Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUTORIAL MODUL 3 BLOK 1.

6
DASAR PATOLOGI DAN DIAGNOSIS

Oleh Kelompok 16 C
Anggota :
Miftah Habi Farid
Rajib Alfikri
Iqbal Muhammad Helmi
Tsurayya Pertiwi Femilia
Asyifa Delfilaura
Fatimah Azzahra Zetta
Salsabilla Firdaus
Indri
Nanda Puji Lestari
Bella Alvina Lim

Tutor :
Dra. Machdawati Masri, Msi, Apt

PROGRAM SRUDI KEDOKERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
Step 1 : terminologi
 fecal-oral : penularan penyakit melalui oral dan anus
 Community-acquired infection : penyakit infeksi yang terdapat di lingkungan masyarakat
 Hospital-acquired infection : infeksi yang terdapat di rumah sakit
 multi drug resistance : keadaan bakteri resisten terhadap minimal 3 golongan jenis
antibiotik
 oral thrust : gejala candidiasis yang di tandai mulut nyeri,lidahterbakar, disphagia
asimtomatik
 RNA retrovirus : golongan virus yang hanya memiliki rna
 jamur oportunistik : jamur yang menyebabkan penyakit pada orang yang memiliki sistem
imun lemah.
 dermatofitosis : infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh dermatofit di stratum
korneum
 Malaria : demam infeksi oleh plasmodium dengan vektor nyamuk anopheles

Step 2 : identifikasi masalah


1. Apa jenis penyakit infeksi ?
2. Bagaimana karakteristik dan komponen dasar , klasifikasi, morfologi dari virus, bakteri,
parasit ?
3. Apa hubungan mck di sungai dengan penyakit yang di dapat?
4. Bagaimana proses mikroba menyebabkan penyakit ?
5. Peran nyamuk sebagai penyebab dbd dan malaria ?
6. Proses terjadinya dbd dan malaria ?
7. Apa saja patologi dan gejala klinis dari cacing yang keluar bersama bab ?
8. Penyebab dan pencegahan infeksi nasokomial ?
9. Bagaimana respon imun tubuh terhadap mikroba ?
10. Mengapa terjadi infeksi jamur oportunistik pada orang tersebut ?
11. Apa saja penghuni normal tubuh ?

Step 3 : Brainstorming
1. apa yang menyebabkan byk banyak penyakit infeksi?

Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti virus,
bakteri, jamur, dan parasit. Meski beberapa jenis organisme terdapat di tubuh dan tergolong
tidak berbahaya, pada kondisi tertentu, organisme-organisme tersebut dapat menyerang dan
menimbulkan gangguan kesehatan, yang bahkan berpotensi menyebabkan kematian.
Infeksi dapat disebabkan oleh 4 organisme berbeda, yakni virus, bakteri, parasit, dan jamur.
Masing-masing organisme dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbeda. Berikut
adalah contoh penyakit berdasarkan organisme yang menyebabkannya:

 Virus. Organisme ini menyerang sel dalam tubuh. Human immunodeficiency


virus (HIV) adalah salah satu contoh jenis virus yang menyebabkan penyakit
HIV/AIDS.
 Bakteri. Organisme ini dapat melepaskan racun penyebab penyakit. E. coli adalah
salah satu contoh jenis bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih.
 Jamur. Dermatophytes adalah salah satu contoh jenis jamur yang juga menjadi
penyebab kutu air. Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat di lingkungan
bersuhu hangat dan lembap.
 Parasit. Parasit hidup dengan bergantung pada organisme lain. Plasmodium adalah
salah satu contoh jenis parasit yang bergantung hidup di nyamuk dan menjadi
penyebab malaria.
Penyebaran organisme penyebab infeksi dapat terjadi dengan berbagai cara, baik secara kontak
langsung, melalui hewan atau benda yang terkontaminasi. Diare, demam, dan badan terasa
lemas adalah gejala umum penyakit infeksi

2. Apa ada hubungan diare dgn MCK di sungai?


Disebabkan MCK dilakukan di sungai maka Ketika kemarau, sungai surut, konsentrasi
escherichia coli tinggi dan warga ambil air di sungai sehingga terjadi diare.

3. Apa sja mikroba yg menyebabkan diare ?


Dari kelompok bakteri, setidaknya ada empat jenis bakteri penyebab diare yakni bakteri
campylobacter, bakteri salmonella, bakteri shigella, dan bakteri E. Coli.

 Bakteri E.Coli (Eschericia Coli). Kebanyakan bakteri E. Coli tidak berbahaya, dan
seringkali hidup secara normal di dalam saluran pencernaan manusia. Namun, beberapa
jenis bakteri ini dapat mengeluarkan racun yang menyebabkan diare serta
menimbulkan infeksi akut, infeksi saluran kemih, anemia berat, gagal ginjal, hingga
kematian. Infeksi bakteri E.coli umumnya terjadi karena kontak langsung dengan
kotoran, baik kotoran hewan dan manusia, terutama melalui makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi kotoran tersebut. Bakteri ini sering ditemukan pada daging
mentah atau pada produk-produk berbahan dasar susu dan juga pada buah dan sayuran
mentah. Bakteri penyebab diare yang satu ini juga dapat menyebar antar manusia dari
berjabat tangan dan lain-lain.
 Bakteri Salmonella Enterica. Bakteri penyebab diare yang satu ini terdiri dari dua jenis
yakni salmonella serotipe Typhimurium dan Salmonella serotipe Enteritidis.
Anak-anak dan orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh sangat rentan
terinfeksi bakteri salmonella. Salmonella dapat ditemukan pada daging mentah atau
pada produk-produk berbahan dasar susu, serta dalam tinja hewan peliharaan, terutama
hewan yang sedang mengalami diare. Hewan reptil, anak ayam dan bebek, serta hewan
pengerat kecil seperti hamster sangat mungkin untuk membawa bakteri Salmonella.
Kontak dengan hewan atau pun makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
bakteri ini juga dapat memicu diare. Untuk mencegah terinfeksi bakteri ini, Anda bisa
menerapkan pola cuci tangan yang bersih dan teratur sebelum makan, dan setelah
bermain dengan hewan peliharaan Anda. Salmonella dapat berkembang dengan cepat
dan gejalanya dapat muncul dalam rentang waktu 12 jam hingga 3 hari, dan dapat
bertahan hingga tujuh hari. Salmonella merupakan bakteri yang cukup lemah. Bakteri
ini dapat mati pada suhu tinggi, sehingga untuk membunuh bakteri yang bisa
terkandung pada bahan makanan ini, Anda cukup memasak bahan-bahan makanan
yang akan Anda makan hingga matang.
 Bakteri Campylobacter. Bakteri ini adalah bakteri penyebab diare yang juga dapat
menginfeksi manusia dan hewan, khususnya unggas. Campylobacter jejuni adalah
subspesies yang kerap menjangkiti manusia. Infeksi campylobacter biasanya tidak
terjadi langsung dari manusia ke manusia lainnya, namun melewati media perantara
yang berupa makanan, seperti daging yang tidak dimasak dengan benar, produk-produk
olahan susu dan keju yang tidak dipasteurisasi, atau air yang terkontaminasi.
Untungnya, bakteri penyebab diare ini cenderung lemah di udara luar. Bakteri akan
bertahan pada suhu tubuh, namun dapat mati jika terpapar oksigen atau berada dalam
lingkungan yang kering. Memasak bahan makanan dapat membunuh bakteri ini.
Infeksi bakteri jenis ini memang terbilang ringan, namun dapat berakibat fatal pada
anak-anak dan orang dengan gangguan imunitas.
 Bakteri Shigella. Bakteri penyebab diare lainnya adalah bakteri Shigella. Bakteri ini
menyebar melalui air dan makanan yang terkontaminasi kotoran. Bakteri shigella
melepaskan racun yang dapat mengiritasi usus. Bakteri jenis ini seringkali
menyebabkan diare yang disertai dengan darah. Lingkungan dengan sanitasi yang
buruk dan gaya hidup yang kurang higienis menjadi faktor kuat penyebaran bakteri ini.
Menerapkan cuci tangan yang benar dan teratur dapat mencegah terinfeksi bakteri ini.
Obat-obatan medis seperti antibiotik dapat membantu membunuh bakteri penyebab
diare ini.

4. Apakah penyebab dab tanda – tanda DBD?

Demam berdarah DBD disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk. Terdapat
4 virus dengue, yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Nyamuk yang berasal dari
famili tertentu yaitu Aedes aegypti atau Aedes albopictus dapat membawa virus untuk
menginfeksi darah manusia dengan gigitan dan mentransfer darah yang terinfeksi ke orang
lain. Begitu Anda pulih dari demam berdarah, imunitas Anda akan terbentuk namun hanya
sampai strain tertentu.

Terdapat 4 strain virus tertentu, yang berarti Anda dapat terinfeksi lagi. Penting untuk
mengidentifikasi tanda-tanda dan mendapatkan penanganan.

Terdapat tiga jenis demam dengue: demam berdarah klasik, dengue hemorrhagic fever, dan
dengue shock syndrome. Masing-masing memiliki gejala yang berbeda.

Gejala demam berdarah klasik

Gejala dari demam berdarah klasik biasanya diawali dengan demam selama 4 hingga 7 hari
setelah digigit oleh nyamuk yang terinfeksi, serta:

 Demam tinggi, hingga 40 derajat C


 Sakit kepala parah
 Nyeri pada retro-orbital (bagian belakang mata)
 Nyeri otot dan sendi parah
 Mual dan muntah
 Ruam

Ruam mungkin muncul di seluruh tubuh 3 sampai 4 hari setelah demam, kemudian berkurang
setelah 1 hingga 2 hari. Anda mungkin mengalami ruam kedua beberapa hari kemudian.

Gejala dengue hemorrhagic fever

Gejala dari dengue hemorrhagic fever meliputi semua gejala dari demam berdarah klasik,
ditambah:

 Kerusakan pada pembuluh darah dan getah bening


 Perdarahan dari hidung, gusi, atau di bawah kulit, menyebabkan memar berwarna keunguan
Jenis penyakit dengue ini dapat menyebabkan kematian.

Gejala dengue shock syndrome

Gejala dari dengue shock syndrome, jenis penyakit dengue yang paling parah, meliputi semua
gejala demam berdarah klasik dan dengue hemorrhagic fever, ditambah:

 Kebocoran di luar pembuluh darah


 Perdarahan parah
 Shock (tekanan darah sangat rendah)

Jenis penyakit ini biasanya terjadi pada anak-anak (dan beberapa orang dewasa) yang
mengalami infeksi dengue kedua kalinya. Jenis penyakit ini sering kali fatal, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda.

FASE FASE DEMAM BERDARAH


1. Fase demam

Gejala yang paling khas saat terkena demam berdarah adalah demam tinggi. Karena itulah fase
awal demam berdarah disebut dengan fase demam. Pada fase ini, penderita akan mengalami
demam secara tiba-tiba hingga mencapai 40 derajat celcius selama 2 sampai 7 hari.

Munculnya demam tinggi pada kasus demam berdarah sering kali disertai dengan muka
kemerahan, kulit memerah, nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, dan sakit kepala. Namun, bila
demam berlangsung selama lebih dari 10 hari, maka kemungkinan demam tersebut bukanlah
gejala demam berdarah.

Pada beberapa kasus lainnya ditemukan gejala berupa nyeri dan infeksi tenggorokan, sakit di
sekitar bola mata, anoreksia, mual dan muntah. Gejala-gejala inilah yang menyebabkan
penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit yang mengarahkan dokter pada diagnosis
demam berdarah.

Gejala-gejala demam berdarah yang dirasakan membuat penderita menjadi sulit untuk
menjalani aktivitas sehari-hari, misalnya menjadi tidak mampu untuk pergi ke sekolah,
melakukan pekerjaan kantor, dan kegiatan rutin lainnya.

Untuk mencegah hal negatif lainnya, penderita demam berdarah dianjurkan untuk
memperbanyak minum air putih untuk membantu menurunkan suhu tubuh dan mencegah
terjadinya dehidrasi. Pasien juga harus terus dipantau karena hal ini rentan untuk memasuki
fase kritis.
2. Fase kritis

Setelah melewati fase demam, pasien demam berdarah akan mengalami fase kritis. Nah, fase
ini biasanya menjadi ‘pengecoh’ karena penderita merasa sembuh dan dapat melakukan
aktivitas kembali. Pasalnya, fase kritis ini ditandai dengan penurunan suhu tubuh hingga 37
derajat celcius ke suhu normal.

Padahal, bila fase ini terabaikan dan tidak segera mendapatkan pengobatan, trombosit pasien
akan terus menurun secara drastis dan dapat mengakibatkan perdarahan yang sering tidak
disadari. Oleh sebab itu, pasien harus cepat ditangani oleh tim medis karena fase kritis ini
berlangsung tidak lebih dari 24-38 jam.

Selama masa transisi dari fase demam ke fase kritis, pasien memasuki risiko tertinggi untuk
mengalami kebocoran pembuluh darah. Indikasi dini kebocoran pembuluh darah tersebut dapat
dilihat saat penderita demam berdarah mengalami muntah secara terus menerus, mimisan,
pembesaran organ hati, atau nyeri perut yang tak tertahankan.
3. Fase penyembuhan

Bila pasien demam berdarah berhasil melewati fase kritisnya, penderita demam berdarah akan
kembali merasakan demam. Namun, hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Pasalnya,
kondisi ini merupakan fase penyembuhan dimana trombosit akan perlahan naik dan normal
kembali.

Penderita akan mengalami pengembalian cairan tubuh secara perlahan pada 48-72 jam
setelahnya.

Mulai memasuki fase penyembuhan, kesehatan pasien demam berdarah akan berangsur-angsur
membaik yang ditandai dengan peningkatan nafsu makan, penurunan gejala nyeri perut, dan
fungsi diuretik yang membaik. Jumlah sel darah putih pasien akan kembali normal yang
kemudian diikuti dengan pemulihan jumlah trombosit.

5. Apakah kaitan malria dgn nyamuk Anopheles?


Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium. Sebetulnya ada banyak jenis
parasit Plasmodium, tapi hanya lima jenis yang menyebabkan malaria pada manusia.
Parasit Plasmodium hanya disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina. Dua jenis parasit yang
umum di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.
Gigitan nyamuk malaria lebih sering terjadi pada malam hari. Setelah terjadinya gigitan,
parasit akan masuk ke dalam aliran darah.
Penyebaran penyakit malaria juga bisa terjadi melalui transfusi darah atau melalui pemakaian
jarum suntik secara bergantian. Meski kasus ini jarang sekali terjadi, Anda tetap harus
berhati-hati.
6. mengapa bisa mengeluarkan BAB dengan cacing?
Cacingan merupakan infeksi parasit berupa cacing. Cacing yang menginfeksi manusia terbagi
atas cacing usus dan cacing jaringan atau organ. Cacing yang biasanya keluar bersama tinja
merupakan cacing usus, namun tidak menutup kemungkinan cacing yang dapat hidup di
keduanya. Sebagai makhluk hidup cacing mengalami bertumbuh dan berkembang biak serta
mati. Cacingan dapat terjadi pada smeua golongan umur dan jenis kelamin. Adapun jenis-jenis
penyakit cacing:

1. Ascariasis atau infeksi cacing gelang. Cacing ini memerlukan tanah sebagai
perantaranya. Ukurannya bisa mencapai 35cm dan berwarna putih.
2. Enterobiasis atau infeksi cacing kremi. Cacing ini memiliki sifat yaitu bertelur pada
malam hari. Cacing ini memilih daerah dubur untuk dia bertelur. Maka, gejala yang
tampak adalah gatal pada dubur di malam hari. Cacing ini berwarna putih dengan
ukuran 1-1.5cm. Cacing ini memerlukan tanah sebagai perantaranya.
3. Trichuriasis atau cacing cambuk. Cacing ini memiliki gejala nyeri pada daerah dubur
yang kadang disertai keluarnya dubur dari lubang anus. Ukurannya 4-5 cm. Cacing ini
memerlukan tanah sebagai perantaranya.
4. Taeniasis atau cacing pita. Cacing ini didapati dalam usus karena memakan kista
cacing pada daging yang tidak dimasak. Pada cacing ini yang keluar bersama tinja
biasanya adalah bagian tubuhnya yang terpotong-potong.

7. apakah ada hubungan perut buncit dan kurus dgn parasite?

Gejala Cacingan yang Terlihat secara Umum


Selanjutnya, kita juga perlu tahu gejala cacingan secara umum, seperti berikut ini:

 Wajah agak pucat, lesu dan kurang bergairah


 Kurus dan perut agak buncit
 Berat badan tidak naik-naik meski nafsu makan tidak berkurang
 Pada anak (bayi) tampak gelisah di malam hari dan sering-garuk pantat (bagian
anus)
 Sering mengalami gangguan lambung, mulas, diare, atau sulit buang air besar
(seperti gejala penyakit maag)
 Sering batuk
Apabila terjadi infeksi yang lebih lanjut menunjukkan cacing sudah berpindah tempat dari usus
ke organ lain, sehingga menimbulkan kerusakan organ dan jaringan, dapat timbul gejala
cacingan:

 Demam
 Adanya benjolan di organ atau jaringan tersebut
 Dapat timbul reaksi alergi terhadap larva cacing
 Infeksi bakteri
 Kejang atau gejala gangguan syaraf apabila organ otak sudah terkena

8. apakah tanda- tanda oral trush dan penyebabnya ?

Gejala-gejala umum dari oral thrush adalah:

 Luka berwarna putih krem pada lidah, pipi bagian dalam dan kadang langit-langit mulut, gusi
dan amandel
 Luka yang sedikit menimbul dengan tampilan seperti keju cottage
 Kemerahan atau nyeri yang cukup parah dan menyebabkan kesulitan makan atau menelan
 Sedikit perdarahan jika luka tergesek
 Pecah-pecah dan kemerahan pada ujung mulut (terutama pada pengguna gigi palsu)
 Perasaan seperti terdapat kapas pada mulut
 Kehilangan indera pengecap

Pada kasus yang parah, luka dapat menyebar ke esofagus – saluran panjang berotot yang
berawal dari belakang mulut hingga lambung (Candida esophagitis). Apabila hal ini terjadi,
Anda dapat mengalami kesulitan menelan atau merasa seperti ada makanan tersangkut pada
tenggorokan.
Pada awalnya, Anda mungkin tidak menyadari gejala dari oral thrush. Tergantung pada
penyebab, tanda-tanda dan gejala dapat muncul perlahan atau tiba-tiba, berlangsung selama
beberapa hari, minggu atau bulan.

Selain luka mulut yang berwarna putih, bayi dapat mengalami kesulitan menyusui atau
menjadi rewel. Bayi dapat menularkan infeksi ke ibu saat menyusui. Infeksi dapat menular
kembali di antara payudara ibu dan mulut bayi. Wanita dengan payudara yang terinfeksi
dengan candida dapat mengalami tanda-tanda dan gejala berikut:

 Puting susu yang berwarna merah, sensitif, pecah-pecah atau gatal


 Kulit mengkilap atau mengelupas pada bagian sekitar puting susu (areola)
 Rasa sakit yang tidak biasa saat menyusui atau puting yang terasa sakit di antara menyusui
 Nyeri yang dalam pada payudara

Oral thrush dan infeksi candida lainnya dapat terjadi saat sistem imun Anda melemah akibat
penyakit atau dari obat-obatan seperti predinsone, atau saat antibiotik mengganggu
keseimbangan alami dari mikroorganisme pada tubuh.

Penyakit dan kondisi ini dapat membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi oral thrush:

 HIV/AIDS: Human immunodeficiency virus (HIV) – virus yang menyebabkan AIDS –


merusak atau menghancurkan sel sistem imun, menyebabkan Anda menjadi lebih rentan
terhadap kemungkinan infeksi yang umumnya dapat ditangkal oleh tubuh. Oral thrush yang
terulang, serta gejala-gejala lain, dapat menjadi indikasi awal dari defisiensi imun, seperti
infeksi HIV.
 Kanker: Jika Anda memiliki kanker, sistem imun Anda lebih cenderung melemah akibat
penyakit dan dari perawatan seperti kemoterapi dan radiasi. Kedua penyakit dan perawatan
dapat meningkatkan risiko infeksi candida seperti oral thrush.
 Diabetes mellitus: Jika Anda memiliki diabetes yang tidak dapat ditangani atau dikendalikan
dengan baik, air liur Anda dapat mengandung jumlah gula yang tinggi, yang meningkatkan
perkembangan candida.
 Infeksi jamur pada vagina: Infeksi jamur pada vagina disebabkan oleh jamur yang
menyebabkan oral thrush. Walau infeksi jamur tidaklah berbahaya, namun jika Anda sedang
hamil Anda dapat menurunkan jamur ke bayi saat persalinan. Akibatnya, bayi Anda dapat
mengalami oral thrush.

Penyebab lainnya meliputi:

 Mengonsumsi antibiotik, terutama dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi
 Menggunakan pengobatan kortikosteroid yang dihirup untuk asma
 Menggunakan gigi palsu, terutama jika tidak pas dengan tepat
 Memiliki kebersihan mulut yang buruk
 Memiliki mulut kering, baik karena kondisi medis atau pengobatan
 Merokok
 Menjalani kemoterapi atau radioterapi untuk mengatasi kanker

9. apakah hubungan HIV d infeksi HIV/AIDS yang disebabkan oleh RNA retrovirus?

HIV menargetkan sel-sel sistem kekebalan tubuh, tetapi hanya mereka yang memiliki protein
yang disebut CD4 pada membran luar mereka. HIV memiliki protein permukaan (gp41) yang
mengikat CD4. Seperti virus lainnya, virion HIV bergabung dengan sel inang dan
menyuntikkan genom. Reverse transcriptase mengubah RNA HIV menjadi DNA HIV. Protein
HIV lain kemudian memasukkan DNA HIV ke dalam DNA inang. Protein ini
disebut integrase, dan Anda dapat mengingat nama dengan berpikir bahwa hal tersebut
terintegrasi DNA HIV ke dalam DNA inang. Keduanya reverse transcriptase dan protein
integrase merupakan bagian dari virion HIV.

Setelah terintegrasi ke dalam genom inang, DNA HIV ditranskripsi menjadi mRNA seperti
DNA inang. Tapi ingat pembahasan Dogma sentral kita? Dalam sel-sel Anda, Anda membuat
salinan resep protein individual. Menyalin DNA HIV membuat mRNA dengan semua protein
HIV digabungkan bersama. Mesin tuan rumah menyalin mRNA virus dengan setia. Ini berarti
bahwa mRNA HIV diterjemahkan menjadi serangkaian protein terkait. Protein ini tidak
fungsional sampai mereka dipotong terpisah, sehingga HIV memiliki satu lagi protein yang
dibawa bersama di setiap virion. Protein ini adalah protease. Bagian kata ‘prote’ harus
mengingatkan Anda tentang protein dan ‘ase’ berarti enzim. Jadi, protease adalah enzim
pemotongan protein.

Sekarang HIV memiliki protein matang. Selanjutnya, ia juga mereplikasi genom (ingat bahwa
ini adalah RNA). Tiga dari protein dan RNA genom HIV dikemas menjadi virion. Sisa dari
protein HIV adalah bagian dari virion dan tidak masuk host baru. Virion baru meninggalkan sel
inang. Pada dasarnya, virion keluar sel inang dan mengambil bagian dari membran sel inang
dengannya, seperti mantel. Sel inang bertahan hidup proses ini terus dan menghasilkan lebih
banyak HIV.

10. Apa sja jamur yg menyebabkan Dermatofitosis dan gejalanya?


Ada tiga jenis jamur berbeda yang dapat menyebabkan infeksi ini. Namun, ketiga jamur ini
memiliki persamaan, yaitu tumbuh subur di tempat yang hangat dan
lembap. Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton adalah ketiga jamur itu.
Ada kemungkinan bahwa jamur ini hidup untuk waktu yang lama dalam bentuk spora di tanah
sehingga memungkinkan manusia dan hewan kontak dengan tanah yang mengandung spora.
Akibatnya, baik manusia maupun hewan tersebut akan terinfeksi oleh jamur ini.
Selain itu, infeksi juga bisa menyebar melalui kontak langsung dengan manusia, hewan
maupun benda yang dipakai/digunakan bergantian dengan penderita. Infeksi ini umumnya
menyebar di kalangan anak-anak yang memiliki kecenderungan menggunakan barang yang
tidak bersih secara bergantian. Hal ini dikarenakan jamur yang menyebabkan penyakit ini, bisa
hidup dalam jangka waktu yang lama pada benda yang terinfeksi, termasuk pakaian,barang dan
peralatan olahraga.
Gejala dermatofitosis yang terjadi bervariasi; tergantung pada bagian tubuh mana yang
terinfeksi. Beberapa gejala yang umumnya terjadi adalah:

 Merah, gatal, bersisik, atau muncul ruam yang meninggi dibandingkan kulit sekitarnya.
Pada kulit berwarna terang, ruam cenderung berwarna merah atau merah muda. Sedangkan
pada kulit berwarna gelap, bercak biasanya berwarna coklat atau abu-abu.
 Ruam akan tampak lebih merah di bagian tepi luar dibanding di dalam (menyerupai bentuk
cincin).
 Jika dermatofitosis menyerang kuku, kuku akan menjadi lebih tebal atau berubah warna
bisa juga mulai retak.
 Jika dermatofitosis menyerang kulit kepala, rambut di sekitar daerah yang terinfeksi bisa
bercabang atau rontok bahkan bisa menimbulkan kebotakan.
Step 4 : Skema

diare
bakteri

HIV
virus
Virus Nyamuk A.aegypti DBD
Infeksi mikroba

protozoa plasmodium malaria

Tidak helminthes Arthropoda pencegahan Kebersihan


parasit
Bioflora Sehat
Sehat
fungi oportunistik

Normal

Step 5 : Tujuan Pembelajaran


1. Menjelaskan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia
2. Mengidentifikasi klasifikasi dan karakteristik bakteri, virus, dan jamur penyebab infeksi
3. Menjelaskan mekanisme terjadinya infeksi, bakteri, dan jamur
4. Menjelaskan pencegahan infeksi oleh bakteri dan virus, termasuk infeksi nosokomial
5. Menjelaskan klasifikasi, morfologi, dan siklus hidup protozoa yang menyebabkan penyakit
pada manusia
6. Menjelaskan patogenesis dan respon imun infeksi protozoa
7. Menjelaskan peranan vektor dalam infeksi parasit
8. Menjelaskan klasifikasi, morfologi, dan siklus hidup cacing penyebab penyakit pada
manusia
9. Menjelaskan patogenesis dan respon imun terhadap infeksi cacing
10. Menjelaskan faktor resiko, etiologi, dan mekanisme terjadinya infeksi opportunistik
11. Menjelaskan proses sterilisasi.

Step 6 Belajar Mandiri dan step 7 Diskusi kelompok

1. Menjelaskan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia


Mikrobiota normal tubuh manusia yang sehat perlu diketahui karena alasan-alasan berikut:
1. Diketahuinya hal ini dapat membantu menduga macam infeksi yang mungkin timbul
setelah terjadinya kerusakan jaringan pada situs-situs yang khusus.
2. Hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya
mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis. Sebagai contoh, Escherichia coli
tidak berbahaya di dalam usus tetapi bila memasuki kandung kemih dapat menyebabkan
sistitis, suatu peradangan pada selaput lendir organ ini.
3. Hal ini dapat membuat kita menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal atau asli pada inang
manusia. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 545)
B. Asal Mula Mikrobiota Manusia
Bila seekor hewan dilahirkan dengan pembedahan perut (caesarian operations), dan dijaga
supaya tidak terjadi kontaminasi oleh mikrobe, kemudian dipelihara di suatu lingkungan
bebas kuman serta diberi makan hanya makanan yang sudah disterilkan, maka hewan tersebut
tidak membentuk mikrobiota (Gambar 1). Ini merupakan bukti bahwa sampai waktu
dilahirkan, janin tidak mengandung mikroorganisme. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S. Chan,
Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 546)
Pada keadaan alamiah, janin manusia mula-mula memperoleh mikroorganisme ketika lewat
sepanjang saluran lahir. Jasad-jasad renik itu diperolehnya melalui kontak permukaan,
penelanan atau penghisapan. Mikrobe-mikrobe ini segera disertai oleh mikrobe-mikrobe lain
dari banyak sumber yang langsung berada di sekeliling bayi yang baru lahir tersebut.
Mikroorganisme yang menemukan lingkungan yang sesuai, pada permukaan luar atau dalam
tubuh, dengan cepat berbiak dan menetap. Jadi di dalam waktu beberapa jam setelah lahir,
bayi memperoleh flora mikrobe yang akan menjadi mikrobiota yang asli. Setiap bagian tubuh
manusia, dengan kondisi lingkungan yang khusus, dihuni berbagai macam mikroorganisme
tertentu. Sebagai contoh, di rongga mulut berkembang populasi mikrobe alamiah yang
berbeda dengan yang ada di usus. Dalam waktu singkat, bergantung kepada faktor-faktor
seperti berapa seringnya dibersihkan, nutrisinya, penerapan prinsip-prinsip kesehatan, serta
kondisi hidup, maka anak tersebut akan mempunyai mikrobiota normal yang macamnya sama
seperti yang ada pada orang dewasa. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar
Mikrobiologi, 2008: 547)
Walaupun seorang individu mempunyai mikrobiota yang “normal”, seringkali terjadi bahwa
selama hidupnya terdapat fluktuasi pada mikrobiota ini disebabkan oleh keadaan kesehatan
umum, nutrisi, kegiatan hormon, usia, dan banyak faktor lain. (Michael J. Pelczar, Jr. dan
E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008: 547)

C. Penggolongan Flora Normal Tubuh Manusia


Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat digolongkan
menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous)
yaitu mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh tertentu dan
pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun
jumlahnya, jika ada perubahan akan kembali seperti semula. Flora normal/tetap yang terdapat
pada tubuh merupakan organisme komensal. Flora normal yang lainnya bersifat mutualisme.
Flora normal ini akan mendapatkan makanan dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh
manusia, dan tubuh memperoleh vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal.
Mikroorganisme ini umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari lingkungannya.
Contohnya : Streptococcus viridans, S. faecalis, Pityrosporum ovale, Candida albicans.
(massofa.wordpress.com, 2008)
2. Mikroorganisme sementara (transient flora)
yaitu mikroorganisme nonpatogen atau potensial patogen yang berada di kulit dan selaput
lendir/mukosa selama kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu. Keberadaan
mikroorganisme ini ada secara tiba-tiba (tidak tetap) dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan, tidak menimbulkan penyakit dan tidak menetap. Flora sementara biasanya sedikit
asalkan flora tetap masih utuh, jika flora tetap berubah, maka flora normal akan melakukan
kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit. (massofa.wordpress.com, 2008)

D. Peran Flora Normal Tubuh Manusia


Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat komensal.
Pertumbuhan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada faktor-faktor biologis seperti suhu,
kelembapan dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat penghambat. Keberadaan flora
tersebut tidak mutlak dibutuhkan untuk kehidupan karena hewan yang dibebaskan (steril) dari
flora tersebut, tetap bisa hidup. Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia
mempunyai peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal.
Beberapa anggota flora tetap di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan
berbagai zat makanan. Flora yang menetap diselaput lendir (mukosa) dan kulit dapat
mencegah kolonialisasi oleh bakteri patogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri.
Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau tempat
pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan, penghambatan oleh produk
metabolik atau racun, penghambatan oleh zat antibiotik atau bakteriosin (bacteriocins).
Supresi flora normal akan menimbulkan tempat kosong yang cenderung akan ditempati oleh
mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh. Beberapa bakteri bersifat
oportunis dan bisa menjadi patogen. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi
Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 277-279)
Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora adalah penting untuk
perkembangan sistem kekebalan tubuh normal.
(pemburumikroba.blogspot.com/2010/09/flora-normal)
Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Berbagai
organisme ini tidak bisa tembus (non-invasive) karena hambatan-hambatan yang diperankan
oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan dihilangkan dan masuk le dalam aliran darah
atau jaringan, organisme ini mungkin menjadi patogen. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s,
Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279)

E. Penyebaran dan Terjadinya Mikrobiota Manusia.


Flora normal biasanya ditemukan di bagian-bagian tubuh manusia yang kontak langsung
dengan lingkungan misalnya kulit, hidung, mulut, usus, saluran urogenital, mata, dan telinga.
Organ-organ dan jaringan biasanya steril.
1. Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda, tetapi
kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk
pertumbuhannya. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 2008:
548)
Kulit manusia terlihat lebih mudah pecah atau rusak bila dibandingkan dengan kulit hewan,
seperti badak, gajah, dan kura-kura. Namun kulit manusia memiliki sifat sebagai pertahanan
(barier) yang sangat efektif terhadap infeksi. Dalam kenyataanya, tidak ada bakteri yang
dapat menembus kulit utuh yang “telanjang” tanpa pelindung. (www.scrib.com/melanie87)
Kulit bersifat sedikit asam dengan pH 5 % dan memiliki temperatur kurang dari 37°C.
Lapisan sel-sel yang mati akan membuat permukaan kulit secara konstan berganti sehingga
bakteri yang berada dibawah permukaan kulit tersebut akan juga dengan konstan terbuang
dengan sel mati. Lubang-lubang alami yang terdapat di kulit, seperti pori-pori, folikel rambut,
atau kelenjar keringat memberikan suatu lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri.
Namun lubang-lubang tersebut secara alami dilindungi oleh lisozim (enzim yang dapat
merusak peptidoglikan bakteri yang merupakan unsur utama pembentuk dinding sel bakteri
gram positif) dan lipida toksik. (www.scrib.com/melanie87)
Pelindung lain terhadap kolonialisasi kulit oleh bakteri patogen adalah mikroflora normal
kulit. Mikroflora tersebut merupakan suatu kumpulan dari bakteri nonpatogen yang normal
berkolonisasi pada setiap area kulit yang mampu mendukung pertumbuhan bakteri. Bakteri
patogen yang akan menginfeksi kulit harus mampu bersaing dengan mikroflora normal yang
ada untuk mendapatkan tempat kolonisasi serta nutrien untuk tumbuh dan berkembang.
Mikroflora normal kulit terutama terdiri dari bakteri gram positif. Tetapi bakteri gram negatif
seperti Escherichia coli yang habitatnya ada di dalam usus manusia, juga bisa terdapat pada
kulit manusia karena adanya kontaminasi kotoran manusia. (www.scrib.com/melanie87)
Walaupun ada pertahanan tersebut di atas, beberapa bakteri patogen dapat berkolonisasi
sementara pada kulit dan dapat mengambil manfaat dari luka yang ada pada permukaan kulit
untuk memperoleh jalan masuk ke jaringan yang ada di bawah kulit. Di bawah kulit, mereka
akan menghadapi sejumlah sel yang telah terspesifikasi yang disebut dengan skin-associated
lymphoid tissue (SALT). Fungsi SALT adalah mencegah bakteri patogen tidak sampai ke
area yang lebih jauh di bawah kulit dan mencegah mereka tidak sampai ke aliran darah.
Relatif sedikit yang diketahui tentang sel-sel yang menyusun SALT. Salah satu tipe selnya
adalah sel yang memaparkan antigen yang terspesialisasi yang membantu tipe sel yang lain,
specialized skin- seeking lymphocyte, untuk memproduksi antibodi. Sel-sel limfosit tersebut
juga memproduksi sitokin, protein yang merangsang sel-sel dari sistem imun dan memiliki
sejumlah efek lain. Komponen SALT yang lain adalah keratinosit yang banyak terdapat pada
lapisan epidemis dan bertanggung jawab untuk memelihara lingkungan mikrokulit yang
bersifat asam. Keratinosit memproduksi sitokin dan juga mampu untuk ingesti dan
membunuh bakteri.. (www.scrib.com/melanie87)

Pentingnya pertahanan kulit ini diilustrasikan paling baik dengan pengaruh luka bakar yang
parah, yang akan mengeliminasi semua bentuk pertahanan kulit termasuk SALT. Seseorang
yang mengalami luka bakar tingkat dua dan tiga yang ekstensif dan orang yang bertahan
hidup dari trauma inisial yang berhubungan dengan luka bakar masih belum terbebas dari
bahaya. Banyak korban luka bakar mati karena infeksi bakterial yang terjadi sebelum kulit
terbakar mengalami penyembuhan. Hilangnya pertahanan kulit dan tereksposnya lapisan
jaringan di bawah kulit yang basah dan kaya nutrien merupakan hal yang ideal untuk
kolonisasi bakteri pada area yang terbakar. Penyebab yang paling umum pada infeksi kulit
yang terbakar adalah Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus, dua spesies
bakteri yang terdapat di mana-mana pada lingkungan rumah sakit. Kedua spesies juga dikenal
resisten terhadap antibiotik. Antibiotik paling efektif bila aksi antibakterial mereka didukung
dengan aktivitas pembunuhan oleh sistem imun. Efek kombinasi dari kerusakan SALT dan
resistensi alami bakteri telah membuat infeksi luka bakar sulit untuk ditangani dengan efektif.
Infeksi tersebut merupakan suatu penyebab utama kematian di antara penderita luka bakar.
Bahkan, bila tidak bersifat fatal, infeksi bakterial pada jaringan yang terbakar meningkatkan
jumlah kerusakan jaringan dan mencegah penyembuhan area kulit yang terbakar.
(www.scrib.com/melanie87)

Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit tidak mampu bertahan hidup lama
karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Sebagai contoh, kelenjar keringat
mengekskresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri.
Kelenjar lemak mengekskresikan lipid yang kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian
oleh beberapa bakteri; asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi
bakteri-bakteri lain. (www.scrib.com/melanie87)

Kebanyakan bakteri kulit di jumpai pada epitelium yang seakan-akan bersisik (lapisan luar
epidermis), membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati. Kebanyakan bakteri ini adalah
spesies Staphylococcus (kebanyakan S. epidermidis dan S. aureus) dan sianobakteri aerobik,
atau difteroid. Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri anaerobik lipofilik,
seperti Propionibacterium acnes, penyebab jerawat. Jumlahnya tidak dipengaruhi oleh
pencucian. Timbulnya organisme ini diperlihatkan pada Tabel 1 ; Gambar 6 Melukiskan
morfologi dan sifat-sifat mikroorganisme yang predominan di dalam mikrobiota. Letak
bakteri-bakteri ini pada atau di dalam kulit diperlihatkan pada Gambar 2. (Michael J. Pelczar,
Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)
Faktor-faktor yang berperan menghilangkan flora sementara pada kulit adalah pH rendah,
asam lemak pada sekresi sebasea dan adanya lisozim. Berkeringat yang berlebihan atau
pencucian dan mandi tidak menghilangkan atau mengubah secara signifikan flora tetap.
Jumlah mikroorganisme permukaan mungkin berkurang dengan menggosok secara kuat
setiap hari dengan sabun yang mengandung heksakloforen atau desinfektan lain, namun flora
secara cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan keringat, meskipun tidak ada
hubungan secara total terhadap kulit bagian lain maupun lingkungan. Penggunaan tutup rapat
pada kulit cenderung menyebabkan populasi mikrobiota secara keseluruhan sangat meningkat
dan dapat menimbulkan perubahan kualitatif flora kulit. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s,
Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 279)
Bakteri anaerob dan aerob sering bersama-sama menyebabkan infeksi sinergistik (gangrene,
fasciitis nekrotik = necrotizing fasciitis), selulitis dari kulit dan jaringan lunak.
Bakteri-bakteri tersebut merupakan bagian dari flora normal. Sering sulit menentukan suatu
organisme yang spesifik bertanggung jawab terhadap lesi progresif, karena terdapat banyak
organisme yang berperan. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran
(Medical Microbiology), 2005: 279-280)

2. Hidung dan Nasofaring (“nasopharynx”)


Flora utama hidung terdiri dari korinebakteria, stafilokokus (S. epidermidis, S. aureus) dan
streptokokus. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology), 2005: 280)
Didalam hulu kerongkongan hidung, dapat juga dijumpai bakteri Branhamella catarrhalis
(suatu kokus gram negatif) dan Haemophilus influenzae (suatu batang gram negatif).
(Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)
(Lihat Tabel 1, Gambar 5, dan Gambar 6)
Pemusnahan flora normal faring dengan penisilin dosis tinggi dapat menyebabkan over
growth: bakteria negatif Gram seperti Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas
atau jamur. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, 1994: 31)

3. Mulut
Kelembapan yang paling tinggi, adanya makanan terlarut secara konstan dan juga
partikel-partikel kecil makanan membuat mulut merupakan lingkungan ideal bagi
pertumbuhan bakteri. Mikrobiota mulut atau rongga mulut sangat beragam; banyak
bergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu. (Michael J. Pelczar, Jr. dan
E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549)
Diperolehnya mikrobiota mulut. Pada waktu lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan
suatu inkubator yang steril, hangat, dan lembap yang mengandung sebagai substansi nutrisi.
Air liur terdiri dari air, asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan senyawa-senyawa
anorganik. Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta kompleks yang dapat
dipergunakan sebagai sumber nutrien bagi mikrobe pada berbagai situs di dalam mulut.
(Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 549-550
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah mikroorganisme sedemikian
sehingga di dalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang khas bagi rongga mulut menjadi
mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong ke dalam genus Streptococcus, Neisseria, Veillonella,
Actinomyces, dan Lactobacillus. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar
Mirobiologi, 2008: 551)
Jumlah dan macam spesies ada hubungannya dengan nutrisi bayi serta hubungan antara bayi
tersebut dengan ibunya, pengasuhnya, dan benda-benda seperti handuk serta botol-botol
susunya. Spesies satu-satunya yang selalu diperoleh dari rongga mulut, bahkan sedini hari
kedua setelah air, ialah Streptococcus salivarius. Bakteri ini mempunyai afinitas terhadap
jaringan epithelial dan karena itu terdapat dalam jumlah besar pada permukaan lidah.
(Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Sampai munculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dalam mulut adalah aerob atau
anaerob fakultatif. Ketika gigi pertama muncul, anaerob obligat seperti Bacteroides dan
bakteri fusiform (Fusiobacterium sp.), menjadi lebih jelas karena jaringan di sekitar gigi
menyediakan lingkungan anaerobik. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar
Mirobiologi, 2008: 552)
Gigi itu sendiri merupakan tempat bagi menempelnya mikrobe. Ada dua spesies bakteri yang
dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi: Streptococcus sanguis dan S. mutans. Yang
disebutkan terakhir ini diduga merupakan unsur etiologis (penyebab) utama kerusakan gigi,
atau pembusuk gigi. Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat
sifat adhesif baik dari glikoprotein liur maupun polisakaride bakteri. Sifat menempel ini
sangat penting bagi kolonialisasi bakteri di dalam mulut. Glikoprotein liur mampu
menyatukan bakteri-bakteri tertentu dan mengikat mereka pada permukaan gigi. (Michael J.
Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Baik S. sanguins maupun S. mutans menghasilkan polisakaride ekstraselular yang disebut
dekstrans yang bekerja seperti perekat, mengikat sel-sel bakteri menjadi satu dan juga
melekatkan mereka pada permukaan gigi. Tertahannya bakteri dapat juga terjadi karena
terperangkapnya secara mekanis di dalam celah-celah gusi, atau di dalam lubang dan retakan
gigi. Agregasi bakteri semacam itu serta bahan organik pada permukaan gigi disebut plak
(“plague”). (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Plak adalah sebuah film/lapisan sel bakteri, yang berlabuh di sebuah matriks polisakarida
disekresi oleh mikroorganisme. Apabila gigi tidak dibersihkan secara teratur, plak dapat
terbentuk dengan cepat dan aktivitas bakteri tertentu, terutama Streptococcus mutans, dapat
menyebabkan kerusakan gigi (rongga). Prevalensi karies berhubungan dengan diet.
(pemburumikroba.blogspot.com/2010/09/flora-normal)
Karies merupakan suatu kerusakan gigi yang dimulai dari permukaan dan berkembang ke
arah dalam. Pertama, permukaan email gigi yang seluruhnya non seluler, mengalami
demineralisasi. Ini merupakan akibat dari produk fermentasi bakteri yang bersifat asam.
Kemudian terjadi dekomposisi dentin dan semen yang melibatkan digesti matriks protein
oleh bakteri. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology), 2005: 280)
‘Periodontal pockets’ dalam gingival terutama merupakan sumber utama organism, termasuk
anaerobic, yang jarang ada di tempat lain. Meskipun organisme ini dapat berperan pada
penyakit periodontal dan destruksi jaringan, perhatian yang lebih, perlu dipikirkan bila
ditemukan kolonialisasi di tempat lain, misalnya timbulnya endokarditis infektif atau
bakterimia pada penderita dengan granulopeni. Contohnya spesies Capnocytophaga dan
Rothia dentocariosa. Capnocytophaga berbentuk fusiform, gram negatif, anaerob yang mudah
bergerak spesies Rothia bersifat pleomorfik aerob dan berbentuk batang Gram positif.
Keduanya mungkin berperan dalam kompleks flora mikrobia dari penyakit periodontal
dengan destruksi tulang dominan. (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi
Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 281)

4. Orofaring (“oropharinx”)
Orofaring (bagian belakang mulut) juga dihuni sejumlah besar bakteri Staphylococcus aureus
dan S. epidermidis dan juga difteroid. Tetapi kelompok bakteri terpenting yang merupakan
penghuni asli orofaring ialah streptokokus α-hemolitik, yang juga dinamakan Streptokokus
viridans. Biakan yang ditumbuhkan dari orofaring juga akan memperlihatkan adanya
Branchamella catarrhalis, spesies Haemophilus, serta gular-galur pneumokokus avirulen
(Streptococcus pneumonia).
Bagian terdalam saluran pernapasan (ranting tenggorok atau bronkiole yang lebih halus serta
alveoli atau gelembung paru-paru) tidak mengandung mikroorganisme. Hal ini disebabkan
karena saluran pernapasan berlapiskan silia, yaitu embel-embel seperti rambut, yang
menyapu mikroorganisme dan bahan-bahan lain dari bagian sebelah dalam saluran ke bagian
sebelah atas untuk dibuang. Rambut bersama dengan lendir di dalam lubang hidung itulah
yang pertama-tama membantu melindungi saluran pernapasan dengan cara menyaring bakteri
dari udara yang dihirup. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi,
2008: 555)

5. Perut
Isi perut yang sehat pada praktisnya steril karena adanya asam hidroklorat di dalam sekresi
lambung. Setelah ditelannya makanan, jumlah bakteri bertambah tetapi segera menurun
kembali dengan disekresikannya getah lambung dan pH zat alir perut pun menurun. (Michael
J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 556)

6. Usus Kecil
Usus kecil bagian atas (atau usus dua belas jari) mengandung beberapa bakteri. Di antara
yang ada, sebagian besar adalah kokus dan basilus gram positif. Di dalam jejunum atau usus
halus kosong (bagian kedua usus kecil, di antara usus dua belas jari dan ileum atau usus halus
gelung) kadang kala dijumpai spesies-spesies enterokokus, laktobasilus, dan difteroid.
Khamir Candida albicans dapat juga dijumpai pada bagian usus kecil ini. (Michael J. Pelczar,
Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 556)
Pada bagian usus kecil yang jauh (ileum), mikrobiota mulai menyerupai yang dijumpai pada
usus besar. Bakteri anaerobik dan enterobakteri mulai nampak dalam jumlah besar. (Michael
J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 555)

7. Usus Besar
Di dalam tubuh manusia, kolon atau usus besar, mengandung populasi mikrobe yang
terbanyak. Telah diperkirakan bahwa jumlah mikroorganisme di dalam spesimen tinja adalah
kurang lebih 1012 organisme per gram. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar
Mirobiologi, 2008: 556)
Basilus gram negatif anaerobik yang ada meliputi spesies Bacteroides (B. fragilis, B.
melaninogenicus, B. oralis) dan Fusobacterium. Basilus gram positif diwakili oleh
spesies-spesies Clostridium (termasuk Cl. Perfringens yang mempunyai kaitan dengan
kelemayuh, suatu infeksi jaringan disertai gelembung gas dan keluar nanah) serta
spesies-spesies Lactobacillus. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan, Dasar-Dasar
Mirobiologi, 2008: 557)
Spesies-spesies anaerobik fakultatif yang dijumpai di dalam usus tergolong dalam genus
Escherichia, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Peptostreptokokus (streptokokus
anaerobik) juga umum. Khamir Candida albicans juga dijumpai. (Michael J. Pelczar, Jr. dan
E.C.S Chan, Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 552)
Flora saluran pencernaan berperan dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen empedu dan
asam empedu, absorpsi zat makanan serta antagonis mikroba patogen.

8. Saluran Kemih Kelamin


Pada orang sehat, ginjal, ureter (saluran dari ginjal ke kandung kemih), dan kandung kemih
bebas dari mikroorganisme, namun bakteri pada umunya dijumpai pada uretra (saluran dari
kandung kemih ke luar) bagian bawah baik pada pria maupun wanita. Tetapi jumlahnya
berkurang di dekat kandung kemih, agaknya disebabkan efek antibakterial yang dilancarkan
oleh selaput lendir uretra dan seringnya epitelium terbilas oleh air seni. Ciri populasi ini
berubah menurut variasi daur haid. Penghuni utama vagina dewasa adalah laktobasilus yang
toleran terhadap asam. Bakteri ini mengubah glikogen yang dihasilkan epitelium vagina, dan
di dalam proses tesebut menghasilkan asam. Penumpukan glikogen pada dinding vagina
disebakan oleh kegiatan indung telur; hal ini tidak dijumpai sebelum masa akil balig ataupun
setelah menopause (mati haid). Sebagai akibat perombakan glikogen, maka pH di dalam
vagina terpelihara pada sekitar 4.4 sampai 4,6. Mikrooganisme yang mampu berkembang
baik pada pH rendah ini dijumpai di dalam vagina dan mencakup enterokokus, Candida
albicans, dan sejumlah besar bakteri anaerobik. (Michael J. Pelczar, Jr. dan E.C.S Chan,
Dasar-Dasar Mirobiologi, 2008: 557-558)
Sistem urinari dan genital secara anatomis terletak berdekatan, suatu penyakit yang
menginfeksi satu sistem akan mempengaruhi sistem yang lain khususnya pada laki-laki.
Saluran urine bagian atas dan kantong urine steril dalam keadaan normal. Saluran uretra
mengandung mikroorganisme seperti Streptococcus, Bacteriodes, Mycobacterium, Neisseria
dan enterik. Sebagian besar mikroorganisme yang ditemukan pada urin merupakan
kontaminasi dari flora normal yang terdapat pada kulit. Keberadaan bakteri dalam urine
belum dapat disimpulkan sebagai penyakit saluran urine kecuali jumlah mikroorganisme di
dalam urine melebihi 105 sel/ml. (www.scrib.com/melanie87)

9. Mata (Konjungtiva) dan Telinga


Mikroorganisme konjungtiva terutama adalah difteroid (Coynebacterium xerosis), S.
epidermidis dan streptokukus non hemolitik. Neiseria dan basil gram negatif yang
menyerupai spesies Haemophilus (Moraxella) seringkali juga ada. Flora konjungtiva dalam
keadaan normal dikendalikan oleh aliran air mata, yang mengandung lisozim. (Jawetz,
Melnick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology), 2005: 283)
Flora liang telinga luar biasanya merupakan gambaran flora kulit. Dapat dijumpai
Streptococcus pneumonia, batang gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus dan kadang-kadang Mycobacteria saprofit. Telinga bagian tengah dan
dalam biasanya steril. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran,
1994: 31)

10. Bakteri di Darah dan jaringan


Pada keadaan normal darah dan jaringan adalah steril. Kadang-kadang karena manipulasi
sederhana seperti mengunyah, menyikat gigi, ekstraksi gigi, flora komensal dari mulut dapat
masuk ke jaringan atau darah. Dalam keadaan normal mikroorganisme tersebut segera
dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh. Hal seperti itu dapat terjadi pula dengan flora
faring, saluran cerna dan saluran kemih. Pada keadaan abnormal seperti adanya katup jantung
abnormal, atau protesa lain, bakteremia di atas dapat mengarah pada pembentukan koloni dan
infeksi. (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, 1994: 32)

2. Mengidentifikasi klasifikasi dan karakteristik bakteri, virus, dan jamur penyebab infeksi
Bakteri
Bakteri merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang tidak bisa dilihat oleh mata
telanjang. Bakteri memiliki bentuk bermacam-macam yaitu, bulat, batang dan spiral.
a. Bakteri bentuk bulat
Bakteri berbentuk bulat dikenal sebagai basil. Kata basil berasal dari bacillus yang berarti
batang. Bentuk basil dapat pula dibedakan atas:
1. Basil tunggal yaitu bakteri yang hanya berbentuk satu batang tunggal,
misalnya Salmonella typhi, penyebab penyakit tipus.
2. Diplobasil yaitu bakteri berbentuk batang yag bergandengan dua-dua.
3. Streptobasil yaitu bakteri berbentuk batang yang bergandengan memanjang membentuk
rantai misalnya Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks.
b. Bakteri bentuk bola
Bakteri berbentuk bola dikenal sebagai coccus, bakteri ini juga dapat dibedakan atas:
1. Monokokus, yaitu bakteri berbentuk bola tunggal, misalnya Neisseria
gonorrhoeae,penyebab penyakit kencing nanah.
2. Diplokokus, yaitu bakeri berbentuk bola yang bergandengan dua-dua,
misalnya Diplococcus pneumonia penyebab penyakit pneumonia atau radang paru-paru.
3. Sarkina, yaitu bakteri berbentuk bola yang berkelompok empat-empat sehngga bentuknya
mirip kubus.
4. Streptokokus, yaitu bakteri bentuk bola yang berkelompok memanjang membentuk
rantai.
5. Stafilokokus, yaitu bakteri berbentuk bola yang berkoloni membentuk sekelopok sel tidak
teratur sehingga bentuknya mirip dompolan buah anggur.

c. Bakteri bentuk spiral


Ada tiga mcam bentuk spiral:
1. Spiral, yaitu golongan bakteri yang bentuknya seperti spiral misalnya Spirillum.
2. Vibrio, ini dianggap sebagai bentuk spiral tak sempurna, misalnya Vibrio
cholera penyebab penyakit kolera.
3. Spiroseta yaitu golongan bakteri berbentuk spiral yang besifat lentur. Pada saat bergerak,
tubuhnya dapa memanjang dan mengerut.
Anatomi bakteri
Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel. Disebelah luar dinding sel terdapat selubung atau
kapsul. Di dalam sel bakteri tidak terdapat membrane dalam (endomembran) dan organel
bermembran seperti kloroplas dan mitkondria. Struktur tubuh bakteri dari lapisan luar hingga
bagian dalam sel yaitu flagela, dinding sel, membrane sel, mesosom, lembaran fotosintetik,
sitoplasma, DNA, plasmid, ribosom, dan endospora.
a. Flagela
Flagela terdapat salah satu ujung, pada kedua ujung atau pada perukaan sel. Fungsinya untuk
bergerak. Berdasar letak dan jumlahnya, tipe flagella dapat dibedakan menjadi montrik,
amfitrik, lofotrik, dan peritrik.
Flagela terbuat dari protein yang disebut flagelin. Flagella berbetuk seperti pembuka sumbat
botol. Fungsinya adalah untuk bergerak. Flagella berputar seperti baling-baling untuk
menggerakkan bakteri. Flagela melekat pada membrane sel.

b. Dinding sel
Dinding sel tersusun atas peptidoglikan yakni polisakarida yang berikatan dengan protein.
Dengan adanya dinding sel ini, tubuh bakteri memiliki bentuk yang tetap. Fungsi dinding sel
adalah untuk melindungi sel.
Berdasarkan struktur protein dan polisakarida yang terkandung di dalam dinding sel ini,
bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif. Jika bakteri diwarnai
dengan tinta Cina kemudian timbul warna pada dinding selnya, maka bakteri itu tergolong
bakteri gram positif. Sebaliknya, jika diberi warna dengan tinta Cina namun tidak
menunjukkan perubahan warna pada dinding selnya, maka bakteri itu digolongkan ke dalam
bakteri gram negatif. Bakteri gram positif mempunyai peptidoglikan di luar membran plasma.
Pada bakteri gram negatif, peptidoglikan terletak di antara membran plasma dan membran
luar dan jumlahnya lebih sedikit. Umumnya bakteri gram negatif lebih patogen.
Bakteri gram-positif dinding selnya terdiri atas 60-100 persen peptodoglikan dan semua
bakteri gram-positif memiliki polimer iurus asam N-asetil muramat dan N-asetil glukosamin
dinding sel beberapa bakteri gram positif mengandung substansi asam teikoat yang
dikaitkan pada asam muramat dari lapisan peptidoglikan. Asam teikoat ini berwujud dalam
dua bentuk utama yaitu asam teikoat ribitoi dan asam teiokat gliserol fungsi dari asam teiokat
adalah mengatur pembelahan sel normal. Apabila diberi pewarna gram menghasilkan warna
ungu. Bakteri gram-negatif dinding sel gram negatif mengandung 10-20 % peptidoglikan,
diluar lapisan peptidoglikan ada struktur membran yang tersusun dari protein fostolipida dan
lipopolisakarida. Apabila diberi pewarna gram
menghasilkan warna merah.

Di sebelah luar dinding sel terdapat kapsul. Tidak semua sel bakteri memiliki kapsul. Hanya
bakteri patogen yang berkapsul. Kapsul berfungsi untuk mempertahankan diri dari antibodi
yang dihasilkan selinang. Kapsul juga berfungdi untuk melindungi sel dari kekeringan.
Kapsul bakteri tersusun atas persenyawaan antara protein dan glikogen yaitu glikoprotein.
c. Membrane sel
Membrane sel tersusun atas molekul lemak dan protein, seperti halnya membran sel
organisme yang lain. Membrane sel bersifat semipermiable dan berfungsi mengatur keluar
masuknya zat keluar atau ke dalam sel.

d. Mesosom
Pada tempat tertentu terjadi penonjolan membran sel kearah dalam atau ke sitoplasma.
Tonjolan membrane ini berguna untuk menyediakan energi atau pabrik energi bakteri. Organ
sel (organel) ini disebut mesosom. Selain itu mesosom berfungsi juga sebagai pusat
pembentukan dinding sel baru diantara kedua sel anak pada proses pembelahan.

e. Lembar fotosintetik
Khusus pada bakteri berfotosintesis, terdapat pelipatan membrane sel kearah sitoplasma.
Membrn yang berlipat-lipat tersebut berisi klorofil,dikenal sebagai lembar fotosintetik
(tilakoid). Lembar fotosintetik berfungsi untuk fotosintesis contohnya pada bakteri ungu.
Bakteri lain yang tidak berfotosintesis tidak memiliki lipatan demikian.
f. Sitoplasma
Sitoplasma adalah cairan yang berada di dalam sel (cytos = sel, plasma= cairan). Sitoplasma
tersusun atas koloid yang mengandung berbagai molekul organik seperti karbohidrat, lemak,
protein, mineral, ribosom, DNA, dan enzim-enzim. Sitoplasma merupakan tempat
berlangsungya reaksi-reaksi metabolism.

g. DNA
Asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, disingkat DNA) atau asam inti, merupakan
materi genetic bakteri yang terdapat di dalam sitoplasma. Bentuk DNA bakteri seperti kalung
yang tidak berujung pangkal. Bentuk demikian dikenal sebagai DNA sirkuler. DNA tersusun
atas dua utas polinukleotida berpilin. DNA merupakan zat pengontrol sintesis protein bakteri,
dan merupakanzat pembawa sifat atau gen. DNA ini dikenal pula sebagai kromosom bakteri.
DNA bakteri tidak tersebar di dalam sitoplasma, melainkan terdapat pada daerah tertentu
yang disebut daerah inti. Materi genetik inilah yang dikenal sebagai inti bak
h. Plasmid
Selain memiliki DNA kromosom, bakteri juga memiliki DNA nonkromosom. DNA
nokromosom bentuknya juga sirkuler dan terletak di luar DNA kromosom. DNA
nonkromosom sirkuler ini dikenal sebagai plasmid. Ukuran plasmid sekitar 1/1000 kali DNA
kromosom. Plasmid mengandung gen-gen tertentu misalnya gen kebal antibiotik, gen patogen.
Seperti halnya DNA yang lain, plasmid mampu melakukan replikasi dan membentuk kopi
dirinya dalam jumlah banyak. Dalam sel bakteri dapat terbentuk 10-20 plasmid.
i. Ribosom
Ribosom merupakan organel yang berfungsi dalam sintesis protein atau sebagai pabrik
protein. Bentuknya berupa butir-butir kecil dan tidak diselubungi membran. Ribosom
tersusun atas protein dan RNA. Di dalam sel bakteri Escherichia coli terkandung 15.000
ribosom, atau kira-kira ¼ masa sel bakteri tersebut. Ini menunjukkan bahwa ribosom
memiliki fungsi yang penting bagi bakteri.

j. Endospora
Bakteri ada yang dapat membentuk endospora, pembentukan endospora merupakan cara
bakteri mengatasi kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Endospora tahan terhadap
panas sehingga tidak mati oleh proses memasak biasa. Spora mati di atas suhu 120 C. jika
kondisi telah membaik, endospora dapat tumbuh menjadi bakteri seperti sedia kala.
Reproduksi bakteri
Bakteri bereproduksi secara vegetatif dengan membelah diri secara biner. Pada lingkungan
yang baik bakteri dapat membelah diri tiap 20 menit. Pembuahan seksual tidak dijumpaipada
bakteri, tetapi terjadi pemindahan materi genetik dari satu bakteri ke bakteri lain tanpa
menghasilkan zigot. Peristiwa ini disebut proses paraseksual. Ada tiga proses paraseksual
yang telah diketahui, yaitu transformasi, konjugasi, dan transduksi.
Gambar anatomi dan morfologi bakteri

2.2 Fungi (jamur)


Pada umumnya jamur dibagi menjadi 2 yaitu: khamir (Yeast) dan kapang (Mold).
a.Khamir.
Khamir adalah bentuk sel tunggal dengan pembelahan secara pertunasan. Khamir mempunyai
sel yang lebih besar daripada kebanyakan bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak
sebesar bakteri yang terbesar.khamir sangat beragam ukurannya,berkisar antara 1-5 μm
lebarnya dan panjangnya dari 5-30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur,tetapi beberapa
ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas,
namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal ukuran
dan bentuk.Sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya. Khamir tidak
dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya.

1. Khamir Murni
Khamir yang dapat berkembang biak dengan cara seksual dengan pembentukan askospora
khamir ini diklasifikasikan sebagai Ascomycetes (Saccharomyces cerevisae, Saccharomyces
carlbergesis,Hansenula anomala, Nadsonia sp).
1. Khamir Liar
Khamir murni yang biasanya terdapat pada kulitanggur. Khamir ini mungkin digunakan
dalam proses fermentasi, meskipun galur yang diperbaiki telah dikembangkan yang
menghasilkan anggur dengan rasa yang lebih enak dengan bau yang lebih menyenangkan.
Khamir liar yang ada dikulit anggur dimatikan dengan penambahan dioksida belerang pada
buah anggur yang telah dihancurkan. Inokulum galur khamir yang dikehendaki ditambahkan
kemudian untuk memfermentasi air perasan anggur.
1. Khamir Atas
Khamir murni yang cenderung memproduksi gas sangat cepat sewaktu fermentasi,sehingga
khamir itu dibawa kepermukaan. Khamir atas mencakup khamir yang digunakan dalam
pembuatan roti,untuk kebanyakan anggur minuman dan bir inggris
(Saccharomyces cereviceae).
1. Khamir Dasar
Khamir murni yang memproduksi gas secara lebih lamban pada bagian awal fermentasi. Jadi
sel khamir cenderung untuk menetap pada dasar. Galur terpilih digunakan dalam industri bir
lager (Saccharomyces carlsbergensis).
1. Khamir Palsu atau Torulae
Khamir yang didalamnya tidak terdapat atau dikenal tahap pembentukan spora seksual.
Banyak diantaranya yang penting dari segi medis (Cryptococcus neoformans, Pityrosporum
ovale, Candida albicans).
b. Kapang.
Tubuh atau talus suatu kapang pada dasarnya terdiri dari 2 bagian miselium dan spora (sel
resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang
dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan sel bakteri yang
biasanya berdiameter 1 μm. Disepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma bersama.
Ada 3 macam morfologi hifa:
1. Aseptat atau senosit, hifa seperti ini tidak mempunyai dinding sekat atau septum.

2. Septat dengan sel-sel uninukleat, sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel
berisi nucleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori ditengah-tengah yang
memungkinkan perpindahan nucleus dan sitoplasma dari satu ruang keruang yang lain.setiap
ruang suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh suatu membrane sebagaimana halnya pada
sel yang khas, setiap ruang itu biasanya dinamakan sel.
3. Septat dengan sel-sel multinukleat, septum membagi hifa menjadi sel-sel dengan lebih dari
satu nukleus dalam setiap ruang.
Jamur tidak dapat hidup secara autotrof, melainkan harus hidup secara heterotrof. Jamur
hidup dengan jalan menguraikan bahan-bahan organik yang ada dilingkungannya. Umumnya
jamur hidup secara saprofit,artinya hidup dari penguraian sampah sampah-sampah organic
seperti bangkai, sisa tumbuhan, makanan dan kayu lapuk, menjadi bahan-bahan anorganik.
Ada pula jamur yang hidup secara parasit artinya jamur mendapatkan bahan organic dari
inangnya misalnya dari manusia, binatang dan tumbuhan. Adapula yang hidup secara
simbiosis mutualisme, yakni hidup bersama dengan orgaisme lain agar saling mendapatkan
untung, misalnya bersimbiosis dengan ganggang membentuk lumut kerak.
Jamur uniseluler misalnya ragi dapat mencerna tepung hingga terurai menjadi gula, dan gula
dicerna menjadi alkohol. Sedangkan jamur multiseluler misalnya jamur tempe dapat
mengaraikan protein kedelai menjadi protein sederhana dan asam amino. Makanan tersebut
dicerna diluar sehingga disebut pencernaan ekstraseluler, sama seperti pada bakteri.
Caranya,sel-sel yang bekerja mengeluarkan enzim pencernaan. Enzim-enzim itulah yang
bekerja menguraikan molekul-molekul kompleks menjadi molekul-molekul sederhana.
Anatomi pada fungi (jamur)
Jamur tidak memiliki klorofil, sel pada jamur ada yang uniseluler,ada pula yang mutiseluler.
Dinding sel pada jamur terdiri dari kitin. Jamur multiseluler terbentuk dari rangkaian sel
membentuk benang seperti kapas, yang disebu benang hifa. Hifa memiliki sekat-sekat yang
melintang, tiap-tiap sekat memiliki satu sel, dengan satu atau beberapa inti sel. Namun
adapula hifa yang tidak memiliki sekat melintang, yang mengandung banyak inti dan disebut
senositik. Ada tidaknya sekat pada hifa ini dijadikan dasar dalam penggolongan jamur. Hifa
ada yang berfungsi sebagai pembentuk alat reproduksi. Misalnya, hifa yang tumbuh
menjulang ke atas menjadi sporangiofor yang artinya pembawa sporangium.sporangium
artinya kotak spora. Didalam sporangium terisi spora. Ada pula hifa yang tumbuh menjadi
konidiofor yang artinya pembawa konidia, yang dapat menghasilkan konidium.
Kumpulan hifa membentuk jaringan benang yang dikenal sebagai miselium. Miselium inilah
yang tumbuh menyebar diatas substrat dan berfungsi sebagai penyerap makanan dari
lingkungannya.
Reproduksi pada jamur (fungi)
Jamur uniseluler berkembang biak dengan cara seksual dan dengan cara aseksual. Pada
perkembangbiakannya yang secara seksual jamur membentuk tunas,sedangkan secara
aseksual jamur membentuk spora askus.
Jamur multiseluler berkembangbiak dengan cara aseksual,yaitu dengan cara memutuskan
benang hifa (fragmentasi),membentuk spora aseksual yaitu zoospora,endospora dan konidia.
Sedangkan perkembangbiakan secara seksual melalui peleburan antara inti jantan dan inti
betina sehingga terbentuk spora askus atau spora basidium.
Zoospora atau spora kembara adalah spora yang dapat bergerak didalam air dengan
menggunakan flagella. Jadi jamur penghasil zoospore biasanya hidup dilingkungan yang
lembab atau berair.
Endospora adalah spora yang dihasilkan oleh sel dan spora tetap tinggal didalam sel tersebut,
hingga kondisi memungkinkan untuk tumbuh.
Spora askus atau askospora adalah spora yang dihasilkan melalui perkawinan jamur
Ascomycota. Askospora terdapat didalam askus, biasanya berjumlah 8 spora. Spora dari
perkawinan kelompok jamur Basidiomycota disebut basidiospora. Basidiospora terdapat
didalam basidium,dan biasanya bejumlah empat spora.
Konidia adalah spora yang dihasilkan dengan jalan membentuk sekat melintang pada ujung
hifa atau dengan diferensiasi hingga terbentuk banyak konidia. Jika telah masak konidia
paling ujung dapat melepskan diri.
Gambar morfologi fungi

2.3 Virus
Virus merupakan salah satu jenis mikroorganisme parasit. Virus ini mempunyai ciri-ciri tidak
dimiliki oleh organisme lain. Virus hanya dapat berkembang biak di sel-sel hidup lain (sifat
virus parasit obligat) karenanya, vius dapat dibiakkan pada telur ayam yang berisi embrio
hidup. Untuk bereproduksi virus hanya memerlukan asam nukleat saja. Ciri lainnya, virus
tidak dapat bergerak maupun melakukan aktivitas metabolisme sendiri. Selain itu irus tidak
dapat membelah diri. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa, tetapi dapat
dikristalkan.
Morfologi virus
1. Virus berukuran aseluler (tidak mempunyai sel).
2. Virus berukuran amat kecil, jauh lebih kecil daripada bakteri.
3. Virus hanya memiliki sala satu macam asam nukleat (RNA atau DNA).
4. Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan bentuknya sangat bervariasi
5. Tubuh virus terdiri atas kepala, kulit(selubung atau kapsid), isi tubuh, dan serabut ekor.

Anatomi virus
1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid.
1. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas bagian-bagian yang disebut
kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas proten-protein monomer identik, yang
masing-masing terdiri dari rantai polipeptida.
1. Isi tubuh
Isi tubuh yang disebut viorin adalah bahan genetik yakni asam nukleat (DNA atau RNA),
contohnya sebagai berikut:
 Virus yang isi tubuhnya RNA dan bentuknya menyerupai kubus antara lain, virus radang
mulut.
 Virus yang isi tubuhnya RNA, protein, lipida, dan polisakarida, contohnya paramixovirus.
 Virus yag isi tubuhnya tediri atas RNA, protein, dan banyak lipida, contohnya virus cacar.
1. Ekor
Ekor virus merupakan alat penancap ketubuh organisme yang diserangnya. Ekor virus terdiri
atas tabung bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut.Pada virus dijumpai asam nukleat
yang diselubungi kapsid, disebut nukleokapsid.
Reproduksi virus
Untuk berkembang biak virus memerlukan tempat atau lingkungan yang hidup. Oleh karena
itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, atau sel tumbuhan untuk bereproduksi.
Ada dua macam cara virus menginfeksi bakteri, yaitu secara litik an secara lisogeni. Pada
infeksi secara litik, virus akan menghancurkan sel induk setelah berhasil melakukan
reproduksi, sedangkan pada infeksi secara lisogenik,virus tidak menghancurkan sel bakteri
tetapi virus berintregasi dengan DNA sel bakteri, sehingga jika bakteri membelah atau
berkembang biak virus pun ikut membelah.
Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun pada tumbuhan mirip
dengan yang berlangsung pada bakteriofag, yaitu melalui fase adsorpsi, sintesis, dan lisis.

3. Menjelaskan mekanisme infeksi oleh bakteri, virus, dan jamur


Infeksi adalah
1. Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit
2. invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang
menyebabkancedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler,
atau respon antigen – antibodi.

Pembagian Infeksi :
PRIMER : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan
mikroorganisme sendiri
SEKUNDER : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan,
luka dan sebagainya

Stadium – stadium Infeksi:


Tahap Rentan
Tahap Inkubasi
Tahap Sakit / klinis
Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit

TAHAP RENTAN
Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai
faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik,
perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut
mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi
dengan pejamu.

TAHAP INKUBASI
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu
kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya.
Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi

Masa inkubasi beberapa penyakit


1. Botulisme 12 – 36 jam
2. Kolera 3 – 6 hari
3. Konjungtivitis 1 – 3 hari

Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:


1. Jenis mikroorganisme
Tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang tertentu, tergantung pada agen penyebab
penyakit. Kadang-kadang waktu inkubasi ini konstan, sedangkan pada beberapa penyakit lain
waktu inkubasinya tidak tentu. Pada beberapa penyakit kelamin, masa inkubasi umumnya
konstan, misalnya : Gonorrhoe (3 – 8 hari), Lues (3 – 4 minggu) dan ulkus molle (1 – 2 hari).
Pada umumnya penyakit infeksi yang berjalan akut masa inkubasinya tidak tentu. Faktor lain
yang mempengaruhi konstan atau tidaknya masa inkubasi adalah tidak diketahuinya masa
penularan. Pada penyakit menahun seperti penyakit TBC dan lepra. Biasanya waktu inkubasi
tidak jelas, karena kita tidak mengetahui kapan kontaminasi terjadi.

2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme


Kedua faktor ini berhubungan satu sama lain. Virulensi adalah kekuatan suatu
mikroorganisme atau ganasnya mikroorganisme. Makin banyak mikroorganisme yang
menyerang tubuh maka mikroorganisme itu lebih virulen. Jumlah mikroorganisme yang
masuk tergantung dari cara penularan. Virulensi suatu mikroorganisme dapat dilihat dari
hebat atau tidaknya penyakit yang ditimbulkannya. Secara umum dapat dikatakan bahawa
makin hebat gejala penyakit maka makin virulen mikroorganisme yang menyebabkannya,
akan tetapi hal ini tidak selalu benar karena bagaimanapun daya tahan tubuh seseorang dapat
pula mempengaruhinya.

3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari


mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan virulensi. Mikroorganisme yang virulen akan
lebih cepat berkembangbiak dan membentuk toksin, bila suasana memungkinkan.

4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme)


Hal ini dapat merubah waktu inkubasi. Misalnya penyakit Pes, yang sebenarnya adalah
penyakit pada tikus. Manusia akan ketularan penyakit pes apabila digigit oleh pinjal tikus
yang menderita pes. Pintu masuk kuman dapat dengan perantaraan getah bening, maka
dengan demikian terjadi pes bubo, akan tetapi pintu masuk dapat langsung kedalam
pembuluh darah, maka dengan demikian jalan penyakit pun akan berubah. Setelah masuk
aliran darah maka terjadi pes sepsis. Demikian pula bila pintu masuk melalui paru – paru bagi
penderita pes paru – paru, dapat secara langsung menyebabkan penularan pes paru – paru.

5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah)


Secara fisiologis, tubuh manusia mempunyai suatu sistem kekebalan tubuh sebagai bentuk
pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem ini disebut juga
sistem imun yang melibatkan sel – sel darah putih dan jaringan lainnya. Kekuatan sistem
imun salah satunya dipengaruhi oleh asupan nutrien yang adekuat, misalnya makanan tinggi
protein, vitamin C, dll.

TAHAP SAKIT
Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya
penyakit akan berjalan bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan.
Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat
jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit
bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif. Pada tahap ini penderita tidak
mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan
perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses,
sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam
Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:
ü Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu
ü Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun

TAHAP PENYEMBUHAN
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat
berakhir dengan 5 alternatif:
1. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh
kembali seperti sediakala.
2. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk
cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.
3. Pembawa (carier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala
penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber
penularan.
Carier / karier : orang yang mengeluarkan mikroorganisme sesudah sembuh
ü Karier konvalen à mengeluarkan mikroorganisme hanya pada masa penyembuhan
ü Karier temporer à mengeluarkan mikroorganisme tidak lebih dari satu tahun
ü Karier kronik à mengeluarkan mikroorganisme lebih dari satu tahun (terjadi pada demam
tifoid)
ü Ekskretor asimptomatik (karier kontak), adalah orang-orang yang mendapat infeksi dengan
mikroorganisme tanpa menampakkan perkembangan penyakit. Terjadi pada poliomielitis,
infeksi staphylococcus aureus, sakit tenggorokan karena infeksi streptokokus, difteri, disentro,
meningitis yang disebabkan meningokokus

4. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah.
5. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi ogan.

FAKTOR HOSPES PADA INFEKSI


Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat,
Menduduki atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu.
Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk
manusia sudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang
berhubungan dengan lingkungan :
1. Kulit dan mukosa orofaring
Batas utama antara lingkungan dan tubuh manusia adalah kulit. Kulit yang utuh memiliki
lapisan keratin atau lapisan tanduk pada permukaan luar dan epitel berlapis gepeng sebagai
barier meanis yang baik sekali terhadap infeksi. Namun jika terjadi luka iris, abrasi atau
maserasi (seperti pada lipatan tubuh yang selalu basah) dapat memungkinkan agen menular
masuk.
Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri.
Pada dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan
bahwa mereka tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit
mengelupas. Dekontaminasi kimiawi terjadi karena tubuh berkeringat dan sekresi kelenjar
sebasea sehingga membersihkan kulit dari kuman. Flora normal yang terdapat pada kulit
menimbulkan dekontaminasi biologis dengan menghalangi pembiakan organisme –
organisme lain yang melekat pada kulit.

2. Saluran pencernaan
ü Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik.
Sering terjadi defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti
pada proses infkesi sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak
mikroorganisme. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi,
disamping lambung cenderung memindahkan isinya ke usus halus dengan proses yang relatif
cepat.
ü Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah
dapat ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus
berlangsung cepat sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit.
ü Lapisan dalam usus besar secara mekanis juga tidak baik. Pada tempat ini pendorongan
tidak cepat dan terdapat stagnasi relatf dari isi usus. Pertahanan utma melawan jasad renik
adalah melalui banyaknya flora normal yang menghuni usus besar dan hidup berdampingan
dnegan hospes. Bakteri normal yang banyak ini berkompetisi untuk mendapatkan makanan
atau mereka benar-benar mengeluarkan substansi antibakteri (antibiotik).

3. Saluran pernafasan
Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan
bronkus, terdiri dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi
sebagian besar diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka. Tonjolan-tonjolan
kecil ini bergetar seperti cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar
tubuh. Jika jasad renik terhirup, mereka cenderung menegnai selimut mukosa yang dihasilkan
dari mukus, untuk digerakkan keluar dan atau dibatukkan atau ditelan.
Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa
agen menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru,
maka disana selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain.

Sawar pertahanan lain


a. Radang
Jika agen menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan memasuki jaringan, maka
barisan pertahanan berikutnya adalah reaksi peradangan akut yaitu aspek humoral (antibodi)
dan aspek seluler pertahanan tubuh bersatu.

b. Pembuluh limfe
Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan
cepat sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadang-kadang
menyebabkan limfangitis, tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar
limfe, dimana mereka dengan cepat difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka
cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen
tersebut.

c. Pertahanan terakhir (vena primer)


Jika penyebaran agen menular tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika agen tersebut
langsung memasuki vena ditempat primernya, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah.
Ledakan bakteri didalam aliran darah sebenarnya tidak jarang terjadi, dan peristiwa yang
dinamakan bakteremia ini biasanya ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari
sistem monosit – makrofag.
Septikemia atau keracunan darah terjadi jika kondisi bakteremia berlanjut yang
mengakibatkan organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan cukup resisten sehingga
sistem makrofag ditaklukkan. Organisme yang menetap ini menimulkan gejala malaise,
kelemahan, demam, dll.
Pada kondisi yang parah yang disebut septikopiemia atau disingkat piemia, dimana
organisme mencapai jumlah yangs edemikan besarnya sehingga mereka bersirkulasi dalam
gumpalan-gumpalan dan mengambil tempat pada banyak organ dan menimbulkan banyak
sekali mikroabses.

FAKTOR JASAD RENIK PADA INFEKSI


1. Daya Transmisi
Sifat penting dan nyata pada saat terbentuknya adalah transpor agen menular hidup kedalam
tubuh.
Cara Penularan Penyakit Infeksi :
a) Secara Langsung (Direct) dari satu orang ke orang lain, misalnya melalui batuk, bersin dan
berciuman.
Contoh :
ü Penyakit yang ditularkan melalui saluran nafas : common cold, tuberkulosis, batuk rejan,
batuk rejan, pes pneumoni, meningitis, meningokokus, sakit tenggorokan karena infeksi
srtreptokokus, tonsilitis, influenza, difteri, campak, rubella (campak jerman).
Penyakit – penyakit ini ditularkan melalui ciuman, penggunaan alat makan yang terinfeksi,
dan droplet yang terinfeksi.
ü Penyakit Kelamin dapat ditularkan langsung melalui hubungan seksual dengan penderita
dan juga dapat melalui plasenta (infeksi transplasenta) yang ditularkan dari ibu yang
menderita kepada bayi yang dilahirkan.

b) Secara Tidak Langsung (Indirect) penularan mikroba patogen memerlukan adanya “media
perantara”, baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman maupun vektor.
Organisme dikeluarkan dari penderita kemudian diendapkan pada berbagai permukaan lalu di
lepaskan kembali dalam udara. Dengan cara serupa organisme dapat sampai kedalam tanah,
air, makanan atau rantai pemindahan tidak langsung lainnya. Di rumah sakit, infeksi juga
dapat disebarkan melalui eksudat-eksudat dan ekskreta. Transfusi darah dapat juga menjadi
sarana penyebaran infeksi (misal. Penyakit hepatitis virus).Jenis pemindahan tidak langsung
yang lebih kompleks melibatkan vektor-vektor seperti serangga, misalnya nyamuk (penyakit
malaria), lalat (penyakit disentri), cacing (penyakit filariasis), dll.

4. Menjelaskan pencegahan infeksi oleh bakteri dan virus, termasuk infeksi nosokomial
PENCEGAHAN INFEKSI
Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang diberikan kepada
ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksakan secara rutin pada saat menolong
persalinan dan kelahiran bayi,saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan
antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat menatalaksana penyulit.
Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi
baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya. Juga
upaya-upaya menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya.
Faktor yg mempengaruhi proses infeksi Sumber Penyakit Daya Tahan Kuman
Tubuh Penyebab Cara Cara Masuknya Membebaskan Kuman Sumber dr Kuman Cara
Penularan. pencegahan infeksi Fokus Utama Penanganan Masalah Infeksi dalam
Yankes Dahulu Sekarang Mencegah Infeksi Mengurangi Resiko, yaitu :
1. Infeksi serius pascabedah Perpindahan Penyakit
2. Munculnya penyakit AIDS
3. Pasien dan Hepatitis B
4. Pemberi yankes
5. Karyawan RS
6. Pekarya
Tindakan Pencegahan Infeksi Dekonta Pencuci minasi an Antisep Desintikfeksi
Aseptik infeksi Sterili sasi, pedoman pencegahan infeksi Pencucian Tangan
Penggunaan Sarung Tangan Penggunaan Cairan Antiseptik Pemrosesan Alat Bekas
Pakai Pembuangan Sampah Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi.
Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang membantu mencegah mikroorganisme
berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru lahir, dan para
penolong persalinan) sehingga dapat memutus rantai penyebar infeksi,
penatalaksanaan pencegahan infeksi antara lain sebagai berikut :
1. Cuci tangan
2. Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya
3. Menggunakan tekhnik asepsis atau aseptik
4. Memproses alat bekas pakai
5. Menangani peralatan tajam dengan aman
6. Mengelola sampah medik,menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.

1. Cuci tangan
Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Cuci tangan harus dilakukan :
a. Segera setelah tiba ditempat kerja
b. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu atau bayi baru
lahir
c. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu atau bayi baru lahir
d. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
e. Setelah melepaskan sarung tangan (kontaminasi melalui lubang atau robekan
sarung tangan)
f. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa ( misalnya hidung,
mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan
g. Setelah kekamar mandi
h. Sebelum pulang kerja

2. Memakai Sarung Tangan dan perlengkapan pelindung lainnya


Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh,
selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya) atau peralatan, sarung tangan
atau sampah yang terkontaminasi. Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung
tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir setelah terjadi kontak
langsung untuk menghindari
kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang
berbeda pula.

3. Menggunakan teknik aseptik dan asepsis


Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir,
dan petugas penolong persalinan.

4. Pemprosesan Alat Bekas Pakai


Pemprosesan peralatan (terbuat dari logam, plastik, dan karet) serta benda –
benda lainnya dengan upaya pencegahan infeksi direkomendasikan untuk
melalui tiga langkah pokok yaitu :
a. Dekontaminasi
b. Pencucian dan pembilasan.
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan Sterilisasi

5. Penggunaan Peralatan tajam secara aman.


Luka tusuk benda tajam(misalnya jarum)merupakan salah satu alur utama
infeksi HIV dan Hepatitis B di antara para penolong persalinan.
6. Pengelolaan Sampah Medik,menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan

5. Klasifikasi , morfologi dan siklus hidup Protozoa


Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni/kelompok.
MORFOLOGI
Ukuran dan bentuk protozoa sangat beragam, Beberapa berbentuk lonjong atau membola, ada
yang memanjang, ada pula yang polimorfik (menpunyai berbagai bentuk morfologi pada
tingkat-tingkat yang berbeda dalam daur hidupnya). Beberapa protozoa berdiameter sekecil 1
urn; yang lain 600 urn atau lebih {Amoeba proteus).
Struktur dari sel protozoa terdiri dari dua bagian:
1. Sitoplasma
Sitoplasma terdiri dari : Ektoplasma,Endoplasma. Sel protozoa yang khas terbungkus oleh
membran sitoplasma. Banyak yang dilengkapi dengan lapisan luar sitoplasma, yaitu
ektoplasma, yang dapat dibedakan dari sitoplasma bagian dalam, atau endoplasma.
Kebanyakan struktur selular terdapat dalam endoplasma.
2. Nukleus
Nukleus atau inti adalah bagian terpenting yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan
untuk reproduksi serta untuk mengatur metabolisme. Nukleus terdiri dari membran inti
(selaput inti) yang meliputi serabut inti (retikulum) halus yang berisi cairan dan kariosom.
Dalam nukleus yang berbentuk vesikel, butir-butir kromatin berkumpul membentuk butiran
tunggal. Struktur inti, terutama susunan kromatin dan kariosom berperan dalam membedakan
spesies dari protozoa.
Pelikel adalah lapisan yang meliputi membran sitoplasma sel. Pada beberapa spesies ameba
pelikel ini merupakan lapisan yang tipis dan tidak kompak. Banyak protozoa membentuk
struktur kerangka yang memberikan kekakuan kepada sel-selnya. Lapisan penutup yang
longgar ini yang ada di sebelah luar pelikel dinamakan cangkang atau cangkerang (shell),
terdiri dari bahan organik yang diperkuat dengan zat-zat anorganik seperti kalsium karbonat
atau silika. Adanya pelikel, dan bukannya dinding sel, sebagai penutup merupakan salah satu
ciri pembeda yang utama dalam kelompok protete ini. Banyak protozoa dapat membentuk
sista, yang untuk sementara merupakan seludang. Dengan cara ini, bentuk-bentuk vegetatif,
atau trofozoit, melindungi dirinya terhadap bahaya dari alam sekitarnya, misalnya kekeringan
dan kehabisan makanan atau keasaman perut di dalam inangnya.
KLASIFIKASI
Protozoa yang berperan sebagai parasit pada manusia dalam dunia kedokteran dibagi
dalam 4 kelas, yaitu:
1. Rhizopoda (rhiz = akar; podium = kaki)
Dari kelas rhizopoda ini dapat dibagi menjadi 4 genus berdasarkan morfologi dari intinya,
namun hanya dua genus yang penting yaitu:
a. Entamoeba Histolytica
Parasit ini menyebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah tropis dan subtropis dari
pada di daerah beriklim sedang.
Hospes
Hospes dari parasit ini adalah manusia dan kera. Di cina, anjing dan tikustikus liar merupakan
sumber inf eksi bagi manusia. Penyakit yang disebabkannya disebut amebiasis
Patologi dan gejala klinik
Dapat menyebabkan tinja disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah. Bentuk klinis
yang dikenal adalah :
Amebiasis intestinal terdiri atas amebiasis kolon akut (disentri ameba) dan amebiasis kolon
menahun
Amebiasis ekstra-intestinal disebabkan amebiasis kolon yang tidak diobati dan menjalar
keluar.
Epidemiologi
Terdapat diseluruh dunia, terutama daerah tropikyang sanitasi dan sosio ekonominya buruk.
Emebiasis ditularkan oleh pengandung kista (melalui air, makanan, sayuran, lalat) yang
biasanya sehat tetapi berperan pentung dalam penyebaran penyakit karena tinjanya
merupakan sumber infeksi. Jadi tidak ditullarkan oleh penderita amebiasis akut. Penyebaran
parasit tergantung beberapa faktor diantaranya adanya sumber infeksi (penderita ataupun
hospes reservoir); keadaan lingkungan (iklim, curah hujan, suhu, kelembapan, sinar matahari,
sanitasi dan sebgainya), tersedianya vektor (bagi parasit yang membutuhkan vektor, keadaan
penduduk (padat/jarang, kebiasaan, pendidikan, sosial ekonomi, dan sebagainya).
b. Entamoeba coli
Hospes : manusia.
Amoeba ini ditemukan kosmopolit. Di Indonesiafrekuensinya antara 8 – 18 %. Ameba ini
hidup sebagai k omensal di rongga usus besar. Dalam daur hidupnya terdapat bentuk
vegetatif dan bentuk kista. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.
Patologi dan gejala klinik
E.coli tidak patogen.
2. Flagellata

Parasit dari kelas ini merupakan protozoa yang mempunyai satu atau lebih flagel yang
mempunyai kekuatan untuk bergerak.
Flagelata dibagi menjadi dua kelompok:
bentuk-bentuk seperti tumbuhan {fitoflagelata) dan bentuk-bentuk seperti hewan
(zooflageiata). Fitoflagelata mengandung klorofil dan bersifat fotosintetik. Zooflagelata
adalah heterotrof. Kesemuanya membelah secara membujur dan beberapa mempunyai
tingkatan reproduksi seksual. Sitoplasma pada flagelata dikitari oleh pelikel yang nyata
sehingga membantu memberi bentuk kepada organismenya. Selain flagela, dari organisme itu
menonjol membran yang berombak-ombak yang digunakan untuk gerak alih dan atau
mengumpulkan makanan. Sejumlah flagelata menginfeksi manusia, menimbulkan penyakit
pada alat kelamin, usus, dan penyakit sistemik, Kebanyakan flagelata usus mempunyai stadia
trofik dan terensistasi. Flagelata usus terdapat dalam usus halus, juga ada dalam "cecum"
(kantung yang menuju usus besar) dan usus besar. Beberapa, seperti Giardia lamblia,
satu-satunya protozoa usus yang menimbulkan disentri atau diare/ terutama ditemukan di
dalam duodenum (usus dua belas jari). Penularannya berlangsung terutama melalui makanan
atau minuman yang tercemar dan melalui kontak dari tangan ke mulut. Trichomonas
vagina/is menimbulkan satu tipe vaginitis, yaitu peradangan pada vagina dengan keluarnya
cairan dan disertai rasa panas seperti terbakar dan rasa gatal. Organisme itu tidak mempunyai
stadium sista dan menyebar sebagai penyakit kelamin. Selain flagelata usus, kelompok kedua
yaitu hemoflagelata (atau bentuk-bentuk darah dan jaringan) dipindah sebarkan pada manusia
oleh serangga-serangga pengisap darah, di situ menimbulkan infeksi-infeksi yang ganas dan
kadang kala mematikan. Genus yang dikenal iaiah Trypanosoma dan Leishmania.
Trypanosomiasis mencakup penyakit tidur Afrika, sedangkan Leishmaniasis menyebabkan
lesio (luka patologis) pada kulit ataupun jeroan bergantung kepada spesiesnya.
Yang termasuk kelas flgelata yang penting :
a. Giardia lamblia
Hospes penyakit ini adalah manusia dan hospes reservoirnya adalah tikus. Penyakit
yang di timbulkan disebut giardiansis atau lambliasis.
Patologi dan gejala klinis
Dengan batil isap yang cekung, stadium trofozoit melekat pada permukaan epitel usis,
sehingga menimbulkan gangguan fungsi usus dalam penyerapan sari makanan
terutama dalam penyerapan lemak, karoten folat dan vitamin B12. Kelainan fungsi
usus kecil menimbulkan gejala kembung, abdomen membesar, tegang, mual,
anoreksia, feses banyak dan berbau busuk, dan penurunan berat badan.
Epidemiologi
Ditemukan kosmopolit, prevalensinya 2 – 25 % atau lebih. Transmisi terjadi dengan
tertelannya kista matang. Makanan/ minuman yang terkontaminasi tinja, lalat dan
penjaja makanan merupakan sumber infeksi atau melalu orang yang terinfeksi ke
orang yang tidak terinfeksi. Giardia lamblia juga dianggap sebagai parasit yang
ditularkan melalui seks dan banyak ditemukan pada penderita AIDS.
b. Trichomonas vaginalis
Hospes : manusia. Menyebabkan penyakit trikomoniasis vagina dan pada pria
prostatitis. Parasit ini berhabitat pada vagina, pada uretra, epididimis, dan prostat pada
laki-laki.
Patologi dan gejala klinis
Ditularkan ke dalam vagina mulai berkembangbiak bila flora bakteri, pH dan keadaan
fisiologi vagina sesuai. Parasit menyebabkan degenerasi dan deskuamasi sel epitel
disusul serangan leukosit. Sekret vagina mengalir keluar dan menimbulkan keputihan
tergantung beratnya infeksi dan stadium penyakit. Rasa pedih waktu kencing
merupakan infeksi tambahan. Infeksi dapat menjalar dan menyebabkan uretritis.
Epidemiologi
Ditemukan pada semua bangsa/ ras dan semua musim. Pada wanita parasit lebih
sering ditemukan pada kelompok usia 20 – 49 tahun., berkurang pada usia muda dan
lanjut usia dan jarang pada anak gadis.
3. Ciliata

Kelas ciliata adalah golongan protozoa yang mempunyai silia, terdiri dari benang yang
berasal dari ektoplasma yang pendek dan halus dan sangat panjang. Silia adalah bulu getar
yang dapat bergerak di sekitar alur-alur mulut atau rongga rongga mulut, silia menimbulkan
efek pusaran air yang membantu pengumpulan makanan.Kebanyakan siliata membagi diri
dengan pembelahan biner melintang. Reproduksi seksual berlangsung dengan konjugasi dua
sel. Juga, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya di dalam setiap sel paling sedikit
terdapat satu makronukleus dan satu atau lebih mikronukleus.Kebanyakan siliata hidup
bebas.
Yang termasuk kelas cilliata yang penting adalah
Balantidium coli
Hospes : hospes definitif dari parasit ini adalah babi dan beberapa spesies kera yang
hidup di daerah tropik. Parasit ini kadang-kadang menginfeksi manusia manusia dan
menyebabkan penyakit balantidiasis atau disentri balantidium. Penyakit ini termasuk dalam
penyakit zoonosis.
Patologi dan gejala klinis
Penyakit yang ditimbulkan hampir sama dengan E. hystolitica. Di selaput lendir usus besar,
bentuk vegetatif membentuk abses keci yang pecah dan menjadi ulkus. Biasanya disertai
sindrom disentri. Penyakit dapat terjadi menahun dengan dire diselingi konstipasi, sakit perut,
tidak nafsu makan, muntah. Kadang-kadang dapat menimbulkan infeksi ekstraintestinal yang
menyebabkan peritonitis, uretritis. Diagnosis dapat ditegakan dengan menemukan stadium
trofozoit atau kista dalam tinja penderita.
Epidemiologi
Banyak ditemukan pada babi yang dipelihara (60 – 90%) penularan pada babi mudah sekali
dan dapat menular ke manusia. Cara infeksi pada manusia terjadi dari tangan ke mulut atau
melalui tangan (misal saat membersihkan kandang babi) terkontaminasi tinja babi yang
mengandung kista kemudian kista tertelan sehingga infeksi. Stadium kista dan trofozoit dapat
ditemukan di dalam tinja. Stadium kista dalam tinja pada suhu kamar dapat hidup selama 1-2
hari.
4. Sporozoa
Semua sporozoa hidup sebagai parasit pada satu atau lebih spesies hewan. Bentuk-bentuk
dewasanya tidak mempunyai organ untuk pergerakan tetap. Mungkin pada satu stadium,
bergerak dengan cara meluncur. Sporozoa ini tidak dapat menelan partikel-partikel padat,
tetapi hidup dari sel atau zat alir tubuh inangnya.
Yang termasuk kelas sporozoa yang penting :
a. Toxoplasma gondii
Hospes definitif : kucing dan binatang sejenisnya.
Hospes perantara : manusia, burung dan mammalia lain. Menyebabkan
toksoplasmosis kongenital dan toksoplasmosis akuisitas.
Patologi dan gejala klinik.
Invasi biasanya terjadi di usus. T. gondii menyerang semua organ dan jaringan tubuh
hospes kecuali sel darah merah. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh,
tergantung pada umur (pada bayi lebih berat daripada dewasa), virulensi strain
toxoplasma, jumlah parasit dan organ yang diserang.
Epidemiologi
Di Indonesia , pada manusia berkisar 2 – 63 %. Keadaan toksoplasmosis dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti kebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing
yang dipelihara, tikus dan burubf sebagai hospes perantara, vektor seperti lalat, lipas.
b. Plasmodium
Sporozoa yang paling penting ialah yang menimbulkan malaria. Malaria adalah
penyakit asal nyamuk pada manusia yang disebabkan oleh sporozoa yang tergolong
genus Plasmodium yang menginfeksi hati dan sel-sel darah merah, Inang akhir bagi
parasit tersebut ialah nyamuk anofelin betina; reproduksi seksual parasitnya terjadi
dalam inang ini. Hospes perantara adalah manusia, hospes definitif ; nyamuk
Anopheles betina. Siklus hidup berlangsung secara seksual (sporogoni) di dalam
tubuh nyamuk anopheles betina, dan secara aseksual (schizogoni) di dalam tubuh
manusia.
Cara infeksi dari malaria adalah dengan 2 cara:
1. Kongenital, melalui plasenta ibu hamil yang mengandung plasmodium yang di
tularkan kepada janin dalam kandungan.
2. Akuisita, yang dapat melalui beberapa cara, yaitu:
a) Secara alami melalui tusukan nyamuk anopheles betina yang mengandung stadium
sporozoit,
b) Secara induced, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tak sengaja masuk
dalam badan manusia melalui darah, seperti transfusi atau suntikan.

Empat spesies Plasmodium menimbulkan bentuk-bentuk malaria pada manusia


sebagai berikut:
1) Plasmodium vivax
Nama penyakit : malaria vivaks/ malaria tersiana
Distribusi geografik : terdapat di daerah sub stropik, daerah dingin (Rusia). Di
Indonesia, spesies menyebar di seluruh kepulauan dan pada umumnya daerah
endemic mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies lain.

2) Plasmodium malariae
Nama penyakit : malaria malariae/ malaria kuartana karena serangan demam
berulang pada tiap hari keempat.
Distribusi geografik : terdapat di daerah tropic dan sub stropik, tetapi frekuensi
cenderung rendah di beberapa daerah.
Epidemiologi ; frekuensinya di suatu daerah di Indonesia sangat rendah
3) Plasmodium ovale
Nama penyakit : malaria ovale
Distribusi geografik : terdapat di daerah tropic Afrika Barat, Pasifik Barat dan di
beberapa bagian lan di dunia. Di Indonesia terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak
di Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Epidemiologi : frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
4) Plasmodium falciparum
Nama penyakit : malaria falsiparum
Distribusi geografik : terdapat di daerah tropic terutama Afrika dan Asia Tenggara.
Di Indonesia menyebar di seluruh kepulauan.

SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

6. Menjelaskan Patogenesis dan respon imun protozoa


Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan menghambat
respon imun host. Parasit yang berbeda menyebabkan imunitas pertahanan yang berbeda.

1. Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata.
Dua bentuk variasi antigenik: 1. Stage-specific change dalam ekspresi antigen, misalnya
antigen stadium sporosit pada malaria berbeda dengan antigen merozoit. 2. Adanya variasi
lanjutan antigen permukaan mayor pada parasit, misalnya yang terlihat pada Trypanosoma
Afrika: Trypanosoma brucei dan Trypanosoma rhodensiensi. Adanya variasi lanjutan
kemungkinan karena variasi terprogram dalam ekspresi gen yang mengkode antigen
permukaan mayor.

2. Parasit menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host.
Misalnya larva Schistosomae yang berpindah ke paru-paru host dan selama migrasi
membentuk tegumen yang resisten terhadap kerusakan oleh komplemen dan CTLs.
3. Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau
membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Parasit dapat menyembunyikan mantel
antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik.

4. Parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing


parasit. Misalnya Leishmania menstimulus perkembangan CD25 sel T regulator, yang
menekan respon imun. Contoh lain pada malaria dan Tripanosomiasis yang menunjukkan
imunosupresi non spesifik. Defisiensi imun menyebabkan produksi sitokin imunosupresi oleh
makrofag dan sel T aktif serta mengganggu aktivasi sel T.

Regulasi imun adaptif sebagai respon terhadap infeksi malaria dilakukan oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel pada respon imun adaptif. Parasit dikenali oleh pattern-recognition
receptors (PRRs), seperti Toll-like receptors (TLRs) dan CD36, atau sitokin inflamatori,
seperti interferon- gamma (IFN-gamma), dendritic cells (DCs) mature dan bermigrasi ke
spleen — area primer respon imun menyerang stadium Plasmodium di darah. Maturasi sel
dendritik berasosiasi dengan upregulasi ekspresi MHC II, CD40, CD80, CD86 dan molekul
adhesi dan produksi sitokin termasuk interleukin-12 (IL-12). IL-12 mengaktivasi natural
gamma killer (NK) cells untuk memproduksi IFN- dan menginduksi diferensiasi T helper 1
(TH1) cells. Produksi sitokin, IFN-gamma, oleh NK cells menyebabkan maturasi sel
dendritik dan meningkatkan efek parasit yang diturunkan dari rangsangan pematangan,
memfasilitasi ekspansi klonal antigen sel T CD4 naive spesifik. IL-2 yang diproduksi oleh
antigen sel Th1 spesifik kemudian mengaktifkan NK cell untuk memproduksi IFN-gamma,
yang menginduksi maturasi sel dendritik dan mengaktivasi makrofag. Sitokin, seperti IL-10
dan pembentukan TGF-beta meregulasi innate dan adaptive immune responses: NO (nitric
oxide); TCR (T-cell receptor); TNF (tumour-necrosis factor).

7. Menjelaskan peranan vektor dalam infeksi parasit


A. Peranan Vektor terhadap Kesehatan Manusia
Arthropoda secara umum mempunyai peran terhadap kesehatan manusia.
1. Menularkan atau memindahkan penyakit disebut vektor
2. Menyebabkan penyakit (parasit atau agent)
3. Mengandung dan menghasilkan zat racun (toksin)
4. Menimbulkan dan menyebabkan gangguan (nuisance)
5. Menimbulkan rasa takut atau ngeri (entomophobia)
Vektor adalah arthtopoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (suspectible host). Vektor dapat
menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke manusia atau hewan lain yang
rentan melalui kotoran, gigitan, dan cairan tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui
kontaminasi pada makanan.
Vektor dapat memindahkan atau menularkan agent penyakit yang berada di dalam atau
pun yang menempel dan terdapat di bagian luar tubuh vektor tersebut. Suatu makhluk hidup
terutama manusia dapat tertular penyakit melalui vektor yang membawa agent penyakit,
misalnya dengan menggigit dan menghisap darah dari orang yang sakit lalu kepada orang
yang rentan, sehingga ia pun dapat tertular dan menjadi sakit.
Mekanisme penularan penyakit oleh vektor terbagi menjadi dua macam, yaitu penularan
penyakit melalui vektor secara mekanik dan penularan penyakit melalui vektor secara
biologis.
1. Penularan Mekanik
Penularan mekanik berlangsung karena kuman penyakit terbawa dengan perantaraan
alat-alat tubuh vektor. Kuman penyakit dalam tubuh serangga tidak bertambah banyak
ataupun berubah bentuk. Pada penularan penyakit melalui vektor secara mekanik, maka
agen dapat berasal dari tinja, urine maupun sputum penderita hanya melekat pada bagian
tubuh vektor dan kemudian dapat dipindahkan pada makanan atau minuman pada waktu
hinggap/menyerap makanan tersebut.
Contoh :
- Lalat Tabanus melalui probosisnya menularkan basil Anthrax dan Trypanosoma
evansi
- Lalat rumah (Musca domestica) dengan perantara kaki dan badannya, mularkan telur
cacing dan bakteri

2. Penularan Biologis
Penularan biologis berlangsung dengan bertindak sebagai tuan rumah (host),
berarti adanya kelanjutan hidup kuman penyakit yang dipindahkan. Penularan
penyakit melalui vektor secara biologis, agen harus masuk ke dalam tubuh vektor
melalui gigitan ataupun melalui keturunannya. Selama dalam tubuh vektor, agen
berkembang biak atau hanya mengalami perubahan morfologis saja, sampai pada
akhirnya menjadi bentuk yang infektif melalui gigitan, tinja atau cara lain untuk
berpindah ke pejamu potensial. Pada penularan penyakit melalui vektor secara
biologis, perubahan bentuk atau perkembangbiakan agen dibedakan sebagai berikut:
a. Propagative transmission
Agen berkembang biak di dalam tubuh vektor tanpa mengalami perubahan
stadium.
Contoh :
- Yersinia pestis (agen pes) di dalam tubuh pinjal (flea) Xenopsylla cheopis.
Pinjal sebagai vektor bisa mati oleh Yersinia pestis.

b. Cyclo propagative transmission


Agen mengalami perubahan stadium dan perkembangbiakan di dalam tubuh
vektor.
Contoh :
- Plasmodium (agen malaria) di dalam tubuh nyamuk Anopheles.

c. Cyclo developmental transmission


Agen mengalami perubahan stadium hingga mencapai stadium infektif di
dalam tubuh vektor tetapi tidak mengalami perkembangbiakan.
Contoh :
- Cacing filaria di dalam tubuh nyamuk dengan genus Mansonia dan Anopheles,
serta spesies nyamuk Culex quinquefasciatus.

d. Transovarian/Hereditary (keturunan)
Generasi yang terkena infeksi tidak menularkan penyakit pada manusia, tetapi
menularkan pada anaknya. Penularan terjadi melalui generasi berikutnya.
Contoh:
- Penyakit Scrub thypus yang disebabkan oleh Ricketsia tsutsugamushi dari
tikus Trombicula akamushi (sejenis tungau atau mites)
-
Penan vektor terhadap mekanisme penularan penyakit
1. Penyakit dengan Dua Faktor Kehidupan
Mekanisme penularan penyakit dengan dua factor kehidupan terdiri dari manusia dan
arthropoda. Penyakit tersebut disebabkan oleh arthropoda atau serangga itu langsung
bukan karena virus, bakteri, protozoa, cacing, ataupun jamur.
Contohnya: entomophobia, infestasi, gigitan dan sengatan serangga, atau cairan beracun,
misalnya lebah.

2. Penyakit dengan Tiga Faktor Kehidupan


Mekanisme penularan penyakit dengan tiga factor kehidupan terdiri dari manusia,
agent, dan vektor. Penyakit tersebut disebabkan oleh vektor yang membawa agent yang
kemudian ditularkan atau dipindahkan kepada host. Vektor membawa penyakit dapat
dalam bentuk udara, air, dan makanan, yang kemudian disebut sebagai air-borne disease,
water-borne disease, dan food-borne disease.

3. Penyakit dengan Empat Faktor Kehidupan


Mekanisme penularan penyakit dengan empat factor kehidupan terdiri dari manusia, agent,
vektor, dan hewan lain, dapat juga disebut zoonosis, yaitu penyakit yang mengenai binatang
(tuan rumahnya) dan dapat dipindahkan ke manusia. Contoh: yellow fever dan penyakit pes.

MEKANISME INFEKSI HELMINTH DAN RESPON IMUN TUBUH TERHADAP


HELMINTH

A. CESTODA

1. TAENIA SOLIUM
Mekanisme Infeksi
Infeksi dilakukan oleh larva( larva sistiserkus). Larva ini berkembang di tubuh
manusia menjadi cacing dewasa. Secara umum berada otak dan otot. Ketika cacing ini
mati di dalam tubuh manusia, mereka akan mengeluarkan reaksi kimiawi yang
menyebabkan inflamasi,fibrosis, dan kalsifikasi. Menyebabkan Sindrom CNS seperti
epilepsy. Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya tidak terjadi patologi, namun
terjadi iritasi pada mukosa usus. Cacing ini mempunyai 4 suckers dan pengait.yang bias
menyerang mukosa usus.

2. TAENIA SAGINATA
Mekanisme Infeksi
Infeksi dilakukan oleh larva( larva sistiserkus). Larva ini berkembang di tubuh
manusia menjadi cacing dewasa.. Cacing ini mempunyai 4 suckers dan tidak memiliki
pengait , menyerang mukosa usus bagian jejenum

B. TREMATODA

1. SCHISTOSOMA
2. Mekanisme Infeksi
Diawali penetrasi serkaria ke kulit. Biasanya tidak tampak nyata. Ini mengakibatkan
dermatitis serkaria(oleh S. species) dan ini menyebabkan terbentuknya papul,macula,dan
sebagainya.
Serkaria yang masuk, berkembang menjadi cacing yang belum matang. Adanya toksik
dan gejala alergi termasuk urtikaria dengan eusinofil. Terjadi demam,sakit abdomen.
Dikenal sebagai Katayama atau demam siput. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat
telur cacing.
Terjadi schistomiasis di sistem urinarius, telur merusak mukosa saluran kemih.
Begitupula yang terjadi di usus dan hepar.

3. Clonorchis sinensis
Mekanisme Infeksi
Diawali masuknya metasercaria, yang akan berkembang menjadi cacing dewasa di usus
halus manusia. Lalu, cacing dewasa akan menuju hepar dan duktus biliaris dengan cara
menembus jaringan usus. Cacing dewasa akan mendiami duktus biliaris di bagian distal,
menyebabkan reaksi inflamasi dan cholangitis. Kadang kala, ada infeksi sekunder oleh
bakteri. Infeksi akut menyebabkan pembesaran hepar( hepatomegaly). Sedang infeksi
kronik menyebabkan anoreksia, sakit di bagian epigatric,dan sebagainya.

C. NEMATODA

1. Enterobius Vermiculari
Mekanisme Infeksi
Telur yang ada di makanan yang terkontaminasi, akibat luka, pakaian,dll dimakan oleh
manusia. Menuju esophagus, lalu di lambung akan keluar cacing dari telur. Lalu akan terjadi
pembentukan gamet di sekum (bawa ileum). Lalu di anus akan terbentuk gravid dari
betina(telurnya) . dan keluar bersama feses. Tubuh yang terinfeksi , akan merasa gatal di
bagian anusnya. Bias menyebabkan pruritis atau vaginitis.

2. Trichuris Trichiura
Mekanisme Infeksi
Telur trichuris yang memiliki dua kutub masuk ke tubuh melalui makana,tanah yang
terkontaminasi. Di usus halus, telur menjadi cacing. Di sekum terjadi gametogenesis, lalu di
kolon transenden cacing betina akan melepaskan telur-telur. Di rectum dan anus akan
terbentuk telur yang bentuknya kutub lagi.infeksi biasa bersifat asytomatic. Dan infeksi yang
berlebihan menyebabkan sindrom disentri, rectal bleeding, anemia,dll

8. Menjelaskan klasifikasi, morfologi, siklus hidup cacing

CACING
 . Wuchereria branchofti (filarial worm)

A.Klasifikasi
➢ Phylum : Nemathelminthes
➢ Class : Nematoda
➢ Subclass : Secernemtea
➢ Ordo : Spirurida
➢ Super famili : Onchocercidae
➢ Genus : Wuchereria
➢ Species : Wuchereria Bancrofti

B. Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini


Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai ke
Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia.Di belahan Timur Dunia dapat
ditemukan di Afrika, Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik
selatan.Di belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika
Selatan. Penyakit ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari Afrika
melalui kota Charleston, Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun yang lalu.
Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan
kebersihan yang kurang, karena Culex quinquefasciatus sebagai vektor utama, terutama
membiak di dalam air yang dikotori dengan air got dan bahan organik yang telah
membusuk. Di daerah Pasifik Selatan frekuensi filiariasis nonperiodik di daerah luar kota
sama tingginya atau lebih tinggi daripada di desa-desa besar karena vector terpenting
ialah Aedes polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di semak-semak.
Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur dan kelamin, terutama berhubungan
dengan faktor lingkungan.Orang Eropa, yang lebih terlindung terhadap nyamuk,
mempunyai frekuensi lebih rendah daripada penduduk asli.

C. Morfologi
Cacing dewasa menyerupai benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing betina
berukuran 90-100x0,25 mm ekor lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan uterusnya
berpasangan (paired). Cacing jantan berukuran 35-40mmx0,1mm, ekor melingkar dan
dilengkapi dua spikula.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dan berukuran 250-300x7-8
mikron.Mikrofilaria terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah
tepi, tetapi pada waktu tertentu saja.Pada umumnya mikrofilaria.Cacing ini mempunyai
periodisitas nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan pada malam
hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ visceral
(jantung, ginjal, paru-paru dan sebagainya). Di daerah pasifik, mikrofilaria W.
bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal.Di Thailand terdapat mikrofilaria
dengan periodisitas subperiodik nokturna.

D. Siklus hidup
Untuk melengkapi siklus hidupnya, W. bancrofti membutuhkan manusia (hospes
definitif) dan nyamuk (hospes perantara).Nyamuk terinfeksi dengan menelan microfilaria
yang terisap bersama-sama dengan darah.Di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria
melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2),
dan larva stadium 3 (L-3) dalam otot toraks kepala. Larva stadium 1 (L-1) memiliki
panjang 135-375 mikron, bentuk seperti sosis, ekor memanjang dan lancip, dan masa
perkembangannya 0,5-5,5 hari (di toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki panjang
310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih panjang daripada L-1, ekor pendek
membentuk krucut, dan masa perkembangannya antara 6,5-9,5 hari (di toraks dan kepala).
Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat sekali, kadang-kadang ditemukan di
probosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk.

E. Diagnosis
Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila didasarkan pada anamnesis yang
berhubungan dengan vektor di daerah emdemis dan di konfirmasi dengan hasil
pemeriksaan laboratorium.Bahan pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam
hari.Sediaan darah tetes tebal yang diperoleh dari tersangka, langsung diperiksa dengan
mikroskop untuk melihat adanya mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk
menetapkan spesies filarial dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal dan halus
tipis yang diwarnai dengan larutan Giemsa atau Wright.

F. Patologi dan gejala klinis


Kelainan dan perubahan patologis disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria.
Cacing dewasa pada stadium akut menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde
dan dalam waktu 10-15 tahun menjadi obstruktif. Microfilaria tidak mengakibatkan
kelainan, namun dalam kondisi tertentu menyebabkan occult filariasis. Patogenesis
filariasis bancrofti dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremi, stadium akut,
dan kronis.Ketiga stadium ini tidak menunjukkan batas-batas yang tegas karena prosesnya
menjadi tumpang tindih.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian


Kelompok yang mudah terserang adalah umur dewasa muda, terutama yang status
social ekonominya rendah.Obat DEC kurang baik untuk upaya pengendalian, oleh karena
itu pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk.Preparat antinom dan
arsen dapat membunuh mikrofilaria dalam darah bila pengobatan dilakukan dalam waktu
yang lama.Obat pilihan yang sering digunakan adalah dietil karbamasin sitrat (DEC).

 Brugia Malayi (Wuchereria)

A. Klasifikasi

➢ Phylum : Nemathelminthes
➢ Class : Nematoda
➢ Subclass : Secernemtea
➢ Ordo : Spirurida
➢ Super famili : Wuchereria
➢ Genus : Brugia
➢ Species : Brugia malayi dan Brugia timori
B. Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
Distribusi geografik yang luas daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina,
India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini merupakan
infeksi filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka.Daerah distribusinya
sepanjang pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang utama yaitu
nyamuk Mansonia.Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan banyak kolam
yang bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk perindukan nyamuk tersebut di
atas. Bila vektor penyakit adalah nyamuk Mansonia, maka penyakit itu terutama terdapat
di daerah luar kota, tetapi bila vektornya adalah nyamuk Anopheles penyakit itu terdapat
di daerah kota dan sekitarnya.

C. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih
kekuning-kuningan.Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris
papilla 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran
55x0,16 mm dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur transversal dan langsung
berhubungan dengan vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran
23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4 buah, dan di
belakang anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil dan dua
spikula yang panjangnya tidak sama.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177-230 mikron, letak
tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya
mempunyai 1-2 inti tambahan.Mikrofilaria ini terdapat dalam darah
tepi.Periodisitas Brugia malayi ada yang nokturna, subperiodik nokturna, dan
nonperiodik.

D. Siklus hidup
Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirosrtis.Brugia
Malayi yang hidup pada manusia dan mamalia lainnya ditularkan olehMansonia
sp. Brugia timori, sedangkan yang hanya hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles
barbirostris.
Kedua cacing ini mempunyai siklus hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih pendek
bila dibandingkan dengan ukuran tubuh Wuchereri bancrofti.Masa pertumbuhan larva di
dalam tubuh vektor kira-kira 10 hari. Di sini larva mengalami pergantian kulit dan
berkembang menjadi L-1, L-2, dan L-3. Pada manusia, masa pertumbuhan bisa mencapai
3 bulan. Pada tubuh manusia, perkembangan ke dua cacing ini mempunyai pola hidup
yang sama seperti Wuchereria bancrofti.

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dikonfirmasi dengan menemukan
mikrofilaria dalam darah perifer.Pada stadium awal, belum ditemukan mikrofilaria dalam
darah perifer.Untuk mengetahui potongan cacing dewasa, dapat dilakukan pemeriksaan
dari bahan biopsi kelenjar limfe yang membengkak.
Untuk keperluan diagnosis, sekarang telah dikembangkan tes imunologik, tetapi masih
dalam penelitian, terutama untuk meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.

F. Patologi dan gejala klinis


Gejala filariasis brugia sama dengan filariasis bancrofti. Pathogenesis berlangsung
berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun setelah terjadi infeksi.Penderita sering
tidak menunjukkan gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya ditemukan
mikrofilaria.
Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe
inguinal. Keadaan ini berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak
diobati. Peradangan kelenjar limfe dapat menimbullkan limfangitis retrograde.
Peradangan pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa
menjalar ke jaringan yang ada di sekitarnya. Pada stadium ini , tungkai bawah penderita
membengkak dan mengalami limfedema. Limfedenitislama-kelamaan menjadi bisul dan
apabila pecah akan membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh akan
meninggalkan bekas berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satu-satunya objektif
filariasis limfatik.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian


Dalam program pencegahan, harus diperhatikan hospes reservoir selain manusia. Cara
pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.
Obat yang dapat dipilih adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya
lebih berat jika dibandingkan untuk pengobatan filariasis brugia.Oleh karena itu, untuk
pengobatan filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama.

 Dracunculus medinensis

A.Klasifikasi
➢Phylum : Nemathelminthes
➢Class : Nematoda
➢Subclass : Onchocercidae
➢Ordo : Camallanidea
➢Super famili : Dracunculoidea
➢Genus : Dracunculus
➢Species : Dracunculus medinensis

B. Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini


Parasit terdapat pada manusia di Afrika Utara, Barat dan Tengah, di daerah barat daya
Asia, timur laut Amerika Utara dan Tiongkok.Di India sebelah barat terdapat presentase
tinggi dari penduduk kebanyakan berumur di bawah 20 tahun, telah terkena infeksi oleh
air dari sumber air minum.Pada sumber ini tidak disediakan tali atau ember, tetapi orang
masuk hingga lutut atau pergelangan kaki ke dalam air sambil mengisi tempat air
mereka.Pada waktu itu cacing dewasa mengeluarkan larva-larvanya Cyclops yang
mengandung parasit terambil dalam air.

C. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk seperti tali, silindris .Betina : 500-1200 x 0,9-17 mm, usia
sampai 12-18 bulan, Jantan : 12-29 x 0,4 mm ; ujung anterior membulat , posterior agak
runcing & melengkung ke ventral.

D. Siklus hidup

Cacing dewasa hidup di dalam jaringan subkutis dan kulit, dan menjadi dewasa dalam 10
minggu.Seekor cacing betina dapat hidup sampai 12-18 bulan.Di dalam waktu kira-kira
satu tahun cacing betina yang pindah ke jaringan subkutis tungkai, lengan, pundak dan
tubuh bagian bawah yang banyak bersentuhan dengan air.Bila waktunya untuk
mengeluarkan larva, bagian kepala cacing membentuk benjolan kecil pada kulit yang
berindurasi, kemudian benjolan itu menjadi vesikel dan dapat menjadi ulkus.Bila
permukaan ulkus terkena air maka lekuk uterus, yang telah menjulur keluar melalui bagian
anterior cacingyang pecah, mengeluarkan larva yang dapat bergerak ke dalam air.

E. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan bentuk luka setempat adanya cacing dan larva.Bentuk
cacing di bawah kulit dapat dilihat dengan penyinaran cahaya.Cacing yang telah
mengalami perkapuran dapat ditemukan tempatnya dengan pemeriksaan sinar
Rontgen.Pengeluaran larva dapat dirangsang dengan mendinginkan daerah ulkus.Reaksi
kulit, dengan memakai ekstrak cacing sebagai antigen, adalah positif pada kebanyakan
penderita.

F. Patologi dan gejala klinis


Bila cacing tidak sampai pada kulit maka akan mati dan mengalami desintegrasi,diserap
atau mengalami perkapuran. Adanya di dalam jaringan mesenterium dapat menerangkan
gejala psedoperitoneal dan manifestasi alergi.
Bila cacing sampai pada permukaan tubuh dilepaskan zat toksin yang menimbulkan reaksi
raang seempat sebagai vesikel streil angbeisi eksudat serosa.Cacing terdapat di dalam
terowongan subkutis dengan bagian anterior di bawah lepuh yang mengandung cairan
kuning jernih.Kelainan ini dapat tampak dengan adanya indurasi dan endema.Vesikel
dapat timbul pada tiap tempat yang dapat memungkinkan keluarnya larva di dalam air,
biasanya pada tungkai, pergelangan kaki dan di sela-sela jari kaki, dan sangat jarang pada
lengan atau tubuh.Kontaminasi lepuh yang dapat menimbulkan abses, selulitis, ulkus yang
besar dan nekrosis.
Gejala-gejala mulai tepat sebelum cacing sobek.Urtikaria, eritem, sesak nafas, muntah,
gatal, pusing, merupakan gejala alergi. Gejala itu timbul biasanya pada waktu cacing
sobek, tetapi kadang-kadang timbul lagi selama pengeluaran cacing. Dikarenakan zat-zat
yang dikeluarkan cacing masuk ke dalam jaringan.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian


Pengobatan meliputi pengeluaran atau penghancuran cacing ini.Cara kuno dengan
menggulung cacing pada sebatang kayu untuk mengelluarkannya beberapa sentimeter
setiap hari masih dipakai di Asia dan Afrika.Dapat terjadi radang yang hebat dan
pengelupasan jaringan bila cacing patah pada usaha tersebut.Lebih baik dilakukan operais
dengan anestesi prokain, membuat insisi yang luas bila tempat cacing telah diketahui
dengan sinar Rontgen dan suntikan kolargol.
Tiabendazol, sebanyak 50-100 mg/kg bb setiap hari untuk 1 hari telah dikemukakan
member hasil baik terhadap Dracunculus. Niridazol (Ambilhar) 30 mg/kg, per ons setiap
hari untk setiap hari, dapat menghilangkan cacing secara spontan atau memudahkan
mengeluarkan secara manual. Gejala samping pengobatan ini tidak banyak atau tidak
berat. Trimelarsan juga dapat dipakai dengan hasil yang baik.

4. JAMUR
Trichophyton rubrum/jamur parasit
Trichophyton rubrum merupakan jamur yang paling umum menjadi
menyebabkan infeksi jamur kronis pada kulit dan kuku manusia. Pertumbuhan
koloninya dari lambat hingga bisa menjadi cepat. Teksturnya yang lunak, dari depan
warnanya putih kekuning-kuningan (agak terang) atau bisa juga merah violet. Kalau
dilihat dari belakang tampak pucat, kekuning-kuningan, coklat, atau cokelat
kemerahan. Meskipuntrichophyton rubrum merupakan jamur yang paling umum
terdeteksi menjadi dermatophytes (jamur parasit – mycosis – yang menginfeksi kulit)
dan menyebabkan infeksi jamur kuku tangan, ada juga jenis jamur yang lain yang
menjadi sebab infeksi serupa, contohnya Tricophytum mentagrophytes, T. verrucosum,
dan T. Tonsurans.[1]

 Penularan
Dermatophytes ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit/kuku manusia atau
hewan yang terinfeksi. Inilah yang menyebabkan jamur ini tergolong sebagai IMS
karena bisa ditularkan melalui ‘sentuhan, usapan, dan rabaan’ dari kulit yang
mungkin terinfeksi. Bisa juga akibat kontak kulit atau rambut kita dengan benda
yang dihinggapi jamur ini seperti pakaian, sisir, sikat rambut, kursi bioskop, topi,
furniture, seprai, selimut, handuk, dan lain sebagainya. Tergantung pada jenis
organisme jamur yang ada di sekitar kita. Kerentanan terkena infeksi terjadi apabila
ada cedera pada kulit seperti luka tergores, luka bakar, maupun suhu dan
kelembaban yang berlebihan.

 Infeksi yang ditimbulkan[


Infeksi yang ditimbulkan meliputi:
 Ringworm (infeksi fungal pada kulit manusia dan hewan (sapi dan domba))
dikenal juga dengan istilah dermatophytosis.
 Athlete’s foot (infeksi fungal pada kulit manusia yang menyebabkan sisik,
flake, dan gatal pada daerah yang terinfeksi) dikenal juga dengan istilah Tinea
pedis.
 Jock itch dikenal sebagai Tinea cruris (infeksi fungal pada daerah kunci
(lipatan) paha), yang lebih sering terlihat pada laki-laki.
 Fungal Folliculitis (peradangan kulit pada daerah berambut) pada daerah
berambut di atas kepala dikenal juga dengan nama Tinea capitis
 Fungal Folliculitis pada daerah janggut dikenal sebagai Tinea barbae
 Fungal Folliculitis pada kaki dan betis dikenal sebagai Majocchi granuloma,
ini sering terjadi pada wanita yang mencukur kaki mereka.
 Onychomycosis yaitu infeksi fungal pada kuku yang menyebabkan kuku
tumbuh tidak normal.

 Identifikasi jamur
Idetifikasi terhadap infeksi jenis T. rubrum sulit karena banyak anggota genus yang
bereaksi mirip pada saat dikenai tes reagen. The Mycology Unit at the Adelaide
Women’s and Children’s Hospital menggunakan sebuah skema identifikasi
dermatophyte, dibuat oleh Gerraldine Kaminski. Skema ini menggunakan 6 macam
media untuk membantu mengidentifikasi dan membedakan berbagai jenis spesies dan
strain Trichophyton. Media dalam skema ini adalah Littman Oxgall agar, Lactritmel
agar, Sabouraud agar dengan 5% NaCl, 1% Peptone agar, Trichophyton agar No 1, dan
hidrolisis urea.

PENYAKIT YANG DI SEBABKAN OLEH PARASIT


 Taenia (cacing pita)
Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam Kerajaan Animalia ,
Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda , Bangsa Cyclophyllidea , Suku Taeniidae.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia ,
babi , sapi , dan kerbau .
Perbedaan antarspesies Segmen tubuh Taenia solium Terdapat tiga spesies penting cacing pita
Taenia , yaitu Taenia solium , Taenia saginata, dan Taenia asiatica . Ketiga spesies Taenia ini
dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal dengan
istilah taeniasis dan sistiserkosis . Siklus Hidup
 Siklus hidup Taenia sp.

Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif.
Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus
manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia.Bila inang definitif (manusia) maupun
inang antara (sapidan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan
embrio( onchosphere ) yang kemudian menembus dinding usus . Embrio cacing yang
mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang
infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung,
diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus , leher dan otot antar tulang rusuk.
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis .
Taeniasis adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia
yang dapat menular dari hewan ke manusia , maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia
disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi , sementara Taenia
saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi . Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi
jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat termakan telur cacing Taenia solium
( cacing pita babi). Cacing pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan
cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. Sedangkan kemampuan
Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. Terdapat
dugaan bahwa Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia . Manusia terkena
taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung
sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia.
Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur
Taenia solium .Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita
melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan . Sumber penularan cacing pita Taenia
pada manusia yaitu :
1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid)
cacing pita
2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.

Penyebaran
Cacing pita Taenia tersebar secara luas diseluruh dunia. [7] . Penyebaran Taenia dan kasus
infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah
hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini. [12] Taeniasis dan
sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di
daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi
lingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara , India , Afrika Selatan , dan Amerika
Latin .
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis.
Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah :
 Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)
 Gatal-gatal pada anus (77%)
 Mual (46%)
 Pusing (42%)
 Peningkatan nafsu makan (30%)
 Sakit kepala (26%)
 Diare (18%)
 Lemah (17%)
 Merasa lapar (16%)
 Sembelit (11%)
 Penurunan berat badan (6%)
 Rasa tidak enak di lambung (5%)
 Letih (4%)
 Muntah (4%)
 Tidak ada selera makan saat lapar (1%)
 Pegal-pegal pada otot (1%)
 Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan
 gangguan pernapasan (masing-masing <1%).

Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam
tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang
berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut
neurosistiserkosis ), mata , otot dan lapisan bawah kulit .Dampak kesehatan yang paling
ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang dapat
menimbulkan kematian. Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus
dari larva Taenia solium . Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik
pada manusia yang muda maupun setengah baya , epilepsi dan kelainan pada tengkorak .
Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan
penyebab 25%tumor dalam otak .
Pengendalian
Cara Pengendalian cacing pita
Taenia
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya.
Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan
melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. Beberapa obat cacing
yang dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide dan Praziquantel. Sedangkan
untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone. Untuk
mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan
peningkatan daya tahan tubuh inang . Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak,
terutama babi di daerah endemis taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan
kecukupan gizi pada manusia. Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan
siklus hidup Taenia karena lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran penyakit.
Pelepasan telur Taenia dalam feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran
taeniasis/sistiserkosis. Faktor risiko utama transmisi telur Taenia ke babi yaitu pemeliharaan
babi secara ekstensif , defekasi manusia di dekat pemeliharaan babi sehingga babi memakan
feses manusia dan pemeliharaan babi dekat dengan manusia. Hal yang sama juga berlaku pada
transmisi telur Taenia ke sapi . Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat
lembap sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup dan penyebarannya semakinluas.
Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan sarana
sanitasi , pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi , pencegahan kontaminasi tanah
dan tinja pada makanan dan minuman. Pembangunan sarana sanitasi, misalnya kakus dan
septic tank , serta penyediaan sumber air bersih sangat diperlukan. Pencegahan konsumsi
daging yang terkontaminasi dapat dilakukan melalui pemusatan pemotongan ternak di rumah
potong hewan (RPH) yang diawasi oleh dokter hewan.

9. Menjelaskan patogenesis dan respon imun terhadap infeksi cacing


Parasit-parasit yang menyerang manusia dapat dibagi atas dua grup, yaitu organisme
pnotozoa dan organisme metazoa, seperti Cestode, Trematode dan Nematode. Kedua golongan
ini, selain berbeda dalam hal morfologinya, berbeda pula dalam hal tingkat dan derajat
kelainan patologiknya, serta respons imunologik yang bangkit karenanya. Infeksi dengan
protozoa, biasanya bensifat intraseluler pada tahap-tahap penyenangan jaringan ("
tissue-invading") daripada organisme tersebut. Mereka dengan segena, ia bermultiplikasi
didalam . sel-sel dan jaringan hospes, sehingga penyakit yang timbul berkembang amat cepat.
Sebaliknya, golongan metazoa terutama bersifat ekstraseluler, dan biasanya tidak
bermultiplikasi didalam hospes definitif. Akibatnya maka penyakit yang timbul lebih bersifat
kronis dan simtom-simtomnya lebih bersifat non-spesifik. Respons imunitas humoral lebih
terbangkit apabila parasit berada dalam bentuk atau tahap ekstraseluler dan/atau berada dalam
sirkulasi darah (sistemik). Sebaliknya, bila parasit berada dalam bentuk intraseluler, maka
respons imun yang bangkit adalah sistem imunitas seluler. Lain hal yang perlu diperhatikan,
ialah bahwa parasit-parasit golongan metazoa lebih menyebabkan timbulnya reaksi
hipersensitivitas tipe cepat, dan tanda-tanda eosinofilia yang jelas terlihat pada infeksi parasit
jenis ini. Keadaan ini disebabkan karena peranan imunitas humoraI, yaitu mekanisme yang
dibawakan oleh IgM.

Seperti telah diutarakan, maka kekebalan terhadap infeksi dengan parasit merupakan
gabungan antara "innate immunity "dengan "naturally acquired immunity". Manifestasi
imunitas dapat beroperasi lewat dua jalan, yaitu :
l. Sebagian mempengaruhi parasit secara langsung, misalnya :

a. Mencegah penetrasi parasit, sehingga infeksi dapat dicegah.


b. Menghambat perkembangan parasit, sehingga tetap dalam suatu tahap tertentu.
Imunitas semacam ini harus terus menerus berfungsi, sebab telah dibuktikan pada parasit
Nippostrongylus brasiliensis, bila imunitas menurun atau parasit dipindahkan ke hospes yang
non-imun, maka siklus parasit yang tadinya benhenti akan berlanjut lagi.
c. Menghambat migrasi parasit pada jaringan, misalnya seperti yang terjadi pada parasit
Ascaris, maka migrasi ke paru dapat ditekan secara lengkap.
d. Memperlambat migrasi, sehingga parasit diperlambat mencapai "Final site"nya,
sepenti halnya parasit Schistosoma yang berlama-lama di daerah sirkulasi intrahepatik.
e. Mencegah panasit bermultiplikasi, sehingga penyebaran infeksi dapat ditekan.
f. Menghalangi terjadinya parasitemia,sehingga dengan demikian parasit tidak diedarkan
ke seluruh tubuh lewat jalan sistemik.
G.Menimbulkan perubahan terhadap komponen structural maupun fisiologik, seperti
timbulnya antibodi terhadap enzim-enzim lipase dan pnotease pada glandula esophagus cacing
tambang.

2. Sebagian mempengaruhi parasit secara tidak langsung, yaitu dengan jalan mengubah
pengaruh panasit terhadap hospesnya, sehingga benakhir dengan penurunan morbiditas dan
mortalitas. Bila "acquired immunity" dapat timbul, maka ekspresinya tidaklah sampai kepada
pengeluaran panasit secana total, oleh karena itu imunitas pada penyakit parasit seringkali
"Sterile immunity". Yang lebih menonjol peranan imunologik pada infeksi dengan parasit ini
ialah bahwa ia lebih berfungsi untuk mengontrol jumlah parasit dalam batas-batas patogenik
yang rendah, serta mencegah timbulnya hiperinfeksi dan/atau reinfeksi. Adanya keseimbangan
antara parasit dengan respons imun ini ternyata menupakan keadaan yang penting, dan hal
inipun benlaku pada keadaan dimana kita harus memberikan terapi pada penyakit parasit.
Sebab bila pengobatan dilakukan secara
radikal, maka tubuh akan kehilangan rangsangan antigen asing yang dipresentasikan parasit
bila masih "tertinggal " di dalam tubuh .
Seperti telah diutarakan,maka parasit mengandung berbagai macam antigen, baik somatik
maupun metabolik, sebagian dapat dikategorikan sebagai "stage specific" dan bersifat
sementara, sedangkan lainnya bersifat lebih permanen sehingga dapat menginduksi respons
imun yang agak divergen. Respons imunitas ini akan lebih kompleks lagi dengan adanya
kenyataan bahwa banyak parasit mempunyai keantigenan yang mirip, tidak saja dengan parasit
lain, tetapi juga dengan antigen hospes itu sendiri, Dengan keantigenan yang kompleks ini,
maka tidaklah mengherankan kalau respons imunitas humoral dan Simposium Masalah
Penyakit Parasit seluler dapat bangkit karenanya. Oleh karena itu pula, infeksi oleh satu macam
parasit dapat merupakan efek imuno-potensiasi terhadap organisme parasit lain. Yang
merupakan masalah bagi para Sarjana ialah adanya kenyataan bahwa walaupun respons
imunitas hospes tersebut cukup kompeten, namun kenyataannya parasit dapat hidup, tidak saja
berhari-hari tetapi juga sampai berbulan-bulan. Berdasarkan fakta-fakta ini, maka akhirnya
dari berbagai penelitian yang dilakukan para ahli timbul dua kesimpulan,yaitu:
(I) mekanisme imunitas tubuh mungkin telah gagal melakukan fungsinya, dan
(2) parasit mempunyai sifat-sifat atau mekanisme yang sanggup bertahan terhadap penolakan
reaksi imunologik, baik oleh sistem humoral maupun oleh system seluler.

10. Menjelaskan faktor resiko, etiologi, dan mekanisme terjadinya infeksi opportunistik
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul ketika sistem imun melemah. Infeksi ini akan
mengambil keuntungan dari sistem kekebalan tubuh seseorang yang lemah.
1. faktor resiko / penentu terjadinya infeksi oportunistik
1. defek pada respon tubuh alamiah/ non spesifik yang disengaja maupun tidak
disengaja.
- defesiensi komplemen, sel fagosit.
- luka bakar, operasi besar, kateterisasi benda asing dalam tubuh, obstruksi.
2. defek respon imun adaptive/ spesifik
- defek sel T , defesiensi sel B, severe combined immunodefisien.
- malnutrisi, penyakit infeksi, neoplasma, irradiasi, kemoterapi, splenoktomi.
Pada penderita penurunan sistem imun seperti penderita HIV/AIDS, faktor resiko IO :
1. gizi
Kurang gizi -> penyakit infeksi karena tanggapan / respon imun tidak cukup ->
peradangan + keadaan gizi memburuk -> memperburuk sistm imun.
Penderita HIV/AIDS -> kurang gizi -> penurunan sel CD4+ -> kurang mampu
menanggapi organisme menular seperti virus -> beresiko IO.
2. dukungan sosial
Penderita HIV/AIDS -> perasaan malu , cemas , frustasi meningkat -> CRF
( corfitrotropin relaxing factor ) di hipofisis -> memicu pengeluaran ACTH ->
mempengaruhi -> kel.korteks adrenal agar menghasilkan kortisol -> sistem imun
tertekan -> sistem imun tubuh menurun.
2. etiologi terjadinya IO
Tergantung dari mikroorganisme patogen yang mnyerangnya ( parasit, bakteri,
microbacterium,virus,jamur )
Di indonesia , IO yang banyak terjadi akibat : jamur candida, m.tuberkulosis.
1. kandidiasis
- disebabkan oleh spesies dari genus candida ( sering diisolasi sebagai bagian dari flora
normal oropharhynx dan colon )
- kandidiasis klinik sering disbabkan oleh c.albicans -> OPC / oropharingeal candidiasis/
- jamur oprtunistik ini dapat menginvasi jaringan penderita sakit kritis dengan imunitas
lokal/ sistemik berubah.
-penyakit lokasisata melibatkan -> mulut, vagina, esophagus.
- faktor predisposisi :
- penderita yang malnutrisi
- beberapa operasi abdomen
- terapi jangka panjang dengan antibiotik spektrum luas
- penggunaan steroid sistemik
- hiperalimentasi melalui kateter yang dibiarkan terpasang
- imunosupresi
- gejala oral thrush :
- mulut terasa nyeri
-lidah seperti terbakar
- disfagia / asimptomatik
- tanda :
- ritema difus dengan bercak putih muncul sebagai lesi diskret pada mukosa palatum ,
orofaring, lidah , gusi.

2. cytomegalo virus ( CMV)


- penyebab : CMV ( famili herpesvindae), virus DNA untai ganda berenvelop.
- infeksi yang dapat terjadi :
-individu seropositif
- infeksi pimer/reinfeksi virus dari transfusi darah / transplantasi organ.
- merusak makula dan optic disk -> retina lepas -> gangguan penglihataan -> kebutaan.

3. tuberkulosis
- penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis.
- menyerang seluruh tubuh manusia dan teralirkan melalui pembuluh darah, biasanya
mnginfeksi dan menyerang paru-paru.
- gejala :
- demam tidak terlalu tinggi, berlangsung lama
- nafsu makan dan berat badan menurun
- batuk-batuk lebihd dari 3 minggu dan berdarah
- lemah
- infeksi m.tuberkulosis melalui inhalasi droplet nuklei partikl infeksi yang tertutup ->
meempel pada saluran nafas / jaringan paru -> berhadapan dengan neutrofil dan makrofag.
*makrofag :
- ada yang mati
- ada yang menetap di jaringan paru -> berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.

3. mekanisme IO
Tidak ada mekanisme secara umum, semua mekanisme tergantung dari infeksi yang didapat

Contoh
1. penderita HIV/AIDS
Penurunan sistem imun pada penyandang AIDS terjadi akibat destruksi sel T CD4+ yang
memiliki afinitas tinggi terhadap HIV. Virus ini akan menempel pada sel limfosit T karena
terdapat reseptor CD4+ terhadap gp 120 pada permukaan luar. Penurunan sistem imunitas
secara pogresif menyebabkan IO muncul dan berakhir pada kematian. IO muncul dengan
bentuk infeksi baru oleh mikroorganisme lain (bakteri, fungi, virus ) / reaktivasi infeksi laten
yang dalam kondisi normal dapat dikontrol oleh sistem imun sehingga tidak menimbulka
manifestasi.
Distribusi IO penyebab kematian penyandang AIDS bisa disebabkan oleh :
- Bronchopneumonia
- Tuberkulosis
- Gastroenteritis
- Meningitis
- Bronkitis kronis
Distribusi sistem yang dikenai :
- Sistem respirasi
- Gastrointestinal
- Neurologi
- Sistemik
IO Penyerta pada penyandang AIDS :
- Kandidiasis oral
- Hepatitis c
- stomatitis

11.Menjelaskan proses sterilisasi


Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada,
sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas
yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).
Sterilisasai adalah tahap awal yang penting dari proses pengujian mikrobiologi.
Sterilisasi adalah suatu proses penghancuran secara lengkap semua mikroba hidup dan
spora-sporanya. Ada 5 metode umum sterilisasi yaitu :
 Sterilisasi uap (panas lembap)
 Sterilisasi panas kering
 Sterilisasi dengan penyaringan
 Sterilisasi gas
 Sterilisasi dengan radiasi
Metode yang paling umum digunakan untuk sterilisasi alat dan bahan pengujian
mikrobiologi adalah metode sterilisasi uap (panas lembap) dan metode sterilisasi panas
kering.

A. Sterilisasi Uap
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam tekanan sebagai
pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada
temperature yang lebih rendah dibandingkan bila tidak ada kelembapan. Mekanisme
penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi
beberapa protein esensial dari organism tersebut.:

Prinsip cara kerja autoklaf

Seperti yang telah dijelaskan sebagian pada bab pengenalan alat, autoklaf adalah alat
untuk memsterilkan berbagai macam alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm)
dan suhu 1210C. Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu dan
tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan
yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk
mesterilkan media digunakan suhu 1210C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15
menit. Alasan digunakan suhu 1210C atau 249,8 0F adalah karena air mendidih pada suhu
tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut
(sea level) air mendidih pada suhu 1000C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di
ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh pada suhu 1210C.
Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika dilaboratorium terletak pada ketinggian
tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada
ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C
untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 1210C
dan tekanan 15 psi selama 15 menit.

Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama


kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak
udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf
diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan
udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu
yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai,
sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan
hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum
tekanan mencapai 0 psi.
Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba
pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus stearothermophillus,
lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip
ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu ditumbuhkan
pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik.
(http://www.scribd.com/doc/16574529/petunjuk-praktikum-mikrobiologi-dasar).

B. Sterilisasi Panas Kering


Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan oven pensteril. Karena
panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba dibandingkan dengan uap air panas
maka metode ini memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang.
Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-170oC dengan waktu 1-2
jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak
tahan dengan uap air. Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai
jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini juga efektif untuk
mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.
Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat digunakan
untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh:alat ukur) dan penutup karet
atau plastik.
C. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak
jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke
suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan
diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan
metode ini.
D. Sterilisasi gas
Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh
mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori dan
serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme yang terkristal
akan dibunuh. Sterilisasi gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak
tahan panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.

E. Sterilisasi dengan radiasi


Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk mensterilkan jaringan
yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk jaringan yang dikeringkan secara
liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak
mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh
mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan beku dilakukan pada suhu -40
derajat Celsius.

Anda mungkin juga menyukai