Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT LYME DAN BALANTIDIUM COLI YANG TERGOLONG

BERBASIS LINGKUGAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4
Muhammad Azhar Wirandi Pane P00933221036
Anggie DwiSalda Br Saragih P00933221007
Fuan Sari Natalia Hasugian P00933221022
Hana Eliza Girsang P00933221025
Ikram Affandi P00933221027
Muhammad Arif Al Fiqri Sitompul P00933221035
Naomi Karen Margaretha P00933221038
Nur Rizky Aulia Lubis P00933221040
Nurhasanah Siregar P00933221041

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat-
Nyalah sehingga Kelompok ini dapat menyelesaikan tugas laporan penyakit berbasis
lingkungan ini dengan baik.

Kami dituntut untuk mengetahui dan memahami segala sesuatu yang berhubungan
dengan Penyakit yg berasal dari lingkungan dan Apa saja kategori penyakit yang
dikelompokkan berbasis lingkungan. Maka dari itu, Kami membuat laporan ini agar lebih
mengetahui tentang Penyakit yang berasal dari lingkungan sekitar.

Kami sebagai manusia menyadari bahwa masih ada kelemahan dan kekurangan dalam
penyusunan tugas laporan ini dan untuk menyempurnakannya saya sangat mengharapkan
kritik dan sarannya.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapapun terutama pada Kelompok saya
sendiri. Akhir kata, Kami ucapkan banyak terima kasih.

ii
DAFTAR IS

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan /atau morfologi
suatu organ dan/atau jar tubuh. Lingkungan adalah segala sesuatu yg ada disekitarnya (benda
hidup, mati, nyata, abstrak) serta suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-
elemen di alam tersebut. Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa
kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia
dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.

Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan
diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakt di
hampir seluruh Puskesmas di Indonesia. Menurut Profil Ditjen PP&PL thn 2006, 22,30%
kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia. sedangkan morbiditas penyakit diare dari
tahun ketahun kian meningkat dimana pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk, lalu
meningkat menjadi 301 per 1000 penduduk pada tahun 2000 dan 347 per 1000 penduduk
pada tahun 2003. Pada tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat menjadi 423 per 1000
penduduk.

Rumusan Masalah

1 Apa penyebab Penyebab Penyakit Lyme dan Balantidium coli


2 Apa Faktor Yang menyebabkan penyakit Penyakit Lyme dan Balantidium coli
3 Bagaimana Pencegahan penyakit Penyakit Lyme dan Balantidium coli
4 Bagaimana cara mengobati Penyakit Lyme dan Balantidium coli

Tujuan
1 Untuk mengetahui tengtang penyakit Penyakit Lyme dan Balantidium coli
2 Untuk mengetahui Epidemiologi Penyakit Lyme dan Balantidium coli

iii
3 Untuk mengetahui Penyebab Penyakit Lyme dan Balantidium coli
4 Untuk mengetahui Cara penanggulangan dan pengobatan Penyakit Lyme dan
Balantidium coli

Manfaat

1 Mengetahui Penyakit yang di tularkan melalui Penyakit Lyme dan Balantidium coli
2 Mengetahui cara Penanggulangan Penyakit
3 Mengetahui Komplikasi yang terjadi akibat Penyakit Lyme dan Balantidium coli

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. WASPADA TERHADAP PENYAKIT LYME BAGI MANUSIA

Lyme disease adalah salah satu jenis penyakit menular pada manusia dan hewan
dengan perantara (vektor) berupa kutu.Penyakit ini diberi nama Lyme dari kata Old Lyme,
suatu kota di Connecticut dimana kasus ini pertama kali ditemukan.Penyakit ini disebabkan
oleh Borrelia burgdoferi, bakteri dari golongan Spirochetes, dan disebarkan secara luas oleh
kutu Ixodes scapularis.Kutu tersebut umumnya menghisap darah burung, hewan peliharaan,
hewan liar, dan juga manusia.

Penyakit lyme adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan oleh gigitan
kutu rusa. Infeksi bakteri pada rusa atau tikus ditransmisikan oleh kutu sehingga
menyebabkan penyakit lyme. Terdapat empat spesies yang paling sering menyebabkan
penyakit lyme, yaitu Borrelia burgdorferi, Borrelia mayonii, Borrelia afzelii, dan Borrelia
garinii. Untuk menularkan infeksi, kutu harus menempel pada kulit seseorang selama 24
hingga 48 jam. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan bakteri ke seseorang
cukup lama dan umumnya, orang tidak akan sadar pernah tergigit kutu.

v
Penyebab Penyakit Lyme

Seseorang bisa terinfeksi bakteri penyebab penyakit lyme jika orang tersebut digigit
oleh kutu rusa yang juga dikenal dengan kutu kaki hitam (black-legged tick). Kutu tersebut
juga harus terinfeksi untuk dapat menularkannya ke manusia. Kutu bisa terinfeksi jika ia
menggigit rusa atau tikus yang terinfeksi.

Borrelia burgdorferi dan Borrelia mayonii merupakan penyebab penyakit lyme paling


sering terjadi di Amerika Serikat. Sedangkan di Eropa dan Asia, penyakit lyme paling sering
disebabkan oleh Borrelia afzelii dan Borrelia garinii.

Faktor Risiko Penyakit Lyme

Beberapa faktor berikut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit lyme:

 Berkegiatan di area banyak pohon dan rumput.

 Tidak memakai pakaian yang melindungi kulit, sehingga kulit rentan terpapar.

 Cara mencabut kutu yang tidak tepat, sehingga bakteri masih bisa masuk.

Gejala Penyakit Lyme


Penyakit Lyme memiliki tiga stadium, yaitu stadium awal terlokalisasi, stadium awal
diseminasi, dan stadium akhir diseminasi. Gejala penyakit lyme berbeda pada setiap stadium.

Stadium Awal Terlokalisasi

Pada stadium ini, gejala biasanya mulai terlihat 1 atau 2 minggu setelah gigitan kutu.
Salah satu gejala paling awal adalah ruam berbentuk seperti target (bull’s-eye rash), yang
merupakan tanda bahwa bakteri sedang membelah diri dalam darah. Ruam yang
disebut erythema migrans ini muncul pada lokasi gigitan, terlihat seperti titik berwarna merah
yang dikelilingi oleh area yang bersih, yang pada tepinya kembali berwarna merah. Ruam ini
biasanya tidak nyeri maupun gatal, tetapi terasa hangat ketika diraba. Umumnya, ruam ini
akan hilang dengan sendirinya dalam 4 minggu.

vi
Stadium Awal Diseminasi

Stadium ini terjadi beberapa minggu setelah gigitan kutu. Pada stadium ini, bakteri
sudah mulai menyebar ke seluruh tubuh, sehingga menimbulkan gejala yang menyerupai
penyakit flu, seperti menggigil, demam, pembesaran kelenjar getah bening, sakit
tenggorokan, gangguan penglihatan, kelelahan, nyeri otot, dan nyeri kepala. 

Selain gejala seperti flu, pada stadium ini pengidap akan menunjukkan gejala lain,
yaitu ruam yang muncul di tempat lain selain pada lokasi gigitan kutu, kesemutan dan kebas,
serta Bells’ palsy.

Stadium Akhir Diseminasi

Stadium ini terjadi jika infeksi tidak ditangani pada stadium 1 dan 2. Stadium 3 ini
dapat muncul dalam hitungan minggu, bulan, atau bahkan tahun setelah gigitan kutu. 

Stadium ini memiliki gejala, seperti nyeri kepala yang cukup parah, radang sendi,
gangguan irama jantung, ensefalopati, gangguan dalam terlibat percakapan, kesulitan
konsentrasi, gangguan mental, kebas pada kaki, dan hilangnya ingatan jangka pendek.

Epidemologi

Penyakit dengan gejala yang mirip seperti penyakit Lyme. Penularan penyakit
tersebut di daerah Eropa Pada beberapa daerah di Amerika, penyakit Lyme tidak hanya
ditularkan oleh kutu Ixodes scapularis, tetapi juga oleh tikus dan kutu Ixodes paficius. Di
Eropa, spesies Borrelia lainnya yaitu B. garinii juga mampu menyebabkan dilakukan dengan

vektor berupa kutu I. ricinus.Di daerah Asia, penyakit Lyme disebabkan oleh B. afzelii
melalui perantaraan. persulcatus. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa distribusi
penyakit ini sangat luas dan ditransmisikan ke manusia via golongan Borrelia dan berbagai
jenis kutu yang berbeda spesiesnya, tergantung pada wilayah masing-masing.

Patologi
Dari tubuh penderita melalui urin dan penularan pada hewan diduga banyak terjadi
melalui urin yang terinfeksi.Sel B. burgdorferi ditransmisikan ke manusia saat kutu sedang
menghisap darah manusia.Gejala utama dari penyakit ini adalah sakit kepala, sakit punggung,
dingin, dan kelelahan. Pada 75 persen kasus penyakit Lyme, ditemukan adanya bintik merah

vii
yang lebar pada daerah sekitar tempat kutu mengigit manusia yang disebut erythema
migrans.Saat gejala awal timbul, penyakit ini dapat diatasi dengan tetrasiklin atau penisilin,
namun apabila tidak diobati maka penyakit akan akan berkembang ke tingkat kronis yang
dimulai beberapa minggu atau bulan setelah digigit kutu.Penyakit Lyme kronis ditandai
dengan artritis dan gangguan neurologis seperti kelumpuhan, kelemahan pada beberapa
bagian anggota badan, serta dapat terjadi kerusakan jantung.Apabila tetap tidak ditangani, sel
B. burgdorferi dapat dapat menginfeksi sistem saraf pusat dan dorman hingga terjadi gejala
klinis lainnya yang meliputi gangguan penglihatan, kejang, dan kelumpuhan wajah.Sebagian
gejala penyakit Lyme mirip dengan penyakit sifilis, namun penyakit Lyme tidak ditularkan
melalui hubungan seks atau kontak fisik lainnya, berbeda dengan penyakit sifilis.Penelitian
menunjukkan bahwa sebagian B. burgdorferi ikut keluar.

Diagnosis Penyakit Lyme

Diagnosis penyakit lyme dilakukan berdasarkan wawancara dan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan darah kurang akurat sampai beberapa minggu setelah infeksi pertama. Hal ini
dikarenakan antibodi terhadap bakteri penyebab penyakit lyme baru terbentuk setelah
beberapa minggu. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah:

 ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang berguna untuk deteksi antibodi


terhadap bakteri B. burgdorferi.

 Western blot untuk mengonfirmasi hasil positif dari tes ELISA yang dilakukan.

 PCR atau Polymerase Chain Reaction juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi


individu dengan radang sendi atau gejala saraf yang persisten setelah terinfeksi
penyakit lyme. Sampel yang digunakan adalah cairan sendi ataupun cairan
serebrospinal.

Pengobatan Penyakit Lyme

Penanganan penyakit lyme paling baik dilakukan pada stadium awal. Penanganan
dini seperti pemberian antibiotik secara oral untuk 14-21 hari efektif dalam mengeliminasi
infeksi secara total. Antibiotik ini diperlukan untuk mengeliminasi infeksi, meski gejala yang
ada mungkin tidak langsung hilang. Maka, sangat dianjurkan bagi pengidap untuk tetap
mengunjungi dokter meski gejala hilang. 

viii
Komplikasi Penyakit Lyme

Penyakit lyme yang tidak diatasi dengan baik dapat memicu beberapa komplikasi, seperti:

 Peradangan sendi kronis.

 Gejala neurologis.

 Gangguan memori.

 Ketidakteraturan irama jantung.

Pencegahan Penyakit Lyme

Pencegahan penyakit lyme pada umumnya dilakukan dengan cara meminimalisir


kemungkinan paparan gigitan kutu, di antaranya dengan cara:

 Memakai celana panjang dan baju lengan panjang saat berkegiatan di luar.

 Atur halaman rumah bebas kutu dengan cara membersihkan kayu dan menaruhnya di
tempat yang terkena sinar matahari. Selain itu, gunting rumput secara teratur dan jaga
agar tidak tumbuh terlalu panjang.

 Gunakan penangkal serangga dengan DEET 10 persen yang dapat melindungi selama
2 jam. Jangan mengaplikasikan penangkal serangga ulang jika berada di luar ruangan
lebih dari 2 jam.

 Rutin memeriksa adanya gigitan kutu pada kulit.

 Cabut kutu menggunakan pinset, jepit di bagian kepala atau mulut lalu tarik dengan
hati-hati. Pastikan seluruh tubuh kutu tercabut.

B. Waspada penyakit Balantidium coli

Balantidium coli adalah satu-satunya ciliate protozoa yang menginfeksi saluran


pencernaan manusia. Selama siklus hidupnya, ada dua tahap: fase trofozoit aktif yang
mendiami hindgut, dan tempat istirahat atau tahap kista yang dikeluarkan bersamaan
dengan tinja adalah tahap penularan ke host baru. Parasit dapat menginfeksi berbagai

ix
macam mamalia, babi menjadi reservoir utama. Organisme ini juga telah ditemukan pada
beberapa burung. Dalam kebanyakan kasus, B. coli tidak dianggap sebagai masalah
kesehatan masyarakat karena infeksi biasanya tanpa gejala. Namun, dalam beberapa (masih
belum ditentukan dengan jelas) keadaan parasit bisa menyerang mukosa usus menyebabkan
penyakit yang dikenal sebagai disentri balantidial (Balantidiasis) yang bisa berakibat fatal.

Transmisi dari satu individu yang terinfeksi ke orang lain adalah dengan rute fecal-
oral di air minum atau makanan yang terkontaminasi merupakan metode utama transmisi.
Kontak dengan babi dan miskin kondisi sumber air adalah faktor risiko utama terkait
dengan infeksi oleh parasit. Langkah-langkah pengendalian termasuk identifikasi dan
perawatan orang yang terinfeksi, pembuangan kotoran yang aman (keduanya asal manusia
dan hewan), hindari penggunaan kontoran manusia sebagai pupuk untuk sayuran mentah,
dan peningkatan kualitas sumber air. Belum ada penelitian khusus tentang waktu bertahan
hidup kista B. Coli di lingkungan sekitar atau pada saat proses inaktivasi air limbah atau
pembuatan air minum. Ciliata protozoa dari genus Balantidium adalah rute verbal-oral di
mana kista merupakan tahap infektif. Kista Balantidium dapat ditemukan di perairan
permukaan beriklim tropis di seluruh dunia.

Di antara spesies dalam genus ini, hanya ada satu yang menginfeksi manusia, yaitu
Balantidium coli, dan tidak ada subspesies, serotipe, atau beragam jenis genetik telah
dinamai sampai saat ini. Reservoir utama dari spesies ini adalah babi. Infeksi pada manusia
terkait dengan sanitasi rendah atau kontaminasi sumber air minum dengan manusia dan
kotoran hewan (terutama babi). Prevalensi di seluruh dunia adalah rendah, perkiraan
kurang dari 1%, dengan sebagian besar kasus dilaporkan dalam beberapa daerah prevalensi
endemik dapat meningkat 30%. Sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi
merupakan

organisme dalam beberapa kasus dapat menghasilkan infeksi yang parah dan bahkan
kematian hospes, biasanya dikaitkan dengan yang lain penyakit bersamaan.

Morfologi dan Siklus Hidup

Morfologi

Balantidium coli memiliki dua tahap dalam siklus hidupnya: aktif, makan, tahap
replikasi (trofozoit) yaitu ditemukan paling umum di lumen usus besar, dan tahap encysted
x
tidak mereplikasi (kista) berkembang di usus besar bagian bawah dan diekskresikan dalam
feses. Trofozoit (Gambar 1) berukuran besar (biasanya 100-150 μm panjangnya, ukuran
bervariasi) dan telur bulat, dengan seluruh permukaan sel ditutupi oleh silia. Celah seperti
mulut, sitostom terletak di bagian anterior sel. Makronukleus berbentuk ginjal biasanya
terletak di bagian belakang sel dan mikronukleus bundar yang lebih kecil biasanya
tumpang tindih dengan macronucleus dan tidak mudah tampak. Beberapa vakuola juga
dapat dilihat di sitoplasma. Kista (Gambar 2) juga besar (diameter 40-60 μm), berbentuk
bulat dan mengandung sel tunggal dikelilingi oleh dinding kista yang tebal. Pada kista
bernoda tersebut macronucleus dan beberapa vakuola dapat dengan mudah diidentifikasi
dan, kadang-kadang, silia dapat dilihat

.
Gambar 1. Tropozoid B. coli dari sampel babi, tanpa
pewarnaan

Gambar 2. Kista B. coli dari sampel


babi
Siklus Hidup

Balantidium coli adalah protozoa yang hidup di selaput lendir usus besar atau
sekum. Siklus hidupnya dimulai dengan mikronukleus yang membelah diikuti dengan
makronukleus dan sitoplasma sehingga menjadi dua organisme baru. Tropozoid akan
lansung membenuk kista (enkistasi) di dalam lumen usus aau segera setelah keluar bersama
tinja. Kista kira kira berukuran 60 mikron, lonjong dan berdinding tebal. Kista hanya
memiliki makronukleus. Kista yang hdup memiliki bulu getar yang masih bergerak. Kista

xi
tidak untuk berkembang biak, fungsinya hanya untuk bertahan. Kista merupakan bentuk
infekif dan dapat bertahan dalam suhu kamar selama 1- 2 hari. Bila kisa tertelan terjadi
ekskistasi di usus halus. Dari satu kista keluar satu stadium vegetatif yang segera
berkembang biak dan membentuk koloni di selaput lendir usus besar. Stadium kista dan
stadium vegetatif keluar bersama tinja hospes. Infeksi terjadi bila kista tertelan.

Epidemiologi

Kista Balantidium ditemukan dalam feses individu yang terinfeksi. Balantidiasis


dianggap sebagai penyakit bawaan dari air dan makanan. Parasit ini ditularkan melalui rute
fecaloral, dengan kista, dan kemungkinan kecil trofozoit, dicerna dengan kotoran yang
terkontaminasi air dan makanan. Penularan melalui coprophagia dapat terjadi pada hewan,
dan kemungkinan ini telah diduga dapat menginfeksi manusia, terutama di rumah sakit
jiwa, panti asuhan, penjara dan institusi mental. Sebagai parasit yang ditularkan melalui air,
B. coli dapat ditularkan dengan air minum tetapi juga dengan air kolam renang. Di negara
dengan standar sanitasi tinggi, penularannya adalah terutama karena kontaminasi sesekali
atau kegagalan proses dalam utilitas air, sedangkan di negara berkembang itu bisa
ditimbulkan oleh pengelolahan limbah yang kurang dan tidak benar, serta sistem pasokan
air yang bisa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang merugikan.

Reservoir yang paling penting adalah babi domestik dan babi hutan. Host lain yang
berpotensi penting dalam penularan B. coli ke manusia adalah tikus, babi hutan, domba,
kambing, unta dan kuda. Babi domestik terinfeksi di seluruh dunia dengan B. coli, dengan
prevalensi mulai dari 50 hingga 100% dari hewan yang diperiksa. Pada babi, ciliate bersifat
non-invasif dan non-patogen. Di antara studi, prevalensi dan intensitas infeksi bervariasi
antara jenis kelamin dan usia kelompok dan dalam beberapa kasus hasil yang berlawanan
ditemukan, tetapi mungkin faktor utama yang mempengaruhi tingkat infeksi adalah praktik
manajemen di setiap peternakan dan perawatan hewan. Secara umum, fasilitas dengan
lantai semen, protokol pembersihan yang memadai, dan pembuangan limbah yang baik
dapat mengurangi angka babi yang terinfeksi B. coli.

Gejala Klinis

Masih belum ditentukan apakah B. coli sendiri patogen. Trofozoit menghuni usus,

xii
memakan bakteri dan isi usus lainnya. Umumnya, infeksi tidak menunjukkan gejala dan
inang yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda-tanda klinis, menunjukkan bahwa ciliate ini
adalah parasit oportunistik yang bisa memanfaatkan status yang melemah dari inang yang
disebabkan oleh infeksi, lesi, atau penyakit lain. Dalam kasus seperti itu, parasit bisa
menyerang dinding usus menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai balantidiasis atau
balantidial disentri. Dalam bentuk penyakit kronis, gejalanya bervariasi dari gangguan
perut yang tidak spesifik (diare, sakit perut) untuk kram nyeri dubur, mual dan muntah,
sedangkan dalam bentuk akut gejala ini bisa terjadi disertai lendir dan darah dalam
feses, dan dalam kasus yang parah terjadi perdarahan dan perforasi dalam penyebaran
parasit ke jaringan lain atau dapat menyebabkan kematian hospes.

Pada sebagian besar pasien manusia dengan balantidiasis ekstraintestinal, infeksi usus
konkuren biasanya tidak didiagnosis tetapi merupakan karakteristik umum bahwa mereka
menderita penyakit lain seperti diabetes, gangguan hati, paru dan ginjal gangguan, infeksi
HIV atau kanker. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kasus menggambarkan
keberadaan B. coli dalam urin yang menekankan pada pentingnya pemeriksaan spesimen
urin.

Diagnosa

Dalam sampel feses, trofozoit dapat dengan mudah dideteksi oleh mikroskop dalam
saline smear dengan ukuran dan lambatnya gerakan; dalam sampel tetap, morfologi
macronucleus dapat dengan mudah dikenali di kedua trofozoit dan kista pada apusan
sementara yang diwarnai dengan yodium. Metode pewarnaan lain seperti hematoxylin-
eosin atau trichrome juga bermanfaat. Kista dapat dipulihkan dengan menggunakan
common teknik coprological (mis., metode sentrifugasi untuk konsentrasi). Dalam sampel
dari sapi dan kerbau diagnosis berdasarkan identifikasi kista seharusnya tidak dianggap
sebagai konfirmasi karena ciliate lainnya (yaitu B. sulcata) dengan kista yang identik
secara morfologis juga bisa menngacaukan. Analisis genetik pelengkap harus dilakukan
pada kasus ini. Untuk tujuan ini, urutannya sesuai ke gen ribosom (rDNA subunit kecil dan
5.8s rDNA, dan spacer transkripsi internal –ITS– 1 dan 2), walaupun menunjukkan
beberapa heterogenitas genetic.

Dalam sampel lingkungan, trofozoit B. Coli tidak akan terdeteksi (mereka


menghilang segera setelah lewatnya feses) dan hanya kista yang dapat ditemukan. Namun,

xiii
tidak mungkin membedakan dengan alasan morfologis kista B. Coli dari spesies
Balantidium lainnya (mis., amfibi atau ikan balantidia), atau bahkan dari ciliate lain
(seperti B. sulcata dari ternak), dan analisis genetik harus dilakukan untuk mengidentifikasi
spesies dengan benar.

Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian

Pengobatan

Sampai tahun 1950-an, sekitar sepertiga dari orang yang parah terinfeksi
balantidiasis akut akan mati. Sejak itu, penggunaan antibiotik jelas telah meningkatkan
prognosis dan sekarang sebagian besar kasus fatal dikaitkan dengan patologi bersamaan
lainnya. Infeksi Balantidium coli mudah diobati dengan terapi antibiotik, asalkan diagnosis
yang benar dibuat

tepat waktu. Untuk manusia, pengobatan terdiri dari tetrasiklin (500 mg empat kali sehari
selama 10 hari; tidak dianjurkan untuk hamil wanita atau untuk anak di bawah 8 tahun),
metronidazole (750 mg tiga kali sehari selama 5 hari) atau iodoquinol (640 mg tiga kali
sehari selama 20 hari). Dianjurkan untuk memberikan pasien diet bebas pati. Babi
(reservoir utama B. coli) dapat diobati dengan oxytretracycline.

Pencegahan dan Pengendalian

Pada balantidiasis, pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan cara


memperbaiki dan menjaga kebersihan pribadi, merawat atau menjaga kesehatan
mengawasi atau memantau pengurusan kotoran babi, seperti bagaimana cara
pembuangannya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

xiv
Tanah merupakan bidang kerak bumi yang tersusun dari bahan mineral dan bahan
organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan cairan sekaligus sebagai
penopang akar.

Jenis-jenis tanah yang terdapat di Indonesia, yaitu tanah aluvial, tanah andoson, tanah
entisol, tanah grumusol, tanah humus, tanah inceptisol, tanah laterit, tanah liat, tanah
podzolik, tanah podsol, tanah pasir, tanah padas, tanah oxisol, tanah organosol, tanah mergel,
tanah latosol, dan tanah litosol.

Tanah merupakan wujud alam yang terbentuk dari campuran hasil pelapuan batuan
anorganik, organik, air, dan udara yang menempati bagian paling atas dari litosfer. Ada
beberapa bentuk-bentuk kerusakan tanah, yaitu erosi tanah, abrasi, lahan keritis, dan
pencemaran tanah. Penyebab pencemaran tanah, yaitu bencana alam, kebakaran hutan,
limbah anorganik, limbah organik, limbah industri, limbah rumah tangga, limbah
pertambangan dan limbah pertanian.

Saran

Sebaiknya sebagai manusia kita janganlah sampai menyalahgunakan yang ada di


alam, dan sebaiknya sebagai manusia kita harus bisa menjaga apa-apa yang ada dialam
agar tidak akan terjadi kerusakan lahan yang akan berdampak lagi terhadap kehidupan
manusia sendiri

DAFTAR PUSTAKA
xv
Penyakit Lyme - Gejala, penyebab dan mengobati - Alodokter

Penyakit Lyme - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Balantidiasis: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan (idntimes.com)

Balantidiasis: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan (idntimes.com)

(DOC) -PENGERTIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN | nadeak nadeak -


Academia.edu

xvi

Anda mungkin juga menyukai