Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS TIROID

KEPERAWATAN KRITIS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK A5 :

ILHAM ALDI PRATAMA 1810201057


AKHDAN SETYOADI RAKASIWI 1810201058
ANDI NUGROHO 1810201070
MUSLIMATUN AMANAH 1810201071
DEWI SUCI APRIANI 1810201072
RIZKY AMALIA NURUL IZZA C 1810201073
SRI MULYATI 1810201074
SELA KRISTINASARI 1810201075

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kenikmatan yang senantiasa
dicurahkannya pada penulis berupa kesehatan, kekuatan, serta kesempatan sehingga makalah
ini dapat selesai dengan semestinya. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasululloh SAW.

Adapun makalah ini tentang Asuhan Keperawatan Krisis Tiroid yang bertujuan sebagai
bahan bacaan dan referensi, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya, dalam
makalah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisannya.

Wasaalamu`alaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................... 2


B. Rumusan Masalah ......................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................ 2

BAB II PEMBAHSAN......................................................................
A. Definisi ........................................................................... 3
B. Jenis-jenis ....................................................................... 3
C. Etiologi............................................................................ 4
D. Tanda dan Gejala ............................................................ 4
E. Faktor Resiko .................................................................. 6
F. Patofisiologi..................................................................... 7
G. Pathways ......................................................................... 8
H. Komplikasi...................................................................... 9
BAB III SKENARIO DAN PEMBAHASAN..................................
A. kasus................................................................................. 10
B. pengkajian......................................................................... 10
C. Diagnosa Keperawatan..................................................... 16
D. Perencanaan Keperawatan................................................ 16
E. Implikasi Jurnal................................................................ 16

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................... 18
B. Penutup .............................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan
hypermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi,
dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus
yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-
2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri
hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun,
krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.
Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa
laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang
dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid,
angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan
merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan
anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting
karena diagnosis krisistiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan
krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid,
terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ?
2. Apa etiologi ?
3. Apa Patofisiologi
4. Maninfestasi Klinik
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan Medis
8. Bagaiamana asuhan keperawatan pada klien ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi ?
2. Mengetahui etiologi ?
3. Mengetahui Patofisiologi
4. Mengetahui Maninfestasi Klinik
5. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang
6. Mengetahui mengetahui Komplikasi
7. Mengetahui Penatalaksanaan Medis
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
demamtinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system saluran
cerna. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadinya dekompensasi tubuh
terhadap tirotoksikosis. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang
tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan koperatif,
inffeksi atau trauma.
Krisis tiroid adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis dengan angka
kematian 20-60%. Krisis tiroid merupakan suatu penyakit yang mengacu pada
kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormone tiroid
sehingga terjadi kemunduran fungsi organ.Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari
hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis
tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari statustirotoksik. Penurunan kondisi yang
sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo,
1996). Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam
jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta &
Suastika,1999).

B. Etiologi
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus,
peningkatan akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF
karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Krisis tiroid akibat
malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi. TRF akan
rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang
berlebihan.
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah :
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen;
4. Infeksi".
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat
memicuterjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme
sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitary
13. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid :

1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar


2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormone meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Factor resikonya dapat berupa
surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis
(stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

C. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang
mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu
triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk : 1) bentuk yang bebas
tidak terikat dan aktif secara biologic; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding
globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan
gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika
keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid : TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit
ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH
dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,’5’-cyclicadenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptakeiodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormontiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormontiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon
sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan
menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan
reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor
alfa. Kadar plasma dan kecepatanekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal
pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa
komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor
adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar
tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan
hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah
efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan
munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin,
mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma
dan kecepatan ekskresi urin kaekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa
beta-blockers gagal menurunkan kadar hormone tiroid pada tirotoksikosis.
D. Maninfestasi Klinik
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleranterhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot exoptalmus
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah
pada kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan
11,5 µg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Merupakan test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total
dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl (1,15 hingga 3,10
nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adalah 25% hingga 35% (fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH (Thyroid - Stimulating Hormone)
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hypothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita
karsinomatiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan
jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad
1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi.
Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks
klinis kritis tiroid dari Burch Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok
hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.
F. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak & Gallo, 1996).
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani faktor
pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi :
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU) atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer.PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100 mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 3 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer 
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairanintravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukanf
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta
bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari focus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada (Bakta
& Suastika, 1999).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. BIODATA
a) Identitas Penderita
Nama : Nn. N
TTL : Sleman, 13 April 1998
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngaglik, Sleman, Yogyakarta
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Mahasiswa
Diagnosa : Krisis Tiroid
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. T
TTL :-
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngaglik, Sleman, Yogyakarta
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Mahasiswa
Hubungan dg klien : Ibu

2. RIWAYAT KSEHATAN
a) Keluhan Utama
Pasien mengatakan tubuhnya lemas
b) Riwayat kesehatan sekarang
Setahun yang lalu klien mengeluh nafsu makan meningkat, lemas, banyak
berkeringat meskipun dimalam hari. Terjadi penurunan berat badan secara
beransur, dan sebulan yang lalu pasien memeriksakan diri ke dokter dengan
diagnose medis hipertiroid.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah menderita penyakit maag, panas, dan batuk
d) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien pernah menderita hipertensi danasam urat.

3. POLA FUNGSI KESEHATAN


a) Pola persepsi terhadap kesehatan
Nafsu makan klien bertambah tapi berat badan klien berkurang, klien sering
beli makanan diluar klien mengalami gangguan system metabolism.
b) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit
Makan : dengan bantua orang lain
Mandi : mandiri
Berpakaian : mandiri
Eliminasi : mandiri
Mobilisasi di tempat tidur : maandiri
c) Pola istirahat tidur
Pasien pada hipertiroid mengalami gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
d) Pola nutrisi metabolic
Pasien pada hipertiroid mengalami gangguan metabolic yaitu berat badan
menurun meskipun nafsu makan meningkat
e) Pola eliminasi
Klien mengatakan terkadang pola eliminasi klien terganggu, dan mengalami
diare
f) Pola kognitif perseptual
Saat pengkajian klien dalam keadaan sadar, bicara kurang jelas, pendengaran
dan penglihatan normal.
g) Pola peran hubungan
1) Status perkawinan : belum menikah
2) Pekerjaan : mahasiswa
3) Kualitas aktivitas : sebelum sakit klien kuliah seperti biasa
4) System dukungan : keluarga
h) Pola nilai dan kepercayann
Klien beragama islam, klien beribadah secara rutin
i) Pola konsep diri
1) Harga diri : tidak terganggu
2) Ideal diri : tidak terganggu
3) Identitas diri : tidak terganggu
4) Gambaran diri : tidak terganggu
5) Peran diri : terganggu, karena klien kurang mengetahui tentang
penyakitnya
j) Pola seksual reproduksi
Pada klien hipertiroid tidak mengalami gangguan pada seksual reproduksinya
k) Pola koping
1) Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien sering lemas dan
capek sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan secara maksimal
2) Perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari
3) Takut terhadap kekerasan : tidak
4) Pandangan terhadap masa depan : klien optimis untuk sembuh.

4. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda-tanda vital
Suhu : 39ºC
Nadi : 110 x / menit
RR : 27 x/ menit
BB / TB : 48 kg/ 150 cm
TD : 130/80 mmHg
b) Keadaan umum
Composmentis / sadar penuh
c) Pemeriksaan head to toe
1) Kulit dan rambut
- Inspeksi
Warna kulit : merah muda (normal), tidak ada lesi
Jumlah rambut : sedikit, rontok
Warna rambut : hitam
Kebersihan rambut : bersih
- Palpasi
Suhu >37ºC
Warna kulit sawo matang, turgor kulit buruk, kulit kering tidak ada
edema, tidak ada lesi.
2) Kepala
- Inspeksi : bentuk simetris antara kanan dan kiri, Bentuk kepala lonjong
tidak ada lesi
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Mata
- Inspeksi : bentuk bola mata lonjong, simetris antara kanan dan kiri,
sclera putih, mata normal
4) Telinga
- Inspeksi : ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada
serumen pada lubang telinga, tidak ada benjolan
5) Hidung
- Inspeksi : simetris tidak ada secret, tidak ada lesi
- Palpasi : tidak ada benjolan
6) Mulut
- Inspeksi : simetris, lidah bersih, gigi bersih
7) Leher
- Inspeksi : bentuk leher simetris
- Palpasi : ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Paru
- Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
- Palpasi : getaran local femitus sama antara kanan dan kiri
- Auskultasi : normal
- Perkusi : resonan
9) Abdomen
- Inspeksi : perut datar simetris antara kanan dan kiri
- Palpasi : tidak ada nyeri
- Perkusi : resonan
10) Ekstremitas
- Inspeksi : tangan kanan dan kiri normal
Pemeriksaan penunjang
 TSH – S
 Free – T4
Obat-obatan yang digunakan :
 Propanoloi
 Digoxin
 PTU
 Neomercazole Carbimazol
 New diabetes
 Metimazol 30-60 mg/hari

B. Analisa Data
No Sign and symptoms Problem Etiologi
1. Do: Defisit volume cairan Asupan cairan
- Suhu: 39°c kurang
- Kulit kering tidak ada
edema
- Turgor kulit jelek
Ds:
- Pasien mengatakan
banyak berkeringat
meskipun di malam
hari2
- Pasien mengatakan
sudah diare dengan
frekuensi 4× dalam
sehari
2. Do: Ketidakefektifan pola napas Keletihan otot
- RR: 27×/menit pernapasan
- Tampak sesak
Ds: pasien mengatakan
dadanya terasa sesak ketika
bernapas
3. Do: Penurunan curah jantung Perubahan
- Nadi: 110×/ menit kontraktilitas
- TD: 130/80 mmHg
Ds:

C. Perencanaan
No Diagnose keperawatan NOC NIC
.
1. Deficit volume cairan Hidrasi (0602) Manajemen diare (0460)
- diare dari berat (1) - Monitor tanda gejala diare
menjadi sedang (3) dan untuk mengetahui dan
- peningkatan suhu tubuh memastikan terjadinya
dari berat (1) menjadi diare
sedang (3) - Ambil tinja untuk
pemeriksaan kultur dan
sensitivitas bila diare
berlanjut dan untuk
pemeriksaan penunjang
diare
- Amati turgor kulit secara
berkala dan untuk
mengetahui adanya
dehidrasi atau tidak
- Ajari pasien cara
penggunaan obat antidiare
secara tepat dan agar pasien
dapat sembuh dari diare
- Beritahu dokter apabila
ada peningkatan frekuensi
atau suara perut dan agar
diperiksa lebih lanjut oleh
dokter
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
napas keperawatan, (3140)
ketidakefektifan pola O: monitor status
napas dapat teratasipernafasan dan oksigenasi
dengan kriteria hasil: N: buka jalan nafas dengan
Status pernapasan (0415) teknik chin lift atau jaw
- frekuensi pernapasan, trust
dari deviasi yang sedang E: ajarkan pasien dalam
dari kisaran normal (3) menggunakan inhaler
menjadi deviasi ringan dari sesuai resep
kisaran normal (4) C: kolaborasi dengan
- kedalaman inspirasi, dari keluarga untuk
deviasi cukup berat (2) memposisikan pasien untuk
menjadi deviasi sedang maksimalkan ventilasi
dari kisaran normal (3)
- dispnue saat istirahat dari
berat (2) menjadi ringan
(4)
3. Penurunan curah jantung Keefektifan Pompa Perawatan jantung (4040)
Jantung (0400)
- Secara rutin mengecek
- Tekanan darah sistol pasien baik secara fisik
deviasi berat dari kisaran dan psikologis sesuai
normal (1) menjadi deviasi dengan kebijakan
ringan dari kisaran normal
(4) - Instruksikan pasien
tentang pentingnya
- Tekanan darah diastol, untuk segera
deviasi berat dari kisaran melaporkan bila
normal (1), menjadi
deviasi ringan dari kisaran merasakan nyeri dada
normal (4)
- Monitor EKG adakah
- Denyut nadi perifer, perubahan segmen ST
deviasi berat dari kisaran sebagaimana mestinya
normal (1), menjadi
deviasi ringan dari kisaran - Monitor tanda-tanda
normal (4) vital secara rutin

- Indeks jantung, deviasi - Monitor disritmia


berat dari kisaran normal jantung termasuk
(1), menjadi deviasi ringan gangguan ritme dan
kisaran normal (4) konduksi jantung

-Tekanan vena sentral, - Instruksikan pasien dan


deviasi berat dari kisaran
keluarga mengenai
normal (1), menjadi
deviasi ringan dari kisaran tujuan perawatan dan
normal (4)
bagaimana
kemajuannya akan
diukur

- Catat tanda dan gejala


penurunan curah
jantung

A. Implikasi Jurnal
1. Judul jurnal
Penanganan pasien krisis tiroid menurut kriteria burch wartofsky score di
Intensive Care Unit
2. Penulis
Ritria sitalaksmi, I Ketut Sinardja, Made Wiryana
3. Latar belakang
Krisis tiroid merupakan kegawatdaruratan tingkat pertama dalam bidang endokrin
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Insiden kasus ini
dikatakan jarang terjadi, namun saat seseorang dinyatakan menderita penyakit ini
maka angka kematiannya akan tinggi. Oleh karena itu diperlukan penegakkan
diagnosis dini dan pengelolaan pasien harus agresif, karena hal ini akan
memberikan prognosis yang lebih baik pada pasien. Diagnosis krisis tiroid sendiri
didasarkan pada kondisi klinis pasien, bukan dari hasil laboratorium. Krisis tiroid
umumnya terjadi pada pasien dengan hipertiroid yang tidak diberikan terapi
adekuat dan dipicu oleh adanya infeksi, trauma, pembedahan tiroid, atau diabetes
melitus yang tidak terkontrol.
4. Metode
Ilustrasi kasus
Pasien perempuan, umur 45 tahun yang dikonsulkan dari triase IGD oleh sejawat
penyakit dalam dengan diagnosis masuk Observasi Dyspneu ec impending Arway
Obstruction et causa tumor tyroid suspect malignancy, suspect tyroid storm.
Heteroanamnesis suami pasien, awalnya pasien mengeluhkan demam tinggi, dan
mulai tidak sadarkan diri disertai sesak nafas 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
Dimana sebelum kesadaran menurun pasien mengeluhkan susah bernafas, nyeri
perut yang disertai mual dan muntah 2 kali. Selain itu, keluarga juga mengatakan
terdapat benjolan di leher yang semakin lama semakin membesar, benjolan sudah
ada sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat kejang, hipertensi, sakit jantung dan kencing
manis disangkal.
5. Pembahasan
Penderita adalah perempuan, dengan usia 45  tahun, datang ke IGD RSUP
Sanglah dengan keluhan penurunan kesadaran disertai sesak nafas 6 jam sebelum
masuk rumah sakit. Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi jantung
paru, penilaian klinis berdasarkan primary survey, ketidakadekuatan pernafasan
sehingga pasien dilakukan intubasi dengan pipa endotrakeal dan ventilasi mekanik
oleh tim resus call, terdapat benjolan di leher sejak 4 tahun yang lalu. Awalnya
benjolan kecil sebesar kelereng, lama kelamaan membesar secara signifikan sejak
awal bulan Mei 2017.
dan pemeriksaan penunjang mendukung adanya peningkatan pada fungsi tiroid.
Maka dilakukan perawatan intensif menggunakan ventilator mekanik dengan
tekanan inspirasi (PC-BIPAP 17, FiO2 40%, Pinsp 22, RR 14, PEEP 5, ∆Psupp
10), resusitasi cairan, propiltiouracil (PTU), propanolol, digoksin, dexamethason,
paracetamol, ranitidin, pemberian nutrisi, pemberian antibiotik, dan tidak lupa
juga menggunakan surface cooling untuk mengatasi krisis tiroid.
6. Kesimpulan
Krisis tiroid merupakan kegawatdaruratan di bidang medis terutama bidang
endokrin dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Penegakan diagnosis
secara dini dan pengelolaan secara tepat akan memberikan prognosis yang baik
juga pada pasien yang terkena krisis tiroid. Diagnosis pasien krisis tiroid
didasarkan pada gambaran klinis yang ada pada pasien, yaitu menggunakan skor
kriteria Burch dan Wartofsky, apabila Skor ≥ 45: kecurigaan sangat tinggi (Highly
Suggestive), Skor 25-44: mengarahkan kemungkinan (suggestive of impending
storm), Skor < 25: tidak seperti (Unlikely Thyroid Storm) bukan pada laboratoris.
Menurut kriteria dari Burch dan Wartofsky dilihat keluhan pada pasien apakah
terdapat demam tinggi, keluhan pada gastrointestinal atau kuning pada badan,
kelainan pada kardiovasculer, dan riwayat penyakit tiroid sebelumnya.
7. Rekomendasi :
Pengelolaan pasien dengan krisis tiroid wajib dimasukkan ke dalam ruang perawatan
intensif (menggunakan ventilator) mekanik untuk mengelola panas tubuh, mengelola
denyut jantung, memberikan steroid, memberikan obat-obatan yang bisa menghambat
perifer hormon tiroid seperti golongan beta blocker, pemberian antibiotik, pemberian
antipiretik, memberikan jumlah cairan yang tepat, surface cooling, mengkoreksi
elektrolit bila terjadi kekurangan maupun kelebihan elektrolit, memberika terapi
nutrisi, dan memberikan cooling blanket. Pengelolaan harus agresif dan pemantauan
ketat di ruang intensif dari multidisiplin ilmu sangat diperlukan untuk menangani
pasien yang mengalami krisis tiroid.
8. Kegawatan yang terjadi pada kondisi hipertiroid disebab Krisis tiroid atau badai
tiroid. Kasus ini jarang dijumpai, bahkan pengalaman penulis selama menjalani tugas
sebagai dokter penyakit dalam baru dua kasus yang dijumpai. Krisi tiroid terjadi
akibat pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan, biasanya dipicu oleh infeksi
berat, tindakan operasi atau manipulasi kelenjar tiroid yang berlebihan. Kondisi ini
memerlukan perawatan di ruang perawatan intensif dan pasien selalu disertai demam.
Penanganan hipertiroid dapat dilakukan dengan obat-obatan, iodium radioaktif atau
pembedahan. Obat yang sering digunakan adalah Propil Thyouracil atau Metimazole
yang bisa diberikan sampai jangka waktu yang lama. Monitoring kadar free T4 secara
periodik diperlukan untuk mengevaluasi dosis obat yang diberikan. Apabila dengan
dosis terkecil, kadar Free T4 berada pada kisaran normal, obat bisa diberhentikan dulu
tetapi monitoring kadar Free T4 tetap dilakukan karena ada kalanya kondisi tersebut
relaps (kambuh). Pengobatan dengan Iodium radioaktif masih sering dikhawatirkan
oleh sebagian pasien. Pengobatan ini tidak perlu dikhawatirkan karena pada
prinsipnya hanya memberikan Iodium radioaktif dengan dosis kecil di mana radioaktif
tersebut akan mematikan sel-sel kelenjar tiroid yang memproduksi hormon secara
berlebihan. Efek samping yang mungkin timbul apabila semua sel-sel kelenjar tiroid
tidak berfungsi, maka akan timbul kondisi Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid
dan harus minum Levothyroxin seumur hidup. Pengobatan ini menjadi kompetensi
dokter spesialis kedokteran nuklir. Operasi atau pembedahan pada dasarnya hanya
untuk mengurangi volume atau besarnya kelenjar tiroid, jadi lebih bersifat kosmetik.
Berbeda pada tumor ganas tiroid, pembedahan sifatnya harus dilakukan dan secara
radikal atau total dan semua jaringan tiroid akan diambil beserta kelenjar getah bening
di sekitarnya, selanjutnya juga dilakukan pengobatan dengan iodium radioaktif untuk
mematikan sel-sel ganas yang masih tersisa.
BAB IV

PENUTUP

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang secara mendada


kmenjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi
menjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat
dan dapat berat dan dapat dicetuskan oleh antara dicetuskan oleh antara lain: infeksi lain:
infeksi dan tindakan pembedahan. Diagnosis dan tindakan pembedahan. Diagnosis krisis
tiroid ditegakkan berdasarkan adanya triad yaitu menghebatnya tandakrisis tiroid
ditegakkan berdasarkan adanya triad yaitu menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran
menurun, hipertermia. Apabila terdapat triad, maka kita dapat tirotoksikosis, kesadaran
menurun, hipertermia. Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky.Skor menekankan 3 gejala
pokok, yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan Skor menekankan 3 gejala pokok,
yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf
DAFTAR PUSTAKA

Djokomoeljanto. R. Kelenjar Tiroid, dan Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme dalam Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Jilid III, Edisi
IV.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2006. Jakarta: 200

Sjamsuhidayat R, De jong W.Sistem endokrin dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta.
Jakarta EGC 2005:2:683-695.

Sitalaksmi dkk, Penanganan pasien krisis tiroid menurut kriteria burch wartofsky score di
Intensive Care Unit. Medicina, 50 (2019). Diakses pada tanggal 11 Desember 2021

Anda mungkin juga menyukai