Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Dengue Fever

Oleh :

Nelia Maria de Sousa dos Reis Amaral 19710022

Ni Luh Km. Diah Pradnya Paramitha 19710015

Inggit Andhika 20710071

PEMBIMBING :

dr. Yustina Rosanti, Sp.A

KSM ILMU KEDOKTERAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

2021

DAFTAR ISI
Halaman Sampul...................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................1

BAB II : LAPORAN KASUS...............................................................................3

2.1 Subjective.........................................................................................3
2.2 Objective..........................................................................................7
2.3 Assessment.......................................................................................14
2.4 Planning............................................................................................14
2.5 Follow Up.........................................................................................14
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA........................................................................14

3.1 Definisi.............................................................................................20
3.2 Epidemiologi....................................................................................20
3.3 Patofisiologi.....................................................................................22
3.4 Diagnosis dan Differential Diagnosis..............................................26
3.5 Penatalaksanaan...............................................................................28
3.6 Prognosis..........................................................................................34

BAB IV : ANALISIS KASUS..............................................................................35

Daftar Pustaka ......................................................................................................37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global. Kejadian luar

biasa penyakit ini telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit dengue

terurtama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Diperkirakan setiap tahun sekitar

50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat

inap dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia tenggara

merupakan daerah endemis dimana Indonesia termasuk dalam kategori endemik A

(endemik tinggi), 12 dari 30 propinsi di antaranya merupakan daerah endemis DBD

dengan case fatality rate 1,12%.

Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang

termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu

Den-1, Den-2, Den3 dan Den -4, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang

terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terdapat hampir

di seluruh pelosok Indonesia. Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi

intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-

rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi

ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.

Epidemi infeksi dengue pertama kali diketahui secara hampir bersamaan di

Asia, Afrika dan Amerika Utara pada tahun 1780. Namun, baru diketahui virus

1
dengue merupakan etiologi infeksi dengue pada tahun 1940-an. Diperkirakan 390 juta

orang di dunia terinfeksi dengue setiap tahun. Epidemi demam berdarah dengue

(DBD) di Asia Tenggara pertama kali terjadi di Manila tahun 1953. Sejak saat itu

sampai tahun 1980-an sering kali terjadi kejadia luar biasa (KLB) infeksi dengue di

negara lain. Maka sejak sekitar tahun 1990 dengue merupakan mosquito-borne

disease penting setelah malaria, dengan KLB terjadi setiap 3 sampai 5 tahun.

Akhirnya, penyakit ini menyebar ke benua lain dengan sangat cepat, melalui

pergerakan manusia yang sangat cepat pula.

Pada Tahun 1968-1969 di Surabaya dan Jakarta untuk pertama kalinya

diidentifikasi penderita penyakit infeksi virus dengue. Sejak itu hingga saat ini infeksi

virus dengue menjadi salah satu penyaki yang paling terkenal di Indonesia.

Identifikasi serupa di negara lain dia Asia Tenggara umumnya sudah terjadi lebih

dahulu. Diperkirakan 3 milyar penduduk dunia senantiasa berada dalam ancaman

infeksi virus dengue. Jumlah ini terdiri dari mereka yang tinggal di daerah tropis dan

sekitarnya serta yang sering bepergian ke daerah tropis tersebut dimana nyamuk

Aedes sebagai vektor infeksi virus dengue banyak dijumpai di daerah tropis. Saat ini

di Indonesia penderita anak masih relatif lebih banyak daripada dewasa namun

dijumpai pergeseran ke arah yang lebih tua.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Subjective

A. Identitas Pasien

Nama : An. Y

Umur : 10 bulan

Tanggal Lahir : 12-12-2020

Berat Badan : 11 kg

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Porong

Agama : Islam

No. RM : 2131369

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal MRS : 27 Oktober 2021 pk. 16.04. WIB

Tanggal periksa : 29 Oktober 2021 pk. 08.00 WIB

B. Anamnesa

Keluhan Utama : Demam

Keluhan Tambahan : mual, muntah, nafsu makan menurun, ruam merah

pada kaki, tangan dan punggung, batuk, pilek dan perut membesar.

3
Riwayat Perjalanan Penyakit

Seorang anak diantar ibunya datang ke IGD pada tanggal 27 Oktober 2021

pada malam hari dengan keluhan anaknya hari keempat panas sejak tanggal

23 Oktober 2021 malam mendadak panas tinggi dengan suhu 39oC, hari

kedua tanggal 25 Oktober 2021 demam dengan suhu 38,5oC, hari ketiga

tanggal 26 Oktober 2021 demam dengan suhu 39 oC. Panas turun saat

diminumkan obat penurun panas yang didapatkan dari klinik, suhunya turun

tapi beberapa jam kemudian kembali naik.

MRS pada hari ke empat sakit tanggal 27 Oktober 2021. Hari ke empat

sakit pasien demam dengan suhu 37,8 oC, nafsu makan dan minum

berkurang, mual, muntah.

Ibu Pasien mengatakan anaknya muntah-muntah pada hari keempat sakit.

Muntah-muntah kurang lebih 4 kali sehari sebanyak 1 gelas, tidak ada sisa

makanan dan tidak ada darah.

Ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada keluhan mimisan, gusi berdarah,

berak darah, nyeri kepala, nyeri otot/sendi, dan nyeri di belakang mata.

Terdapat ruam bintik-bintik merah pada tangan, kaki dan punggung.

Perut pasien membesar dan teraba keras pada hari kedua MRS yaitu

tanggal 29 Oktober 2021 disertai sesak, kemudian pasien dipindahkan ke

ruang PICU. Di ruang PICU pasien dilakukan pemasangan NGT dan

didapatkan adanya darah yang terlihat pada selang NGT sebanyak 50cc,

4
warna merah kehitaman. Pasien lemas dan kurang aktif. Pasien dirawat di

PICU selama 3 hari sejak tanggal 29 Oktober – 31 Oktober 2021.

BAB normal, BAK normal. Makan dan minum pasien berkurang tidak

seperti biasanya, batuk (+), pilek (+), telinga keluar cairan (-), kejang (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa sebelumnya tidak ada, riwayat kejang tidak ada,

riwayat asma tidak ada.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit ataupun demam. Tidak ada keluarga yang

sehabis isolasi mandiri atau positif COVID-19.

Riwayat Sosial

Tidak ada tetangga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien

ataupun tetangga yang sedang isolasi mandiri dalam minggu-minggu ini.

Riwayat Pengobatan

Paracetamol Syrup

Riwayat Alergi

Tidak ada alergi

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan : Cukup bulan ( Lahir di RS Bhayangkara Porong)

Partus : Spontan

Ditolong oleh : Dokter


5
Tanggal : 12 December 2020

Berat badan lahir : 3300 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Tumbuh Kembang

Motorik kasar :

 Mengangkat kepala : 3 bulan

 Tengkurap dan telentang sendiri : 6 Bulan

 Duduk sendiri : 9 Bulan

 Berdiri tanpa pegangan : -

 Berjalan : -

Motorik halus : -

Bahasa : Mengatakan 2 suku kata (mama, papa) : -

Kognitif personal sosial : -

Riwayat Makan

ASI : 0 – 6 bulan
MPASI : 6 bulan – sekarang
 ASI + bubur halus dan buah 6 bulan – sekarang

 ASI + makanan yang dicincang halus/kasar 9 bulan - sekarang

 ASI + makanan padat seperti yang di makan orang tua (dihaluskan

seperlunya) : -

6
 Makanan padat : -

Riwayat Imunisasi
Usia Imunisasi

Baru Hepatitis B √
Lahir
1 bulan BCG, Polio 1 √

2 bulan DTP-HB-Hib 1, Polio 2 √

3 bulan DTP-HB-Hib 2, Polio 3 -/√

4 bulan DTP-HB-Hib 3, Polio 4, IPV -/√

9 bulan Campak/MR -

18 bulan DTP-HB-Hib, Campak/MR -

Kelas 1 Campak/MR, DT -
SD atau
usia (5-7
tahun)

2.2 Objective
C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 4-5-6

Tekanan Darah : 95/60 mmHg

Nadi : 124 x/menit, reguler, cukup

Pernapasan : 60 x/menit

7
Suhu : 38 °c

Berat Badan : 11 kg

Status Gizi: BB/U : 115%

Kesan : Gizi Baik

Keadaan Spesifik

 Kepala/Leher
Bentuk : Normosefali, simetris, dismorfik (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (-/-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya
+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).
Telinga : Sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.

 Thorak
Paru-paru

 Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi -/-


 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


 Auskultasi : HR: 115 x/menit, irama reguler, Bunyi Jantung I-II
normal, bising (-)
 Palpasi : Thrill tidak teraba
8
 Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
 Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus (+) menurun
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
abdomen(+), turgor ( - )
 Perkusi : redup di epigastrium, shifting dullness (-)
 Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-),
prolaps ani (-)
 Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-)

Pemeriksaan Neurologis

 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Lengan Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan SDE SDE SDE SDE

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - -

Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal

Reflek patologis - - - -

 Fungsi sensorik : SDE


 Fungsi nervi craniales : SDE
 GRM : Kaku kuduk tidak ada

9
D. Pemeriksaan penunjang

Rapid test antibody : 27/ 10 / 2021


Non reaktif
Hematology : 27 / 10 / 2021
WBC 3.02 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 4.2 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 11.1 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 38.8 37.0 – 52.0 %
PLT 51 217 – 497 103/Ul
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 1.20 0.00 – 1.00 %
NEUT% 15.6 50.0 – 70.0 %
LYMPH 69.5 25.0 – 40.0 %
MONO% 3.8 2.0 – 8.0 %

Hematology : 28 / 10 / 2021
WBC 3.24 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 4.4 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 11.9 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 35.8 37.0 – 52.0 %
PLT 17 217 – 497 103/uL
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 0.20 0.00 – 1.00 %
NEUT% 22.7 50.0 – 70.0 %
LYMPH 67.7 25.0 – 40.0 %
MONO% 9.4 2.0 – 8.0 %

10
Hematology : 29 / 10 / 2021
WBC 3.95 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 4.4 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 11.5 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 38.1 37.0 – 52.0 %
PLT 7 217 – 497 103/uL
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 0.20 0.00 – 1.00 %
NEUT% 21.7 50.0 – 70.0 %
LYMPH 69.7 25.0 – 40.0 %
MONO% 10.4 2.0 – 8.0 %

Hematology : 30 / 10 / 2021
WBC 11.02 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 4.1 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 10.7 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 32.4 37.0 – 52.0 %
PLT 21 217 – 497 103/uL
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 0.20 0.00 – 1.00 %
NEUT% 16.0 50.0 – 70.0 %
LYMPH 71.6 25.0 – 40.0 %
MONO% 12,2 2.0 – 8.0 %

11
Hematology : 31 / 10 / 2021
WBC 12.10 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 4.2 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 11.0 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 33.8 37.0 – 52.0 %
PLT 100 217 – 497 103/uL
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 0.20 0.00 – 1.00 %
NEUT% 19.9 50.0 – 70.0 %
LYMPH 68.8 25.0 – 40.0 %
MONO% 11.1 2.0 – 8.0 %

Hematology : 1 / 11 / 2021
WBC 8.66 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 3.6 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 9.7 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 29.0 37.0 – 52.0 %
PLT 217 217 – 497 103/uL
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 0.00 0.00 – 1.00 %
NEUT% 32.0 50.0 – 70.0 %
LYMPH 53.0 25.0 – 40.0 %
MONO% 15.0 2.0 – 8.0 %
Natrium 135 132-141 Mmol/L
Kalium 4.2 3.5-6.1 Mmol/L
Klorida 100 97-106 Mmol/L
Calsium 7.7 8.8-10.3 Mg/dl

12
Hematology : 2 / 11 / 2021
WBC 9.66 6.00 – 17.50 103/uL
RBC 4.6 4.2 – 6.1 106/uL
HGB 11.5 10.7 – 13.1 g/dL
HCT 28.0 37.0 – 52.0 %
PLT 217 217 – 497 103/uL
EO% 0.00 0.00 – 3.00 %
BASO% 0.00 0.00 – 1.00 %
NEUT% 32.0 50.0 – 70.0 %
LYMPH 53.0 25.0 – 40.0 %
MONO% 15.0 2.0 – 8.0 %
Natrium 135 132-141 Mmol/L
Kalium 4.2 3.5-6.1 Mmol/L
Klorida 100 97-106 Mmol/L
Calsium 8.8 8.8-10.3 Mg/dl

Foto Thorax

13
2.3 Assessment
E. Diagnosis Kerja
Dengue fever + GI bleeding
2.4 Planning
F. Penatalaksanaan
- Infus RD5 1000 cc/24 jam atau 14 tpm
- Inj. Paracetamol 4 x 150 mg
- Inj. Ondansentron 3 x 1 mg
- Puasa
- kompres
G. Rencana Pemeriksaan
Darah Lengkap Serial
H. Prognosis
Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
Jumat, 29 / 10 / An. Yardan 10 bulan / 11 kg / Status Gizi 115%
2021

S : Pasien sakit hari ke 6, demam masih naik turun, anak


terpasang NGT, tampak darah pada selang, darah kurang
lebih 50cc di botol penampung, warna merah kehitaman,
muntah 2x, perut mengecil, nyeri perut(+), BAK normal 1
hari ganti popok kurang lebih 6-7x, BAB (-), batuk (-), pilek
(-), sesak (+)

O : Keadaan Umum : Lemah


Kesadaran : Compos Mentis
K/L : a/i/c/d : - / - / - / -
Terpasang NGT

14
GCS : 4 5 6

TTV :
S : 38o C
N : 124 x / menit
RR : 60 x / menit
Tekanan Darah : 95/60 mmHg
SpO2 : 98%
Thorax : Auskultasi :
Cor : S1 S2 Tunggal Reguler
Pulmo : Ves + / + , Wheezing - / - , Rhonki - / -
Abdomen : Inspeksi : Distended
Auskultasi : Bising Usus (+) menurun
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan abdomen(+), turgor kulit normal
Perkusi : Redup di
+ +
epigastrium, Shifting dullness (-)
+ +
Ekstremitas : Akral Kering Merah Hangat
CRT < 2 detik

A : Dengue Fever + GI Bleeding


P:
P. Dx : DL serial, SE
P. Tx :
- O2 nasal 1 lpm
- Infus RD5 1000 cc/24 jam atau 14 tpm
- Inj. Paracetamol 4 x 150 mg
- Inj. Ondansentron 3 x 1 mg
- Puasa
- Kompres
- Pro transfusi TC 2 bag/hari
Sabtu, 30 / 10 / An. Yardan 10 bulan / 11 kg / Status Gizi 115%
2021

15
S : Pasien sakit hari ke 7. Demam masih naik turun, pasien
terpasang NGT, masih terdapat darah di botol penampung
kurang lebih 20 cc, warna merah kehitaman, perut sudah
mengecil, nyeri perut berkurang, sudah tidak muntah, BAB
(-), BAK normal ganti popok 6-7x/ hari, batuk (-), pilek (-),
sesak (-)

O : Keadaan Umum : Cukup


Kesadaran : Compos Mentis
K/L : a/i/c/d : - / - / - / -
Terpasang NGT
GCS : 4 5 6
TTV :
S : 37o C
N : 110 x / menit
RR : 34 x / menit
Tekanan Darah : 93/55 mmHg
SpO2 : 99%
Thorax : Auskultasi :
Cor : S1 S2 Tunggal Reguler
Pulmo : Ves + / + , Wheezing - / - , Rhonki - / -
Abdomen : Inspeksi: Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) menurun
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan
abdomen (+) berkurang, turgor kulit normal
Perkusi : Timpani, sgifting dullnes (-)
Ekstremitas : Akral Kering Merah Hangat
+ +
CRT < 2 detik
+ +
A : Dengue Fever + GI bleeding

P:
P. Dx : DL Serial, SE

16
P. Tx :
- Infus RD5 1000 cc/24 jam atau 14 tpm
- Inj. Paracetamol 4 x 150 mg
- Inj. Ondansentron 3 x 1 mg
- Puasa
- Kompres
Senin, 1 / 11/ 2021 An. Yardan 10 bulan / 11 kg / Status Gizi 115%

S : Pasien sakit hari ke 9. Pasien sudah pindah ke ruangan


MK. Pasien sudah tidak demam, muntah (-), perut sudah tidak
membesar, nyeri perut (-), mau minum tiap 4 jam sekali,
belum bisa BAB sejak 3 hari yang lalu, BAK normal ganti
popok 6-7x / hari, batuk (-), pilek (-), sesak (-)

O : Keadaan Umum : Cukup


Kesadaran : Compos Mentis
K/L : a/i/c/d : - / - / - / -
Terpasang NGT
GCS : 4 5 6
TTV :
S : 37,2o C
N : 100 x / menit
RR : 25 x / menit
SpO2 : 99%
Thorax : Auskultasi :
Cor : S1 S2 Tunggal Reguler
Pulmo : Ves + / + , Wheezing - / - , Rhonki - / -
Abdomen : Inspeksi: Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) menurun
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan
abdomen (-), turgor kulit normal
Perkusi : Timpani, sgifting dullnes (-)

17
Ekstremitas : Akral Kering Merah Hangat
+ +
CRT < 2 detik
+ +

A : Dengue Fever + GI bleeding + Hipokalsemia

P:
P. Dx : DL Serial, SE
P. Tx :
- Infus RD5 500 cc / 24 jam
- Ca gluconas 10 cc / 24 jam
- Inj. Paracetamol 4 x 150 mg (k/p)
- Inj. Ondansentron 3 x 1 mg (k/p)
- PO :
- Diet TKTP
- Bubur kasar 3x1, ASI
Selasa, 2 / 11/ 2021 An. Yardan 10 bulan / 11 kg / Status Gizi 115%

S : Pasien sakit hari ke 10. Pasien sudah tidak demam, perut


membesar (-), nyeri perut(-), muntah (-), mau minum tiap 4
jam sekali, belum bisa BAB sejak 4 hari yang lalu, BAK
normal ganti popok 6-7x / hari, batuk (-), pilek (-),

O : Keadaan Umum : Cukup


Kesadaran : Compos Mentis
K/L : a/i/c/d : - / - / - / -
GCS : 4 5 6
TTV :
S : 37,1o C
N : 120 x / menit
RR : 25 x / menit
SpO2 : 98%
Thorax : Auskultasi :
Cor : S1 S2 Tunggal Reguler
Pulmo : Ves + / + , Wheezing - / - , Rhonki - / -
18
Abdomen : Inspeksi: Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) menurun
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan
abdomen (-), turgor kulit normal
Perkusi : Timpani, sgifting dullnes (-)
Ekstremitas : Akral Kering Merah Hangat + +
CRT < 2 detik + +

A : Dengue Fever + GI bleeding + Hipokalsemia


(Teratasi)

P:
P. Dx : DL Serial, SE
P. Tx :
- Infus RD5 500 cc / 24 jam
- Inj. Paracetamol 4 x 150 mg (k/p)
- Inj. Ondansentron 3 x 1 mg (k/p)
PO :
- Diet TKTP
Bubur kasar 3x1, ASI
KRS

19
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Infeksi dengue yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus

dengue, yaitu DENV-1, 2, 3, dan 4 yang merupakan virus RNA berantai

tunggal dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Seseorang yang tinggal

di daerah endemis dengue dapat terinfeksi lebih dari satu kali hidupnya oleh

serotipe yang sama atau yang berbeda. Infeksi dengan salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak

ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Virus dengue termasuk

arthropoda-borne virus, yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes (Stegomyia) agypti atau Ae. albopictus. dll Transmisi dari nyamuk ke

manusia terjadi baik secara epidemi atau endemik (daerah yang mempunyai

keempat serotipe virus dengue yang bersirkulasi sepanjang masa). Masa

inkubasi virus dengue dalam darah nyamuk 8-12 hari sebelum menularkan

kepada individu yang rentan. Sekali nyamuk terinfeksi, virus dengue akan

menetap seumur hidup nyamuk dan dapat menularkan kepada manusia yang

20
digigitnya. Transmisi dapat juga terjadi secara vertikal dari ibu hamil ke janin

yang dikandungnya atau saat melahirkan.

3.2 Epidemiologi

Data tahun 2016 menunjukan masih banyak provinsi di Indonesia yang

mempunya incidence rate (IR) >49:100.000 penduduk. Data tahun 2008-2013

dari 6 rumah sakit provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa kejadian infeksi

dengue di Indonesia meningkat pada kelompok usia remaja dan dewasa muda,

mencapai lebih dari 50% kasus yang dilaporkan walaupun kematian masih

lebih banyak terjadi pada kelompok usia muda. World Health Organization

melaporkan telah terjadi lonjakan laporan kasus infeksi dengue baik di daerah

tropis maupun subtropics di Asia. Pada awalnya infeksi virus dengue hanya

terjadi di daerah perkotaan (urban), namun saat ini telah meluas ke daerah

pedesaan (rural). Infeksi dengue merupakan penyebab perawatan dan

kematian pada anak dan dewasa muda. Indonesia merupakan negara yang

paling tinggi melaporkan kasus infeksi dengue setiap tahun.

21
Gambar 3.2.1 Peta angka kesakitan infeksi dengue di indonesia, tahun 2016 (kemenkes
RI, 2017)

Transmisi virus dengue dapat terjadi melalui dua pola penyebaran, yaitu

secara epidemik dan hiperendemik. Transmisi secara epidemik terjadi jika dalam

daerah tersebut hanya ada satu serotipe virus dengue. Insiden terjadi sekitar 25-

50% jika jumlah anak dan dewasa yang rentan dan jumlah vektor cukup tinggi.

Upaya pemberantasan vector, perubahan iklim dan factor herd immunity turut

berperan dalam mengurangi transmisi. Transmisi dengue hiperendemik terjadi

jika virus dengue dan nyamuk perantara bersirkulasi di suatu daerah secara terus-

menerus. Hal ini cenderung untuk terjadi transmisi global. Pada populasi di

daerah hiperendemik, prevalensi antobodi meningkat sesuai dengan peningkatan

usia sehingga dewasa pada umunya telah imun. Daerah dengan transmisi

hiperendemik ini merupakan peningkatan resiko terjadi demam berdarah dengue

(DBD). Pelancong yang berkunjung ke daerah hiperendemik juga lebih mudah

terkena infeksi daripada daerah endemik.

3.3 Patofisiologi

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan

oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang

menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi

yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada

demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul

akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam

22
peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama

2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai.

Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya

sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag

lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-

sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga

mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah

dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi

komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise

dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi

trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat

ringan. Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti

juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan

sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat

menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan

mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat

menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika

terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut

dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh
23
merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat

menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya

akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran

sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent

enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi

virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut,

terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

syok. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 3.3.1.

Gambar 3.3.1 Teori secondary heterologous infection.


Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan

pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu

24
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus

dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya

kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan

mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

30% dan berlangsung selama 24 –48 jam. Perembesan plasma yang erat

hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti

dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang

tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang

dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian. Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks

antigen antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel

endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan

pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks

antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP

(adenosin diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan


25
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya

koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai

dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi

penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan

gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup

banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan

menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh

trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi

trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan

memperberat syok yang terjadi.

Gambar 3.3.2 Teori secondary heterologous infection.


3.4 Diagnosis dan Diffential Diagnosis

26
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus

dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam

dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma

(Suhendro, 2006).

Demam Dengue

Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,

nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan,

leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue positif atau ditemukan pasien

demam dengue/ demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan

waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua

hal di bawah ini terpenuhi,

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: Uji bendung

positif, Petekie, ekimosis, atau purpura., Perdarahan mukosa (tersering

epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan di tempat lain.

Hematemesis atau melena.

c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/μl).

d. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

a) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.


27
b) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c) Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia

Gambar 3.4.1. Perbedaan DD/DBD


Diferential diagnosis Tanpa renjatan a. Campak b. Infeksi bakteri/virus

lain, Dengan renjatan a. Demam tipoid, Dengan perdarahan a. Leukimia b. ITP c.

Anemia Aplastik, Dengan kejang a. Ensefalitis b. Meningitis.

3.5 Penatalaksanaan

a. Tata Laksana Rawat Jalan Deman Dengue

Pasien demam dengue (DD) yang tidak memiliki komorbiditas dan

indikasi sosial, diperlukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien diberi


28
pengobatan simtomatik berupa antipiretik seperti parasetamol dengan dosis

10-15 mg/kgBB/dosis yang dapat diulang setiap 4-6 jam bila demam.

Hindarkan pemberian antipiretik berupa asetilsalisilat, anti inflamasi non

steroid atau NSAID seperti ibuprofen. Upaya menurunkan demam seperti

kompres hangat diperbolehkan. Anak dianjurkan cukup minum, boleh air

putih atau teh, namun lebih baik jika diberikan cairan yang mengandung

elektrolit seperti jus buah, oralit, air tajin. Tanda kecukupan cairan adalah

diuresis setiap 4-6 jam.

Pasien diharuskan untuk kembali berobat (kontrol) setiap hari hal ini

mengingat tanda dan gejala demam berdarah dengue (DBD )pada fase awal

sangat menyerupai DD. Oleh karena itu pasien dengan diagnosis klinis DD

yang ditegakan pada saat masuk, baik yang kemudian diperlakukan sebagai

pasien rawat jalan maupun rawat inap, masih memerlukan evaluasi lebih

lanjut apakah hanya DD atau merupakan DBD fase awal. Pasien DD,

walaupun kecil menpunyai kemungkinan untuk mengalami penyulit seperti

dehidrasi akibat asupan yang kurang misal karena timbul muntah, pendarahan

berat. Dengan kontrol setiap hari dapat diketahui pasien hanya menderita DD,

DD dengan penyulit atau DBD. Tatalaksana pasien dirumah harus

disampaikan kepada orangtua dengan jelas. Untuk mengantisipasi

kemungkinan pasien menderita DD dengan penyulit atau DBD yang mungkin

timbul selama rawat jalan, orang tua diminta untuk memantau kondisi anak,

bila ditemukan tanda bahaya (warning sign) harus segera kembali ke rumah

sakit tanpa harus menunggu keesok harinya.


29
b. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok

Tatalaksana untuk anak demam berdarah dengue tanpa syok meliputi:

a) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air

sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran

plasma, demam, muntah/diare.

b) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau

ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.

c) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

1) Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer laktat/asetat.

2) Kebutuhan cairan parenteral:

Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam

Berat badan 14-40 kg : 5 ml/kgBB/jam

Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

3) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa

laboratorium (hematocrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin)

tiap 6 jam.

4) Apabila terjadi penurunan hematocrit dan klinis membaik,

turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.

Cairan intrvena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam

sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian

cairan.

30
d) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai

dengan tatalaksana syok terkompensasi.

Gambar 3.5.1 Penatalaksanaan DBD derajat I dengan peningkiatan Ht > 20%.

31
Gambar 3.5.2 Penatalaksanaan DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan
hematokrit.

32
a. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok Grade III

Gambar 3.5.3. Penatalaksanaan DBD derajat III


a. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok Grade IV

Gambar 3.5.4. Penatalaksanaan DBD derajat IV

33
b. Kriteria KRS

a) Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan

terapi antipiretik

b) Nafsu makan membaik

c) Secara klinis tampak perbaikan

d) Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi

e) Jumlah urine cukup

f) Tidak dijumpai distres pernafasan

g) Jumlah trombosit >50.000. apabila masih rendah namun klinis baik

boleh krs dengan edukasi bedrest untuk menghindari trauma

3.6 Prognosis

Prognosis tergantung dari seberapa cepat penyakit deketahui dan

penanganan yang tepat. Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi

oleh adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada

DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan

penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.

Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan

intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok

berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead, 2007).

34
BAB IV

ANALISIS KASUS

Dari anamnesis, Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat panas sejak

tanggal 23 Oktober 2021 (4 hari sebelum MRS), Ibu pasien mengatakan saat itu

anaknya mendadak panas tinggi. Panas naik turun saat diminumkan obat penurun

panas, suhu nya turun tapi beberapa jam kemudian kembali naik. Ibunya juga

mengatakan mual, muntah, nafsu makan dan minum berkurang, ruam merah pada

tangan, kaki dan punggung dan perut membesar.

Muntah : muntah pada hari keempat sakit. Muntah-muntah kurang lebih 4 kali

sehari sebanyak 1 gelas, tidak ada sisa makanan dan tidak ada darah.

Terdapat ruam bintik-bintik merah pada tangan, kaki dan punggung

Perut membesar dan teraba keras pada hari kedua MRS disertai sesak, kemudian

pasien dipindahkan ke ruang PICU. Di ruang PICU pasien dilakukan pemasangan

NGT dan didapatkan adanya darah yang terlihat pada selang NGT sebanyak 50cc,

warna merah kehitaman. Pasien lemas dan kurang aktif.

BAB normal, BAK normal. Makan dan minum pasien berkurang tidak seperti

biasanya, batuk (+), pilek (+), telinga keluar cairan (-), kejang (-).

Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan keadaan penderita yang masih tampak

sedikit kesakitan dan agak lemas, didapatkan nadi 124 x/menit reguler, amplitudo

cukup. Pernapasan 60 x/menit, suhu 38 °c setelah meminum obat penurun panas

(paracetamol), status gizi pasien ini menunjukkan keadaan gizi baik yakni 115%.

35
Pada pemeriksaan abdomen tampak distended, bising usus menurun, nyeri tekan

(+). Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan ptekie (+), rumple leed (tidak

dilakukan)

Berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis

berupa Dengue Fever (DF) + GI bleeding .

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu :

- Infus RD5 1000 cc/24 jam atau 14 tpm


- Inj. Paracetamol 4 x 150 mg
- Inj. Ondansentron 3 x 1 mg
- Puasa
- Kompres

Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Pada kasus Dengue

Fever (DF) + GI bleeding, prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit,

diagnosis dan pengobatan dini yang tepat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Hadinegoro SR, Moedjito I & Chairulfatah A. 2014. Pedoman Diagnosis dan


Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Edisi ke 1. Badan Penerbit
IDAI.
Hadinegoro SRS, et al. 2018. Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi ke 4.
Badan Penerbit IDAI, Jakarta: 189-205.
Rendang & Gustawan, IW. 2020. Manifestasi Klinis Dan Penanganan Demam
Berdarah dengue. Jurnal Intisari Sains Medis : Volume 11, Number 3:
1015-1019
Syafiqah N. 2018. Demam Berdarah Dengue. SMF Penyakit dalam. Universitas
Udayana.

37

Anda mungkin juga menyukai