Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

STASE KULIT DAN KELAMIN

ALOPECIA ANDROGENISATA PADA WANITA

Pembimbing:

dr. Lucky Handaryati, Sp.KK

Presentan:

Anindya Widianingtyas

1913020008

PENDIDIKAN DOKTER PROGRAM PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Definisi......................................................................................................3
1.2 Epidemiologi.............................................................................................3
1.3 Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................3
1.4 Patofisiologi...............................................................................................5
1.5 Pengaruh Estrogen pada Folikel Rambut..................................................5
1.6 Gambaran Klinis........................................................................................8
1.7 Diagnosis.................................................................................................10
BAB II TATA LAKSANA ...................................................................................14
2.1 Topikal.....................................................................................................14
2.2 Sistemik...................................................................................................14
2.3 Transplantasi Rambut..............................................................................15
2.4 Terapi Laser.............................................................................................15
2.5 Kamuflase/Wig........................................................................................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Definisi
Alopesia androgenisata/androgenetik adalah kebotakan rambut yang
disebabkan kerentanan folikel rambut terhadap androgen yang mengakibatkan
miniaturisasi. Alopesia androgenetik pada laki-laki sering disebut juga male
pattern hair loss, sedangkan pada wanita disebut female pattern hair loss.
Kelainan tersebut ditandai oleh penurunan secara progresif lamanya fase
anagen, yaitu fase pertumbuhan rambut. Di lain pihak terjadi peningkatan fase
telogen, dan miniaturisasi folikel rambut di daerah skalp, yang berakhir
dengan regresi folikel rambut.1

1.2. Epidemiologi
Walaupun alopesia androgenetik merupakan penyebab tersering hair
loss pada wanita dan laki-laki, namun lakilaki lebih sering terkena.
Diperkirakan mengenai 35 juta laki-laki di Amerika Serikat.3 Kelainan dapat
dimulai saat remaja dan makin meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Hampir semua laki-laki Kaukasia mengalami resesi pada garis rambut di
daerah frontotemporal pada saat pubertas. Frekuensi dan keparahan makin
meningkat seiring pertambahan usia. Lebih dari 50% laki-laki di atas usia 50
tahun mengalami kebotakan tipe ini dengan berbagai gradasi. Pada laki-laki
Asia insidensnya lebih rendah dibandingkan Kaukasia. 1 Seperti halnya pada
laki-laki, awitan pada wanita dimulai pada periode pra pubertas, namun
ditemukan juga awitan pada usia menopause. Frekuensi dan keparahan
penyakit meningkat seiring pertambahan usia.1

1.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Alopesia androgenetik pada laki-laki dihubungkan dengan berbagai
kondisi medis, yaitu penyakit jantung koroner, hipertrofi dan kanker prostat,
kelainan resistensi insulin (diabetes dan obesitas), serta hipertensi. Alopesia
androgenetik pada wanita dihubungkan dengan peningkatan risiko sindrom

3
ovarium polikistik dan penyakit arteri koroner.1,3 Penelitian di Finlandia dan
penelitian dengan otopsi menemukan hubungan antara alopesia androgenetik
dengan gangguan insulin (hipertensi dan diabetes melitus), pembesaran
prostat, penyakit arteri koroner dan sudden cardiac death. 1
Alopesia androgenetik pada laki-laki berkaitan dengan androgen.
Beberapa hal yang menyokong hal tersebut adalah pada laki-laki yang
dikastrasi sebelum pubertas tidak pernah muncul kelainan alopesia
androgenetik. Kebotakan tidak terjadi pada individu XY yang gagal
mengekspresikan gen reseptor androgen. Proses kebotakan dipengaruhi oleh
dihidrotestosteron yang memiliki afinitas terhadap reseptor androgen. 1,2
Walaupun testosteron penting untuk terjadinya alopesia androgenetik,
namun diperlukan predisposisi genetik. Penelitian pada manusia dewasa
kembar ditemukan prevalensi 80-90% pada kembar monozigot. Frekuensi
lebih tinggi pada laki-laki yang ayahnya juga menderita alopesia androgenetik.
Osborn menyebutkan bahwa alopesia androgenetik diturunkan secara
autosomal dominan, sedangkan dari hasil evaluasi terbaru ditemukan bahwa
penurunannya secara poligenik. Dari studi eksperimental diketahui adanya
pelepasan faktor penghambat pertumbuhan rambut (transforming growth
factor-β) oleh androgen – stimulated fibroblast dari folikular papila dermis.1
Peran androgen sebagai faktor etiologi pada wanita kurang jelas
dibandingkan laki-laki. Sampai saat ini belum berhasil diidentifikasi adanya
lokus genetik yang berhubungan dengan female pattern hair loss. Beberapa
penelitian menemukan peningkatan kadar androgen bersirkulasi dan
peningkatan frekuensi sindrom ovarium polikistik pada wanita dengan female
pattern hair loss yang berkembang lambat. Pada banyak wanita tidak
ditemukan keadaan hiperandrogen baik secara laboratoris maupun gambaran
klinis serta tidak menunjukkan respons terhadap terapi anti androgen.1
Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan rambut
antara lain:
(1) malnutrisi terutama malnutrisi protein, defisiensi asam amino,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, menyebabkan rambut
kering dan kusam,

4
(2) vaskularisasi folikel rambut,
(3) proses penuaan: folikel rambut akan atrofi, fase pertumbuhan
rambut makin singkat dan densitas rambut berkurang,
(4) faktor patologis penyakit yang diderita serta obat-obatan yang
dikonsumsi.1

1.4. Patofisiologi
Pada folikel rambut yang rentan di kulit kepala, dehidrotestosteron
berikatan dengan reseptor androgen kemudian kompleks ini mengaktifkan gen
yang menyebabkan perubahan folikel rambut menjadi lebih kecil, pemendekan
fase anagen dan terbentuk rambut-rambut halus pendek yang menutupi kulit
kepala. Tampilan rambut yang menipis dengan panjang dan diameter yang
berbeda-beda merupakan gambaran khas Androgenetic Alopecia.5
Dehidrotestosteron terbentuk dari testosteron oleh 5α-reductase. Pria dan
wanita muda dengan Androgenetic alopecia memiliki kadar 5α-reductase yang
tinggi, kelebihan reseptor androgen dan rendahnya cytochrome P-450
aromatase yang mengubah testosteron menjadi estradiol pada folikel rambut
terutama pada frontal kulit kepala. Manifestasi klinis yang berbeda antara pria
dan wanita menunjukan perbedaan kadar 5α-reductase, reseptor androgen, dan
kadar aromatase pada daerah-daerah yang tertentu pada kulit kepala.5

1.5. Pengaruh Estrogen pada Folikel Rambut


Selama lebih dari 70 tahun, estrogen diketahui memiliki peranan
penting dalam fungsi normal kulit dan kontrol pertumbuhan rambut. Untuk
memahami peranan estrogen dalam pertumbuhan rambut kajian yang perlu
dipahami antara lain :
A. Estrogen dan metabolismenya memiliki peranan yang sama
penting seperti androgen pada rambut pria maupun wanita
Androgen diketahui memiliki peranan penting pada
pertumbuhan rambut normal dan syarat untuk pertumbuhan
rambut-rambut seksual dan kelenjar minyak yang normal. Tetapi
estrogen pun diketahui memiliki peranan besar terhadap

5
perubahan pertumbuhan rambut dengan berikatan dengan
reseptor kusus, Estrogen Reseptor (ER) pada semua mamalia. 7
Dari penelitian ini diketahui bahwa ER agonist, 17β-estradiol
(E2), merupakan penghambat pertumbuhan rambut yang
potensial pada tikus, tetapi hasil yang betolak belakang
ditemukan pada wanita yang mengalami FPHL dan kerontokan
akibat terapi menggunakan aromatase inhibitor yang
menyebabkan penurunan kadar E2 dalam serum dan jaringan.
Hal ini menunjukan efek E2 pada mamalia sangat kompleks dan
bergantung pada spesiesnya. Estrogen dapat memodifikasi
metabolisme androgen dalam subunit folikel rambut yang
berbeda, sehingga mengurangi kadar 5α-dihydrotestosterone.7,8
Pada wanita premenopause pembentukan estrogen terutama
pada Corpus luteum, sebagian kecil juga dihasilkan oleh
adrenal. Pada saat hamil produksi tambahan estrogen berasal
dari plasenta. Pada wanita postmenopause penurunan
produktivitas ovarium, dikompensasi oleh perubahan
androstenedion pada adrenal, hati, jaringan adiposa, otot rangka,
ginjal, dan otak.7
B. Folikel rambut memilki siklus yang unik dan serbaguna dalam
mempelajari biologi estrogen
Perubahan folikel rambut dari tahap akhir menjadi folikel
yang halus pada Androgenetic alopecia berkaitan dengan
infiltrasi makrofag dan pengaktifan sel mast. Dalam hal ini
kemampuan estrogen dalam mengendalikan sistem imun relevan
sebagai pengontrol siklus perkembangan folikel rambut.7
Penelitian mengenai estrogen terkait pertumbuhan rambut
sangat relevan secara klinis, psikologis, dan ekonomis. Hal ini
terbukti pada wanita dengan Androgenetic alopecia sering
mengeluh mulainya kerontokan berkaitan dengan adanya rasa
cemas berlebihan, perasaan hilangnya daya tarik, dan keadaan
tidak berdaya sehingga menimbulkan sikap penarikan diri dari

6
kehidupan sosial, kemudian berdampak pada penurunan
produktivitas.7
C. Reseptor estrogen pada folikel rambut
Pada kulit manusia ditemukan 2 jenis Estrogen Receptor
(ER) yaitu ERα dan ERβ. Kedua reseptor estrogen ini memiliki
pola ekspresi yang berbeda, dimana ERβ menunjukan ekspresi
yang kuat pada inti sel sedangkan ERα menunjukan ekspresi
pada granula sitoplasma. Pada keratinosit lapisan luar dan dalam
akar rambut tidak terdapat reseptor androgen, tetapi ERβ banyak
terdapat pada bulge region lapisan luar akar rambut, dimana
daerah ini mengandung stem cell untuk keratinosit folikel
rambut yang akan meregenerasi folikel selama fase anagen.
Stem cell merupakan target dari estrogen. ERβ imunoreaktivitas
pada pria banyak ditemukan pada matriks keratinosit sedangkan
pada wanita banyak terdapat pada fibroblas papila dermal. ERβ
yang tersebar luas pada pilosebaceous unit menunjukan estrogen
memiliki peranan penting dalam menjaga dan mengendalikan
folikel rambut.7
D. Peranan estrogen pada folikel rambut manusia
Pada kulit kepala manusia penggunaan E2 topikal
digunakan sebagai penatalaksanaan Telogen effluvium,
Androgenetic alopecia kususnya pada wanita (FPHL). E2 dapat
mengurangi kecepatan telogen dan meningkatkan kecepatan
anagen pada kulit kepala manusia.Terdapat perbedaan
pemanjangan helai rambut di frontotemporal setelah pemberian
E2 in vitro dimana pada wanita terjadi hambatan pemanjangan
rambut sedangkan pada pria E2 menstimulasi pemanjangan helai
rambut. Tetapi ekspresi ER papila dermal pada folikel rambut
wanita meningkat setelah distimulasi oleh E2.7,8

1.6. Gambaran Klinis

7
Diagnosis alopesia androgenetik pada laki-laki biasanya ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis, khususnya pasien dengan riwayat kerontokan
rambut yang bertahap pada keluarga.Pada wanita, biasanya diagnosis
membutuhkan evaluasi diagnostik yang lebih kompleks.7 Pada pemeriksaan
mikroskop terdapat peningkatan jumlah rambut telogen terutama pada daerah
frontal dan mahkota (crown/ vertex) kepala. Gambaran rambut distrofik dapat
ditemukan walaupun jarang. Pemeriksaan penunjang berupa trikogram dapat
memberikan data jumlah folikel dan persentase rambut anagen dan telogen.5
Pada laki-laki pola kebotakan dimulai pada daerah dahi. Garis rambut
(hair line) semakin melebar membentuk gambaran karakteristik “M” shape.
Rambut juga menipis pada daerah mahkota, dan sering mengalami
progresivitas menjadi kebotakan parsial atau komplit. Pola kerontokan rambut
pada wanita berbeda. Rambut kepala menjadi lebih tipis, tetapi garis rambut
tidak pernah melebar. Alopesia androgenetik pada wanita jarang menjadi
kebotakan total. 3
Terdapat 2 gambaran utama kerontokan rambut pada laki-laki yaitu
kemunduran garis rambut frontal dan kebotakan pada area mahkota. Garis
kebotakan akan bertemu dan membentuk batas rambut normal pada bagian
tepi dan belakang skalp. Rambut pada daerah yang mengalami kebotakan
secara progresif mengalami pemendekan dan diameternya mengecil hingga
menghilang sama sekali, atau menunjukkan kepadatan rambut yang berkurang
secara difus, dan meninggalkan sisa rambut dengan diameter normal. Pada
sebagian kecil ras Kaukasia (kurang dari 5%) kebotakan terjadi secara difus
pada daerah puncak kepala dan frontal dengan garis frontal masih normal,
gambaran ini mirip dengan kebotakan pada wanita. Kebotakan semacam ini
lebih banyak dijumpai pada laki-laki Asia.1
Progresivitas male pattern baldness secara umum diklasifikasikan oleh
Hamilton-Norwood scale, yang berkisar dari gradasi I to VII.

8
Keterangan gambar 1 : Pola kebotakan rambut pada laki-laki diawali dengan
resesi bitemporal pada garis rambut frontal, dikutikebotakan difus di daerah mahkota.
Lama kelamaan penipisan di frontal dan mahkota menyatu menimbulkan kebotakan
yang hampir komplit di bagian atas skalp. Rambut yang tersisa terdistribusi dalam
pola seperti mahkota di atas telinga dan leher.
Pola kerontokan rambut pada wanita biasanya merupakan proses yang
lebih difus dibandingkan dengan kerontokan rambut pada laki-laki. Yang khas
adalah berkurangnya kepadatan rambut pada daerah puncak kepala dan frontal,
namun garis rambut di daerah frontal tidak berubah. Perbedaan lainnya jika
dibandingkan dengan lakilaki adalah daerah parietal juga dapat terkena.1,8 Pola
kerontokan rambut pada wanita dapat muncul sebagai rontoknya rambut dalam
jumlah sangat banyak dan berkurangnya volume rambut, sebelum kepadatan
rambut berkurang secara nyata. Sulit membedakannya dengan efluvium
telogen kronik. Pada keadaan semacam itu, diagnosis dapat ditegakkan melalui
temuan pada biopsi, berupa tingginya proporsi folikel rambut yang mengecil.
Sebagian kecil wanita menunjukkan pola kerontokan yang serupa dengan pola
pada laki-laki. 1

9
Keterangan gambar 2 : Pola kebotakan rambut pada wanita berbeda
bila dibandingkan dengan laki-laki. Garis rambut di daerah frontal tidak pernah
mengalami resesi, namun terjadi penipisan di daerah sentral pada puncak
kepala.
Umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis, baik pada laki-laki dan wanita dengan pola kerontokan
rambut yang khas. Namun, jika kerontokan terjadi secara difus dan tidak terjadi
pada lokasi yang khas, perlu dilakukan pemeriksaan tambahan antara lain
pemeriksaan thyroid stimulating hormone (TSH) dan kadar besi serum pada
pasien dengan riwayat kekurangan zat besi dalam diet atau riwayat perdarahan.
Sementara untuk wanita dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan kadar feritin
serum, TSH dan kadar androgen serum. Pemeriksaan androgen serum harus
dipertimbangkan, khususnya pada wanita dengan koinsidensi hirsutisme, akne
dewasa derajat sedang-berat, akantosis nigrikans, haid yang tidak teratur, dan
atau galaktorea. Pemeriksaan minimal yang dilakukan mencakup testosteron
bebas/total dengan atau tanpa dehidroepiandrosteron sulfat. 1

1.7. Diagnosis
Diagnosis alopesia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan rambut rontok
yang progresif, tampak penipisan rambut atau kebotakan pada area frontal
ataupun vertex, rasa gatal atau terbakar, riwayat penyakit sistemik, dan
penggunaan obat-obatan dalam 1 tahun terakhir serta riwayat keluarga

10
penipisan rambut atau kebotakan. Gaya hidup seperti menyisir rambut atau
mengikat rambut terlalu ketat, merokok, paparan langsung sinar ultraviolet
berisiko terjadinya alopesia.3
Pemeriksaan fisik mendapatkan rambut tipis dan halus pada area
frontal dan vertex, tampak lebih jelas dengan bantuan kaca pembesar.8,9
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1. Wash Test
Pasien tidak boleh mencuci rambut selama 5 hari. Setelah 5 hari,
rambut dicuci dengan shampoo dan rambut yang rontok dikumpulkan.
Rambut yang rontok tersebut dihitung dan dipisahkan antara yang
panjangnya kurang dari 3 cm dan lebih dari 5 cm. Pada AGA, lebih dari
10% rambut yang rontok adalah rambut vellus (yang panjangnya kurang
dari 3 cm) dan jumlah rambut yang rontok kurang dari 200 helai rambut.9
2. Hitung Rambut yang Rontok
Rambut yang rontok dihitung sebelum dan sesudah 3 bulan
pengobatan. Hari pertama rambut dicuci dengan shampoo, hari kedua
sampai keempat rambut tidak dicuci dan rambut disisir hanya sekali
sehari. Rambut yang rontok saat penyisiran dihitung dan dikumpulkan di
dalam plastik atau amplop 584 CDK-267/ vol. 45 no. 8 th. 2018 CDK-267/
vol. 45 no. 8 th. 2018 585 CONTINUING PROFESSIONAL
DEVELOPMENT setiap hari. Jika rata-rata rambut yang rontok > 100
helai per hari, maka perlu dipertimbangkan penyebab lain seperti telogen
effluvium.9
3. Pull Test
Pull test merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui derajat
keparahan kerontokan rambut. Rambut tidak dicuci dalam 24 jam sebelum
tes. Sekitar 60 helai rambut diremas kemudian ditarik secara lembut
dengan kekuatan cukup dari dasar sampai akhir rambut terminal. Tes
negatif apabila ≤6 helai rambut atau 6 helai rambut atau 10% rambut
rontok. Umumnya pada AGA pull test negatif, apabila positif perlu
dipertimbangkan penyebab lainnya seperti telogen effluvium.3

11
4. Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan cara meletakkan beberapa
helai rambut (akar dan batang rambut) menggunakan kaca objek. Penilaian
akar dan batang rambut dilakukan dengan mikroskop cahaya ataupun
mikroskop elektron. Akar rambut telogen terlihat relatif lebih pendek dan
berbentuk gada, tanpa selubung akar serta tidak berpigmen pada bagian
proksimal batang rambut. Rambut katagen memiliki selubung akar yang
berlekuk dan jarang dijumpai, sedangkan rambut anagen memiliki
selubung akar dalam dan luar dan berpigmen.7

5. Dermoskopi
Kulit kepala diperiksa dengan alat dermatoskop. Pada AGA dapat
dijumpai perbedaan diameter rambut (hair diameter diversity atau HDD)
>20% karena miniaturisasi folikel rambut, pigmentasi perifolikel dengan
diameter 1 mm, bintik kuning dan area kebotakan tanpa folikel rambut
akibat fase anagen yang terhambat setelah rambut telogen rontok.3,9

12
6. Fotografi Serial
Fotografi serial dilakukan pada area kebotakan untuk memantau
progresivitas kerontokan dan densitas folikel rambut. Posisi dan
penggunaan alat harus sama (jarak sama, sudut dan pencahayaan
memenuhi standard) sebelum, selama, dan sesudah terapi. Selama follow-
up pasien dianjurkan tidak mengecat rambut agar perbedaan lebih jelas
terlihat.7,9
7. Histopatologi
Biopsi bertujuan mencari penyebab atau jenis kerontokan rambut.
Biopsi dilakukan secara transversal atau vertikal. Biopsi transversal pada
ujung duktus sebasea akan tampak diameter batang rambut yang menipis
akibat miniaturisasi folikel rambut. Pada AGA, rasio rambut terminal dan
vellus umumnya kurang dari 4:1. Pada biopsi vertikal didapatkan susunan
rambut vellus di dalam papilla dermis dan rambut terminal di dalam
subkutaneus dan retikular dermis.7,9
8. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa studi menyarankan pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) untuk memulai terapi
finasterid bagi pria di atas 45 tahun. Sedangkan pada wanita, pemeriksaan
laboratorium disarankan jika dijumpai gejala-gejala hiperandrogenisme,
antara lain FSH, LH, androgen serum, estrogen, trigliserid,
dehydroepiandrosterone (DHEAS), dan prolaktin untuk menyingkirkan
kelainan hormonal dan penyakit ovarium polikistik.3 Pemeriksaan lain
antara lain hitung darah lengkap, kadar ferritin, total iron binding capacity
(TIBC), thyroid stimulating hormone (TSH), dan tiroksin.7

13
BAB II

TATALAKSANA

2.1. Topikal
Minoksidil. Uji klinis penggunaan minoksidil dalam pengobatan
kerontokan rambut wanita memberikan hasil peningkatan rerata kepadatan
rambut sebanyak 10-18%. Satu penelitian yang besar menunjukkan tidak ada
perbedaan yang bermakna antara minoksidil 2% dan 5%, meskipun
kecenderungan menunjukkan superioritas konsentrasi yang tinggi. Saat ini
hanya konsentrasi 2% yang dianjurkan oleh FDA. Sama halnya dengan laki-
laki, terapi akan memberikan hasil terbaik bila dilakukan pada tahap awal
kerontokan rambut, dan perlu dilanjutkan agar respons terapi terus
berlangsung.
Finasterid. Belum ada keputusan mengenai penggunaan finasterid
sistemik pada wanita pasca menopause dengan alopesia androgenetik. Satu
penelitian tentang penggunaan finasterid pada wanita pasca menopause tidak
menunjukkan manfaat, meskipun beberapa laporan kasus menunjukkan
peningkatan pertumbuhan rambut pada wanita dengan hiperandrogenisme dan
pada wanita yang lebih muda. Wanita dalam usia subur harus menggunakan
kontrasepsi karena finasterid dapat menyebabkan feminisasi janin.1
Estrogen Topikal. Meskipun uji klinis yang meyakinkan guna
mendukung penggunaan estrogen topikal sebagai rejimen yang dapat
digunakan untuk praktik empiris jangka lama masih kurang, namun β-estradiol
topikal (estradiolbenzoat Alopesia androgenetik 20-25 mg dalam isopronol
70%) sering digunakan untuk mengatasi telogen efluvium. Estradiol dapat
memperpanjang fase anagen, paling tidak pada kultur jaringan kulit skalp.

2.2. Sistemik
Anti Androgen. Antiandrogen bekerja dengan menghambat
dehidrotestosteron untuk berikatan dengan reseptor di jaringan target,
mengurangi aktivitas enzim 5-alfa reduktase dan menurunkan produksi
androgen di ovarium. Pada preparat biasanya dikombinasi antara 2 mg

14
siproteron asetat dan 35 μg etinilestradiol untuk wanita usia subur. Sementara
studi tanpa kontrol menunjukkan manfaat siproteron asetat dan spironolakton
pada pasien. Umumnya dosis 100-200 mg/hari dibutuhkan untuk timbulnya
respons.1
Estrogen Oral. Terapi menggunakan estrogen (estradiol) dapat
memperpanjang fase anagen dan mencegah kerontokan rambut secara
prematur. Kontrasepsi hormonal bermanfaat sebagai terapi sistemik pada
wanita usia subur. Komponen estrogen meningkatkan produksi sex hormone
binding globuline (SHBG) oleh hati yang dapat menurunkan kadar testosteron
bebas di dalam serum. Kombinasi estrogen dan siproteronasetat (1 mg
siproteronasetat + 2 mg estradiolvalerat) digunakan untuk wanita menopause
(alami, prematur atau kastrasi). Diperlukan kerjasama dengan ahli ginekologi,
mengingat adanya peningkatan risiko kanker setelah penggunaan estrogen
jangka panjang. Dibutuhkan pemeriksaan kesehatan payudara dan genitalia
sebelumnya.5

2.3. Transplantasi Rambut


Transplantasi rambut adalah suatu teknik memindahkan rambut dari
area kulit kepala donor ke area resipien. Tindakan ini merupakan alternatif
yang baik pada alopesia yang disertai kerusakan folikel rambut seperti AGA
ataupun alopesia sikatisial (alopesia yang disebabkan infeksi bakteri, jamur,
luka bakar, atau penyakit autoimun). Untuk mendapatkan hasil yang ideal,
sangat dibutuhkan keahlian, pengalaman, keterampilan, serta konsentrasi dan
kesabaran yang tinggi. Prosedur transplantasi rambut terdiri dari beberapa
teknik antara lain punch hair grafting, minimicrograft, temporo-
parietooccipital flap (TPO). Komplikasi tindakan ini di antaranya edema
fasial, sefalgia, rasa kebas kulit pada kepala sementara, dan skar.9

2.4. Terapi Sinar


Terapi sinar menggunakan low level laser (light) therapy (LLLT)
dapat menstimulasi pertumbuhan rambut pria dan wanita dengan cukup
efektif dan aman. LLLT dianggap dapat menstimulasi fase re-entry anagen

15
folikel rambut telogen, memperpanjang durasi fase anagen, meningkatkan
proliferasi fokilel rambut anagen aktif, dan mencegah fase katagen yang
prematur. Pemakaian HairMax LaserComb® 655 nm pada 28 pria dan 7
wanita dengan AGA selama 5-10 menit setiap hari selama 6 bulan
menghasilkan perbaikan pertumbuhan rambut yang signifikan pada area
frontal dan vertex baik pada pria maupun wanita. Penggunaan pada 110 pria
dengan AGA 3 kali seminggu selama 15 menit hingga 26 minggu dengan
hasil signifikan pada pertumbuhan rambut, mengurangi kerontokan, dan
memperbaiki tekstur kulit kepala.

2.5. Kamuflase atau Wig


Kamuflase adalah cara yang paling simpel, mudah dan murah untuk
tatalaksana alopesia androgenetik. Terapi kamuflase dilakukan dengan cara
mewarnai skalp. Dipilih warna yang serupa dengan warna rambut, sehingga
memberikan ilusi rambut menjadi lebih tebal. Beberapa pasien alopesia
androgenetik difus memilih menggunakan wig daripada dilakukan terapi
bedah. Wig dapat dicuci dan ditata serta dapat menutupi kebotakan sehingga
terlihat alami.4

16
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Alopesia androgenetik (AGA) merupakan salah satu penyebab


kebotakan yang sering dijumpai dan dapat menurunkan kualitas hidup.
Alopesia androgenetik pada laki-laki sering disebut juga male pattern hair loss,
merupakan kelainan yang androgendependent dan ditentukan secara genetik.
Sedangkan pada wanita sering disebut female pattern hair loss, namun peran
androgen kurang jelas dibandingkan pada laki-laki. Kelainan tersebut ditandai
oleh penurunan secara progresif lamanya fase anagen, yaitu fase pertumbuhan
rambut. Di lain pihak terjadi peningkatan fase telogen, dan miniaturisasi folikel
rambut di daerah skalp, yang berakhir dengan regresi folikel rambut.

Patogenesis AGA meliputi faktor genetik, hormon androgen, dan


minaturiasi folikel rambut. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan kerontokan rambut pada AGA, sehingga selain mengobati etiologinya,
perlu diperhatikan juga faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Penatalaksanaan
terdiri dari pengobatan topikal, sistemik, sinar (laser), transplantasi rambut,
kamuflaase atau wig serta perawatan rambut sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Hordinsky MK. Alopecia. In: Bologna JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Dermatology. 1st ed. Toronto: Mosby; 2003.p.1033-50.
2. Paus R, Olsen EA, Messenger AG. Hair growth disorders. In: Wolf K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw
Hill; 2012.p.753-77
3. Kaliyadan F, Nambiar A, Vijayaraghavan S. Androgenetic alopecia: An
update. Indian J Dermatol Venerol Leprol. 2013;79(5):613-25
4. Soepardiman L. Kelainan rambut. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 4th ed. Jakarta: FKUI; 2006 .p.
301-11
5. Tsuboi R, Itami S, Inui S, Ueki R, Katsuoka K, Kurata S. Guidelines for the
androgenic alopecia. J Dermatol. 2012;39:113–20
6. Perez B. Ketoconazole as an adjunct to finasteride in the treatment of
alopecia androgentic in men. Medical Hypotheses 2004;62:112–5
7. Sulling PL. Hair fall. Makalah dalam cosmetic dermatology update
symposium. Jakarta: RSPAD; 2016.
8. Randall VA. Molecular basis of androgenetic alopecia. Springer-Verlag,
Berlin Heidelberg; 2010. p. 9-19
9. Perera E, Sinclair R. Androgenetic alopecia. In: Sacchidanand S, Somiah S,
editors. Scalp and its disorders. Melbourne: Jaypee Publ.; 2015.Ch.11.p.1-
13

18

Anda mungkin juga menyukai