Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

EPILEPSI PADA ANAK

Oleh:
Rusyda Taqiya Rahmi
1930912320072

Pembimbing:
dr. Selli Muljanto, Sp.A(K).

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM
RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas ........................................................................... 3

2.2 Anamnesis ....................................................................... 3

2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................ 7

2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................... 13

2.5 Resume ............................................................................ 15

2.6 Diagnosis ......................................................................... 19

2.7 Penatalaksanaan................................................................ 19

2.8 Prognosis ......................................................................... 19

2.9 Follow up ......................................................................... 20

BAB III PEMBAHASAN................................................................. 21

BAB IV PENUTUP

4.1 Penutup ........................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 34

i
DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Klasifikasi kejang ......................................................................... 23

3.2 Langkan pendekatan pada anak dengan kejang ............................. 24

3.3 Pendekatan klinis anak dengan kemungkinan kejang onset baru ... 25

3.4 Bagan tatalaksana kejang ............................................................. 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang didefinisikan sebagai kejadian sementara (<5 menit) dari tanda

dan gejala akibat aktivitas saraf yang berlebihan atau sinkron secara abnormal di

otak yang ditandai dengan aktivitas otot rangka yang tiba-tiba dan tidak

disengaja. Kata sifat “sementara” dalam definisi, menunjukkan kerangka waktu

dengan onset dan remisi yang jelas. Kejang secara klinis dimanifestasikan oleh

gangguan motorik, sensorik, otonom atau perilaku. 1,2

Kejang dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kejang yang diprovokasi

(provaked seizure) dan kejang yang tidak diprovokasi (unprovoked seizure).

Kejang yang diprovokasi merupakan efek sekunder dari ketidakseimbangan

antara aktivitas neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Beberapa

kondisi spesifik yang bisa memprovokasi kejang antara lain demam, infeksi

sistem saraf pusat, intoksikasi, trauma kepala, dan gangguan metabolik.

Sedangkan pada kejang yang tidak diprovokasi tidak memiliki pemicu yang jelas

dan diduga berhubungan dengan epilepsi.2

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh

adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik,

perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis, dan adanya konsekuensi sosial

yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat

bangkitan epileptik sebelumnya.3 Angka kejadian epelepsi bervariasi, tergantung

pada usia penderita. Sebuah studi di RS dr. Soetomo, Surabaya menyatakan

bahwa terdapat 103 kasus baru epilepsi anak terbanyak usia 1-5 tahun (45,63%),

laki-laki (71,84%), tanpa pengobatan sebelumnya (32,04%), dan riwayat

1
2

keluarga kejang/epilepsi (93,20%). Obat yang diberikan adalah asam valproat

(89,32%) dan 75,73% kejang dapat terkontrol. 4

Diagnosis epilepsi didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan klinis,

ditunjang dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Hal-hal yang perlu

digali di dalam anamnesis adalah penjelasan mengenai perihal segala sesuatu

yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah serangan yang meliputi pola/bentuk

serangan, lama serangan, gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan,

frekuensi serangan, faktor pencetus, ada/tidaknya penyakit lain yang diderita

pasien saat mengalami serangan, usia terjadinya serangan pertama, riwayat

kehamilan, persalinan, dan perkembangan, riwayat penyakit penyebab, dan

terapi sebelumnya, serta riwayat epilepsi di dalam keluarga.5

Pengobatan epilepsi membutuhkan durasi yang lama dan pasien harus

mendapatkan edukasi mengenai efek samping pengobatan, pengaruh terhadap

kehidupan sosial dan akademik, serta bagaimana melakukan pertolongan

pertama jika terjadi serangan.


BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : An. AAAB


Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat & tanggal lahir : Banjarmasin, 12 Desember 2020
Umur : 5 bulan 8 hari
Nama Ayah : Tn.AR
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Nama Ibu : Ny. W
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Alamat : Komplek Berkah Pesona, Sungai Lulut
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia

II. Anamnesis

Aloanamnesis dengan ibu kandung penderita, pada tanggal 25 Mei 2021, pukul

17.00 WITA.

1. Keluhan Utama : Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien tiba di IGD RSUD Ulin pada Sabtu, 22 Mei 2021 pukul setengah

tujuh pagi. ±1 jam SMRS pasien mengalami kejang pertama kali dengan durasi

<5 menit. Kejang terjadi mendadak, ibu pasien menyangkal jika anak demam

3
4

sebelum kejang. Ibu pasien menjelaskan jika kejang terjadi sekitar pukul 05.30,

berupa pergerakan tangan dan kaki di kedua sisi tubuh secara cepat yang diawali

dengan kekakuan sebelumnya selama <5 menit. Anak tidak sadar dan tidak

respons terhadap stimulus selama mengalami kondisi tersebut, dan setelah

gerakan berhenti, anak menjadi lemas. Ketika di IGD, anak kejang lagi dengan

gerakan yang kurang lebih sama selama <5 menit, berhenti setelah diberikan

obat yang dimasukkan lewat dubur dan suhu anak saat diukur mencapai 38,8°C.

Selama kejang, anak tidak sadar, tetapi sebelum dan sesudah kejang anak sadar

dan lemas. Di antara kejang pertama dan kedua, anak sadar. Tidak ada defisit

neurologis sebelum dan sesudah kejang. Ibu pasien menyangkal anaknya ada

keluhan batuk, pilek, sesak napas, BAB cair maupun BAB berdarah. Riwayat

trauma kepala juga disangkal. Saat di bangsal, Senin 24 Mei 2021 pukul 06.50

pagi pasien kejang seluruh tubuh selama <5 menit tanpa didahului demam.

Selama kejang anak tidak sadar, tetapi sebelum dan sesudah kejang anak sadar.

Tidak ada defisit neurologis sebelum dan sesudah kejang. Ibu pasien

menyangkal jika anaknya mengaami demam, batuk pilek, sesak, mual-muntah,

warna tubuh kekuningan, diare, dan BAB berdarah sebelum mengalami kejang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa berupa kejang sebelumnya disangkal. Riwayat

demam, batuk, pilek, dan campak sebelumnya disangkal. Riwayat mual-muntah,

diare, BAB berdarah disangkal. Ibu pasien mengaku anaknya tidak pernah

mengalami sakit apapun sebelum terjadinya kejang.


5

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak dari pasien juga pernah mengalami kejang 1x di usia 3 bulan setelah

sebelumnya mengalami demam tinggi, tetapi hingga saat ini (usia 7 tahun), kakak

pasien tidak pernah mengalami kejang lagi dan juga tidak mengonsumsi obat-

obatan antikejang dan antiepilepsi.

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat antenatal:

Selama kehamilan, ibu pasien rutin untuk periksa ANC ke bidan terdekat. Sakit

dan konsumsi obat-obatan selama hamil disangkal.

Riwayat Persalinan:

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : Langsung menangis

Berat badan lahir : 3600 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : Ibu lupa

Penolong : Bidan

Tempat : Puskesmas

6. Riwayat Neonatal

Tidak ada riwayat pemberian oksigen setelah lahir karena lahir langsung

menangis serta tidak ada riwayat rawat inap di rumah sakit.

7. Riwayat Perkembangan

Tiarap : 3 bulan

Merangkak :-
6

Duduk :-

Berdiri :-

Berjalan :-

Saat ini : Saat ini pasien berusia 5 bulan 8 hari dan sudah bisa

mengangkat kepala, berusaha meraih benda-benda, memegang tangan dengan

kuat, dan merespon suara orang tua dengan tertawa dan menangis.

Kesimpulan : Perkembangan sesuai usia

8. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi pasien sesuai jadwal usianya.

Nama Dasar (umur dalam bulan)


BCG 1
Polio 1 - - -
Hepatitis B 0 - - -
DPT - - -
Campak -
Kesimpulan: Riwayat imunisasi tidak lengkap berdasarkan rekomendasi IDAI

2020.

9. Riwayat Makanan

 Pasien mendapat ASI sejak lahir hingga usia 1 bulan

 Sejak usia 1 bulan hingga sekarang pasien mengonsumsi susu formula yang

diberi setiap pasien menangis sekitar 5-6 kali sehari, sebanyak 3 sendok

takar, dilarutkan dalam 100 ml air.

Kesimpulan: Riwayat makan kuantitas cukup, kualitas kurang.


7

10. Riwayat Keluarga

Ikhtisar keturunan:
Garis Ayah: Garis Ibu:

Susunan keluarga :
No. Nama Umur L/P Keterangan
1. Tn. AR 32 tahun L Sehat
2. Ny. W 28 tahun P Sehat
3. An. T 7 tahun P Sehat
4. An. AAAB 5 bulan L Sakit

11. Riwayat Sosial Lingkungan

Pasien tinggal bertiga dengan keluarga inti. Rumah berada di lingkungan

komplek yang tidak penduduk, jarak antar rumah cukup jauh dan lokasinya tidak

dekat dengan tambang atau tempat pembuangan sampah. Ventilasi dan

pencahayaan cukup. Sumber air minum, mandi, dan kakus berasal dari PDAM.

Ayah pasien merokok di rumah. Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai wiraswasta.

III. Pemeriksaan Fisik

Tanggal 25 Mei 2021 (17.30)

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Komposmentis, GCS E4-V5-M6

3. Tanda Vital : TD: -


8

CRT : < 2 detik

Nadi : 130 kali/menit, regular, kuat angkat

Suhu : 36,6°C

Respirasi : 40 kali/menit

SpO2 : 99% on room air

4. Antropometri : Berat badan : 8,7 kg

Panjang badan : 69 cm

Lingkar lengan atas : 15,5 cm

Lingkar kepala : 44 cm

5. Kulit : warna kulit sawo matang, sianosis tidak ada,

hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali,

kelembaban cukup, tidak ada pucat

6. Kepala/leher :

Rambut : Rambut berwarna hitam, tipis, distribusi merata, dan

tidak ada alopesia.

Kepala : Bentuk kepala normosefali, UUB belum menutup

dan datar (D= 1,5 cm), UUK tampak menutup.

Mata : Palpebra edema (-/-), alis dan bulu mata distribusi

merata, konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak

ikterik, produksi air mata cukup, ptosis (-/-), pupil

berdiameter 3 mm/3 mm, isokor, reflek cahaya +/+,

kornea jernih, perdarahan konjungtiva tidak ada,

sekret tidak ada.


9

Telinga : Bentuk simetris, sekret (-/-), serumen minimal,

nyeri tidak ada.

Hidung : Hidung berbentuk normal, simetris, pernapasan

cuping hidung tidak ada, epistaksis tidak ada, sekret

tidak ada.

Mulut : Bentuk normal, bibir lembap, tidak sianosis. Gusi

tidak berdarah. Gigi belum ada.

Lidah : Normoglosus, pucat tidak ada, tremor tidak ada,

warna merah muda dan agak keputihan bekas sisa-

sisa susu

Faring : Tidak ada hiperemi, tidak ada edem, tidak ada

pseudomembran.

Tonsil : Berwarna merah muda, tidak ada pembesaran, tidak

ada abses.

Leher : Vena jugularis tidak tampak pulsasi, tekanan tidak

meningkat, pembesaran KGB leher tidak ada, kaku

kuduk tidak ada, massa tidak ada, nyeri tidak ada.

7. Toraks:

a. Dinding dada/ paru

Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada retraksi, pernapasan

simetris.

Palpasi : fremitus vokal simetris.

Perkusi : sonor di semua lapang paru


10

Auskultasi : suara nafas vesikular

suara nafas tambahan ronki basah kasar

suara nafas tambahan wheezing

b. Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat.

Palpasi : tidak ditemukan adanya thrill, apeks teraba di lokasi

ICS 4 linea midclavicula sinistra.

Perkusi : Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis dekstra

Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra

Batas atas : ICS 3 linea parasternalis sinistra

Auskultasi : S1-S2 tunggal, irama regular, murmur (-).

8. Abdomen

Inspeksi : bentuk cembung, ulkus (-), skars (-).

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba 1cm dibawah arcus

costae, tidak teraba pembesaran hati dan limpa, tidak

teraba massa.

Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, tidak ditemukan

adanya shifting dullness (tidak ada asites).

Auskultasi : bising usus (+)

9. Ekstremitas

Ekstremitas atas dan bawah hangat. CRT < 2 detik. Gerakan cukup aktif,

tonus normal, atrofi otot tidak ada, klonus tidak ada, refleks fisiologis
11

normal, reflex patologis tidak ada, tanda meningeal tidak ada. Terlihat

tidak pucat dan tidak ikterik.

10. Susunan Saraf

CN I : sulit dievaluasi

CN II : pupil isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+),

CN III, IV, VI : gerak bola mata normal, strabismus (-/-)

CN V : sulit dievaluasi

CN VII : motorik normal, sensorik sulit dievaluasi

CN VIII : sulit dievaluasi

CN IX, X : sulit dievaluasi

CN XI : motorik normal

CN XII : motorik normal

Refleks fisiologis : sulit dievaluasi

Refleks patologis : sulit dievaluasi

Meningeal sign (-)

Motorik : aktif (5/5/5/5)

Sensorik : sulit dievaluasi

11. Genitalia

Laki-laki, ditemukan adanya fimosis

12. Anus

Paten, hemoroid (-)


12

13. Status Gizi

BB/U Z score 2 SD (normal)

TB/U Z score 2 SD (normal)


13

BB/TB Z score 1 SD (normal)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 22 Mei 2021 (08:09)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11.5 14.0 – 18.0 g/dL

Leukosit 10 x 103 (4.0 – 10.5) x 103 /μL

Eritrosit 4.63 x 106 (4.00 – 6.00) x 106 /μL

Hematokrit 33.7 42.0 – 52.0 Vol%

Trombosit 366 x 103 (150 – 450) x 103 /μL

RDW-CV 13.4 12.1 – 14.0 %

MCV.MCH.MCHC

MCV 72.8 75.0 – 96.0 Fl

MCH 24.8 28.0 – 32.0 Pg


14

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

MCHC 34.1 33.0 – 37.0 %

HITUNG JENIS

Basofil% 0.4 0.0-1.0 %

Eosinofil% 3.4 1.0-3.0 %

Neutrofil% 19.5 50.0-81.0 %

Limfosit% 71.1 20.0-40.0 %

Monosit% 5.6 2.0-8.0 %

Basofil# 0.04 x 103 <1.00 x 103 /ul

Eosinofil# 0.34 x 103 <3.00 x 103 /ul

Neutrofil# 1.94 x 103 (2.50-7.00) x 103 /ul

Limfosit# 7.08 x 103 (1.25-4.00) x 103 /ul

Monosit# 0.56 (0.30-1.00) x 103 /ul

Diabetes

Glukosa Darah Sewaktu 113 <200 mg/dL

Elektrolit

Calcium 10.0 9.0-10.0 mg/dL

Natrium 137 136-145 Meq/L


15

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Kalium 4.6 3.5-5.1 MEq/L

Klorida 105 98-107 mg/dL

Hasil pemeriksaan gambaran darah tepi tanggal 24 Mei 2021 (07:32)

PEMERIKSAAN HASIL

GAMBARAN DARAH TEPI

Eritrosit Hipokromik mikrositik, anisopoikilositosis, ovalosit


(+)
Leukosit Kesan jumlah normal, tidak didapatkan sel muda

Hitung jenis Basophil 0%


Eosinofil 2%
Stab 2%
Segmen 34%
Limfosit 59%
Monosit 3%
Trombosit Kesan jumlah normal, morfologi dalam batas normal

Kesan Anemia hipokromik mikrositik

Saran SI, TIBC, ferritin, Hb elektroforesa

V. Resume

Nama : An. AAAB

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 5 bulan 8 hari

Keluhan utama : Kejang


16

Uraian :

Pasien tiba di IGD RSUD Ulin pada Sabtu, 22 Mei 2021 pukul setengah

tujuh pagi. ±1 jam SMRS pasien mengalami kejang pertama kali dengan durasi

<5 menit. Kejang terjadi mendadak, ibu pasien menyangkal jika anak demam

sebelum kejang. Ibu pasien menjelaskan jika kejang terjadi sekitar pukul 05.30,

berupa pergerakan tangan dan kaki di kedua sisi tubuh secara cepat yang diawali

dengan kekakuan sebelumnya selama <5 menit. Anak tidak sadar dan tidak

respons terhadap stimulus selama mengalami kondisi tersebut, dan setelah

gerakan berhenti, anak menjadi lemas. Ketika di IGD, anak kejang lagi dengan

gerakan yang kurang lebih sama selama <5 menit, berhenti setelah diberikan

obat yang dimasukkan lewat dubur dan suhu anak saat diukur mencapai 38,8°C.

Selama kejang, anak tidak sadar, tetapi sebelum dan sesudah kejang anak sadar

dan lemas. Di antara kejang pertama dan kedua, anak sadar. Tidak ada defisit

neurologis sebelum dan sesudah kejang. Ibu pasien menyangkal anaknya ada

keluhan batuk, pilek, sesak napas, BAB cair maupun BAB berdarah. Riwayat

trauma kepala juga disangkal. Saat di bangsal, Senin 24 Mei 2021 pukul 06.50

pagi pasien kejang seluruh tubuh selama <5 menit tanpa didahului demam.

Selama kejang anak tidak sadar, tetapi sebelum dan sesudah kejang anak sadar.

Tidak ada defisit neurologis sebelum dan sesudah kejang. Ibu pasien

menyangkal jika anaknya mengaami demam, batuk pilek, sesak, mual-muntah,

warna tubuh kekuningan, diare, dan BAB berdarah sebelum mengalami kejang.
17

Riwayat penyakit serupa berupa kejang sebelumnya disangkal. Riwayat

demam, batuk, pilek, dan campak sebelumnya disangkal. Riwayat mual-muntah,

diare, BAB berdarah disangkal.

Kakak dari pasien juga pernah mengalami kejang 1x di usia 3 bulan setelah

sebelumnya mengalami demam tinggi, tetapi hingga saat ini (usia 7 tahun),

kakak pasien tidak pernah mengalami kejang lagi dan juga tidak mengonsumsi

obat-obatan antikejang dan antiepilepsi.

Ayah pasien yang tinggal dengan pasien merokok di rumah. Ayah dan ibu

pasien bekerja sebagai wiraswasta.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Kompos mentis (GCS E4 V5 M6)

CRT : <2 detik

TD :-

Nadi : 130 kali/menit, regular, kuat angkat

Suhu : 36,6°C

Pernapasan : 40 kali/menit

SpO2 : 99% on room air

Antropometri :

Berat badan : 8,7 kg


18

Panjang badan : 69 cm

Lingkar lengan atas : 15,5 cm

Lingkar kepala : 44 cm

Kulit : warna kulit sawo matang, sianosis tidak ada,

hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali

Kepala : normosefali

Mata : Edem palpebra (-), Konjungtiva anemis (-), sklera

ikterik (-).

Telinga : Simetris, sekret (-/-), nyeri (-), serumen minimal.

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-)

Mulut : Lembap, sianosis (-).

Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Toraks

- Paru : Simetris, retraksi (-), rh basah kasar (-/-),

wh (-/-).

- Jantung : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-).

Abdomen : Cembung, nyeri tekan (-), bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), sendi bengkak (-)

hiperemis (-), krepitasi (-)

Susunan saraf : Defisit neurologis (-).

Genital : Laki-laki, fimosis (+), hipospadia (-), epispadia (-)


19

Anus : Massa (-) lecet (-) hiperemis (-)

VI. Diagnosa Kerja

Epilepsi

Anemia mikrositik hipokromik ec susp ADB

VII. Status Gizi

Berat dan panjang badan normal, gizi baik.

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. Penatalaksanaan

Venflon

IV diazepam 2 mg (0,2-0,3 mg/kg 1 dosis) k/p kejang

Inj. Parasetamol 3x100 mg (k/p demam)

PO Asam valproat syr 2x1,3 ml (15 mg/kgBB/hari)

X. Usulan

Cek kadar SI, TIBC, Ferrritin HB elektroforesa.


20

XI. Follow Up

Tanggal 26/05/2021 (jam 11.00)

S) Tidak ada demam (bebas demam H6), tidak ada kejang (bebas kejang H2)

O) Kesadaran: Compos mentis (GCS E4V5M6)

RR: 40x/m

T: 36,5 C

N: 80x/m

CRT <2 detik, SpO2 98% dengan NC 2 lpm

Kep/Leher : konjungitva pucat (-) , sklera ikterik (-)

Thorax: Suara napas: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

S1S2 normal, murmur (-)

Abdomen: supel, BU (+) N, nyeri tekan (-), Asites (-)

Extremitas: pucat (-), akral hangat (+), edem (-)

A) - Epilepsi

- Anemia hipokromik mikrositik ec susp ADB

P) Venflon

IV diazepam 2 mg (0,2-0,3 mg/kg 1 dosis) k/p kejang

Inj. Parasetamol 3x100 mg (k/p demam)

PO Asam valproat syr 2x1,3 ml (15 mg/kgBB/hari)

Tunggu hasil EEG

Pro BLPL
BAB III

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan dibahas bayi usia 5 bulan dengan keluhan

kejang. Pasien mengalami kejang pertama kali sejak 1 jam SMRS, berlangsung <5

menit dan ibu pasien menyangkal bayinya demam sebelum kejang. Sebelum dan

setelah kejang anak sadar, tetapi tampak lemas. Ibu pasien menjelaskan jika kejang

pertama kali berupa pergerakan tangan dan kaki di kedua sisi tubuh secara cepat

yang diawali dengan kekakuan sebelumnya selama <5 menit. Anak tidak sadar dan

tidak respons terhadap stimulus selama mengalami kondisi tersebut, dan setelah

gerakan berhenti, anak menjadi lemas. Kejang kedua terjadi di IGD, jeda ±1,5 jam

dari kejang pertama, saat diukur suhu tubuh pasien mencapai 38,8°C. Lama kejang

<5 menit, berhenti setelah diberikan obat yang dimasukkan lewat dubur. Saat di

bangsal, Senin 24 Mei 2021 pukul 06.50 pagi pasien kejang seluruh tubuh selama

<5 menit tanpa didahului demam. Selama kejang anak tidak sadar, tetapi sebelum

dan sesudah kejang anak sadar. Tidak ada defisit neurologis sebelum dan sesudah

kejang. Pasien tidak pernah sakit sejak lahir, tidak pernah demam, diare, BAB

berdarah, sesak, batuk-pilek. Pasien juga belum pernah dirawat di RS sebelumnya.

Riwayat trauma kepala disangkal. Kakak pasien pernah kejang 1x di usia 3 bulan

dan kejangnya didahului demam tinggi 39°C. Dirumah pasien ada 1 orang perokok

aktif yang tinggal bersama pasien.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 25 Mei 2021 didapatkan hasil pasien tampak

sakit ringan, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan tanda vital didapatkan

21
22

nadi 130 kali per menit, regular, kuat angkat, kecepatan respirasi 40 kali per menit,

saturasi oksigen 99%. Pada pemeriksaan head to toe tidak ditemukan kelainan,

dan pada pemeriksaan neurologis juga tidak didapatkan kelainan.

Terdapat beberapa diagnosis banding yang dicurigai pada pasien

berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, yaitu epilepsi dan kejang

demam sederhana.

Kejang merupakan bentuk tanda dan gejala yang terjadi akibat adanya

aktivitas saraf yang abnormal, berlebihan, dan hipersinkron di otak. Secara klinis,

manifestasi kejang adalah gangguan sistem motorik secara tiba-tiba, gangguan

sistem sensorik, dan gangguan sistem otonom. 1,2

Pada tahun 2017, ILAE mengeluarkan klasifikasi kejang terbaru. Secara garis

besar, kejang dibagi menjadi kejang fokal (hanya terjadi di salah satu hemisfer otak)

dan kejang general (mengenai dua hemisfer). 6 Klasifikasi lengkap pembagian

kejang menurut ILAE 2017 dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.
23

Gambar 3.1. Klasifikasi Kejang6

Perbedaan antara kejang fokal dan kejang general adalah terganggunya

kesadaran. Pada kejang general, ditemukan gangguan kesadaran, sedangkan pada

kejang fokal, bisa disertai gangguan kesadaran atau tidak. 7

Kejang dapat terjadi dengan atau tanpa provokasi. Kejang yang diprovokasi

merupakan efek sekunder dari ketidakseimbangan antara aktivitas neurotransmitter

eksitatorik dan inhibitorik otak. Hal-hal yang bisa memprovokasi atau menginduksi

terjadinya kejang antara lain infeksi sistem saraf pusat, demam, intoksikasi, trauma

kepala, gangguan elektrolit (hiponatremia, hipokalsemia), dan gangguan metabolik

(hipoglikemia).2
24

Jika orang tua mengeluhkan anaknya mengalami kejang, maka dapat

dilakukan pendekatan klinis dengan langkah-langkah pada Gambar 3.2 dan Gambar

3.3.

Gambar 3.2 Langkah pendekatan pada anak dengan kejang8


25

Gambar 3.3 Pendekatan klinis pada anak dengan kemungkinan kejang onset baru 9
26

Berdasarkan kedua alur di atas, maka pertama harus ditentukan dulu apakah

benar pasien mengalami kejang atau sesuatu yang menyerupai kejang. 8,9 Dari

alloanamnesis dengan ibu pasien, diketahui bahwa anaknya menunjukkan tanda

“kejang” pertama kali pada Sabtu, 22 Mei 2021 pukul 05.30 yang berupa

pergerakan tangan dan kaki di kedua sisi tubuh secara cepat yang diawali dengan

kekakuan sebelumnya selama <5 menit. Anak tidak sadar dan tidak respons

terhadap stimulus selama mengalami kondisi tersebut, dan setelah gerakan berhenti,

anak menjadi lemas.

Berdasarkan deskripsi dari ibu pasien, kemungkinan keadaan tersebut

merupakan kejang tipe motorik, yaitu kejang tonik-klonik. Jenis kejang ini diawali

dengan kekakuan, kemudian diikuti dengan gerakan-gerakan mengentak-entak

(jerking movement). Kejang tonik-klonik merupakan jenis kejang yang paling

sering dipersepsikan orang awam sebagai “kejang”, dan kondisi ini berlangsung

dalam hitungan 1-3 menit. Kondisi ini terjadi akibat gangguan di salah satu

hemisfer otak maupun di kedua hemisfer sekaligus (ditandai dengan gangguan

kesadaran). Pada pasien ini, kemungkinan kejangnya merupakan kejang general

karena tedapat gangguan kesadaran selama kejang. Penyebab tersering dari kejang

tipe tonik-klonik adalah epilepsi yang diduga akibat faktor genetik. Selain epilepsi,

penyebab kejang tipe tonik-klonik adalah akibat efek sekunder dari proses infeksi,

gangguan metabolik, atau kondisi patologi yang berkaitan dengan imunitas. 6,9

Setelah diyakini bahwa anak mengalami kejang, langkah selanjutnya adalah

mencari tahu apakah kejang tersebut terjadi pertama kali atau merupakan kejang
27

berulang. Selain itu, juga penting untuk mengetahui kejang tersebut diprovokasi

oleh sesuatu atau tidak. 8,9

Pada anak-anak, kejang yang diprovokasi paling sering terjadi setelah anak

mengalami demam dalam waktu 16-24 jam sebelum muncul kejang.8 Sedangkan

kejang yang terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya provokasi kemungkinan mengarah

ke epilepsi.9

Ibu pasien menyangkal jika anaknya mengalami demam, batuk, pilek, sesak,

diare, BAB berdarah, mual-muntah, riwayat trauma kepala, maupun konsumsi obat-

obatan tertentu. Dari keterangan tersebut, bisa ditarik kesimpulan jika anak

mengalami kejang pertama tanpa provokasi karena tidak ada demam maupun tanda-

tanda infeksi lainnya dan gangguan metabolik maupun gangguan elektrolit. Namun,

pada kejang kedua yang terjadi di IGD, suhu tubuh pasien saat kejang mencapai

38,8°C, sehingga kemungkinan kejang muncul akibat adanya demam yang tidak

disadari tidak bisa disingkirkan.

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi akibat kenaikan

suhu rektal ≥38°C tanpa adanya kelainan primer intrakranial. Kriteria kejang

demam di antaranya; 1) terjadi pada usia bulan hingga 5 tahun, 2) demam

mendahului kejang, 3) kejang umumnya terjadi dalam 24 jam setelah anak mulai

demam, paling sering dalam 16 jam pertama, 4) sebelum dan sesudah kejang anak

sadar dan tidak terdapat kelainan neurologis, dan 5) anak tidak pernah mengalami

kejang tanpa disertai demam.5,8

Berdasarkan kriteria di atas, dapat ditarik kesimpulan jika kejang yang

terjadi pada pasien tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai kejang demam.
28

Oleh karena itu, kemungkinan lainnya adalah kejang terjadi tanpa provokasi

yangmana penyebab terseringnya adalah epilepsi. 2

Jika kejang tanpa provokasi terjadi akibat epilepsi, maka terlebih dahulu

harus memenuhi definisi dari epilepsi. ILAE telah mengeluarkan definisi epilepsi

di tahun 2014 yang sampai saat relevan digunakan. Epilepsi didefinisikan sebagai:

1) >2 kejang tanpa provokasi terjadi muncul dalam jarak >24 jam, 2) satu kejang

tanpa provokasi atau kejang refleks dengan risiko berulangnya kejang ≥60% dalam

10 tahun, dan 3) diagnosis dari sindrom epilepsi. Namun, pada beberapa tipe

epilepsi, trigger spesifik bisa menginduksi jenis kejang tertentu (misalnya kejang

akibat fotosensitif pada juvenile myoclonic epilepsy).7,9

Pada tanggal 24 Mei 2021, pukul 06.50, pasien mengalami kejang ketiga

dengan durasi <5 menit. Kejang terjadi tanpa diprovokasi dan pasien tidak

mengalami demam. Kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat antikejang.

Kondisi ini sudah memenuhi definisi dari epilepsi, yaitu adanya kejang tanpa

provokasi yang terjadi dalam jarak >24 jam. Untuk menyingkirkan diagnosis

banding berupa adanya infeksi, gangguan metabolik, maupun gangguan elektrolit,

pasien menjalani cek laboratorium darah rutin, kimia darah (gula darah sewaktu),

dan serum elektrolit. Hasilnya menunjukkan tidak ditemukan adanya leuksitosis,

hipoglikemia/hiperglikemia, maupun hiponatremi dan hipokalsemia. Namun, dari

hitung jenis leukosit didapatkan hasil neutropenia dan limfositosis.

Selain pemeriksaan laboratorium, dapat juga dilakukan pemeriksaan

penunjang lain seperti EEG, CT-scan, dan MRI terutama pada pasien yang sudah

dicurigai epilepsi. Sekitar 50% pasien dengan epilepsi tidak menunjukkan kelainan
29

pada gambaran EEG, sedangkan sensitifitas pada CT-scan mencapai 30-50% dan

MRI 50-70%. Pilihan pertama pemeriksaan penunjang adalah MRI, CT-scan

dilakukan apabila pemeriksaan MRI tidak bisa dilakukan maupun sebagai

pemeriksaan tambahan bila kelainan tidak terdeteksi dengan MRI. Penegakan

diagnosis epilepsi sebenarnya cukup secara klinis dan bisa diperkuat dengan

gambaran khas dari pemeriksaan EEG.8 Namun, EEG dapat membantu menetapkan

apakah jika anak kejang pertama kalinya merupakan bagian dari sindrom epilepsi

tertentu, serta apakah bangkitan kejang merupakan kejang parsial atau umum. EEG

abnormal, terutama adanya gelombang spike, merupakan prediktor yang konsisten

dalam menentukan kemungkinan kejang kembali. 4

Anak-anak dengan epilepsi umum mengalami kejang dalam kategori onset

kejang umum (mis. absen, atonik, mioklonik, tonik, klonik, dan / atau tonik-klonik)

dan umumnya memiliki pelepasan gelombang dan lonjakan umum pada EEG ketika

kejang berlangsung. Sebaliknya, mereka dengan epilepsi fokal menunjukkan

dengan berbagai kejang onset fokal. Pada epilepsi fokal, EEG interiktal mungkin

saja normal atau dapat menunjukkan pelepasan fokal atau multifokal. Klasifikasi

2017 menambahkan kategori baru, yaitu gabungan epilepsi umum dan fokal yang

digunakan untuk anak-anak dengan serangan onset fokal dan umum. Pasien-pasien

ini mungkin mengalami pelepasan fokal dan umum pada EEG. Kategori ini

mencakup variasi serangan awal epilepsi yang resistan terhadap obat, seperti

sindrom Lennox-Gastaut atau sindrom Dravet. Jenis epilepsi dianggap tidak

diketahui jika informasi tidak memadai untuk klasifikasi lebih lanjut.9


30

Pasien sudah menjalani pemeriksaan EEG pada Senin, 24 Mei 2021, tetapi

hingga pasien pulang pada Rabu, 26 Mei 2021 hasil EEG belum keluar, sehingga

diagnosis epilepsi hanya ditegakkan secara klinis saja. Selain itu, pasien tidak

menjalani pemeriksaan radiologis CT-scan maupun MRI sehingga sulit untuk

menentukan etiologi maupun sindrom epilepsi yang diderita pasien.

Selama dirawat di bangsal anak, Ruang Tulip IIA RSUD Ulin Banjarmasin,

pasien mendapatkan terapi berupa IV diazepam 2 mg jika mengalami kejang, inj.

Parasetamol 3x100 mg jika terdapat demam, dan per oral Asam valproat syr 2x1,3

ml.

Pemberian diazepam bertujuan untuk mengatasi serangan kejang. Alur

tatalaksana kejang pada anak dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut.

Gambar 3.4 Bagan tatalaksana kejang.8


31

Pada anak ini, disediakan diazepam intravena 2 mg untuk digunakan

mengatasi kejang apabila terjadi di rumah sakit. Dosis tersebut sudah sesuai dengan

berat anak yang 8,7 kg, yakni di rentang 1,74 - 4,35 mg. Antipiretik parasetamol

juga disiapkan apabila anak mengalami demam seperti yang pernah terjadi di IGD.

Dosis paracetamol untuk anak adalah 10-15 mg/kgBB terbagi dalam tiga dosis.

Pada anak ini diberikan dosis 3x100 mg sudah sesudai dengan berat badan anak,

yakni dosis yang diberikan dari rentang 87-130 mg/kali pemberian.

Pemberian per oral Asam valproat dimulai dari tanggal 24 Mei 2021 setelah

diagnosis epilepsi ditegakkan secara klinis. Ini sesuai dengan teori bahwa OAE

diberikan setelah serangan kedua terjadi dan diagnosis epilepsi sudah ditegakkan.

Selain itu, sebelum pemberian OAE, keluarga pasien perlu dijelaskan mengenai

tujuan pengobatan, lama pengobatan, dan efek samping pengobatan. Jenis OAE

yang dipilih harus disesuaikan dengan sifat serangan epilepsi dan pilihan OAE

dimulai dari monoterapi hingga politerapi. Dosis pemberian OAE dimulai dari dosis

terkecil yang kemudian dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau

timbul efek samping.8,10

Pilihan obat antiepilepsi ada beragam, tetapi ada beberapa faktor yang

menentukan jenis obat yang dipilih, yaitu 1) sindrom epilepsi, 2) karakteristik

pasien, 3) famakologi OAE, 4) faktor sosialekonomi/budaya. 10

Asam valproat merupakan obat antiepilepsi yang umum digunakan pada

kejang tipe general. Obat ini lebih unggul dari fenobarbital, topiramate, dan

karbamazepin. Fenitoin dan fenobarbital terbukti menunda kekambuhan kejang,

menunjukkan kontrol kejang dini, tetapi hal ini dapat terjadi dengan mengorbankan
32

efek samping yang merugikan sebagaimana terbukti dari tingkat retensi yang lebih

rendah dibandingkan dengan OAE yang lebih baru. 10

Pada anak dengan epilepsi, pengobatan biasanya berlangsung selama 2

tahun sambil diatur penyesuaian dosisnya hingga tercapai dosis optimal untuk

menekan serangan epilepsi. Setelah dua tahun bebas kejang, baru dosis OAE dapat

diturunkan.
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus An. AAB dengan usia 5 bulan 8 hari dengan

diagnosis Epilepsi dan Anemia Mikrositik Hipokromik di bangsal anak, Ruang

Tulip IIA RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diberikan terapi berupa antikejang,

antipiretik, dan antiepilepsi. Pasien sudah pulang pada tanggal 27 Mei 2021 dan

dianjurkan untuk kontrol ke Poli Anak pada tanggal 8 Juni 2021.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Trinka E, Cock H, Hesdorffer D, Rossetti AO, Scheffer IE, Shinnar S, Shorvon S,


Lowenstein DH. A definition and classification of status epilepticus--Report of the
ILAE Task Force on Classification of Status Epilepticus. Epilepsia. 2015
Oct;56(10):1515-23.

2. Bluvstein JS, Moshe SL. First unprovoked seizure current management in child
neurology. 3rd edition. 2005. pp. 89–92.

3. Fisher RS, van Emde BW, Blume W. Epileptic seizure and epilepsy: definitions
proposed by the International League Againts Eplilepsy (ILAE) and the
International Bureau for Epilepsy (IBE). Epilepsia. 2005;46(4):470-2.

4. Andrianti, Pravita & Gunawan, Prastiya & Hoesin, Faroek. Profil epilepsi anak dan
keberhasilan pengobatannya di RSUD Dr. Soetomo Tahun 2013. Sari Pediatri.
2016;18(1): 34-39.

5. Ko YD. Epilepsy and seizure. [Internet] Medscape. October 2020. Available in:
https://emedicine.medscape.com/article/1184846-overview. [cited June, 6 2021].

6. Fisher R., et al. Instruction manual for ILAE 2017 operational classification of
seizure types. Epilepsia. 2018;58(4):532-44.

7. Fisher RS. A practical clinical definition of epilepsy. ILAE Official Report.


2017:477.

8. Muhyi R., Hidayah N., Bab IX Sub Bagian Neurologi. 2017. Dalam: Yunanto A.
Panduan praktik klinis pediatri. Cetakan 3. Yogyakarta: Oceania Press. p 237-67.

9. Fine, A., Wirrel EC., Seizures in children. Pediatric review. 2020;41(7):321-47.

10. Moosa ANV. Antiepileptic drug treatment of epilepsy in children. 2019;25(2):381-


407.

34

Anda mungkin juga menyukai