Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS PENTINGNYA KERJASAMA ANTAR DAERAH DENGAN

STUDI KASUS PADA SEKTOR PEMBANGUNAN

A. Pendahuluan

Adanya kebijakan otonomi daerah, daerah dituntut untuk mengembangkan


daerahnya sendiri. Sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, kerjasama antar
daerah dapat menjadi salah satu alternatif yang saling menguntungkan
menyangkut kepentingan lintas wilayah. Tujuan utama penyelenggaraan
pemerintahan daerah, sesungguhnya adalah pengembangan semangat demokrasi,
peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat, dan pemerataan keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian landasan filosofi yang melatarbelakangi
lahirnya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun harus diakui bahwa penyusunan UU tersebut dipengaruhi euforia


demokrasi yang tidak terkendali dan dipacu perubahan kondisi politik yang begitu
cepat. Akibatnya, upaya mengatur kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
kurang sempurna, baik dalam menafsirkan isi dan substansi UU tersebut, maupun
pada implementasinya di lapangan. Dari pelaksanaan di lapangan, muncul
berbagai persoalan yang cenderung kompleks dan multidimensional. Berbagai
kalangan telah memprediksi akan terjadi kesimpangsiuran pemahaman dan
pengkotak-kotakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini
dikhawatirkan akan menimbulkan inefisiensi pengelolaan pemerintahan daerah,
kemudian hubungan serasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota tidak terpelihara. Akhirnya persatuan dan kesatuan
bangsa melemah dan menimbulkan disintegrasi bangsa. Fenomena-fenomena
tersebut menjadi isu penting yang pantas mendapat perhatian serius.

Masih banyak isu strategis dalam konteks kerjasama sektoral dan daerah.
Karena itu isu-isu tersebut mesti diletakkan dalam kerangka kerjasama
pembangunan sektoral dan daerah dan dikaji secara mendalam. Pertimbangannya
adalah, pertama, pembangunan di masa lalu sarat dengan sentralisme; semua
otoritas pembangunan berada di tangan dan diatur sepenuhnya oleh pemerintah
pusat. Kedua, disadari bahwa kelembagaan kerjasama pembangunan sektoral dan
daerah memiliki urgensi tinggi, tetapi kerjasama tersebut sebenarnya belum
memiliki format ideal. Ketiga, ketidakjelasan arah kerjasama pembangunan
sektoral dan daerah dapat menjadi ancaman nyata tehadap masa depan integrasi
nasional dan prospek otonomi daerah.

B. Rumusan masalah

Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan


masalah yang dibahas adalah sebagai berikut :

1. Mengapa Diperlukan Kerjasama? Dan bagaimana pentingnya kerjasama


antar daerah?
2. Apa saja isu-isu strategis kerjasama yang dilakukan antar daerah?
3. Apa bidang-bidang yang dikerjasamakan antar daerah?

C. Kerangka teori

Metode analisis yang telah diuraikan dapat digambarkan dalam kerangka


pemikiran sebagai berikut :
Seluruh kegiatan masyarakat bisa dibagi ke dalam sektor-sektor yang
merupakan kumpulan kegiatan yang bisa diidentifikasi karena mempunyai
kesamaan karakteristik Pengelolaan sektoral dimaksud untuk mengoptimalkan
kinerja sektoral, yang bisa berbentuk maksimalisasi, stabilisasi, minimisasi, dan
sinkronisasi. Mengingat otoritas pengelolaan sektoral lebih berorientasi ke dalam,
maka potensial menimbulkan persoalan antar sektor dan antar daerah. Pada sisi
lain kegiatan juga “diklasifikasi” ke dalam daerah-daerah. Dengan demikian
basisnya adalah teritorial. Seperti persoalan antar sektor, juga terdapat persoalan
antar daerah, khususnya antar daerah otonom. Tetapi kompleksitas persoalan antar
daerah, selain bersifat horizontal, juga bersifat hirarkis (diagonal). Persoalan antar
sektor juga ada yang bersifat diagonal, namun intensitasnya lebih rendah.

Isu sektoral sering diasosiasikan dengan mekanisme terpusat. Sebenarnya


tidak tepat demikian. Secara teoritis, mungkin saja otoritas sektoral pada tingkat
daerah lebih dominan dari pada otoritas sektoral yang sama pada tingkat nasional.
Contohnya, daerah yang mengembangkan sektor pendidikan sedemikian rupa,
sehingga terdapat skema beasiswa yang intensif pada daerah itu, dibanding
daerah-daerah lain dalam sistem nasional. Dengan demikian isu sektoral
beresonansi dengan persoalan kinerja sektoral di berbagai tingkat daerah hingga
nasional. Pengamatan empiris harus mengamati secara cermat kedua faktor
tersebut.

Pemerintahan daerah otonom akan mengoptimalkan kinerja daerah. Pada


tahap awal akan memaksimalkan kinerja (dan dampak positif) pada lingkup
yurisdiksinya. Tetapi hal ini akan menimbulkan eksternalitas, baik positif maupun
negatif kepada daerah yang lain. Perhatian yang terfokus kepada yurisdiksinya
akan dikoreksi ketika terjadi kerugian yang cukup signifikan. Maka daerah akan
masuk tahap lanjut untuk melakukan kerjasama. Salah satu langkah penting
pertama dalam mendorong sinergi sektoral dan daerah adalah monitoring
perkembangan sektoral dan daerah.

Hasil monitoring adalah informasi keadaan daerah. Monitoring


memerlukan kerangka yang harus disusun berdasarkan orientasi untuk mendorong
sinergi sektoral dan daerah. Lebih spesifik, yang harus dimonitor adalah indikator-
indikator agregat keadaan sektoral (nilai tambah ekonomi, jumlah tenaga kerja,
pertumbuhan, dsb.), indikator disagregat (struktur skala), struktur sektoral (peran
pemerintah, peran swasta, peran lokal, peran daerah lain/hubungan antar daerah,
peran luar negeri, keterkaitan intersektoral dan inter sub-sektoral, dsb.),
permasalahan sektoral, kedudukan tiap sektor dalam perkembangan daerah, dsb.
Termasuk yang perlu dimonitor adalah aspek-aspek perilaku sosial, seperti
commuting, migrasi, pola wisata, mobilitas tahuan atau semitahunan (mudik dan
implikasi sosial-ekonominya, dsb.), disamping produk-produk dan dampak tata
pemerintahan.

D. Metodologi

Penelitian ini menggunakan perpaduan metode deskriptif dan metode


evaluasi. Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif memaparkan berbagai
data, informasi dan fenomena yang ada berkaitan dengan kerjasama antardaerah di
fokus penelitian. Pendekatan kualitatif menitikberatkan kreatifitas berpikir
peneliti sebagai alat untuk mengolah data-data, baik data-data kualitatif maupun
data-data kuantitatif.

Metode evaluasi dalam penelitian ini digunakan pendekatan evaluasi


formal. Menurut William N. Dunn, evaluasi formal merupakan pendekatan yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan
cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan atas dasar tujuan dan sasaran
program kebijakan yang telah diinformasikan secara formal kepada publik.
Tujuan dan sasaran tersebut bisa dilacak dari berbagai peraturan perundangan,
dokumen-dokumen program serta wawancara dengan pihak yang terlibat dalam
pembuatan kebijakan dan administrator.

E. Pembahasan

1. Mengapa Diperlukan Kerjasama? Dan Bagaimana Pentingnya Kerjasama


Antar Daerah?
Dalam kenyataan, kita mengenal batas wilayah administratif (sesuai
peraturan perundangan), dan batas wilayah fungsional (sesuai hubungan sosial
ekonomi lintas batas administratif). Setiap daerah memiliki batas wilayah
administratif yang ditentukan secara formal melalui peraturan perundangan, akan
tetapi dalam kenyataan berbagai masalah dan kepentingan sering muncul sebagai
akibat dari hubungan fungsional di bidang sosial ekonomi yang melewati batas-
batas wilayah administratif tersebut. Dalam konteks ini, alasan utama diperlukan
kerjasama antara pemerintah daerah adalah agar berbagai masalah lintas wilayah
administratif dapat diselesaikan bersama dan sebaliknya agar banyak potensi yang
mereka miliki dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Konsekuensinya
adalah harus dilakukan pembenahan microorganizationnal abilities of
governments di tingkat daerah – suatu bentuk reformasi manajemen publik yang
harus diperhatikan pemerintah saat ini, dan tidak semata membenahi
macroorganizational capacities di tingkat pusat (lihat Pollit & Bouckaert, 2000:
10). Dengan kata lain, pembenahan kemampuan institusi pemerintahanan di
bawah pusat sangat diperlukan.

Alasan lain dilakukannya kerja sama antar pemerintah daerah adalah


sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan yang lebih besar.


Dengan kerjasama antar pemerintah daerah, kekuatan dari masing-masing
daerah yang bekerjasama dapat disinergikan untuk menghadapi ancaman
lingkungan atau permasalahan yang rumit sifatnya daripada kalau ditangani
sendiri-sendiri. Mereka bisa bekerjasama untuk mengatasi hambatan
lingkungan atau mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

2. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai kemajuan yang lebih tinggi.


Dengan kerjasama, masing-masing daerah akan mentransfer kepandaian,
ketrampilan, dan informasi, misalnya daerah yang satu belajar kelebihan
atau kepandaian dari daerah lain. Setiap daerah akan berusaha memajukan
atau mengembangkan dirinya dari hasil belajar bersama.
3. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat lebih berdaya. Dengan kerjasama,
masing-masing daerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yang lebih
baik, atau lebih mampu memperjuangkan kepentingannya kepada struktur
pemerintahan yang lebih tinggi. Bila suatu daerah secara sendiri
memperjuangkan kepentingannya, ia mungkin kurang diperhatikan, tetapi
bila ia masuk menjadi anggota suatu forum kerjasama daerah, maka
suaranya akan lebih diperhatikan.

4. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat memperkecil atau mencegah konflik.


Dengan kerjasama, daerah-daerah yang semula bersaing ketat atau sudah
terlibat konflik, dapat bersikap lebih toleran dan berusaha mengambil
manfaat atau belajar dari konflik tersebut.

5. Masing-masing pihak lebih merasakan keadilan. Masing-masing daerah


akan merasa dirinya tidak dirugikan karena ada transparansi dalam
melakukan hubungan kerjasama. Masing-masing daerah yang terlibat
kerjasama memiliki akses yang sama terhadap informasi yang dibuat atau
digunakan.

6. Masing-masing pihak yang bekerjasama akan memelihara keberlanjutan


penanganan bidang-bidang yang dikerjasamakan. Dengan kerjasama
tersebut masing-masing daerah memiliki komitmen untuk tidak
mengkhianati partnernya tetapi memelihara hubungan yang saling
menguntungkan secara berkelanjutan.

7. Kerjasama ini dapat menghilangkan ego daerah. Melalui kerjasama tersebut,


kecendrungan “ego daerah” dapat dihindari, dan visi tentang kebersamaan
sebagai suatu bangsa dan negara dapat tumbuh.

Di masa mendatang, karena kerjasama antar pemerintah daerah harus


dilihat sebagai suatu kebutuhan penting yang tidak terelakkan maka harus ada
upaya yang sistimatis dan berkesinambungan dari pihak pemerintah untuk
memperkenalkan, mendorong dan menginstitusionalisasikan kerjasama antara
daerah agar pemerintah daerah terbiasa melakukannya dan dapat mengambil
manfaatnya.

2. Beberapa Isu-isu Strategis

Dalam kaitan dengan kerjasama tersebut terdapat tiga isu strategis yang
harus diidentifikasikan untuk kemudian dipelajari dan dibenahi, yaitu (1)
membenahi peran dan kemampuan Propinsi dalam menyelenggarakan fungsi
kerjasama antar daerah atau “local government cooperation”, (2) menentukan
bidang-bidang yang dapat atau patut dikerjasamakan, dan (3) memilih model-
model kerjasama yang sesuai dengan hakekat bidang-bidang tersebut. Isu-isu ini
dianggap strategis karena posisinya sangat menentukan keberhasilan kerjasama
antar pemerintah daerah di masa mendatang.

Di dalam Peraturan Pemerintah yang sama juga dikatakan bahwa


Kabupaten/Kota yang tidak atau belum mampu melaksanakan salah satu atau
beberapa kewenangan dapat melaksanakan kewenangan tersebut melalui
kerjasama antar Kabupaten/Kota, kerjasama antara Kabupaten/Kota dengan
Propinsi, atau menyerahkan kewenangan tersebut kepada Propinsi. Dan
pelaksanaan kewenangan melalui kerjasama atau penyerahan suatu kewenangan
kepada Propinsi harus didasarkan pada Keputusan Kepala Daerah
Kabupaten/Kota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota (lihat PP Nomor 25 Tahun 2000, Pasal 4, butir a dan b).

Akan tetapi, ketentuan tentang peran Propinsi menurut Peraturan


Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 seringkali dikritik karena penyerahan
kewenangan kepada Propinsi ini tidak mempertimbangkan tingkat kemampuan
Propinsi, yang menurut kenyataannya bervariasi baik antara Jawa dan luar Jawa
maupun antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini
dapat menimbulkan masalah serius karena, secara teoritis suatu penyerahan
kewenangan kepada suatu pihak yang tidak mempertimbangkan kemampuan dari
pihak yang bersangkutan, maka penyerahan tersebut akan menjadi sumber
masalah di kemudian hari (lihat Keban, 2004: 115). Didalam kenyataan, tingkat
kemampuan Propinsi untuk menyediakan dukungan kerjasama di bidang
pertanian, industri dan perdagangan, penanaman modal, pengembangan prasarana
dan sarana wilayah, pengaturan kesepakatan tentang penataan tata ruang, dan
penyelesaian perselisihan antar Kabupaten/Kota, juga belum diketahui. Karena
itu, efektivitas implementasi dari Peraturan Pemerintah ini dapat dikatakan masih
diragukan.

3. Bidang-Bidang Yang dikerjasamakan

Identifikasi dan perencanaan mengenai bidang-bidang yang


dikerjasamakan jarang dilakukan, kecuali ada masalah gawat yang menuntut
penanganan segera. Harus diakui selama ini bahwa kerjasama antar daerah
(kabupaten-kota, kota-kota, kabupaten-kabupaten, kabupaten/kota- propinsi)
belum dirasakan sebagai suatu kebutuhan sehingga tidak diperhitungkan dalam
proses perencanaan. Padahal berbagai permasalahan atau keputusan internal suatu
Kota/Kabupaten atau Propinsi sering berkaitan dengan permasalahan atau
keputusan di luar batas wilayahnya. Demikian juga, ada banyak permasalahan
pada suatu lokasi atau daerah yang muncul ke permukaan karena adanya
kebijakan yang berasal dari daerah yang lain, seperti sampah, kriminalitas,
kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Suatu kebijakan publik
yang dibuat oleh suatu Kota atau Kabupaten sering kurang memperhitungkan
dampaknya bagi Kota atau Kabupaten lain.

Kerjasama antar Pemda merupakan salah satu dari pilihan-pilihan yang


dihadapi Pemerintah Daerah. Tidak semua masalah dan pelayanan di daerah harus
diselesaikan melalui Kerjasama antar Pemda. Hanya masalah dan pelayanan
tertentu yang dipecahkan atau diselesaikan melalui kerjasama tersebut. Untuk itu,
dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Cara yang efektif untuk
menentukan kebutuhan tersebut adalah dengan mempelajari hakekat permasalahan
yang dihadapi atau kebutuhan yang dirasakan dengan menggunakan prinsip
“demand driven”, yaitu (1) apakah suatu masalah tersebut timbul dari luar wilayah
administratif Pemerintah Daerah dan telah memberikan dampak yang serius ke
dalam wilayah administratif Pemerintah Daerah yang bersangkutan, atau (2)
apakah suatu masalah timbul dari dalam suatu wilayah administratif Pemerintah
Daerah dan telah memberikan dampak yang serius keluar wilayah administratif
Pemerintah Daerah yang lain. Cara untuk mengetahui dampak tersebut adalah
dengan melakukan survey, kunjungan lapangan secara langsung, mendengar
berbagai keluhan warga yang terkena dampak, melakukan focus group discussion
dan penilaian terhadap keseriusan dampak tersebut.

Untuk meningkatkan sensitivitas dalam melihat berbagai permasalahan


tersebut, diperlukan dua perspektif penting yang melihat suatu Pemerintah Daerah
baik dalam konteks administratif maupun fungsional. Mengamati permasalahan
yang dihadapi dalam batas wilayah administratif adalah mengidentifikasi berbagai
permasalahan didalam wilayah Pemerintah Daerah yang mungkin membawa
dampak keluar batas wilayah Pemerintah Daerah. Sementara itu, mengamati
permasalahan yang dihadapi dalam batas wilayah fungsional adalah
mengidentifikasi berbagai permasalahan lintas wilayah administratif.
Permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi tersebut harus diaggregasikan dan
diartikulasikan untuk mendapatkan perhatian publik, DPRD, dan eksekutif.

F. Kesimpulan

Kerjasama antar pemerintah daerah merupakan suatu isu yang perlu


diperhatikan pemerintah saat ini mengingat perannya dalam menentukan
ketahanan negara, dan melihat begitu banyak masalah dan kebutuhan masyarakat
di daerah yang harus diatasi atau dipenuhi dengan melewati batas-batas wilayah
administratif. Untuk mensukseskan kerjasama ini diperlukan identifikasi isu-isu
strategis, bentuk atau model kerjasama yang tepat, dan prinsip-prinsip yang
menuntun keberhasilan kerjasama tersebut. Mengingat peran strategis yang
dimainkan propinsi dalam sistem negara kesatuan ini, maka peningkatan peran
dan kemampuan propinsi dalam mekanisme kerjasama ini, termasuk penyesuaian
struktur dan fungsi kelembagaannya, harus menjadi agenda penting pemerintah di
masa mendatang.
Hal yang perlu diperhatikan untuk menopang efektivitas dan keberlanjutan
kerjasama antar daerah Kabupaten/Kota adalah membentuk basis kerjasama yang
kuat. Hal ini sesuai dengan paradigma membangun hubungan antar organisasi
dalam bentuk network and strategic alliances (lihat Limerick & Cunnington,
1993). Memang sudah saatnya, sesuai paradigma tersebut, setiap organisasi atau
institusi pemerintah mengembangkan hubungan luar yang kuat dengan organisasi
lain agar mampu memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam konteks
memperkuat basis kerjasama antar pemerintah daerah ini, ada beberapa agenda
praktis yang dapat dilakukan pemerintah di masa mendatang.

Pertama, mengidentifikasi kebutuhan akan bidang-bidang kerjasama atau


kemitraan antar Kabupaten/Kota dalam propinsi. Kedua, mengukur tingkat
kemampuan Propinsi dalam menangani kerjasama atau kemitraan antar
Kabupaten/Kota dalam wilayahnya. Ketiga, menyusun suatu bentuk desain
training khusus dalam membantu Propinsi untuk memfasilitasi kerjasama antar
Kabupaten/Kota dalam wilayahnya. Dan keempat, struktur, fungsi dan
kemampuan unit-unit institusi Propinsi itu sendiri harus disesuaikan dengan peran
kerjasama tersebut. Dinas-dinas Propinsi seharusnya didesain dengan
memperhitungkan peran tersebut. Dengan peningkatan peran dan kemampuan
tersebut, diharapkan hubungan kohesif antar pemerintah daerah (kota dan
kabupaten) di setiap propinsi di tanah air menjadi semakin tinggi. Ketahanan
nasional, persatuan dan kesatuan tentu akan lebih terjamin apabila setiap propinsi
memainkan peran tersebut secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Edralin, J.S. 1997. The new local governance and capacity building: A strategic
approach. Dalam Regional Development Studies, Vol. 3.

Henry, N. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition.


Englewood Cliffs, N.J. : Prentice –Hall

Keban, Y.T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori
dan Isu. Yogyakarta: Gava Media.

Lembaga Administrasi Negara, 2004, Pengelolaan Penyelenggaraan Kerjasama


Antar Daerah: Tinjauan Atas Beberapa Ketentuan dan Substansi Dalam
Penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah, Jakarta.

Limerick, D. & B.Cunnington. 1993. Managing the New Organization: A


blueprint for networks and strategic alliances. West Castwood, Australia:
Business & Professional Publishing.

Mayer, B. 2000. The Dynamics of Conflict Resolution: A practitioner’s guide.


San Fransisco: Jossey-Bass.

PKP2A I LAN, 2002, Hubungan Kerjasama Pembangunan Antar Daerah, laporan


hasil penelitian, Bandung

Utomo, Tri Widodo W., 2004, Regional Development Management In Indonesia


Within The Framework of Decentralized Governance (Case Study of The
Sumatran Development Forum and The Greater Bandung Regional
Development), Ph.D. research proposal, Nagoya University. Tersedia online
di http://www.geocities.com/mas_tri/
Yusuf, Moch., 2005, Uniknya Pawonsari, Payungi Tiga Kabupaten Dari Tiga
Provinsi: Kerjasama Antar Daerah Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul,
Textbook No. 4, Praktek Sukses Pembangunan Daerah, Jakarta: CESS &
JPIP.

World Bank, 2003, Cities in Transition: Urban Sector Review In an Era of


Decentralization in Indonesia, Dissemination Paper No. 7, Urban Sector
Development Unit Infrastructure Department, June 30. Available online at
http://wbln0018.worldbank.org/eap/eap.nsf/Attachments/03-0919-
CitiesintransitionEng/$File/Citiesintransition-Eng.pdf

Anda mungkin juga menyukai