertama Pancasila saja sudah menyiratkan
akan betapa berharganya campur tangan Tuhan dalam hidup manusia.
Untuk dapat mengatasi konflik SARA yang semakin pelik ini, kita harus
mengandalkan Tuhan dengan memohon kekuatan dari Nya untuk dapat mengatasi
konflik SARA dan mengendalikan diri.
Kita harus bersyukur pada Tuhan yang telah menciptakan kita pada suku, agama, ras,
dan golongan tertentu. Seringkali ada orang yang menyalah-nyalahkan Tuhan atas
penempatan dirinya di sebuah keluarga dengan suku tertentu yang sangat berbeda dan
kurang dapat diterima oleh masyarakat setempat.
Ini sungguh hal yang tidak masuk akal dan memilukan. Pencipta memiliki kedaulatan
penuh atas hidup ciptaan Nya. Kayu tidak tahu kenapa dia harus menjalani proses
yang penjang dan menyakitkan untuk dapat berubah wujud menjadi kursi, kursi lebih
indah ketika diolah oleh tukang kayu.
Satu hal yang harus kita ingat: di manapun kita ditempatkan oleh Tuhan, kita harus
selalu bersyukur atas hidup kita dan memuliakan nama Tuhan selamanya.
Dengan adanya konflik SARA ini kita tidak hanya bisa menyalahkan orang-orang
yang berkonflik saja tetapi juga peran pemerintah sangat penting untuk
menyelesaikan permasalahan atau konflik tersebut. Jika kita lihat dari dasar Negara
kita pada pancasila sila ketiga “Persatuan Indonesia” mengajak semua masyarakat
Indonesia untuk bersatu, menjaga perdamaian antar individu maupun kelompok,
mendukung satu sama lain untuk kebaikan bersama, membentuk tujuan bersama yang
nantinya bisa kita wujudkan dalam tindakan toleransi kepada semua golongan tanpa
melihat adanya perbedaan status. Dan pada sila ketiga digambarkan dengan jelas
pohon beringin yang berdiri kokoh melambangkan Negara yang besar dimana
rakyatnya bisa berlindung dibawah satu pemerintahan yang sangat kuat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan fakta yang telah saya jabarkan pada bab sebelumnya, saya dapat
menyimpulkan bahwa Pancasila telah membentuk kehidupan sosial di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan konflik SARA yang sering terjadi di
Negara kita, Pancasila menjelaskan bahwa penting adanya peratuan dan kesatuan
bangsa yang dijelaskan pada sila ketiga. Namun rendahnya pemahaman masyarakat
tentang akan arti atau makna sila-sila khususnya sila ketiga yang banyak
menimbulkan konflik SARA yang terjadi.
3.2 Saran
Melihat kurangnya pemahaman dari masyarakat tentang isi atau makna Pancasila,
kami menyarankan supaya Pemeritah lebih mengedukasi masyarakat tentang isi atau
makna-makna Pancasila secara luas. Bukan hanya pemerintah, orang-orang yang
memiliki pola pikir terbuka juga harus mengingatkan ke sesama masyarakat yang
belum bisa menempatkan dirinya diposisi orang lain, melihat dari sisi orang lain agar
tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menimbulkan konflik. Dari segi ini kita juga
akan menemukan titik suatu permasalahan dan jalan keluar untuk menyelesaikan
masalah ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://rudybyo.blogspot.com/2011/04/pengertian-sara-suku-ras-agama-
dan.html
https://www.kaskus.co.id/thread/584c42c2dbd770a2788b4567/kasus-ahok-
dipolitisasi-atas-nama-penistaan-agama/