MASYARAKAT DI INDONESIA
I. LARAR BELAKANG
yang homogen, tetapi sebaliknya sebagai negara yang prural dan heterogen.
sebagai akibat dari kondisi alamiah, khususnya sifatnya sebagai negara maritim
secara geogarafis yang dipisahakn oleh samudra, laut, selat, sungai, pegunaungan
beberapa fakta berikut: tersebar dalam kepulauan yang terdiri atas 13.667 pulau
(meskipun tidak seluruhnya berpenghuni), terbagi ke dalam 358 suku bangsa dan
200 subsuku bangsa, memeluk beragam agama dan kepercayaan yang menurut
statistik: Islam 88,1%, Kristen dan Katolik 7,89%, Hindu 2,5%, Budha 1% dan
yang lain 1% (dengan catatan ada pula penduduk yang menganut keyakinan yang
menyebut diri sebagai pemeluk agama resmi pemerintah), dan riwayat kultural
percampuran berbagai macam pengaruh budaya, mulai dari kultur Nusantara asli,
1
Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman
yang bersifat vertikal maupun horizontal. Sumber konflik tersebut bisa berasal
dari perbedaan nilai-nilai dan ideologi, maupun intervensi kepentingan luar negeri
kekuatan nyata yang terorganisir tentunya akan menjadi musuh yang potensial
bagi NKRI. Contoh nyata dari konflik sosial yang sering terjadi adalah konflik
yang timbul dalam pergaulan umat beragama baik intern maupun antar umat
terpusat pada hubungan antara pemerintah attau sistem nasional dan kelompok-
dukung, bahkan sebagai alat untuk memobilisasi massa agar tidak menentang
kebijakan-kebijakan pemerintah
2
Melalui berbagai produk perundang-undangan maupaun praktik hukum
yang dilakukan oleh birokrasi, aparat keamanan dan pengadilan, dapat diketahui
bagaimana kekerasan beroperasi serta memproduksi diri dalam berbagai sikap dan
Kalimanatn, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya konfik Etnis Dayak
kehidupan setiap kouniatas dan konflik tidak dapat dimusnakan atau dihindari
Indonesia ?
3. Apa solusi untuk masalah tersebut ?
4. Bagaimana Peran Hukum dalam Menyelesaikan Konflik Sosial
tersebut?
III. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini bertujuan untuk;
1. Menjelaskan latarbelakang terjadinya konflik sosial di Indonesia.
2. Mengarisbawahi faktor-faktor yang mendasari terjadinya konflik-
konflik tersebut.
3. Menyertakan Solusi-solusi untuk menghadapi masalah konflik-konflik
sosial.
3
4. Mengkaji Peran Hukum dalam Penyelesaian konflik Sosial.
IV. PEMBAHASAN
A. Konflik di Dalam Masyarakat
Sebagai sebuah negara multi etnik, multi budaya, dan multi religi,
beragam latar belakang, mulai konflik berbasis identitas, etno comunal, separatis,
perebutan akses sumberdaya alam hingga konflik berskala mikro seperti tawuran
mengakibatkan petaka bila tidak diknola dengan baik oleh pemerintah. Apalagi
diperdebatkan, faktanya orang Indonesia mudah disulut dan dimobilisasi apa bila
ada simbol kesukuan, agama, dan budaya yang disinggung. Simak saja kasus
seperti ajaran Ahmadiyah, Lia Eden, yang menyulut kemarahan sebagian umat
Islam. Namun Indonesia tidak pernah melakukan revolusi dan perlawanan massif
malah tidak menimbulkan gejolak dan perlawanan massal pada negara. Padahal
sepanjang masa Orde Baru. Di mana tidak hadirnya kebijakan inklusif dibidang
4
ketidakseimbangan manfaat secara geografis. Dari sisi politik, bisa jadi semua
Ihsan Malik Direktur Titian Perdamain, bagaikan padang rumput ilalang yang
kering kerontang, tinggal menunggu siapa yang mau menyalakan korek api untuk
membakarnya.
Pada masa Orde Baru dimana kekuasaan sangat sentral dan peran negara
menonjolkan tindakan represif dan militeris. Model ini umum dikenal sebagai
pada aturan atau kebijakan negara. Pola penyelesaain ini bahkan seragam hingga
yang juga berfungsi untuk melakukan penyelesaian sengketa nyarus lumpuh Total.
di Sumatera Barat struktur pemerintahan nagari nyaris lumpuh dan tidak berfungsi
karena sulurh penyelesaian konflik ditangani langsung oleh aparat militer dari
Babinsa hingga Kodim. Bahkan peran intusi peradilan maupun instusi kepolisian
juga tidak maksimal akbiat peran sentral militer dalam kehidupan masyarakat
5
penyelesaian konfliknya menghasilkan kepatuhan sesaat pada masyarakat.
Sementara menurut Gerry van Kliken dari Koninklijk Instituut voor Taal
Pasifik yang diadakan oleh LIPI, MOST, UNDP dan UNESCO di Jakarta 22
terjadi pada masa setelah Soeharto jatuh seperti Ambon, Sampit, Poso yang terjadi
tahun 1998 dan 2001 lebih didorong oleh eskalasi isu, baik melalui penyebaran
informasi lewat jalur yang sudah terbentuk (difusi) maupun penyebaran antar
komunitas yang sebelumnya tidak memiliki ikatan sosial (brokerage). Ikatan yang
kemudian muncul antar komunitas ini membuat konflik Poso, Ambon, Sampit
yang bermula dari pertengkaran dua pemuda mabuk menjadi konflik antar agama
Potensi konfik ini terpendam selama Orde Baru, akibat dari kontrol
pemerintah yang begitu ketat, sehingga tidak memberikan ruang bagi masyarakat
yang sehat. Perbedaan agama maupun suku, memunculkan persoalan baru ketika
dikaitkan dengan posisi dan distribusi kekuasaan. Pemerintah Orde Baru tidak
aparatus. Dengan pola rekrutmen kepemimpian lokal yang juga diatur oleh
6
mengalami relasi pasang surut dan keberimbangan kompoisi kependudukan, maka
potensi kerusuhan konflik berlatar agama maupun suku rentan terjadi. Namun
Kalimantan Timur, dan Riau maka potensi konflik dengan nuansa separatis sangat
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) maupun Organisasi Papua Merdeka (OPM). Yang
Bahkan di jadikan Daerah Operasi Milter yang memakan ribuan korban selama
masa operasi tersebut di berlakukan. Demikian juga di Papua, pola operasi militer
mauupun dialog nyaris tidak berjalan dengan baik. Baru pada Era reformasi
kerusuhan 27 Juli 1996 diselesaikan dengan cara penidakan hukum represif dan
militeris. Para pelaku konflik tidak pernah diadili secara transparan, bahkan
dari kerusuhan identitas di Masa Orde Baru. Namun hampir dari seluruh persoalan
konflik yang mengemuka baik pada masa orde baru mapunmasa reformasi,
7
Pemuda selalu menjadi faktor pemicu yang menyulut esklalasi konflik sedemikian
negara, kejadiannya selalu dipicu oleh bentrokan kaum muda. Data Base Pola
Propinsi, menunjukkan bahwa konflik yang dipicu oleh pemuda, adalah penyebab
Ini adalah situasi yang mengerikan dan berbahaya, tidak saja bagai orang-
oarang yang terlibat dalam konflik, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia.
budaya, politik sendiri-sendiri. Hal itu merupakan akibat dari faktor stuktural dan
8
Masyarakat kita nampaknya sedng sakit. Setiap kesalahpamahaman kecil
pegangan budaya kekerasan diaman konflik yang bisasa terjadi sehari-hari tidak
lagi dikeloloa dengan cara yang konstrukstif, tetapi sebaliknya segera menjadi
kekersan dan bisa melibatakan seluruh komunitas. Hal itu terjadi tanpa ada tanda-
tanda bahwa pihak yang tertarik dapat dengan mudah mengambil keuntungan dari
situasi ini.
antara lain;
lainnya. Modernisasi dan globalisasi mempunyai daya tekan yang luar biasa
dan seluruh komunitas mengalami proses ini sebagai ancaman ekonomi, psikologi
dan politik terhadap identitas dan bahakan keberadaan mereka. dalam situasi
seperti ini, cara lama dalam pengelolaan konflik tidak lagi efektif. Cara
9
pada sikap eksklusif dan pandangan agresif terhadap mereka yang berasal dari
ketidakadlan.
sednag meningkat, baik dalam komunitas agama maupuan dalam komunitas suku.
Oarang-orang yang berasla dari agama lain dianggap tidak bertuhan dan anak-
anaa disuruh menghindari kontak dengan budaya kafir. Saling tidka percaya,
Ketiga, masyarakat kita secara umum lebih banyak dalam genggaman budaya
berarti pemerintah, militer, Cina, orang-orang dari agama atau suku lain, atau
prasangka dan kecurigaan antara kelompok yang berbeda. Hal ini secara khusus
10
terlihat berkaitan dengan kasus hubungan Islam dan Kristen. Peristiwa sejarah
Perang Salib dan Penjajahan, Invansi Arab dan 300 tahun ancaman Turki. Umat
Islam mencurigai niat orang Kristen karena Kristen datang bersamaan dengan
penjajah. Sebaliknya,
ekslusif baik dalam komunitas agama maupun etnis. Saling tidak percaya dan
Dengan demikian, ras ssentif aam membentuk bahaya yang terus menerus
akan merunjuk pada hubungan Fungsi Hukum dalam Masyarakat, Konflik dan
itu sendiri diatur pula oleh agama , kaedah susila, kaedah kesopanan, adat-
kaedah sosial lainnya in, terdapat jalinan hubungan yang erat yang satu
11
Akan tetapi dalam satu hal, hukum berbeda dari kaedah sosial yang
pada kebiasaan atau adat-istiadat (3) yang tujuannya bersifat kreatif atau
nonistitusional .
proses kehidupan manusia. Dari sudut manapun kita melihat konflik, bahwa
Didalam kenyatan hidup manusia di man apun dan kapanpuan selalu ada
12
dan kebutuhankebutuhan yang selalu bertentangan sehinga proses yang demikian
lainnya.
perubahan hukum adalah termasuk produk konflik antara kelas-kelas sosial yang
3. Penegak Hukum
lawyer atau jurist yang menempati pada posisi trategis dalam penegakan
13
masyarakat, barulah berati apabila senyatanya didukung oleh sistem sanski yang
Konsep hukum atas penegakan supermasi hukum yang diolah oleh negara
siakui bahwa secara garis besarnya sudah memenuhi kerangka ideal menurut
ukuran sipembuatnya
masyarakat yang sadar hukum. Sehingga terbukti, berapa banyak dan seringnya
terjadi nuasa kekerasna yang secara langsung dengan dengan mobilitas massa dan
atau kekerasna secara komunal telah mengadili dan mengahakimi sendiri pelaku
massa adalah sisi lain cara masyarakat mengimplimentasikan arti dari sebuah
keadilan atau cara yang tepat dalam mereka berhukum, karen ainstitusi negara
tidak lagi dianggap sebagai tempat dalam memproses dan menemukan keadilan.
orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih
dahulu, kemudian cara yang formal, jika cara pertama tidak membawa hasil.
14
berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam
ke tiga. Namun dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara
hadir dalam pertemuan konsiliasi ialah wakil dari serikat buruh, wakil
majikan sendiri.
b. Mediasi. Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara
menghentikan perselisihan.
c. Arbitrasi. Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui
15
arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang
salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding
wasit.
d. Koersi. Koersi ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan
yang harus diterima pihak yang lemah. Misalnya, dalam perang dunia
16
berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai.
perdamaian. Jadi hal ini belum ada penyelesaian definitif, belum ada
V. PENUTUP
1. Kesimpulan
Etnis. Perlu diketahui, bahwa pada stu sisi, etnisitas adalah sala stu energi
Pemuda (28 Oktober 1928). Perbedaan ras ini membangun sebuah keadaan
yang memproses suatu adasar atau platform nasional yang disepakati oleh
pada ras yang berbeda yang menyatukan diri mereka melalui kerangka-
17
Namun dilain sisi, perbedaan etnis telah memprovokasi terjadinya
konflik yang menggangu stabilitas negara dan dunia. Sutu kelompok etnis
Bahaya laten yang harus dihindari oleh masyarakat kita dna dunia
merasa diri mereka lebih hebat, superior, lebih berhak, mempunyai status
yang lebih tinggi dari etnis lainnya. Perasaan ini membawa manusia
2. Saran
Adapun solusi-solusi yang disarankan adalah :
1) Membangun kembali rule of law (supermasi hukum). Sekarang
18
karena mereka tidak percaya niat bahakan kemampuan untuk
melaksanakan hukum.
a) Perundang-undangan. Peraturan serta institusi yang kita miliki
Belanda, ada banyak hal yang tidak sesuai lagi dengan kondisi
secara moral.
c) Kultur hukum masyarakatnya. Indonesia merupakan negara
dilakuakan
b) Anak-anak harus didorong untuk saling menyapa satu sama
19
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Pelajar.
20