Anda di halaman 1dari 81

REVISI

PANDUAN PELAYANAN
KESEHATAN MATERNAL
NEONATAL

RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH SRUWENG

TAHUN 2019

RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG


JL. RAYA SRUWENG NO 5 SRUWENG – KEBUMEN
TELP : (0287) 382597, HUNTING : 3872001, 3872003
FAX : (0287) 3872002
EMAIL : rsmuhammadiyahsruweng@yahoo.co.id
WEBSITE : www.pkusruweng.com
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum wr.wb.

Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas perkenan-Nya


maka Revisi Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal Rumah Sakit dapat
diselesaikan. Panduan ini disusun sebagai panduan pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal di RS PKU Muhammadiyah Sruweng.
Tujuan utama panduan ini agar dapat menjadi acuan bagi petugas rumah sakit
dalam melayani pasien maternal dan neonatal.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim
penyusun dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan panduan
ini, kami menyadari bahwa panduan tidak luput dari kekurangan, namun upaya
penyempurnaan akan terus dilaksanakan dan saran dari pembaca dan pengguna panduan
ini akan sangat kami perhatikan guna penyempurnaan panduan ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

PERATURAN DIREKTUR .................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... iv
BAB I. DEFINISI ........................................................................................................................................ 1
BAB II. RUANG LINGKUP ..................................................................................................................... 4
BAB III. TATA LAKSANA ...................................................................................................................... 5
BAB IV. DOKUMENTASI ....................................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 73
LAMPIRAN ................................................................................................................................................

iv
BAB I
DEFINISI

MORTALITAS DAN MORBIDITAS MATERNAL


Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi factor utama mortalitas wanita
muda pada masa puncak produktivitasnya.kematian maternal adalah kematian wanita yang
terjadi selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat
usia dan lokasi kehamilan, oleh setiap penyebab yang berhubungan dengan ataua dipeberat oleh
kehamilan atau penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental (factor kebetulan).
Penyebab utama kematian maternal dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Langsung
Penyebab langsung kematian maternal yang paling banyak terjadi disebabkan karena
eklamsia, perdarahan, infeksi, persalinan macet dan abortus.
2. Tidak langsung
3. Penyebab kematian tidak langsung adalah kematian yang disebabkan oleh penyakit yang
telah diderita sebelum kehamilan terjadi atau menjadi lebih buruk selama kehamilan dan
nifas
4. Terjadi tanpa dapat diduga sebelumnya
A. Mortalitas Maternal
Kematian wanita dalam proses persalinan atau akibat lain yang berhubungan dengan
kehamilan merupakan suatu pengalaman yang menyedihkan bagi keluarga dan anak yang
ditinggalkannya. Sebagai tambahan untuk prinsip di atas, ingatlah hal-hal berikut ini.
1. Saat terjadi
a. Berikan dukungan psikologis selama ibu itu sadar atau bahkan pada saat
kesadarannya mulai turun
b. Berikan pengobatan dengan selalu tetap menjaga martabat dan kehormatan ibu
tersebut, meskipun dia sudah tidak sadar atau meninggal.
2. Setelah terjadi
a. Biarkan suami atau keluarga menunggu di dekat jenazah
b. Bantulah keluarga untuk persiapan pemakaman, dan pastikan apakah mereka telah
memiliki semua dokumen yang dibutuhkan
c. Jelaskan mengenai apa yang terjadi dan jawablah semua pertanyaan, tawarkan
kesempatan kepada keluarga untuk kembali dan bertanya
B. Morbiditas Maternal yang Berat
Persalinan biasanya meninggalkan trauma baik fisik maupun mental kepada ibu yang
bersangkutan.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


1
NEONATAL
1. Saat terjadi
a. Jika kemungkinan libatkan keluarga dalam proses persalinan
b. Jika memungkinkan pastikan bahwa staf lainnya memperhatikan perasaan dan
informasi yang dibutuhkan oleh ibu dan suaminya.
2. Setelah terjadi
a. Jelaskan mengenai kondisi dan pengobatannya sehingga dapat dimengerti benar oleh
ibu dan suaminya
b. Siapkan pengobatan atau rujukan jika terjadi indikasi
c. Atur kunjungan berikutnya untuk melihat kemajuan
MORTALITAS DAN MORBIDITAS NEONATAL
Kematian perinatal terdiri dari kematian bayi yang lahir dalam keadaan meninggal dan
bayi yang lahir hidup namun kemudian meninggal dalam masa 7 hari setelah persalinan atau
terdiri dari bayi lahir mati dan kematian neonatal dini.
1. Kematian Intrauterin atau Lahir Mati
Lahir mati berarti bahwa bayi yang dilahirkan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan saat
persalinan/ dilahirkan.
Banyak factor yang mempengaruhi reaksi seorang ibu terhadap kematian bayinya, seperti:
a. Riwayat obstetrik sebelumnya serta riwayat hidup ibu tersebut
b. Sampai sejauh mana ia menginginkan bayi tersebut
c. Kejadian sekitar proses kelahiran dan penyebab kematian.
d. Pengalaman kematian sebelumnya.
2. Kematian Neonatal Dini
Kematian neonatal dini adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama kehidupan
seotang bayi. Penyebab kematian neonatal dini adalah:
a. BBLR
b. Asfiksia
c. Infeksi
d. Kelainan bawaan
Hal yang perlu dilakukan oleh petugas disaat terjadi mortalitas dan morbiditas neonatal
a. Saat terjadi
1. Hindarkan penggunaan sedative dalam membantu ibu menghadapi peristiwa tersebut.
Sedative akan menunda keikhalasan menerima fakta kematian dan merasakan
terkenang lagi nantinya, merupakan bagian dari proses penyembuhan emosi menjadi
lebih sulit.
2. Biarkan ibu atau suaminya untuk melihat dan memeluk bayinya dalam mencurahkan
rasa duka, kecuali jika ibu tidak tega melihat bayi dengan cacat bawaan.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


2
NEONATAL
3. Siapkan orang tua untuk kemungkinan adanya keadaan yang mengganggu atau
sesuatu yang diharapkan dari bayinya (merah, keriput, kulit terkelupas). Bila
mungkin, selimuti bayi tersebut sehingga tampak normal pada pandangan pertama.
b. Setelah terjadi
1. Biarkan ibu atau keluarga bersama bayinya, orang tua bayi yang meninggal masih
perlu mengenali bayinya.
2. Orang berduka dengan cara yang berbeda-beda, tetapi untuk banyak orang kenangan
adalah yang terpenting.
3. Biarkan ibu tersebut atau kelurganya menyiapkan bayi untuk pemakaman jika mereka
menghendaki
4. Anjurkan cara pemakaman sesuai dengan adat kebiasaan setempat

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


3
NEONATAL
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan kesehatan maternal dan neonatal pada Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sruweng
A. Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis
1. Pelayanan Kehamilan
2. Pelayanan Persalinan
3. Pelayanan Nifas
B. Pelayanan Kesehatan Neonatal Fisiologis
1. Asuhan Bayi Baru Lahir (Level 1 Asuhan Dasar Neonatal/ Asuhan Neonatal Normal)
Fungsi Unit:
 Resusitasi neonatus
 Rawat gabung bayi sehat-ibu
 Asuhan evaluasi pasca lahir neonatus sehat
 Stabilisasi dan pemberian asuhan bayi baru lahir usia kehamilan 35-37 minggu
yang stabil secara fisiologis
 Perawatan neonatus usia kehamilan < 35 minggu atau neonatus sakit sampai dapat
pindah ke fasilitas asuhan neonatal spesialistik
 Stabilisasi neonatus sakit sampai pindah ke fasilitas asuhan neonatal spesialistik
 Terapi sinar
Kriteria Rawat Inap Neonataus
 Neonatal normal, stabil, cukup bulan dengan berat lahir ≥ 2,5 kg
 Neonatus hampir cukup bulan (masa kehamilan 35-37 minggu), stabil secara
fisiologis, bayi dengan risiko rendah
2. Immunisasi dan Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
C. Pelayanan kesehatan Maternal risiko tinggi
a. Masa antenatal
1) Perdarahan pada kehamilan muda
2) Nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut
3) Gerak janin tidak dirasakan
4) Demam dalam kehamilan dan persalinan
5) Kehamilan ektopik (KE) & Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
6) Kehamilan dengan Nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang dan/koma,
tekanan
darah tinggi

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


4
NEONATAL
b. Masa Intranatal
1) Induksi oksitosin pada hamil lewat waktu, IUFD
2) Pelayanan terhadap syok
3) Penanganan pecah ketuban
4) Penanganan persalinan lama
5) Persalinan dengan parut uterus
6) Gawat janin dalam persalinan
7) Penanganan malpresentasi dan malposisi
8) Penanganan distosia bahu
9) Penanganan prolapsus tali pusat
10) Kuret pada blighted ovum/ kematian medis, abortus inklomplit, mola hidatidosa
11) Aspirasi vakum manual
12) Seksio sesarea
13) Epiosotomi
14) Plasenta manual
15) Perbaikan robekan serviks
16) Perbaikan robekan vagina dan perineum
17) Perbaikan robekan dinding uterus
18) Reposisi Inversio Uteri
19) Melakukan penjahitan
20) Histerektomi
21) Ibu sukar bernafas/ sesak
22) Kompresi bimanual aorta
23) Ligasi arteri uterine
24) Bayi baru lahir dengan asfiksia
25) BBLR
26) Resusitasi bayi baru lahir
27) Anestesia umum dan lokal untuk seksio sesaria
28) Anestesia spinal, ketamin
29) IUD post plasenta
30) IUD durate seksio sesaria
c. Masa Post Natal
1) Masa nifas
2) Demam pasca persalinan
3) Perdarahan pasca persalinan
4) Nyeri perut pasca persalinan
5) Keluarga Berencana

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


5
NEONATAL
D. Pelayanan kesehatan neonatal dengan risiko tinggi
Asuhan bayi baru lahir (level IIB)
Fungsi unit
1. Resusitasi dan stabilisasi bayi premature dan/ atau sakit, termasuk memberikan
bantuan napas dalam jangka waktu < 24 jam, dan CPAP ( Continuous Positive
Airway Pressure)
2. Pelayanan bayi baru lahir dengan usia kehamilan >32 minggu dan berat lahir > 1500
gr yang memiliki ketidakmampuan fisiologis seperti apnea, premature, tidak mampu
menerima asupan oral, menderita sakit yang tidak diantisipasi sebelumnya dan
membutuhkan pelayanan sub spesialistik dalam waktu mendesak
3. Oksigen nasal dengan pemantauan saturasi oksigen
4. Infuse intravena perifer dan nutrisi parenteral untuk jangka waktu terbatas
5. Memberikan asuhan bayi dalam masa penyembuhan pasca perawatan intensif
6. Infuse intravena, nutrisi parenteral total, jalur sentral menggunakan tali pusat dan
jalur sentral melalui intravena per kutan
Kriteria rawat inap
1) Bayi premature >32 minggu
2) Bayi dari ibu dengan Diabetes
3) Bayi yg lahir dari kehamilan berisiko tinggi atau persalinan dengan komplikasi
4) Gawat napas yg tidak memerlukan ventilasi bantuan
5) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) >1,5 kg
6) Hiperbilirubinemia yang perlu terapi sinar
7) Sepsis neonatorum
8) Hipotermia
E. Pelayanan Ginekologis
1. Kehamilan ektopik
2. Perdarahan uterus disfungsi
3. Perdarahan menoragia
4. Kista ovarium akut
5. Radang Pelvik akut
6. Abses Pelvik
7. Infeksi Saluran GenitaliaHIV – AIDS hanya sebatas skrining, setelah ditemukan
positif HIV-AIDS maka di rujuk ke RSUD DR. SOEDIRMAN Kebumen .
F. Perawatan Khusus/ High Care Unit dan Tranfusi Darah
Pelayanan Bank darah rumah sakit
G. Pelayanan Penunjang Medik
1. Pencitraan
Unit ini harus berfungsi untuk diagnosis Obstetri dan Neonatus

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


6
NEONATAL
 Radiologi (rongent thorax)
 USG
2. Laboratorium bekerja sama dengan Laboratorium Klinik Utama CITO Wates
Unit ini berfungsi untuk melakukan tes laboratorium dalam penanganan kedaruratan
maternal dalam pemeriksaan hemostasis penunjang untuk pre eklampsia dan
neonatal.
a. Pemeriksaan rutin darah, urin rutin
b. Septic marker untuk infeksi neonates yaitu DPL (Darah Perifer Lengkap), CRP
(C-Reactive Protein), IT ratio, kultur darah, kultur urin, kultur pus.
c. Pemeriksaan gula darah, bilirubin, elektrolit, AGD
d. Pemeriksaan laboratorium yang dirujuk (Lampiran)
3. Ruang Pencucian dan Penyimpanan alat steril yang sudah dibersihkan
Tempat pencucian dan penyeterilan alat dilakukan oleh bagian CSSD. Area
penyimpanan alat steril berada di ruang tindakan.
4. Ruang Menyusui bagi ibu yang bayinya masih dirawat dan tempat penyimpanan ASI
perah.
5. Ruang Susu
Dapur susu merupakan tempat yang digunakan untuk menyiapkan susu formula bagi
neonatus. Dapur susu terdiri dari 2 ruang yaitu ruang penyimpanan dan ruang
persiapan yang digabung menjadi satu ruang.
Ruang Penyimpanan :
a. Ruangan terletak tidak jauh dari ruang persiapan
b. Barang-barang/ susu formula disimpan pada toples dan tidak langsung di atas
lantai
b. Suhu penyimpanan berkisar 10-15 C dan dimonitor setiap hari
c. Rotasi barang berdasarkan sistem FIFO (First In First Out)
Ruang Persiapan :
a. Petugas mencuci tangan dengan sabun dan/atau dengan cairan desinfektan
sebelum bekerja
b. Petugas membersihkan meja kerja dengan cairan desinfektan
Ruang Pencucian
Ruang pencucian berada di dekat ruang persiapan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


7
NEONATAL
BAB III
TATA LAKSANA

PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL NORMAL


A. Kehamilan Normal
Menurut Federasi Obstertri dan Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi
atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal
akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi dalam tiga trimester, dimana trimester kesatu berlangsung
sampai 3 bulan, trimester kedua pada bulan ke 4 sampai 6 bulan dan trimester ketiga pada
bulan ke 7 sampai 9 bulan.
Kehamilan melibatkan perubahan fisik, sosial dan emosional dari ibu. Oleh karena itu
pelayanan/ asuhan antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung
kesehatan ibu hamil.
1. Tujuan Asuhan Antenatal
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.
2. Kebijakan Program
a. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan.
1. Satu kali pada triwulan pertama
2. Satu kali pada triwulan kedua
3. Dua kali pada triwulan ketiga
b. Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T” :
1. Timbang Berat Badan
2. Ukur Tekanan Darah
3. Ukur TFU (tinggi fundus uteri)
4. Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) 0,5 cc.
5. Pemberian tablet zat besi selama kehamilan.
6. Tes terhadap penyakit menular seksual.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


8
NEONATAL
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
3. Penilaian klinik
 Identifikasi ibu hamil
Bidan menanyakan kepada pasien tentang keluhan dan riwayat pasien. Beberapa
pertanyaan yang mungkin diajukan bidan adalah:
1. Keluhan pasien
2. Riwayat penyakit dahulu meliputi DM, kamker, ginjal dll
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Riwayat alergi
5. Riwayat kehamilan sekarang meliputi HPHT, tanda bahaya kehamilan, gerakan
janin, riwayat ANC, riwayat konsumsi obat
6. Riwayat kehami dan persalinan lalu
7. Riwayat psikososial
Bidan berinteraksi dengan pasien dan keluarga untuk memberikan penyuluhan dan
motifasi kepada ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu
untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
 Pemeriksaan Fisik pada ibu hamil
1) Pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada ibu hamil
a. Muka
b. Mata
c. Hidung
d. Mulut
e. Leher
f. Dada
g. Abdomen
h. Ekstremitas
2) Pemeriksaan palpasi pada ibu hamil menurut Leopold
 Tinggi fundus uteri
 Leopold I
a. Kedua telapak tangan pada fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus
uteri, sehingga perkiraan umurkehamilan dapat di sesuaikan dengan
tanggal haid terakhir.
b. Bagian apa yang terletak di fundus uteri. Pada letak sungsang akan teraba
kepala pada fundus (bulat keras dan melenting bila digoyang), pada letak
kepala akan teraba bokong pada fundus (tidak keras tak melenting, dan
tidak bulat), pada letak lintang fundus uteri tidak diisi oleh bagian- bagian
janin.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


9
NEONATAL
 Leopold II
a. Kemudian kedua tangan diturunkan menelusuri tepi uterus untuk
menetapkan bagian apa yang terletak di bagian samping perut ibu.
b. Letak membujur dapat ditetapkan punggung anak (teraba rata dengan
tulang iga seperti papan cuci)
c. Pada letak lintang dapat ditetapkan dimana kepala janin (teraba di kanan
atau di kiri.
 Leopold III
a. Menetapkan bagian apa yang terdapat diatas simfisis pubis.
b. Kepala akan teraba bulat dan keras sedangkan bokong teraba tidak keras
dan tidak bulat. Pada letak lintang simfisis pubis akan teraba kosong
 Leopold IV
a. Pada pemeriksaan Leopold IV, pemeriksa menghadap kearah kaki ibu
menetapkan bagian terendah janin yang masuk ke pintu atas panggul.
b. Bila bagian terendah masuk PAP telah melampaui lingkaran terbesarnya,
maka tangan yang melakukan pemeriksaan divergen, sedangkan bila
lingkaran terbesarnya belum masuk PAP maka tangan pemeriksa
konvergen.
3) Pemeriksaan auskultasi pada ibu hamil
 Denyut jantung janin. DJJ normal pada bayi adalah 120-160 x/menit
4) Pemeriksaan perkusi
 Pemeriksaan reflek patella
5) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, dan
pernapasan
6) Pemeriksaan inspekulo jik ada indikasi
7) Pemeriksaan dalam
 Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan hemoglobin (Hb)
b) Pemeriksaan urin jika ada indikasi (tes protein dan glukosa)
c) Pemeriksaan rontgen
d) Pemeriksaan USG
B. Persalinan Normal
Persalinan atau kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


10
NEONATAL
 Kala I
Dimulai dari saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini dibagi
dalam 2 fase, fase laten (8 jam) servik membuka sampai 3 dan fase aktif (7 jam) servik
membuka dari 3 sampai 10.
Selama kala I dimulai dari fase aktif semua pemantauan dicatat di dalam partograf.
Hal yang perlu dipantau adalah detak jantung janin (dipantau setiap 30 menit),
pemberiksaan vagina yang meliputi pembukaan servik, penipisan servik, penurunan
bagian terendah, molase (kontrol setiap 4 jam), his/ kontraksi yang meliputi frekuensi,
lamanya dan kekuatan (kontrol setiap 30 menit), tanda-tanda vital (kontrol tensi setiap 4
jam), status kandung kemih
 Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
 Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit.
 Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. Dalam waktu 2
jam petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit
pada 1 jam kedua.
Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan
dalam upaya mencapai persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek
sayang ibu dan saying bayi.
1. Kebijakan pelayanan asuhan persalinan
 Semua persalinan dihadiri oleh tenaga kesehatan
 Obat-obat esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi petugas
2. Rekomendasi kebijakan teknis asuhan persalinan dan kelahiran
 Asuhan sayang ibu dan bayi dimasukkan sebagai bagian dari persalinan yang bersih
dan aman, termasuk hadirnya keluarga unutk memberikan dukukngan
 Partograf digunakan untuk memantau persalinan
 Selama persalinan normal, intervensi dilakukan jika benar-benar dibutuhkan
 Manajemen aktif kala III harus dilakukan pada semua persalinan normal
 Pemantauan kala IV harus dilakukan petugas
 Masase fundus dilakukan untuk memastikan tonus uterus tetap baik. Ibu dan anggota
keluarga dapat diajarkan melakukan hal ini
 Segera setelah lahir, bayi dikeringkan dan dijaga kehangatannya untuk mencegah
hipotermi

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


11
NEONATAL
 Obat-obat esensial, bahan dan perlengkapan harus disediakan oleh petugas dan
keluarga.
Daftar peralatan, bahan, obat yang diperlukan untuk asuhan persalinan
Peralatan Persediaan obat dan BHP
Gunting tali pusat Cairan infus
2 buah klem Set infus
Kateter Metil ergometrin inj
Gunting episiotomi Oksitosin
½ kocher Misoprostol
Pengikat tali pusat Lidocain
Alat suction bayi Klorin 0,5%
Partograf Kassa
Termometer Kapas saflon
Pita ukur Spuit
Dopler Kantong plastik
Stetoskop Kateter intravena
Tensimeter Sarung tangan
Celemek Benang catgut
Kain alas
Jarum heacting
Pinset
Stetoskop
C. Nifas normal
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembaili seperti sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. Pada masa nifas
terjadi perubahan-perubahan fisiologis yaitu
 Perubahan fisik
 Involusi uterus dan pengeluaran lokhia
 Perubahan psikis
 Perubahan sistem tubuh lainnya
Tujuan asuhan masa nifas:
 Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikis
 Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah bila terjadi
komplikasi pada ibu dan bayi
 Memberikan penkes tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga, menyusui,
imunisasi dan perawatan bayi sehat.
 Memberikan pelayanan keluarga berencana

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


12
NEONATAL
Perawatan Pasca Persalinan
1) Pasca-Persalinan Normal
Setelah persalinan normal berlangsung, biasanya akan melakukan beberapa
pemantauan yang dilakukan selama 2 jam di ruang pemulihan. Yang dipantau adalah
tanda- tanda vital, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
Jika tak ada perdarahan, komplikasi, atau pembengkakan jalan lahir, dan sebagainya,
maka ibu dapat dipindah ke ruang perawatan.
Seperti diketahui, rahim akan membesar selama kehamilan dan akan mengerut setelah
bayi lahir. Namun terkadang ukuran rahim tak berangsur mengecil. Dokter juga akan
mewaspadai kemungkinan ari-ari atau ketuban masih tertinggal di dalam.
Terjadinya infeksi juga akan mengganggu pengecilan rahim (involusi) sehingga
rahim akan tetap membesar (sub-involusi). Infeksi yang sudah menjalar ke rahim dapat
mengakibatkan perdarahan sehingga ibu biasanya akan diberi obat-obatan untuk
membuat dinding dalam rahim berkontraksi sehingga darah dapat dikeluarkan.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum :

Involusi Tinggi Fundus

Bayi lahir Sepusat

Plasenta lahir 2 jari bawah pusat

7 hari ( 1 mgg ) Pertengahan pusat – symphisis

14 hari ( 2 mgg ) Tak teraba diatas symphibis

42 hari ( 6 mgg ) Bertambah kecil

56 hari ( 8 mgg ) Normal

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara
darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.

Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan, yaitu:kepala da

Lochea Hari Warna Ciri – ciri


Berisi sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua,
Rubra 1-2 hari Merah kehitaman
verniks kaseosa, lanugo,
sisa mekonium
Sanguinolenta 3-7 hari Merah kuning Berisi darah + lendir
Serosa 7-14 hari Kuning Cairan tidak berdarah lagi
Setelah 2 mgg
Alba Putih Cairan putih
– selesai

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


13
NEONATAL
Perawatan pasca persalinan
a) Mobilisasi
Ibu yang melahirkan secara normal bisa melakukan mobilisasi 6 jam setelah
melahirkan. Mobilisasi ini bertujuan agar sirkulasi darah menjadi lancar, menghindari
pembengkakan, dan mencegah trombosis.
b) Diet
Diet untuk ibu masa nifas harus banyak mengandung protein, zat besi, kalsium, serta
vitamin.
c) Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Bila kandung kemih penuh
wanita sulit kencing. Sebaiknya dilakukan kateterisasi.
d) Defikasi
Buang air besar harus dilakukan setelah melahirkan
e) Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas,
tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk mengurus bayinya.
Perubahan-perubahan terjadi pada kelenjar payudara :
Poliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak bertambah

1. Keluar cairan susu jolog dari duktus laktiferus disebut kolostrum berwarna
kuning-putih susu.
2. Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena-vena
berdilatasi sehingga tampak jelas.
3. Setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang, maka timbul
pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu.
2) Pasca-Persalinan Sesar
Jika proses persalinan dilakukan dengan sesar, setelah itu biasanya tim medis akan
melihat apakah ibu muntah atau tidak. Muntahan ini bisa masuk ke dalam paru-paru dan
memicu pneumonia (infeksi atau peradangan pada jaringan paru-paru) jika tidak
dipantau.
Tindakan operasi pun bisa meninggalkan “bekas” yang disebut keloid (jaringan
parut di atas luka, keras, gatal dan bisa membengkak). Namun lambat laun keloid bisa
menipis atau hilang dengan sendirinya.
Penatalaksaan post-op Sectio Caesarea:
a) Awasi TTV sampai pasien sadar
b) Pemberian cairan dan diit

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


14
NEONATAL
Diet untuk ibu masa nifas harus banyak mengandung protein, zat besi, kalsium, serta
vitamin. Diit untuk pasien post SC adalah bertahap, mulai dari cair, bubur saring,
bubur kasar, dan nasi. Kebutuhan cairan untuk ibu post SC adaah 2000 ml per hari.
c) Atasi nyeri yang ada
Pasca operasi ibu juga akan merasakan nyeri di daerah jahitan ketika melakukan
aktivitas. Disarankan ibu menghindari segala aktivitas fisik yang berlebihan selama
beberapa hari.
d) Mobilisasi secara dini dan bertahap
Ibu yang melahirkan secara sesar mobilisasi dapat dilaksanakan 8 jam setelah operasi
atau setelah anestesi habis. Ibu dianjurkan melaksanakan mobilisasi dini, misalnya
ibu miring kanan-miring kiri, turun dari tempat tidur, belajar duduk, dan berjalan
sendiri. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke3 diperbolehkan jalan-jalan. Pada
hari ke 3 jika sudah tidak ada keluhan maka diperbolehkan pulang. Mobilisasi ini
bertujuan agar sirkulasi darah menjadi lancar, menghindari pembengkakan, dan
mencegah trombosis.
e) Kateterisasi
Pada pasien post operasi maka akan dipasang kateterisasi menetap selama 24 jam
f) Jaga kebersihan luka operasi
Kebersihan luka operasi dapat dilakukan dengan mengganti balut luka operasi.
g) Berikan obat antibiotic dan analgetik
h) Defikasi
Buang air besar harus dilakukan setelah melahirkan
3) Perawatan Pribadi Setelah Episiotomi
Yang dimaksud dengan tindakan episiotomi adalah pengguntingan jaringan yang terletak
di antara lubang kemaluan (vagina) dan lubang pelepasan (anus). Tujuannya untuk
memperlebar jalan lahir sehingga memudahkan proses lahirnya bayi. Jika persalinan
normal sampai memerlukan tindakan episiotomi, ada beberapa hal yang harus dilakukan
agar proses pemulihan berlangsung seperti yang diharapkan.
Inilah cara perawatan setelah episiotomi:
1. Untuk menahan rasa sakit akibat proses jahitan, akan memberikan obat penahan rasa
sakit.
2. Untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar, ibu dianjurkan memperbanyak
konsumsi serat seperti buah-buahan dan sayuran. Dengan begitu tinja yang
dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tak perlu mengejan. Kalau perlu, akan
memberikan obat untuk melembekkan tinja.
3. Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak bergerak pada
minggu pertama karena bisa merusak otot-otot perineum..

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


15
NEONATAL
4. Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera melakukan
mobilisasi setelah cukup beristirahat
5. Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak mengganti pembalut darah
nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air seperti biasa. Jika ibu benar-benar takut
untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk berendam dalam larutan
antiseptik selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran berupa sisa air seni dan feses juga
akan hilang.
6. Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi salep
antibiotik.
Setelah seluruh hasil pemantauan dinyatakan baik, ibu bisa meneruskan perawatan secara
pribadi. Selama masa pasca persalinan, normal atau sesar, akan terjadi perdarahan selama 40 hari
atau masa nifas. Di sinilah pentingnya menjaga kebersihan di daerah seputar vagina dengan
saksama. Kebersihan vagina selama masa nifas harus dilakukan karena beberapa alasan, seperti:
1. Banyak darah dan kotoran yang keluar dari vagina
2. Vagina merupakan daerah yang dekat dengan tempat buang air kecil dan tempat buang air
besar yang tiap hari kita lakukan
3. Adanya luka di daerah perineum yang bila terkena kotoran dapat terinfeksi
4. Vagina merupakan organ terbuka sehingga memudahkan kuman yang ada di daerah tersebut
menjalar ke rahim.
Agar vagina bersih
1. Siram vagina dan anus dengan air setiap kali habis BAK dan BAB. Air yang digunakan tak
perlu matang asal bersih. Basuh hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel di sekitar
vagina, baik kotoran dari air seni, darah nifas, maupun feses, karena bisa menimbulkan
infeksi pada luka robekan atau jahitan.
2. Cara membilas yang benar adalah dari depan ke belakang. Bukan sebaliknya. Proses
membersihkan dari belakang ke depan dapat mengakibatkan bakteri dan kuman yang ada di
anus masuk ke vagina sehingga kemungkinan infeksi bisa menjadi lebih besar.
3. Keringkan bibir vagina dengan handuk lembut, lalu gantilah pembalut. Yang perlu dicermati,
pembalut mesti diganti setiap habis BAK atau BAB atau minimal 3 jam sekali atau bila
sudah dirasa tak nyaman. Bila tidak sering diganti, daerah seputar vagina akan lembap serta
penuh kuman yang menyebabkannya rawan terinfeksi.
4. Pilih pembalut yang higienis, antitoksik, dan cukup menampung darah nifas.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


16
NEONATAL
D. Bayi Baru Lahir Normal

MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR NORMAL

PENILAIAN
Sebelum bayi lahir
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur
mekonium?
Setelah bayi lahir
 Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-
megap?
 Apakah tonus otot baik/ bayi bergerak aktif?

 Bayi cukup bulan


 Ketuban jernih
 Bayi menangis atau bernapas
 Tonus otot baik/ bauyi bergerak
aktif

ASUHAN BAYI BARU LAHIR


NORMAL

1. Jaga bayi tetap hangat


2. Bersihkan jalan nafas (jika perlu)
3. Keringkan
4. Pemantauan bayi baru lahir dan kenali tanda
bahaya BBL
5. Memotong dan merawat tali pusat
6. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
7. Identifikasi bayi
8. Memberikan vitamin K1
9. Memberikan salep mata
10. Pemeriksaan fisik
11. Memberikan imunisasi hepatitis B 0,5 ML

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


17
NEONATAL
1. Jaga bayi tetap hangat
Saat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh BBL belum berfungsi sempurna. Oleh
karena itu segera lakukan upaya pencegahan kehilangan panas untuk mencegah
hipotermia. Upaya untuk mencegah kehilangan panas:
a. Ruang bersalin yang hangat. Suhu ruangan minimal 25 C
b. Letakkan bayi di dada atau perut ibu agar kontak kulit ibu ke kulit bayi
c. Lakukan IMD
d. Gunakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kehilangan panas dn pakaikan
topi.
e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Lakukan
penimbangan setelah 1 jam kontak kulit ibu ke kulit bayi. Sebelum melakukan
penimbagan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut yang kering.
Bayi sebaiknya dimandikan pada waktu yang tepat yaitu tidak kurang dari 6 jam
setelah lahir dan setelah kondisi stabil.
f. Rawat gabung ibu dan bayi dalam satu ruangan
g. Resusitasi dalam lingkungan yang hangat. Apabila bayi memerlukan resusitasi
harus dilakukan dalam lingkungan yang hangat
h. Transportasi hangat. Bayi harus dijaga kehangatannya selama dalam perjalanan
2. Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan setelah lahir. Bila bayi tidak langsung menangis,
penolong segera membersihkan jalan nafas. Apabila setelah 1 menit bayi tidak bernapas,
hendaknya lakukan resusitasi sesuai instruksi dokter.
3. Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks. Keringkan bayi dari muka, kepala
dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Verniks
akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Segera ganti handuk basah dengan handuk/
kain yang kering
4. Pemantauan bayi baru lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau
tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian.
 Dua jam pertama sesudah lahir. Hal yang dinilai waktu pemantauan bayi sesudah
lahir meliputi bayi tampak aktif atau lunglai, bayi kemerahan atau biru
 Penolong persalinan melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap ada tidaknya
masalah kesehatan yang memerlukan tindak lanjut seperti hipotermi,
infeksi,gangguan napas, dan bayi kecil untuk masa kehamilan atau bayi kurang bulan.
Tanda bahaya bayi baru lahir yang harus diperhatikan:
 Bayi tidak mau minum atau memuntahkan semua
 Kejang
 Bergerak hanya jika dirangsang

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


18
NEONATAL
 Napas cepat (≥ 60 x/ menit)
 Napas lambat (< 30 x/ menit)
 Retraksi dinding dada
 Menangis merintih
 Demam ( suhu aksila > 37,5 C)
 Hipotermi (suhu aksila < 36,5 C)
 Nanah yang banyak di mata
 Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
 Diare
 Hiperbilirubin/ bayi tampak kuning
5. Memotong dan merawat tali pusat
Sebelum memotong tali pusat, pastikan bahwa tali pusat di klem dengan baik untuk
mencegah terjadinya perdarahan. Setelah itu bungkus tali pusat dengan kassa steril.
Pemotongan dan pengikatan tali pusat sebaiknya dilakukan sekitar2 menit setelah lahir
(atau setelah menyuntikkan oksitosin kepada ibu) untuk memberikan kesempatan tali
pusat mengalirkan darah (dengan demikian JUGA zat besi) kepada bayi.
6. Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD)
Inisiasi Menyusu Dini sebaiknya segera dilakukan setelah tali pusat di potong. IMD
dilakukan minimal 1 jam utnuk kontak kulit ibu ke kulit bayi.
7. Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan dalam satu tempat lebih dari satu, maka diperlukan identifikasi
bayi. Identifikasi bayi dapat diberikan dengan gelang bayi dan harus tetap digunakan
sampai waktu pulang. Gelang bayi berwarna pink untuk bayi perempuan dan gelang bayi
berwarna biru untuk bayi laki- laki. Setiap bayi diberikan 2 gelang bayi yang terdiri dari
1 gelang berwarna pink berisi nama, No RM, tanggal lahir ibu dan 1 gelang bayi
berwarna pink/ biru sesuai dengan jenis kelamin bayi berisi nama, no RM dan tanggal
lahir bayi.
8. Memberikan vitamin K1
Untuk mencegah terjadinya perdarahan maka semua bayi baru lahir diberikan injeksi
vitamin K1 dengan dosis 1 mg IM di paha kiri anterolateral setelah IMD
9. Memberikan salep mata
Salep mata tetrasiklin 1% diberikan untuk mencegah penyakit mata karena klamidia.
Tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


19
NEONATAL
10. Pemeriksaan fisik
No Pemeriksaan fisik yang Keadaan normal
dilakukan
1 Lihat postur, tonus, dan aktifitas  Posisi tungkai dan lengan fleksi
 Bayi sehat akan bergerak aktif
2 Lihat kulit Wajah, bibir dan selaput lendir, dada
haus berwarna merah muda, tanpa
adanya kemerahan atau bisul
3 Hitung pernapasan dan lihat  Frekuensi napas normal 40-60 x/
tarikan dinding dada kedalam menit
ketika bayi sedang tidak  Tidak ada tarikan/ retraksi dinding
menangis dada
4 Hitung denyut jantung dengan Frekuensi denyut jantung normal 120-
meletakkan stetoskop di dada 16- x/ menit
kiri setinggi apeks kordis
5 Lakukan pengukuran suhu Suhu normal adalah 36,5 C – 37,5 C
ketiak dengan termometer
6 Lihat dan raba bagian kepala  Bentuk kepala terkadang asimetris
karena penyesuaian pada saat proses
persalinan, umumnya hilang dalam
48 jam
 Ubun-ubunbesar rata atau tidak
membonjol, dapat sdikit membonjol
saat sedang menangis
7 Lihat mata Tidak ada kototran atau sekret
8 Lihat bagian dalam mulut.  Bibir, gusi, langit-langit utuh dan
Masukkan satu jari yang tidak ada bagian yang terbelah
menggunakan sarung tangan ke  Nilai kekuatan isap bayi. Bayi akan
dalam mulut, raba langit- langit menghisap kuat jari pemeriksa
9 Lihat dan raba perut  Perut bayi datar dan teraba lemas
Lihat tali pusat  Tidak ada perdarahan,
pembengkakan, nanah, bau yang
tidak enak pada tali pusat atau
kemerahan pada sekitar tali pusat
10 Lihat punggung dan raba tulang Kulit teraba utuh, tidak terdapat lubang
belakang dan benjolan pada tulang belakang

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


20
NEONATAL
11 Lihat ekstremitas  Hitung jumlah jari tangan dan kaki
 Lihat apakan kaki pososonya baik
atau bengkok ke dalam atau keluar
 Lihat gerakan ekstremitas simetris
atau tidak
12 Lihat lubang anus  Terlihat lubang anus dan periksa
 Hindari memasukkan alat apakah mekonium sudah keluar
atau jari dalam memeriksa  Biasanya mekonium keluar dalam
anus 24 jam setelah lahir
 Tanyakan pada ibu apakah
bayi sudah buang air besar
13 Lihat dan raba alat kelamin luar  Bayi perempuan kadang terlihat
 Tanyakan pada ibu apakah cairan vagina berwarna putih atau
bayi sudah buang air kecil kemerahan
 Bayi laki-laki terdapat lubang uretra
pada ujung penis
 Pastikan bayi sudah buang air kecil
dalam 24 jam setelah lahir
14 Timbang bayi  Berat lahir 2,5 – 4 kg
 Timbang bayi dengan  Dalam minggu pertama, berat bayi
menggunakan selimut, hasil mungkin turun dahulu baru
dikurangi selimut kemudian naik kembali dan pada
usia 2 minggu umumnya tealah
mencapai berat lahirnya
Penurunan berat badan maksimal
untuk bayi baru lahir cukup bulan
maksimal 10 %, untuk bayi kurang
bulan maksimal 15%
15 Mengukur panjang dan lingkar  Panjang lahir normal 48-52 cm
kepala  Lingkar kepala normal 33-37 cm

11. Memberikan imunisasi hepatitis B 0,5 ml


Imunisasi hepatitis B sebaiknya diberikan 1-2 jam setelah pemberian vit K secara IM.
Imunisasi ini bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi. Apabila
terdapat bayi dengan ibu yang terinfeksi HbSAg (+) maka imunisasi hepatitis B diberikan
setelah pemberian hiperheb (jika tersedia hiperheb)
.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


21
NEONATAL
PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL DENGAN MASALAH
(KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL)

Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien


yang memerlukan perawatan yang tidak direncanakan dan mendadak atau terhadap pasien
dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien. Obstetri
adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang
mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya. membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan
kehamilan, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
Kegawatdaruratan obstetri adalah kasus- kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani
makan dapat mengakibatkan kematian ibu.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan (lebih tepat 4 minggu atau 28 hari
setelah lahir). Sedangkan kegawatdaruratan neonatal adalah suatu keadaan yang mengancan
neonatau apabila tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan kematian
RUANG LINGKUP KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL
A. KEGAWATDARURATAN MATERNAL
1) PERDARAHAN
Perdarahan dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan pada saat masa nifas.
a. Perdarahan dalam kehamilan
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi dalam kehamilan.
Perdarahan terjadi saat kehamilan muda dan saat usia kehamilan mencapai trimester
III yang disebut dengan perdarahan antepartum.
1) Perdarahan pada kehamilan muda
Macam- macam perdarahan pada kehamilan muda:
a. Abortus
Abortus adalah perdarahan pada kehamilan di bawah 20 minggu atau
perkiraan berat badan janin kurang dari 500 gram dimana janin belum
memiliki kemampuan untuk hidup di luar kandungan.
Tanda-tanda terjadinya abortus pada umumnya adalah:
 Terjadi kontraksi uterus/rahim
 Terjadi perdarahan uterus/rahim
 Dilatasi serviks (pelebaran mulut rahim)
 Ditemukan sebagian atau seluruh hasil konsepsi/pembuahan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


22
NEONATAL
Macam-macam abortus:
 Abortus Imminens
Abortus imminens adalah ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan per vaginam (lewat vagina), ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Tanda- tanda abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya
uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan
janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi
pelepasan atau belum.
Penanganan pada pasien dengan abortus iminens adalah pasien
dianjurkan untuk rawat inap dan istirahat baring, tidur berbaring
merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan
mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim.
Ditambahkan dengan obat sesuai dengan advis dokter spesialis
 Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar, ostium uteri telah membuka, akan tetapi
hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Keluhan yang dirasakan penderita adalah akan merasa mulas karena
kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan
pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus masih sesuai
dengan usia kehamilan dangan tes urin kehamilan masih positif. Pada
pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai
dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaannya.
Penanganannya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan hebat.
 Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil
konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu, berat janin < 500 gram
Ciri : Perdarahan per vaginam yang banyak, disertai kontraksi, serviks
terbuka, sebagian jaringan konsepsi keluar.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


23
NEONATAL
Penanganan : optimalisasi keadaan umum dan tanda vital ibu (perdarahan
banyak dapat menyebabkan syok), pengeluaran seluruh jaringan konsepsi
dengan eksplorasi digital dan bila perlu dilakukan kuretase.
 Abortus Kompletus
Abortus kompletus adalah peristiwa pengeluaran lengkap seluruh
jaringan hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu, berat janin
<500gram.
Ciri : Perdarahan per vaginam yang banyak, kontraksi uterus, serviks
sudah menutup, keluar jaringan hasil konsepsi, tidak ada sisa jaringan di
dalam uterus. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan
diagnose secara klinis.
Penanganan : optimalisasi keadaan umum dan tanda vital ibu.
 Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah kejadian abortus berulang pada 3
kehamilan atau lebih berturut - turut. Abortus habitualis umumnya
disebabkan karena kelainan anatomik uterus (mioma, septum, serviks
inkompeten, dll), atau kelainan faktor-faktor imunologi. Pada kasus
abortus habitualis perlu dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat
ada/tidaknya kelainan anatomi. Selain itu juga perlu dilakukan rangkaian
pemeriksaan faktor-faktor hormonal / imunologi / kromosom.
 Missed Abortion
Missed abortion adalah embrio/fetus meninggal dalam kandungan
dan masih tertahan dalam kandungan. Biasanya didahului tanda dan
gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau
menghilang setelah pengobatan.
Penanganan : mengeluarkan jaringan konsepsi dengan stimulasi kontraksi
uterus. Jika dilakukan tindakan kuretase, maka harus sangat hati-hati
karena jaringan telah mengeras, dan dapat terjadi gangguan pembekuan
darah akibat komplikasi kelainan koagulasi (hipofibrinogenemia).
 Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia. Abortus septic ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi
pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan
asepsis dan antisepsis.
Abortus infeksious dan abortus septic perlu segera mendapatkan
pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


24
NEONATAL
selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat
ke seluruh tubuh (sepsis, septicemia) dan dapat jatuh ke keadaan syok
septic.
b. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.
Tanda dan gejala kehamilan ektopik
 Sakit perut.
 Nyeri pada tulang panggul.
 Menstruasi berhenti.
 Pendarahan ringan dari vagina.
 Pusing atau lemas.
 Mual dan muntah.
 Nyeri pada bahu.
 Rasa sakit atau tekanan pada rektum saat buang air besar.
 Jika tuba falopi sobek, akan terjadi pendarahan hebat yang mungkin
memicu hilangnya kesadaran.
c. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janain dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang,
berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai
1 atau 2 cm
Tanda dan gejala
 Pada umumnya tanda kehamilan test urine positif hamil. Ibu mengeluh
ada bercak perdarahan berulang - ulang bahkan bisa menagkibatkan
penurunan kadar sel darah merah ibu ( anemia )
 Ibu hamil dengan Molahidatidosa juga mengeluh mual muntah yang
berlebihan bahakan hingga pada kondisi keracunan kehamilan ( toksemia
gravidarum ).Mual dan muntah ini akibat tingginya kadar hormon HCG (
Hormon Chorionik Gonadotropin) dalam tubuh ibu.
 Perut ibu semakin membesar tetapi ibu tidak merasakan gerakan -
gerakan janin dalam kandungannya.
 Besarnya perut ibu hamil melebihi besar perut ukuran usia hamil yang
seharusnya.
 Pada keadaan lanjut gelembung hamil anggur ikut keluar bersamaan
dengan keluarnya darah dari dalam rahim

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


25
NEONATAL
2) Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan
a. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum ( Sarwono, ilmu kebidanan 2010 ).
Jenis – jenis plasenta previa
 Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
 Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum.
 Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
 Plasenta retak rendah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih
kurang 2cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2cm
dianggap plasenta letak normal.
Tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah:
 Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
 Darah biasanya berwarna merah segar.
 Terjadi saat tidur atau saat melakukan aktifitas.
 Bagian terdepan janin tinggi ( Floating ), sering dijumpai kelainan letak
janin.
 Pendarahan pertama First bleeding ) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecualibila dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya. Tetapi
pendarahan berikutnya ( reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
b. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalahn terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat impalntasinya yang normal pada lapisan
desidua endometrium sebelum waktunya yakni anak lahir
Beberapa gejala dari solusio plasenta adalah sebagai berikut:
 Perdarahan yang disertai nyeri.
 Anemia dan syok, beratnya anemia dan syok tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
 Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri sangat dipegang karena isi
rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta
hinggga rahim teregang ( uterus en bois ).

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


26
NEONATAL
 Palpasi sulit dilakukan karena rahim keras.
 Fundus uteri makin lama makin baik.
 Bunyi jantung biasanya tidak ada.
 Pada toucher teraba ketuban yang teregang terus-menerus ( karena isi
rahim bertambah ).
 Sering terjadi proteinuria karena disertai preeklamsi.
c. Ruptura Uteri
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik.
Tanda gejala ruptur uteri
 Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen,
 Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
 Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
 Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak )
 Bagian presentasi dapat digerakan diatas rongga panggul
 Bagian janin lebih mudah di palpasi
 Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
 Nyeri berat pada supra pubis.
 Kontraksi uterus hipotonik
3) Kegawatan Pada HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a. Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan
banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal
sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak
1) Penyebab HPP
 Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah)
Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan
baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


27
NEONATAL
 Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit
setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan
aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta
dan uterus
 Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah
lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
2) Klasifikasi HPP
 Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya
adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan
lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
 Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum
hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama
3) Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini
dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok.
perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai
predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya
perdarahan postpartum selalu ada. Perdarahan yang terjadi dapat deras
atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik
perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian.
Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan
jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus
ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar
dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini
biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri
keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum
diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
4) Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum
adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis.
Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan
ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


28
NEONATAL
ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi
jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post
partum :

 Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)


 Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
 Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di
ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam
berikutnya (di ruang rawat gabung).
 Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
 Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
 Atasi syok
 Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan
infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
 Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir.
 Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
 Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
 Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
5) Postnatal Care (PNC)
Sampai 50% kematian maternal terjadi setelah persalinan dan Sampai
50% kematian bayi baru lahir terjadi dalam 24 jam Pertama
1. Kunjungan post partum dalam 24 - 48 jam
2. Ibu
 Kondisi umum, sepsis
 Payudara
 Lochia, kondisi perineum
 Diskusi soal gizi, hygiene, menyusui
 Beri tablet besi, as folat, yodium bila sesuai, vitamin A
 KB
3. Bayi
 Kondisi umum, pastikan tetap hangat
 Menyusui sesuai permintaan bayi
 Berat badan bayi
 Perawatan tali pusat

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


29
NEONATAL
 Diskusi perawatan bayi: imunisasi, pemantauan dan
Pertumbuhan
6) Pencegahan perdarahan post partum
 Penyebab utama kematian maternal
 Tidak bisa diprediksi terjadinya
 semua wanita beresiko
7) Manajemen aktif kala III mengurangi terjadinya HPP, membutuhkan
transfusi darah dan intervensi medis
 Uterotonika dalam wahtu 1 menit setelah kelahiran bayi (Oxytocin 10
Units IM, Misoprostol 600 mcg per oral kalau oxytocin tidak tersedia)
 Mengontrol tarikan tali pusat
 Pijat luar rahim
2) HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN, PRE-EKLAMSIA DAN EKLAMSIA
1. Hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi karena kehamilan yaitu : hipertensi yang terjadi karena atau pada saat
kehamilan dapat mempengaruhi kehamilan itu sendiri biasanya terjadi pada usia
kehamilan memasuki 20 minggu

Tanda dan gejala hipertensi kehamilan seperti berikut :

1. Ditemukannya kelebihan protein dalam urin (proteinuria) atau tanda-tanda tambahan


masalah ginjal.
2. Sakit kepala yang parah.
3. Perubahan penglihatan, penglihatan menjadi kabur atau sensitivitas cahaya.
4. Nyeri pada perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk Anda di sisi kanan.
5. Mual atau muntah.
6. Urin dari buang air kecil menurun.
7. Penurunan kadar trombosit dalam darah.
8. Gangguan pada fungsi hati.
9. Sesak napas, hal ini disebabkan oleh cairan di paru-paru.
10. Kenaikan tiba-tiba pada berat badan dan pembengkakan (edema), khususnya di
wajah dan tangan, sering menyertai preeklampsia. Tapi hal-hal ini juga terjadi di
banyak kehamilan normal, sehingga kadang tidak dianggap sebagai tanda-tanda
preeklampsia.
2. Pre-eklamsi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Pre-eklamsi dan eklamsi, merupakan kesatuan penyakit,
yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana
hal itu terjadi. Pre eklamasi diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


30
NEONATAL
dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga
gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi dan
proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1Kg
seminggu berapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau
tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang
diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit.
a) Penyebab pre-eklamsia
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba
dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban
yang memuaskan
b) Klasifikasi pre-eklamsia
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan :
Pre-eklamsia ringan :
1. Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali
pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg.
2. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
3. Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan BB
> 1Kg/mgg.
Pre-eklampsia berat :
1. Tekanan diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L).
2. Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat edema dan
sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran
c) Gangguan klinis pre-eklamsia
 Sakit kepala terutama daerah frontal
 Rasa nyeri daerah epigastrium
 Gangguan penglihatan
 Terdapat mual samapi muntah
 Gangguan pernafasan sampai sianosis
 Gangguan kesadaran
d) Diagnosa pre-eklamsia.
Pada umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi
manahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada
hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada
keadaan muda atau bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat
diagnosis. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


31
NEONATAL
menolong. Proteinuria pada pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3,
sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dulu
e) Pencegahan pre-eklamsia.
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa
penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin,
antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia
f) Penanganan pre-eklamsia
 Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti
hipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
 Pasang infus dengan jarum besar
 Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
 Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
 Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan
cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau kemungkinan
edema paru.
 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
 Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
 Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
 Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg IV
sekali saja jika ada edema paru).
 Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit
(kemungkinan terdapat koagulopati).
3. Eklamsi
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan /
atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda
1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus
dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2. Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan
kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel à ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
4. Nyeri perut à nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan
muntah

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


32
NEONATAL
5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6. Kejang-kejang dan / atau koma

Tatalaksana

Tujuan pengobatan :

1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang


2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin

Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi
maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).

Pengobatan Obstetrik

1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan.
Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal
(vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng),
magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini
mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu
belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti
manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan
bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya.
Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada
kasus risiko tinggi.
3) PARTUS LAMA
1. Definisi

Persalinan yang berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir, yang dapat terjadi
karena pemanjangan kala I dan Kala II
2. Faktor Penyebab
Persalinan lama dapat disebabkan oleh :

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


33
NEONATAL
1. His tidak efisien (in adekuat)
HIS yang tidak normal dalam dalam kekurangan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang yang lazim terdapat pada setiap persalinan ,
tidak dapat dilatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2. Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong,
dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative
terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus
macet
3. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar
dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet.
3. Gejala klinik partus lama
Pada ibu :
a. Gelisah
b. Letih
c. Suhu badan meningkat
d. Berkeringat
e. Nadi cepat
f. Pernafasan cepat
g. Meteorismus
h. Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks, cairan
ketuban berbau terdapat mekoneum
Pada Janin :
1. Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
2. Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
3. Caput succedenium yang besar
4. Moulage kepala yang hebat
5. Kematian janin dalam kandungan
6. Kematian janin intrapartal

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


34
NEONATAL
4. Diagnosis kelainan partus lama
Tanda dan gejala klinis Diagnosis
Pembukaan serviks tidak membuka Belum inpartu, fase labor
(kurang dari 3 cm) tidak didapatkan
kontraksi uterus
pembukaan serviks tidak melewati 3 Prolonged laten phase
cm sesudah 8 jam inpartu
pembukaan serviks tidak melewati
garis waspada partograf
- Frekuensi dan lamanya kontraksi
- Inersia uteri
kurang dari 3 kontraksi per 10 menit
dan kurang dari 40 detik
- Secondary arrest of dilatation atau
- Disporporsi sefalopelvik
arrest of descent
- Secondary arrest of dilatation dan
- Obstruksi
bagian terendah dengan caput terdapat
moulase hebat, edema serviks, tanda
rupture uteri immenens, fetal dan
maternal distress - Malpresentasi
- Kelainan presentasi (selain vertex)
Pembukaan serviks lengakap, ibu ingin kala II lama (prolonged, mengedan,
tetapi tidak ada kemajuan second stage)

5. Penanganan partus lama


1) False labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang. Periksa
adanya infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan adanya infeksi obati
secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
2) Prolonged laten phase (fase laten yang memanjang)
Diagnosis fase laten memanjang di buat secara retrospektif. Jika HIS berhenti
pasien tersebut belum inpartu atau persalinan palsu jika HIS makin teratur dan
pembukaan makinbertambah lebih dari 4 cm, pasien dalam fase aktif.
Penilaian ulang terhadap serviks :
a. Jika tidak ada perubahan pada pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin,
mungkin pasien belum inpartu
b. Jika ada kemajuan pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi
persalinan dengan oxytosin atau prostaglandin
Ø Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


35
NEONATAL
Ø Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin,
lakukan SC.
3) Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
a. Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic Disporportion) atau
adanya obstruksi : Berikan berikan penanganan umum yang kemungkinan
akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
b. Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan serviks
pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan penilaian kontraksi
uterusnya.
c. Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40
detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi, malposisi atau
malpresentasi.
d. Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan
terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis
yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor)
kegunaan pelvimetri klinis terbatas.
4) Obstruksi (Partus Macet)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
a. Bayi hidup lahirkan dengan SC
b. Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
5) Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposi atu malpresentasi pada janin secara umum :
a. Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
b. Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat warna air
ketuban :
 Bila didapatkan mekoneum awasi yang ketat atau intervensi
 Tidak ada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan adanya
pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya dengan gawat
janin.
c. Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan memperbaiki
kontraksi atau kemajuan persalinan
d. Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
e. Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik sesuai
dengan keadaan malposisi atau malpresentasi yang didapatkan. (Saifudin
AB, 2007 : h 191-192)

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


36
NEONATAL
6) Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disporporsi atau obstruksi bias
disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi yang tidak
adekuat
7) Kala II memanjang (prolonged explosive phase)
Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah
oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara
spontan, mengedan dan menahan nafas yang etrlalu lama tidak dianjurkan.
Perhatikan DJJbradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat.
Dalam hal ini lakukan ekstraksi vakum / forcep bila syarat memenuhi.

Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bias disingkirkan, berikan oksitosin dri.
Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan
bantuan ekstraksi vacuum / forcep bila persyaratan terpanuhi. Lahirkan dengan
secsio sesarea.

B. KEGAWATDARURATAN NEONATAL
1. BAYI BERAT LAHIR RENDAH
Bayi dengan berat lahir  2250 gram umumnya cukup kuat untuk memulai minum
sesudah dilahirkan. Jaga kondisi bayi tetap hangat dan kontrol infeksi , tidak ada perawatan
khusus. Sebagian bayi dengan berat lahir 1750-2250 gram mungkin perlu perawatan ekstra,
tetapi dapat secara normal bersama ibunya untuk diberi minum dan kehangatan, terutama
jika kontak kulit ke kulit dapat dijaga.
Istilah Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) digunakan untuk berat lahir
dibawah 1750. Bayi-bayi ini beresiko untuk hipotermia, apnu, hipoksemia, sepsis,
intoleransi minum dan enterokolitis nekrotikan. Semakin kecil bayi semakin tinggi resiko.
Semua Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) harus dikirim ke perawatan khusus atau
Unit Neonatal.
Bayi berat lahir rendah mungkin disebabkan oleh :
 Kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
 Pertumbuhan janin terlambat
 Atau keduanya
Dua kelompok utama BBLR memiliki masalah yang berbeda sehingga penilaian akurat
secara dini diperlukan.
d. Neonatus Kurang Bulan
Penyebab Kelahiran Kurang Bulan
 Janin
 Gawat janin

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


37
NEONATAL
 Kehamilan kembar
 Eritroblastosis
 Hydrops non imun
 Plasenta
 Plasenta previa
 Solusio plasenta
 Uterus
 Uterus bikorkus
 Inkompetensia Serviks
 Maternal
 Preeklampsia
 Penyakit kronis (contohnya penyakit jantung sianotik)
 Infeksi (misalnya Listeria monositogen, infeksi saluran kemih)
 Penyalahgunaan obat
 Lain-lain
 Ketuban pecah dini
 Polihidramnion
 Iatrogenik
e. Berbagai Masalah Bayi Kurang Bulan
 Ketidakstabilan Suhu Tubuh
Bayi kurang bulan memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat :
 Peningkatan hilangnya panas
 Berkurangnya lemak subkutan
 Rasio luas permukaan tubuh terhadap berat badan besar
 Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketiakmampuan untuk menggigil.
 Kesulitan bernafas
 Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke Sindrom Gawat Napas (Respiratory
distress syndrome/ RDS)
 Risiko aspirasi akibat refleks menelan dan refleks batuk yang huruk, pengisapan
dan menelan yang tidak terkoordinasi.
 Pernapasan periodik dan apnnea.
 Masalah Gastrointestinal dan Nutrisi
 Refleks isap dan menelan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
 Motilitas usus yang menurun
 Pengosongan lambung lambat
 Absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


38
NEONATAL
 Defisiensi enzim laktase pada jonjot usus
 Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh
 Meningkatnya risiko NEC
 Imaturitas Hati
 Gangguan konyugasi dan ekskresi bilirubin
 Defisiensi vitamin K
 Imaturitas Ginjal
 Ketidakmampuan untuk mengekskresi beban cairan yang besar
 Akumulasi asam anorganik dengan metabolik asidosis
 Eliminasi obat dari ginjal dapat menghilang
 Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau hipernatremia,
hiperkalemia atau glikosuria ginjal.
 Imaturitas Imunologis
Risiko infeksi tingga akibat :
 Bayi kurang bulan tidak mengalami tranfer IgG material melalui plasenta selama
trimester ketiga kehamilan.
 Fagositosis terganggu
 Penurunan berbagai faktor komplemen
 Berbagai Masalah Neurologis
 Refleks isap dan menelan yang imatur
 Penurunan motilitas usus
 Apnea dan bradikardia berulang
 Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel
 Pengaturan perfusi serebal yang buruk
 Ensefalopati Iskemik Hipoksik (Hypoxic ischemic encephalopathy/ HIE)
 Retenopati Prematur (ROP)
 Kejang
 Hipotonia
 Berbagai Masalah Kardiovaskular
 Duktus Arteriorus Paten (Patent ductus arteriosus/ PDA) merupakan hal yang
umum ditemui pada bayi kurang bulan.
 Hipotensi atau hipertensi
 Berbagai Masalah Hematologis
 Anemia (awitan dini atau lambat)
 Hiperbilirubinemia, terutama indirek
 Koagulasi Itravaskuler Diseminata (Diseminata Intravascular Coagulation / DIC)
 Penyakit Perdarahan pada Neonatus (hemorrhagic Disease og the Newborn/ HDN)

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


39
NEONATAL
 Berbagai Masalah Metabolisme
 Hipokalsemia
 Hipoglikemia atau hiperglikemia
f. Pemeriksaaan
 Laboratorium
 Pemeriksaan darah tepi, hitung jenis
 Pengukuran glukosa serial
 Na, K, Kalsium serial
 Analisa Gas Darah
 CRP dan kultur biakan jika diperlukan
 Radiologi
 Rontgen dada
 USG kepala
 Echo jika diperlukan
g. Tatalaksana Neonatus Kurang Bulan
 Di ruang bersalin
 Persalinan harus di lakukan di rumah sakit yang memiliki peralatan yang lengkap
dan staf yang baik.
 Resusitasi dan stabilisasi memerlukan ketersediaan staf dan peralatan yang
memadai secara cepat.
 Oksigenisasi yang memadai dan pemeliharaan suhu sangat penting.
 Asuhan ibu
 Bayi memakai penutup kepala.
 Tatalaksana Neonatus
 Pengaturan suhu tubuh ditujukan untuk mencapai lingkungan suhu netral. Lakukan
perawatan kulit ke kulit di antara kedua payudara ibu atau beri pakaian di ruangan
yang hangat.. Pertahankan suhu inti tubuh sekitar 36,5 – 37,5 0C dengan kaki tetap
hangat dan berwarna kemerahan.
 Terapi oksigen melalui pipa nasal jika terdapat salah satu tanda hipoksemia
 Jika mungkin berikan cairan IV 60 ml/kg/hari selama selama hari pertama
kehidupan. Sebaiknya gunakan paediatric (100 ml) intravenous burette : dengan 60
tetes =n 1 ml sehingga, 1 tetes per menit = 1 ml / per jam.
 Bayi sangat kecil yang diletakkkan di bawah pemancar panas atau terapi sinar
memerlukan lebih banyak cairan dibandingkn dengan volume biasa. Lakukan
perawatan cairan hati-hati agar pemberian cairan IV dapat akurat karena kelebihan
cairan dapat berakibat fatal.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


40
NEONATAL
 Jika mungkin, periksa glukosa darah setiap 6 jam hingga pemberian minum enteral
dimulai, terutama jika bayi mengalami apnu, letargi atau kejang. Bayi mungkin
memerlukan larutan glukosa 10 %
 Mulai berikan minum jika kondisi bayi stabil ( biasanya pada hari ke-2 , pada bayi
yang lebih matur mungkin pada hari ke-1 ). Pemberian minum dimulai jika perut
tidak distensi dan lembut, terdapat bising usus, telah keluar mekonimu dan tidak
terdapat apnu.
 Pemberian susu dimulai dengan 2-4 ml setiap 1-2 jam melalui pipa lambung.
Beberapa BBLSR yang aktif dapat minum dengan cangkir atau sendok atau pipet
steril. gunakan hanya ASI jika mungkin. Jika volume 2-4 ml dapat diterima tanpa
muntah , distensi perut atau retensi lambung lebih dari setengah yang diminum,
volume dapat ditingkatkan sebanyak 1-2 ml per minum setiap hari. Kurangi atau
hentikan minum jika terdapat tanda-tanda toleransi yang buruk. Jika target
pemberian minum dapat dicapai dalam 5-7 hari pertama, tetesan IV dapat dilepas
untuk menghindari infeksi. Sedangkan yang sudah bisa menghisap dan menelan
bisa diberikan nutrisi melalui dot.
 Hiperbilirubinemia : biasanya dapat ditangani secara efektif dengan pemantauan
seksama kadar bilirubin dan pelaksanaan terapi sinar. Tranfusi tukar mungkin
diperlukan dalam berbagai kasus berat.
 Antibiotik spectrum luas dapat diberikan jika ada kecurigaan kuat adanya faktor-
faktor resiko sepsis. Faktor-faktor resiko sepsis adalah: bayi yang dilahirkan di luar
rumah sakit atau dilahirkan dari ibu yang tidak sehat, pecah ketuban  18 jam, bayi
kecil ( mendekati 1 kg).
 Apneu
 Amati bayi secara ketat terhadap periode apneu dan bila perlu rangsang
pernapasan bayi dengan mengusap dada atau punggung. Jika gagal, lakukan
resusitasi dengan balon dan sungkup.
 Jika bayi mengalami episode apneu lebih dari sekali atau sampai membutuhkan
resusitasi berikan sitrat kafein atau aminofilin.
 Kafein lebih dipilih jika tersedia. Dosis awal sitrat kafein adalah 20mg/ kg oral
atau IV (berikan secara lambat selama 30 menit). Dosis rumatan sesuai anjuran
 Jika kafein tidak tersedia, berikan dosis awal aminofilin 10mg/kg secara oral
atau IV selama 15-30 menit Dosis rumatan sesuai anjuran.
 Jika monitor apnu tersedia, maka alat ini harus digunakan
h. Pemulangan dan pemantauan BBLR
BBLR dapat dipulangkan apabila :
 Tidak terdapat TANDA BAHAYA atau tanda infeksi berat
 Berat badan bertambah hanya dengan ASI

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


41
NEONATAL
 Suhu tubuh bertahan pada kisaran normal (36-370C) dengan pakaian terbuka
 Ibu yakin dan mampu merawatnya.
BBLR harus diberi semua vaksin yang dijadwalkan pada saat lahir dan jika ada dosis
kedua pada saat akan dipulangkan.
i. Konseling pada saat BBLR pulang
Lakukan konseling pada orang tua sebelum bayi pulang mengenai :
 Pemberian ASI eklusif
 Menjaga bayi tetap hangat
 Tanda bahaya untuk mencari pertolongan
Timbangan berat badan, nilai minum dan kesehatan secara umum setiap minggu hingga
berat badan bayi mencapai 2,5 kg.
j. Enterokolitis Nekrotikan
Enterokilitis nekrotikan (EKN) dapat terjadi pada BBLR, terutama sesudah pemberian
minum enteral dimulai
Tanda umum EKN
 Distensi perut atau nyeri-tekan
 Toleransi minum buruk
 Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung
 Darah pada fases
Tanda umum gangguan sistemik mencakup
 Apnu
 Terus mengantuk atau tidak sadar
 Demam atau hipotermia
Tatalaksana
 Hentikan minum enteral
 Pasang pipa lambung untuk drainase
 Mulailah infus glukosa atau garam normal (lihat halaman 62 untuk kecepatan infus)
 Mulailah antibiotik : Beri ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin ditambah
metronidazol (jika tersedia) selama 10 hari.
Jika bayi mengalami apnu atau mempunyai tanda bahaya lainnya, berikan oksigen
melalui pipa nasal. Jika apnu berlanjut, beri aminofilin atau kafein IV.
Jika bayi pucat, cek hemoglobin dan berikan tranfusi jika hemoglobin < 10 g/dL.
Lakukan pemeriksaan foto abdomen pada posisi A-P supinasi dan leteral sinar horizontal.
Jika terdapat gas dalam rongga perut di luar usus, mungkin sudah terjadi perforasi usus.
Mintalah dokter bedah untuk segera melihat bayi.
Periksalah bayi dengan seksama setiap hari. Mulai lagi pemberian ASI melalui pipa
lambung jika abdomen lembut dan tidak neyeri-tekan, BAB normal tanpa ada darah dan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


42
NEONATAL
tidak muntah kehijauan. Mulailah memberi ASI pelan-pelan dan tingkatkan perlahan-
lahan sebanyak 1-2 mL/ minum setiap hari.
2. HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS
a. Definisi
Hiperbilirubinemia adalah naiknya kadar bilirubin serum melebihi normal.
Presentasinya pada neonatus muncul dalamsalah satu dari dua bentuk ini :
hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi/ indirek atau terkonyugasi/ direk.
Gejala paling prevalen dan paling mudah di identifikasi dari kedua bentuk tersebut
adalah ikterus, yang diidentifikasikan sebagai “Kulit dan selaput lender menjadi
kuning”. Pada neonates, ikterus yang nyata jika bilirubin total serum ≥ 5 mg/dl.
b. Insidensi
 25 – 60% dari semua neonates cukup bulan.
 80% dari semua neonates kurang bulan
c. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan uraian dari produk protein yang mengandung heme pada sistem
retikuloendotelial. Tujuh puluh lima persen protein yang mengandung heme ada dalam
sel darah merah (hemoglobin) sementara 25% datang dari mioglobin, sitokrom, dan
tidak efektifnya eritropoesis pada tulang sumsum.
d. Transportasi
Bilirubinemia tidak terkonyugasi/indirek yag dilepaskan ke dalam sistem peredaran
darah langsung diikat oleh albumin. Bilirubin yang terikat pada albumin tidak melewati
sawar otak darah.
e. Pengambilan dan Konyugasi
Bilirubun melewati selaput plasma hepatosit dan diikat pada ligandin sitoplasma
(protein Y, protein Z da protein lainnya). Bilirubin diubah menjadi bentuk konyugasi
yang larut dalam air oleh uridine diphosphate glucuronyl transferase.
f. Ekskresi
Bilirubin terkonyugasi/direk memasuki saluran gastrointestinal dan kemudian
dikeluarkan dari tubuh melalui feses.
Proses dimana bilirubin diserap kembali dari saluran gastrointestinal dan dikembalikan
ke dalam hati untuk dilakukan konyugasi ulang disebut sirkulasi enterohepatik.
1. Hiperbilirubinema Tidak Terkonyugasi/inderik
a. Definisi
Peningkatan bilirubin serum tidak terkonyugasi.
b. Etiologi
Meningkatan Produksi Bilirubin
 Ikterus fisiologis
 Ikterus non fisiologis

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


43
NEONATAL
− Penyakit hemolitik
− Imun ( Rhesus,ABO )
− Non-imun (defisiensi G6PD, sferositosis ).
− Ekstravasasi darah ( sefalhematoma, memar yang halus )
− Polisitem
− Sepsis
Terganggunya Transpor Bilirubin dalam Sirkulasi
 Hipoalbuminemia ( kelahiran kurang bulan dan mainutrisi pasca natal )
 Lepasnya bilirubin dari albumin yang mengikatnya oleh obat-obatan misalnya
vitamin K sintetis, sulfonamide, salisilat, furosemide, aminofilin, dan digoxin.
Terganggunya Pengambilan Bilirubin oleh Hati
 Fisiologis
 Non fisiologis
− Kelahiran kurang bulan
− Defisiensi ligadin ( protein Y dan Z )
− Sepsis
− Ikterus ASI ( breast milk jaundice )
Teganggunya konyugasi bilirubin
 Fisiologis
 Non fisiologis
− Hipotiroidisme
− Sepsis
− Sindroma Crigler- Najar ( golongan I dan II )
Peningkatan sirkulasi enterohepatik
 Obstruksi usus (ileus mekonium)
 Tertundanya pelepasan mekonium ( sumbatan mekonium, tertundanya asupan
minum, dan hipotiroidisme)
c. Ikterus fisiologis
Pada hampir setiap bayi, meningkatanya bilirubin serum tidak terkonyugasi/ indirek
terjadi selama minggu pertama kehidupan dan terpecahkan dengan sendirinya.
Bentuk ini disebut sebagai ikterus fisiologis. Pada bayi sehat dan cukup bulan, akan
terlihat pada hari ke 2-3 dan biasanya hilang pada hari ke 6-8 tapi mungkin tetap
ada sampai hari ke 14 dengan maksimal total kadar bilirubin serum < 12 mg / dl.
Pada bayi kurang bulan sehat, ikterus akan terlihat pada hari ke 3-4 dan hilang
pada hari ke 10-20 dengan kadar serum < 15 mg/dl.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


44
NEONATAL
d. Ikterus ASI
Persentasi lain dari hiperbilirubinemia yang jarang terjadi adalah ikterus ASI (
Break milk jaundice). Tidak jelas apakah ikterus ASI ini merupakan
hiperbilirubinemia terkonyugasi/ tidak. Tapi hal ini jarang mengancam jiwa dan
harus dipertimbangkan jika criteria berikut ini terjadi.
 Pada hari keempat, kadar bilirubin terus meningkat dan bukannya nurun. Kadar
bilirubin bisa mencapai 20-30 mg/dl dan mulai menurun pada usia 4 minggu dan
kemudian secara bertahap kembali ke normal.
 Meskipun menghentikan pemberian ASI akan menurunkan bilirubin dengan
cepat dalam waktu 48 jam. Dan sekarang ini merupakan satu-satunya
pemeriksaan diagnostic definitive, tapi hal ini tidak selalu di rekomodasikan.
 Ikterus ASI berbeda dengan ikterus yang berkaitan dengan asupan ASI yang
buruk atau tidak mencukupi dan mengarah pada dehidrasi.
e. Ikterus Non Fisiologis
Hal ini harus dicurigai jika criteria ikterus fisiologis tidak terpenuhi.
f. Kriteria Ikterus Non Fisiologis
 Ikterus mulai sebelum berusia 36 jam
 Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dl/jam
 Total bilirubin serum > 15 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi susu formula
 Total bilirubin serum > 17 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi ASI
 Ikterus klinis > 8 hari pada bayi cukup bulan dan > 14 pada bayi kurang bulan.
g. Diagnosis Hiberbilirubinemia tidak Terkonyugasi
Riwayat
 Hari dimulainya Ikterus
 Golongan darah ibu dan Rhesus
 Riwayat ikterus, anemia, splenextomi di keluarga
 Riwayat penyakit hati di keluarga
 Kakak atau adik yang mengalami ikterus atau anemia
 Penyakit ibu (DM / gangguan imunitas)
 Asupan obat ibu misalnya sulfonamides, aspirin, anti malaria.
 Riwayat prenatal : persalinan traumatis, trauma lahir, tertundanya penjepitan tali
pusat, asfiksia.
 Riwayat pascanatal : muntah, BAB jarang, ASI tertunda.
 Bayi di beri ASI
Pemeriksaan
Bayi dengan ikterus harus diperiksa berdasarkan temuan fisik berikut ini :
 Kelahiran kurang bulan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


45
NEONATAL
 Kecil untuk masa kehamilan (KMK)
 Mikrosepali : infeksi congenital
 Ekstrafasasi darah misalnya sefalhematoma atau memar puncat, plethora,
petekiae
 Hepatosplenonegali : anemia hemolitik / infeksi
 Tanda hipotiroidisme
 Tanda sepisneonatorum
 Warna ikterus
 Kuning oranye = tidak terkonyugasi
 Hijau zaitun = meningkatnya konyugasi
 Tanda bilirubin ensepalopati yang sama dengan kernicterus
Pemeriksaan Laboratorium
 Bilirubin total serum dan bilirubin direk
 Golongan darah dan Rhesus dari bayi dan ibu
 Pemeriksaan Coomb’s
 Pemeriksaan hitung darah lengkap (Hb, Ht, Total dan hitung jenis sel darah
putih, morfologi sel darah merah)
 Hitung retikulosit
 Jika ada hemolisis dan tidak ada ketidaksesuaian Rhesus atau ABO, mungkin
diperlukan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis, penapisan G6PD atau
pengujian kerentanan osmotic untuk mendiagnosis defek sel darah merah.
h. Tatalaksana Hiperbilirubinemia tidak Terkonyugasi/ Indirek
 ASI dan kontak kulit dengan kulit membantu bilirubin neonates teratur
 Meningkatkan asupan dalam volume maupun kalorinya
 Hentikan obat yang mempengaruhi metabolism tubuh
 Mengoreksi hipoksia, infeksi dan asidosis
Lihat tabel 1 dan 2 sebagai acuan untuk pilihan tatalaksananya
Tabel 1 Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan Sehat
Usia Pertimbangkan Terapi ukar daan
Terapi sinar Tranfusi tukar
(Jam) terapi sanar Tranfusi sinar
> 12 mg/dl* > 15 mg/dl* > 20 mg/dl* > 25 mg/dl*
25-48
(> 200 mol/L) (> 250 mol/L) (> 340 mol/L) (> 425 mol/L)
> 15 mg/dl* > 18 mg/dl* > 25 mg/dl* > 30 mg/dl*
49-72
(> 250 mol/L) (> 300 mol/L) (> 425 mol/L) (> 510 mol/L)
> 17 mg/dl* > 20 mg/dl* > 25 mg/dl* > 30 mg/dl*
> 72
(> 290 mol/L) (> 340 mol/L) (> 425 mol/L) (> 510 mol/L)
*1 mg/dl = 17 mol/L (kadar lebih rendah digunakan untuk neonates sakit dan kurang bulan)

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


46
NEONATAL
Tabel 2 Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Sakit (< 37
minggu)
Neonatus Kurang Bulan Sehat : Neonatus Kurang Bulan Sakit :
Kadar Total Bilirubin Serum (mg/dl) Kadar Total Bilirubin Serum (mg/dl)
Berat Terapi sinar Tranfusi Tukar Terapi sinar Tranfusi Tukar
Hingga 1.000 g 5-7 10 4-6 8-10
1.001 - 1.500 g 7-10 10-15 6-8 10-12
1.501 - 2.000 g 10 17 8-10 15
> 2.000 g 10-12 18 10 17

a) Terapi Sinar
 Terapi sinar harus dimulai sesuai dengan panduan pada tabel 1 dan 2
 Efek samping terapi sinar mencakup :
 Hipertemia dan dehidrasi karena meningkatnya insensible water loss (IWL)
 Diare berair
 Hipoglikemia
 Kerusakan retina
 Eritemia
 Sindrom bayi tembaga (bronze baby syndrome)
 Potensi kerusakan, mutasi genetic
 Terganggunya interaksi ibu dan bayi
b) Tranfusi Tukar
 Banyaknya factor yang berhubungan dalam penentuan kadar bilirubin yang tepat
sebelum memulai tranfusi tukar. Keadaan umum (sakit atau sehat), berat lahir,
usia kehamilan dan usia bayi, semua itu merupakan pertimbangan penting.
 Prosedur ini mengatasi bilirubin dan antibody hemolitik dan mengoreksi anemia.
 Biasanya diperlukan pada kasus ketidaksesuaian Rhesus, ABO dan defisiensi
G6PD
 Bayi yang sangat kurang bulan terkadang memerlukan tranfusi tukar darurat jika
kadar bilirubinnya menjadi sangat tinggi.
 Tranfusi tukar dengan volume darah dua kali lipat dilakukan (2 x 85 x berat
badan)
 Harus digunakan darah sitrat segar.
Indikasi Tranfusi Tukar
 Ikterus Hemolitik
 Ikterus Non Hemolitik
Golongan Darah untuk Tranfusi Tukar
 Pada neonatus dengan ketidaksesuaian Rhesus, gunakan Rhesus negative yang
telah dicocokkan dengan darah ibu.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


47
NEONATAL
 Pada neonatus dengan ketidaksesuaian ABO, gunakan darah O positif atau
golongan darah O negatif yang telah dicocokkan dengan darah ibu.
 Pada kasus lain, gunakan golongan darah bayi setelah dicocokkan.
Komplikasi Tranfusi Tukar
 Emboli, trombosis, infark
 Aritmia, gagal jantung, henti jantung
 Gangguan elektrolit
 Trombositopenia
 Infeksi : HIV, CMV dan hepatitis
 Hipoermia dan hipertermia
 Ruam dengan atau tanpa penyakit graft versus inang (GVHD= graft versus host
disease)
c) Fenobarbital sebagai Tatalaksana Tambahan
 Gunakan sebagai antikonvulsan untuk mengobati kejang
 Tidak direkomendasikan kecuali Crigler-Najjar Tipe II
 Menyebabkan letargi dan asupan minuman yang buruk, serta memerlukan 3-4 hari
untuk bereaksi.
2. Ensefalopati Bilirubin (Kernikterus)
a. Definisi
Kernikterus merupakan deposit bilirubin tidak terkonyugasi/indirek pada basal
ganglia otak. Cidera sel, warna kuning, kehilangan neuron dan pengganti glial bisa
terjadi dengan kerusakan neurologis lanjutan. Pada bayi sakit dan kecil, kadar
bilirubin kisaran rendah juga bisa menyebabkan kernikterus.
b. Presentasi Klinis
Kernikterus mempunyai empatt tahap :
Tahap I : Depresi neurologis umum termasuk buruknya reflex Moro, asupan minum
yang buruk, muntah, tangisan melengking, tonus menurun dan letargi.
Tahap II : Opistotonus, kejang, demam, krisis Oculogyric, dan kelumpuhan
pandangan atas terjadi pada tahap ini. Kematian neonatus tinggi pada tahap ini.
Tahap III : Setelah usia satu minggu spastisitas menurun dan semua tanda dan gejala
klinis yang masih ada bisa hilang.
Tahap IV : Terlihat setelah neonatus dan menunjukkan luasnya kerusakan yang
terjadi selama tahap sebelumnya. Sekuele jangka panjang bisa mencakup :
spastisitas, atetosis, tuli dan retardasi mental.
c. Tatalaksana
Jika dicurigai kernikterus, perawatannya adalah segeramelakukan tranfusi tukar yang
didahului oleh terapi sinar sampai tranfusi dimulai.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


48
NEONATAL
3. Hiperbilirubin Terkonyugasi/ Direk
a. Definisi
Hiperbilirubinemia terkonyugasi/ direk merupakan tanda disfungsi hepatobilitas.
Hiperbilirubinemia terkonyugasi/direk didefinisikan sebagai peningkatan kadar
bilirubin direk >20% dari total bilirubin serum.
b. Etiologi
 Obstruksi ekstrahepatik biliaris
 Atresia biliaris
 Kista koledokal
 Kompresi eksternal, misalnya node lymph
 Kolestasis intrahepatik dengan kurangnya duktus biliaris, misalnya sindrma
Alagille
 Kolestasis intrahepatik dengan duktus biiaris normal
 Infeksi (misalnya hepatitis karena virus)
 Kesalahan metabolisme sejak lahir (inborn error of metabolism) misalnya
galaktosemia
 Sindroma Dubin-Johnson, sindroma Rotor’s
 Kolestasis yang diinduksi TPN
c. Riwayat
Riwayat hiperbilirubinemia pada neonatus dalam keluarga atau kecil masa kehamilah.
Juga riwayat splenektomi atau penyakit hati di keluarga yang mengarah pada penyakit
metabolik
d. Presentasi klinis
 Ikterus hijau zaitun
 Mungkin disertai dengan tanda sepsis
 Distensi abdomen dengan hepatosplenomegali
 Muntah
 Feses seperti tanah liat
 Urin berwarna gelap
 Kecenderungan mengalami peradarahann
 Mikrosefali
 Korioretinitis
e. Pemeriksaan
 Sepsis berlanjut
 Pemeriksaan fungsi hati
 Penapisan TORCH

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


49
NEONATAL
 USG abdomen
 Penapisan metabolic
 Biopsi hati
 Penapisan HIDA jika memungkinkan
f. Tatalaksana
 Kunci tatalaksana hiperbilirubinemia terkonyugasi/ direk adalah mengidentifikasi
proses non fisologis yang menjadi penyebab dasar meningkatnya kadar bilirubin
serum.
 Fasilitas yang tidak dilengkapi dengan insrumen atau teknik diagnostic yang
diperlukan merujuk neonatus ke fasilitas yang tingkatnya lebih tinggi.
 Terapi sinar tidak boleh digunakan pada kasus hiperbilirubinemia terkonyugasi/ direk
(sindroma bayi tembaga)
3. SEPSIS NEONATORUM
a. Pendahuluan
Sepsis dan meningitis yang disebabkan bakteri masih menjadi penyebab utama kesakitan
dan kematian neonatus. Sepsis neonatrum sangat berbahaya dan bayi yang yang tetap
hidup bisa mengalami cacat neurologis yang signifikan karena menyangkut SSP, syok
septik atau paru yang menetap.
Sepsis neonatorum merupakan penyakit pada neonatus yang secara klinis sakit dan
menunjukkan kultur darah positif.
Patogen yang berkaitan dengan sepsis neonatorum bervariasi di berbagai Negara dan
pada waktu yang berbeda. Di Indonesia, Denmark dan Negara-negara Amerika Latin,
kuman gram negatif merupakan patogen paling sering ditemui. Di USA dan Europa
Barat, streptokokus group B (GBS) merupakan kuman yang paling sering ditemukan.
Tabel 1 : Bakteri Patogen Paling Sering Menyebabkan Sepsis
Sepsis Awitan Dini Sepsis Awitan Lanjut
 Streptokokus Group B  Stafilokokus koagulasi – negative
 Uman gram-negatif  Stafilokokus aureus (MRSA)
 Enterococcus sp.  Kuman gram-negatif enteric
 Stafilokokus koagulasi - negatif  Streptokokus Group B

b. Faktor Resiko
Faktor Risiko Ibu
 Demam intrapartum > 380C
 Persalinan kurang bulan
 Ketuban pecah dini > 18 jam
 Asfiksia antenatal atau intraparfum
 Infeksi saluran kemih ibu

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


50
NEONATAL
Faktor Risiko Neonatal
 Kelahiran kurang bulan
 Neonatus dengan selang endotrakea, akses vena sentral, kateter infus, dll
 Neonatus yang minum susu formula.
c. Manifestasi Klinis
Temuan fisik dapat tidak spesifik dari seringkali “subtle”. Temuannya adalah sebagai
berikut :
 Gawat napas : apnea, takipnea, dan sianosis (paling sering)
 Gejala gastrointestinal seperti muntah, diare, distensi abdomen, ileus dan sulit minum
 Hipotermia (paling sering) atau hipertermia
 Hematomegali
 Ikterus
 Hipoglikemia atau hiperglikemia
 Letargi
 Irritability
 Kejang
 Fontanela menonjol atau penuh
 Hipotensi
 Ketidakstabilan vasomotor
 Syok
 Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
Indikator laboratorium sepsis termasuk :
 Total jumlah leukosit (jumlah sel darah putih)
- Leukositosis : sel darah putih > 20.000
- Leukopenia : sel darah putih < 5.000
 Jumlah trombosit : Trombositopenia
 Jumlah neutrofil absolute (ANC)
- Neutropenian :Hitung Neotrofil absolute < 1.500 mungkin terlihat pada kasus
sepsis.
 Rasio Neutrofil Imatur : Neotrofil total ( IT Ratio)
- IT Ratio yang lebih tiggi dari 0,2 diketahui berhubungan dengan meningkatnya
infeksi bakteri. Tapi peningkatan IT Ratio tidak spesifik hanya untuk infeksi.
Kejang, hipoglikemia, aspirasi mekonium dan pnumothorax juga berkaitan
dengan meningkatnya IT Ratio.
 C-reactive Protein (CRP)
- CRP merupakan globulin yang meningkat pada fase infeksi aktif

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


51
NEONATAL
- Merupakan pemeriksaan yang tidak spesifik. Peningkatan CRP secara serial
setiap 12 jam merupakan hal yang sangat sensitive, 97-100% bayi dengan sepsis
menunjukkan peningkatan CRP
- Nilai normal adalah < 0,5 mg/dl
- Laju endap eritrosit (LED)
Bukan parameter isolasi yang sensitive, tapi merupakan indicator infeksi yang
tidak langsung LED dan CRP dapat bermanfaat jika disertai dengan pemeriksaan
hitung jenis leukosit.
Nilai normal
- Pada dua minggu pertama kehidupan, nilai normal dihitung sebagai usia bayi
dalam hari tambah tiga {Usia (dalam hari) +3}
- Setelah usia dua minggu, nilainya adalah 10-20 ml/jam
 Kultur
- Semua kultur harus di dapatkan sebelum memulai terapi antibiotic
- Jika kultur positif, ulangi kultur 48 jam setelah terapi antibiotic dimulai untuk
menegaskan bahwa organisme sudah bersih.
 Kultur darah
 Diagnosis definitive subsis hanya bisa ditegakkan dengan kultur darah positif
 Hanya 25 % kultur darah dapat mengidentifikasi pathogen
 Kultur Urin
 Spesimen harus didapatkan dari semua neonatus yang dicurigai sepsis awitan
lambat
 Spesimen steril didapatkan dari kateterisasi ataupun aspirasi subprapubik
kandung kemih.
 Kultur CSS (Cairan Serebrospinal)
 25-30% neonatus dengan sepsis dapat mengalami meningitis
 50% neonatus tidak menunjukkan kutlur darah yang positif
 Kultur setempat
 Kultur aspirat trachea pada bayi yang di inkubasi
 Kultur luka kulit
 Kultur feses
d. Tatalaksana Sepsis
a) Sepsis Neonatirum Awitan Dini
 Profikaksis Antimikroba Intrapartuum (PAI)
Rekomendasi terkini untuk terai antibiotikal intrapartum termasuk :
 Persalinan kurang bulan < 37 minggu
 Ketuban pecah dini > 18 jam
 Demam intrapartum pada ibu (≥ 380C)

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


52
NEONATAL
 Anak sebelumnya terkena infeksi GBS simptomati
 Bakteriuria GBS pada ibu selama kehamilan ini
Neonatus yang lahir dari ibu yang mendapatkan PAI termasuk :
 Jika bayi menunjukkan tanda sepsis, ambil kultur dan mulai berikan antibiotika
 Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis, kehamilan ≥ 35 minggu dan ibu
mendapatkan sedikitnya 2 dosis antibiotika, amati bayi dengan ketat. Tidak perlu
kultur ataupun antibiotika
 Jiika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis < 35 minggu atau ibu mendapatkan satu
dosis antibiotika, priksa darah tepi lengkap dan kultur darah dan lakukan observasi.
Tidak perlu antibiotika.
 Neonatus dengan Kecurigaan Klinis terkena sepsis
 Harus dilakukan kultur terlebih dahulu
 Organisme yang menjadi sasaran terapi adalah GBS, kuman gram-negatif dan
Listeria Monositogenes
 Antibiotika yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin
 Cephalosporin generasi ketiga ( cefotaxime atau ceftazidime) bisa menggantikan
gentamicin. Jika ada kecurigaan klinis meningitis atau jika gram-negatif dominan di
unit ini.
 Data kuman penyebab sepsis dari rumah saki Dr Cipto Mangunkusumo tahun 2005
adalah A Calcoaciticus, E. Aerogenes, Klebsiela sp. dan S. Epidermidis
 Ampicilin secara tunggal tidak dapat digunakan lagi karena 100% resisten terhadap
semua kumam penyebab sepsis.
b) Sepsis Neonatorum Awitan lajut
 Staphylococcus sp. merupakan penyebab predominan infeksi nosokomial aitan lanjut
 Vancomycin atau sodium oxacillin bersamaan dengan gentamicin atau cephalosporin
harus dipertimbangkan pada kasus resistensi penisilin
 Methicilin juga dapat digunakan
 Data kuman penyakit sepsis awitan lambat dari rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo tahun 2005 sama seperti diatas.
e. Infeksi Anearobik
 Clindamycin (lihat tabel 2 untuk dosis)
f. Infeksi Jamur
 Amphotericin-B (lihat tabel 2 untuk dosis)
g. Terapi Pendukung
 Inotropika : pada disfungsi miokardial
 Terapi cairan dan elektrolit
 Nutrisi enteral atau parenteral menurut kebutuhan neonatus

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


53
NEONATAL
4. GAWAT NAPAS PADA NEONATUS
a. Pendahuluan
Masalah pernapasan merupakan kesulitan paling umum yang ditemui pada bayi kurang
bulan. Kelairan mengawali suatu perubahan dramatis dari keadaan di dalam uterus
(dimana plasenta merupakan organ utama respirasi) untuk hidup diluar uterus (dimana
paru merupakan organ untuk pertukaran gas). Pernapasan melibatkan suatu sistem yang
mencakup struktur paru dan otot dari diafragma dan dada, serta pusat saraf,kimia dan
sensoris rumit pada otak yang responsive terhadap hipoksia dan hiperapnia dan dapat
mengatur proses rumit yang diperlukan untuk respirasi. Penyakit respirasi neonatus
disebabkan oleh masalah yang ada pada salah satu dari struktur atau jalur saraf ini.
Tabel 1 Evaluasi Gawat Napas dengan Menggunakan Skor Downe

Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas <60/ menit 60-80/menit >80/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi Retraksi Ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan pemberian O2 walaupun diberi O2

Suara napas Suara napas di kedua Suara napas di kedua Tidak ada suara napas
paru baik paru menurun di kedua paru baik

Merintih

Evaluasi
Total Diagnosis
<3 Gawat napas ringan
4-5 Gawat napas sedang
>6 Gawat napas berat

b. Gawat napas yang Umum pada Neonatus


 Takipnea sementara pada neonatus (TTN)
 Sindrom gawat napas (RDS)
 Apnea
 Sindrom aspirasi mekonium (MAS)
 Sidrom kebocoran udara
 Pneumonia
1. Takipnea Sementara pada Neonatus (Transient Tachypnea of The Newborn / TTN)
a) Definisi
TTN merupakan penyakit ringan pada bayi mendekati cukup usia atau bayi cukup
usia yang memperlihatkan gawat pernapasan segera setelah kelahiran. Keadaan ini

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


54
NEONATAL
terjadi ketika bayi gagal membersihkan jalan napas dari cairan paru, mucus atau
memiliki cairan brlebih di dalam paru akibat aspirasi.
b) Faktor Risiko
 Seksio sesarea
 Makrosomia
 Partus lama
 Laki-laki
 Ibu mendapatkan sedasi berlebihan
 Skor Apgar rendah < 7 dalam 1 menit)
 Skor Downw < 4 dalam 1 menit
c) Presentasi Klinis TTN
Neonatus biasanya hampir cukup bulan atau cukup bulan dan mengalami takipnea
segera setelah kelahiran (>80 perapasan/ menit). Neonatus juga merintih, hidung
mengembang, iga beretraksi dan mengalami sianosis. Salah satu pertanda penting
dari TTN adalah perbaikan spontan pada neonatus.
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk membantu mengidentifikasi TTN yang
mencakup :
 Gas darah
 Hidung darah lengkap/ Complete blood count/ CBC)
Pemeriksaan radiologis mencakup :
Rontgen dada : garis perihilar, kardiomegali ringan, peningkatan volume paru,
cairan pada visura minor dan mungkin ada cairan pada ruang pleura yang
merupakan temuan konsisten untuk TTN.
d) Tatalaksana TTN
 Umum
 Oksigenasi
 Pembatasan cairan
 Pemberian minum setelah takipnea membaik
 Mengkonfirmasi diagnosis dengan menyisihkan penyebab takipnea lain,
misalnya pneumonia, penyakit jantung congenital, hyline membrane disease
(HMD) dan Hiprventilasi serebral
e) Hasil Akhir dan Prognosis
 Penyakit ini dapat pulih sendiri dan tidak terdapat risiko kekabuhan atau
disfungsi paru lebih lanjut
 Gejala respirasi membaik saat cairan di dalam paru dimobilisasi, biasanya terjadi
bersamaan dengan deuresis.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


55
NEONATAL
2. Sindrom Gawat Napas ( Hyaline Membrane Disease/ HMD)
a) Definisi
Sindrom Gawat Napas ( Hyaline Membrane Disease/ HMD)juga disebut
Respiratory s=distress syndrome (RDS) merupakan penyakit pernapasan yang
terutama mempengaruhi bayi kurang bulan. Keadaan ini terjadi pada sekitar
seperempat bayi yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu dan insidensinya
meningkat sejalan dengan memendeknya periode kehamilan. Semua factor yang
terlibat dalam perubahan fisiologis yang terjadi pada RDS tidak sepenuhnya
dipahami tetapi disfungsi primer yang terjadi adalah sintesis sulvaktan yang
berkurang.
b) Faktor Risiko
Faktor yang meningkatkan atau menurunkan resiko HMD adalah:
Peningkatan risiko :
 Kelahiran kurang bulan
 Bayi laki-laki
 Redisposisi familial
 Saksio sesarea tanpa didahului proses persalinan
 Asfiksia prenatal
 Korioamnionitis
 Neonatus dari ibu diabetes
 Hydrops fetalis
Menurunkan risiko
 Stress intrauterine yang kronis
- Ketuban pecah Dini (KPD) dalam jangka panjang
- Hipertensi ibu
- Pemakaian narkotika
- Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan
(KMK)
 Kortikosteroid-Prenatal
 Agen Tokolitik
c) Unsur Presentasi Kinis
 Biasanya ditemui pada saat lahir tetapi mungkin muncul pada waktu hingga 12
jam setelah kelahiran
 Ditemui dengan gawat pernapasan yang semakin parah
 Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas
 Sianosis pada udara kamar yang terus bertahan atau melaju selama 48 jam
pertama kehidupan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


56
NEONATAL
 Peningkatan takipnea (>60/menit)
 Merintih pada saat espirasi dan retraksi dinding dada
 Pemeriksaan laboratorium
 Gas darah mengungkap adanya hipoksia, hiperkapmia dan asidosis
 Gambaran darah lengkap menyisihkan kemungkinan infeksi.
 Kadar glukosa darah biasanya rendah
 Rontgen mengungkap kepadatan retikologranular bilateral (penampilan seperti
serpihan kaca tutup) dan paru opak (udara-bronkogram)
d) Tatalaksana HMD
 Umum
- Dukungan dasar yaitu pengaturan suhu dan cairan parenteral serta obat-
obatan (antibiotic)
- Pemberian oksigen, lebih disukai O2 40 % yang telah dipanaskan dan
dilembabkan dengan menggunakan head box
- Dukungan pernapasan diperlukan jika pasien terus melemah di bawah
kondisi FiO2 ≥ 60% dan atau jika PaO2 ≤ 50 mmhg. Continuous positive
airway fresh sure (CPAP) kemudian di coba.
- Di bawah ini tindakan CAP :
 PH < 7,2
 Atau PO2 < 40 mmHg FiO2 > 60%
 Atau PCO2 > 60 mmHg
 Defisit basa > -10
Catatan : jika dua analisis gas darah berurutan yang terpisah 20 menit
mengungkap adanya nilai seperti yang tercatat diatas, lanjutkan tindakan
dengan intubasi indotrakea dan fentilasi mekanik.
 Spesifik
Terapi penggantian surfaktan
3. Sindrom Aspirasi Mekonium
a) Definisi
Gawat napas ini disebabkan oleh aspirasi mekonium oleh vitus dalam uterus atau
oleh neonatus selama proses persalinan dan kelahiran. Mekonium yang teraspirasi
dapat menyebabkan sumbatan jalan napas dan reaksi inflamasi intenis.
Sindrom Aspirasi Mekonium atau Meconium Aspiration Syndrome (MAS) sering
kali merupakan tanda bahwa neonatus telah menderita asfiksia sebelum dan
sesudah kelahiran. Angka kematian dapat setinggi 50% dan bayi yang selamat
mungkin menderita gejala sisa jangka panjang. Termasuk dysplasia
bronkopulmonaris dan kerusakan neorologis.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


57
NEONATAL
b) Faktor Risiko
 Kehamilan lewat bulan/ postmatur
 Hipertensi maternal
 Denyut jantung janin abnormal
 Preklampsia
 Diabetes mellitus pada ibu
 SGA
 Penyakit pernapasan pada ibu atau penyakit SVP
c) Presentasi Klinis
 Tercampurnya mekonium dalam cairan ketuban sebelum kelahiran
 Kontaminasi mekonium pada neonatus setelah lahir
 Jalan napas tersumbat
 Gagal napas yang mengarah pada peningkatan diameter anteropossperior dada
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan mencakup :
 Analisis gas darah
 Pemeriksaan radiologis
Rontgen dada akan memperlihatkan infiltrate bercak, garis kasar pada kedua bidang
paru, diameter antreroposterior yang meningkat dan pemipihan diafragma.
d) Tatalaksana MAS
 Tatalaksana Prenatal :
- Identifikasi kehamilan resiko tinggi
- Pemantauan denyut jantung selama persalinan
- Tatalaksana diruang beralin (jika cairan ketuban ternodai mekonium)
- Periatrik
- Visualisasi pita suara dan pengisapan trachea, jika memungkinkan, sebelum
pemakaian abubak
- Tatalaksana bayi baru lahir di unit neonatus
 Tatalaksana Umum :
- Mengosongkan isi perut untuk menghindari aspirasi lebih lanjut
- Koreksi abnormalitas metabolic, yaitu hipoksia, asidosis, hipoglikemia,
hipokalsemia dan hiportermia
- Pemantauan kerusakan hipoksik atau iskemik organ akhir (otak, ginjal,
jantung, dan hati)
- Tatalaksana pernapasan
- Pengisapan yang sering dan fibrasi dada
- Pembersihan paru untuk menghilangkan mekonium residual jika diintubasi
- Cakupan antibiotic (Ampicilin dan Gentamicin)

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


58
NEONATAL
- Oksigenasi (mempertahankan saturasi tinggi lebih 95%)
- Ventilasi mekanik (hindari hiperkarbia dan asidosis respirasi)
- Tatalaksana kardio vaskuler
- Mengoreksi hipotensi sistemik (hipofolemia, disfungsi mayokardial)
- Hipertensi paru bertahan yang lebih rendah
- Mempertahankan kadar PaCO2 sebesar < 40 mmHg. Pastikan saturasi O2 >
95 %
4. Sindrom Kebocoran Udara
a) Definisi
Sindrom kebocoran udara (Pneumomediastinum, pneumothorax, pulmonary
interstitial emphysema dan pneumopericardium) mencakup sprektum penyakit
patofisiologis penyebab yang sama. Penggembungan kantong alveolar secara
berlebihan atau pengembangan jalan napas terminal secara berlebihan mengarah
pada gangguan integritas jalan napas sehingga menyebabkan penyebaran udara ke
rongga di sekelilingnya.
Sindrom kebocoran udara ini paling sering ditemui pada neonatus dengan penyakit
paru yang berada dalam dukungan ventilator tetapi juga dapat terjadi secara
spontan. Semakin parah penyakit paru yang diderita, semakin tinggi insidensi
kebocoran udara pulmonalis.
b) Faktor Risiko
 Dukungan ventilator
 Pencampuran atau aspirasi
 Mekonium
 Terapi survaktan
 Upaya sesusitasi secara kasar
c) Presentasi Klinis
Bayi tiba-tiba memperlihatkan gawat pernapasan atau penurunan status dengan
perubahan tanda vital dan kadar gas darah yang memburuk. Toraks asimetris
ditemui pada kasus unilateral. Diagnosis pasti untuk semua sindrom kebocoran
udara ditegakkan secara radiografis oleh foto rontgen A-P dan lateral dada.
d) Tatalaksana Sindrom Kebocoran udara
 Umum
- Oksigenasi
- Pencegahan : pemakaian dukungan ventilator secara hati-hati, pengamatan
ketat terhadap tekanan pengembangan (PEEP), waktu ispirasi dan pelepasan
dukungan ventilator pada saat kondisi klinis meningkat.
 Spesifik
- Dekompresi kebocoran udara sesuai dengan jenisnya

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


59
NEONATAL
5. Apnea
a) Definisi
Apnea adalah berhentinya pernapasan yang disertai oleh pradikardia dan atau
sianosis lama lebih dari 20 detik 50-60 % terbukti adanya apnea ( 35% dengan
apnea pusat, 5-10% dengan apnea ostruktif dan 15-20% dengan apnea campuran).
Apne dalam waktu 24 jam setelah persalinan biasanya memiliki dasar patologis.
Apnea yang berkembang setelah tiga hari pertama kehidupan dan tidak terkait
dengan patologi lain yang dapat diklasifikasi sebagai apnea kelahiran kurang bulan.
Pada banyak kasus, apnea menghilang tanpa adanya gejala sisa jangka panjang.
b) Faktor Risiko
 Apnea Patologis
- Hipotermia
- Hipoglikemia
- Anemia
- Hipofemia
- Aspirasi
- NEC/ Distensi
- Penyakit jantung
- Penyakit paru
- Aliran balik saluran cerna
- Penyumbatan saluran napas
- Infeksi, meningitis
- Kelainan saraf
c) Presentasi Klinis
Apnea ditemui sebagai berhentinya napas disertai oleh bradikardia dan atau
sianorsos atau lebih dari 20 detik.
d) Tatalaksana Apnea
 Memantau neonatus berisiko dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu
 Mengevaluasi kemungkinan penyebabnya
 Pemeriksaan laboratorium mencakup CBC, analisis gas darah, glukosa serum,
elektrolit dan kadar kalsium
 Pemeriksaan radiologis harus mencakup rotgen dada, rotgen abdomen, sonar
cranial dan CT untuk neonatus dengan tanda penyakit neorologis yang jelas.
 Terapi umum
- Melakukan rangsangan taktil
- Jika tidak ada respon gunakan balon dan dan sungkup ventilasi pada apnea
- Gunakan CPAP atau IPPF pada apnea berulang dan berkepanjangan
- Terapi farmakologis mungkin diperlukan pada apnea kelahiran kurang bulan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


60
NEONATAL
Theophylline dosis pertama 6 mg atau kg atau 4 diikui 8 jam kemudian oleh
dosis jaga 2 atau mg atau kg setiap 8 jam. Lanjutkan dengan dosis jaga setiap
8 jam
- Memantau kadar theophylline
e) Terapi spesifik
Mengobati penyebab, jika diidentifikasi, misalnya sepsis, hipoglikemia, anemia
atau abnormalitas elektrolit.
6. Pneumonia
a) Definisi
Pemaparan terhadap dan aspirasi bakteri kedalam cairan ketuban mengarah ke
pneumonia bawaan atau infeksi bakteri sistemik dengan manifestasi yang menjadi
jelas sebelum persalinan (gawat janin, takikardia), pada saat kelahiran (asfiksia
perinatal) atau setelah periode laten selama beberapa jam (gawat pernapasan,
syok)
b) Presentasi klinis
 Awitan 1-2 hari setelah persalinan
 Gawat napas sedang hingga parah dalam adanya salah satu atau lebih factor
risiko infeksi
 Rotgen dada temuan mungkin identik dengan penyebab gawat pernapasan lain.
 Kultur bakteri sejumlah kasus pneumonia mungkin memperlihatkan kultur
negative
c) Tatalaksana Pneunomia
 Jika kultur negative untuk pneumonia pengobatan terdiri dari ampicilin dan
gentamicin parenteral selama 10 hari
 Jika biarkan positif untuk neumonia pengobatan terdiri dari antibiotic yang
sesuai dengan kultur selama 14 hari
5. KEJANG PADA NEONATUS
a. Definisi
Kejang adalah episode kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan kegiatan
motorik atau sistem otonom abnormal.
 Menurut asal patofisiologi dan neuronal, kejang dapat dibagi menjadi 2 yaitu
epileptic atau non epileptic
 Kejang epileptic berasal dari I neuron kortikal dan berkaitan dengan perubahan
EEG.
 Kejang non epileptic berawal dari subkortikal dan biasanya tidak berkaitan dengan
perubahan EEG apapun. Penyebabnya adalah tidak adanya hambatan kortikal pada
reflex batang otak.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


61
NEONATAL
 Kejang ini dapat dipicu oleh rangsangan dan diperparah oleh kekangan dan
perubahan posisi tubuh
 Angka kejadian kejang adalah 0,5 % dari semua neonatus cukup bulan dan kurang
bulan. Kejadiannya lebih tinggi (3,9 %) pada bayi kurang bulan dengan usia
kehamilan kurang 30 minggu)
b. Factor risiko
Penyebab kejang yang paling sering ditemui adalah :
 Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) / (Asfiksia)
 Infeksi (TORCH, meningitis, septisemia)
 Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia
 Pendarahan SSP ( intraventrikular, subdural, trauma, dll)
 Penyebab yang jarang
 Kelainan otak bawahan
 Kagagalan metabolism sejak bawaan
 Penghentian obat pada ibu (heroin, barbiturate, methadone, kokain, dll)
 Kernikterus
 Ketergantungan pyridoxine (B6)
 Hiponatremia
Bayi yang mengalami kejang mungkin mempunyai lebih dari satu penyebab
misalnya HIE berkaitan dengan hipokalsemia atau sepsis yang berkaitan dengan
hipoglikemia.
Klinisi seharusnya tidak puas hanya mendiagnosis kejang saja tanpa mengetahui
penyebab dasarnya.
c. Presentasi klinis
Empat jenis kejang yang sering ditemui pada neonatus :
a) Kejang Tonik
Kejang tonik umum atau terfokus di satu area ( fokal)
 Kejang tonik umum
 Terutama bermanifestasi pada bayi kurang bulan (<2.500 gm)
 Biasanya terlihat sebagai fleksi atau ekstensi tonus pada ekstremitas bagian atas,
leher atau batang tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas
bagian bawah.
 Pada 85 % kasus kejang tonus tidak berkaitan dengan perubahan sistem otonom
apapun seperti meningkatnya denyut jantung atau tekanan darah , atau
kulitmemerah

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


62
NEONATAL
b) Kejang Tonik Fokal
 Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau
kepala tonik atau deviasi mata.
 Sebagian besar kejang tonik terjadi bersama dengan difusi penyakit sistem syaraf
pusat dan pedarahan intraventrikular
c) Kejang Klonik
 Terjadi dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan dan berirama (1-3/
menit0
Penyebabnya mungkin berasal dari satu titik atau mukti-fokal
 Setiap gerakan terdiri dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase yang
lambat.
 Perubahaan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidakakan
menghambat gerakan tersebut.
 Umumnya terjadi pada neonatus cukup bulan >2500 gram
 Tidak terjadi hilang kesadaran
 Berkaitan dengan trauma fokal, infark atau gangguan metabolic
d) Kejang miklonik
 Kejang miklonik terfokus di satu area, mukti-fokal atau umum
 Kejang miklonik fokal biasanya melibatkan otot flexor pada ekstremitas
 Kejang miklonik multi-fokal yang terlihat sebagai gerakan kejutan yang tidak
sinkron pada beberapa bagian tubuh
 Kejang miklonik umum terlihat sangat jelas berupa fleksi kepala dan batang
tubuh dengan ekstensi atau fleksi ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan difusi
patologis SSP.
e) Kejang subtle (tidak terus menerus penyelidikan
Kejang subtle biasanya terjadi dengan jenis kejang lain dan mungkin bermanifestasi
seperti:
 Gerakan stereotip ekstremitas seperti gerakan mengayuh sepeda atau berenang
 Deviasi atau gerakan kejutan pada mata dan mengedip berulang kali
 Ngiler, mengisap atau mengunyah
 Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernapasan
 Fluktuasi yang berirama pada tanda vital
f) Penyelidikan
Diagnosis kejang dan penyebab yang mendasarinya perlu ditelusuri melalui anamnesis
riwayat ibu dan obstetric, pemeriksaan fisik yang teliti dan beberapa pemeriksaan
laboratarium
a) Anamnesis Riwayat Ibu dan Obstetri

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


63
NEONATAL
 Infeksi ibu, paparan obat, riwayat keguguran sebelumnya atau bayi dengan
kejang (bawaan),kondisi medis (diabetes, hipertensi, dll) dan riwayat kejang
neonatus dalam keluarga
 Korioamnionitis, demam, perdarahan antepartum, persalinan yang sulit atau
gawat janin dan nilai Apgar rendah
b) Pemeriksaan Laboratarium
 Pemeriksaan utama
 Glukosa darah
 Kalsium dan magnesium darah
 Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis leukosit dan trombosit
 Elektrolit
 Analisis Gas darah arteri
 Analisis CSS
 Analisis dan kultur CSS
 Pemeriksaan lainnya
 Mencari penyebab spesifik lainnya yang dicurigai (TORCH, kadar ammonia,
asam amino dalam urin, USG kepala dll)
 EEG normal pada sekitar 1/3 kasus
 USG cranial untuk melihat adanya pendarahan dan luka parut
 CT Scan untuk mendiagnosis malformasi dan perdarahan otak
6. TRAUMA (CEDERA) LAHIR
a. Definisi
Cedera lahir adalah cedera yang didapatkan saat persalinan dan kelahiran. Faktor
predisposisi diantaranya adalah makrosomia, kelahiran kurang bulan, disproporsi kepala
panggul, distosia, persalinan lama, persentasi abnormal, persalinan dengan tindakan
(misalnya vakum dan persalinan dengan bantuan forsep), dan persalinan kembar.
b. Cedera Kepala
a) Kaput Suksedaneum
Definisi
Edema yang tidak terbatas tegas di bagian kulit kepala yang paling dahulu keluar
dalam persalinan vertex
Persentasi Klinis
Pembengkakan lunak yang melebar melewati garis sutura (eksternal dari
periosteum). Kadang kaput suksedaneum sulit dibedakan dari sefalhematoma
terutama pada sefalhematoma yang bersifat ekstensif dan bilateral.
Tatalaksana

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


64
NEONATAL
Biasanya tidak diperlukan perawatan dan kondisi ini hilang sendiri dalam waktu
beberapa hari.
b) Sefalhematoma
Mengumpulnya darah pada subperiostal yang melapisi tulang kranial karena
robeknya pembuluh darah melewati periosteum tulang kepala yang diakibatkan
oleh persalinan lama atau sulit dantrauma mekanis yang disebabkan oleh forsep
atau vakum. Sefalhematoma terjadi pada 0.4-2.5 % kelahiran hidup dan lebih sering
terjadi pada bayi yang lahir dari ibu primipara.
Persentasi Klinis
 Perdarahan terbatas pada garis sutura
 Kulit kepala di atasnya tidak mengalami diskolorasi
 Pembengkakan mungkin timbul beberapa jam atau hari setelah lahir
 Hilang setelah 2 minggu sampai 3 bulan
Tatalaksana
 Tidak perlu perawatan untuk sefalhematoma tanpa komplikasi
 Insisi atau aspirasi merupakan kontraindikasi ( risiko infeksi )
 Transfuse darah dilakukan jika berkembang menjadi anemia berat
 Hiperbilirubinemia yang signifikan mungkin memerlukan terapi sinar atau
bahkan tranfusi tukar tergantung pada kadar bilirubin
c) Perdarahan Intrakranial
Definisi
Perdarahan intrakranial terjadi pada 20-40 % bayi dengan berat lahir <1.500 gram.
Tidak terlalu sering terjadi pada neonatus yang lebih matur.
Perdarahan intrakranial bisa terjadi pada:
 Ruang epidural, subduralatau subarachnoid
 Parenkim serebrum atau serebelum
 Ventrikel
Presentasi Klinis
 Presentasi tanpa gejala bisa terjadi hingga 50% kasus
 Tanpa kehilangan darah antara lain syok, pucat, gawat napas, DIC, dan ikterus
 Tanda disfungsi neurologis
 Fontanela anterior menonjal
 Hipotonia, lemah, kejang
 Suhu tidak stabil
 Apnea
 Pemeriksaan
 USG kepala

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


65
NEONATAL
 CT scan
 PT/ PTT dan jumlah trombosit untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
koagulopati sebagai penyebab
Tatalaksana
 Hindari manipulasi yang tidak perlu
 Berikan pengembang volume perlahan-lahan (albumin, plasma dan darah)
 Vitamin K harus diberikan jika sudah diidentifikasi adanya kegagalan koagulasi
 Rawat kejang dan hiperbilirubinemia ( jika ada )
c. Cedera Leher dan Bahu
a) Fraktur Klavikula
Definisi
Fraktur klavikula merupakan fraktur yang paling sering terjadi selama proses
kelahiran. Disebabkan karena manipulasi yang berlebihan pada lengan dan bahu
selama persalian dengan presentasi kepala atau sungsang.
Persentasi Klinis
 Menurunnya gerakan lengan ipsilateral
 Nyeri saat pergerakan pasif
 Nyeri, krepitasi pada klavikula
 Tidak adanya reflex Moro pada bagian yang terkena
 Kalus bisa dipalpasi pada usia 7-10 hari
 Hasil X-Ray memastikan diagnosis
Tatalaksana
Lengan dan bahu yang terkena tidak dimobilisasi selama 7-10 hari
b) Brakial palsi
Brakial palsi adalah kelumpuhan yang melibatkan otot bagian atas ekstremitas
setelah terjadinya trauma mekanis pada akar spinal dari pleksus brakialis.
Kelumpuhan Erb merupakan bentuk paling umum dari brakial palsi, dan
merupakan akibat dari cederanya akar servikal kelima dan keenam.
Temuan klinis
 Bayi yamg terkena biasanya besar dan mengalami asfiksia
 Lengan yang terkena bisanya mengalami aduksi, rotasi internal, memanjang
di bagian siku, pronasi lengan, dan fleksi di bagian pergelangan angan.
Tatalaksana
 Imobilisasi parsial ekstremitas yang terkena 1-2 minggu pada posisi yang
berseberangan
 Masase lembut dan latihan pasif setelah 1-2 minggu dan diteruskan hingga 3
bulan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


66
NEONATAL
 Jika tidak ada peningkatan, rujuk ke dokter bedah untuk mencari
kemungkinan dilakukannya intervensi
c) Paralisis Saraf Frenikus ( phrenics nerve paralysis)
 Mengakibatkan paralisis daiafragma
 Jarang merupakan lesi tersndiri (isolated)
 Biasanya unilateral
Temuan klinis
 Gawat napas
 Tidak ada pengembangan abdomen dengan inspirasi pada sisi yang terkena
 Hasil pemeriksaan radiologis meningkatnya lengkungan diafgrama ( seperti
kubah)
Perawatan
Tidak ada yang spesifik untuk gawat mapas
d) Cedera Intra-abdomen
Definisi
Cedera intra-abdomen bisa mengakibatkan rupture atau perdarahan subkapsular di
hati, limpa atau kalenjar adrenal.
Presentasi klinis
 Riwayat persalinan yang sulit
 Manifestasi mendadak termasuk syok dan distensi abdomen
 Gejala yang mengidikasikan awitan lanjut termasu ikterus, pucat, asupan
minum yang buruk, takipnea dan takikardia
 Pemeriksaan USG abdomen
Tatalaksana
Mungkin perlu laparotomi untuk kasus cedera hati atau limpa
7. KELAINAN BAWAAN YANG SERING DITEMUI PADA NEONATUS
Pendahuluan
Kelainan bawaan merupakan abnormalitas yang ditemui saat lahir. Kelainan tersebut
merupakan kesalahan pembentukan pada struktur, posisi atau fungsi suatu organ/ sistem.
Kelainan ini merupakan penyebab umum mortalitas dan kecacatan pada awal kehidupan.
Penyebabnya berkisar dari kelainan genetic yang diturunkan hingga gangguan teratogenik
terhadap fetus yang tengah berkembang.
Setiap kelainan bawaan yang ditemukan baik pada periode prenatal atau pada saat lahir
harus membuata dokter waspada akan adanya kemungkinan penyimpangan perkembangan
lain baik fisik, neurologis, maupun mental. Adanya sejumlah kelainan bawaan dapat
merupakan petunjuk akan adanya suatu sindrom dan memerlukan pengujian lebih lanjut
dan atau penelitaian genetic untuk kepastian diagnosis dan konseling bagi orang tua.

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


67
NEONATAL
Angka kejadian kelainan bawaan di RSAB “ harapan kita” Jakarta 4,53 % dari seluruh
kelahiranpada tahun 1994 dan 2.81% pada tahun 1999.
Bab ini mengkaji sejumlah malformasi penting yang terlihat jelas secara eksternal yang
umum ditemui dan atau mengancam nyawa.
a. Kelainan Kepala dan Wajah
a) Celah bibir dan celah langit-langit
 Celah bibir dan celah langit-langit merupakan anomaly paling umum pada
kepala dan leher, baik yang berdiri sendiri maupun yang merupakan kombinasi.
Menetek harus tetap dipertahankan dan didukung.
 Celah bibir biasanya mengenai bibir atas. Masalah pengisapan terjadi pada
brbagai kasus bilateral
Celah langit-langit dapat bersifat lengkap atau tidak lengakap dan mengarah
pada kesulitan pemberian asupan serta infeksi dada dan telinga berulang.
Tatalaksana
 Penutupan celah dengan pembedahan sebelum fonasi
 Celah bibir pada usia 1-3 bulan
 Celah langit-langit pada usia 6-12 bulan
 Dot panjang
 Hindari aspirasi
b) Atresia Koana
Definisi
Atresia koana merupakan penyumbatan congenital lubang hidung posterior yang
disebabkan oleh perisistennya septum tulang pada 90% kasus dan membrane jaringa
lunak pada 10% kasus.
Presentasi klinis
Kelainan ini ditandai dengan tidak dapat lewatnya kateter ke nasofaring melalui
kedua sisi hidung. Gambaran klinisnya adalah dalam bentuk gawat napas akibat
penyumbatan saluran napasbagian atas.
Tatalaksana
 Jika bilateral, segera diperlukan jalan napas melalui oral
 Koreksi melalui pembedahan sesegera mungkin
b. Kelainan Rongga Toraks
a) Fistula Trakeoesofagus (TEF)
Fistula trakeoesofagus merupakan maslah yang relatif sering ditemui, dengan
insidensi 1-4 neonatus per 500 kelahiran hidup. Meskipun biasanya berdiri sendiri,
kelainan ini seringkali terkait dengan kelainan lain yang membentuk sindrom
VATER (Vertebral defect, Anal antresia, Tracheoesophageal fistula with

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


68
NEONATAL
Esophageal antresia, Radial/Renal anomaly) yang mencakup TEF serta kelainan
vertebra, anus, ginjal dan tulang radius. Atresia esophagus dengan TEF distal
mencakup hingga 85% dari kasus sementara subtype lain lebih jarang ditemui.
Presentasi Klinis
 Diagnosis dini sebelum terjadinya pneumonia aspirasi menjadi penting, karena
pneumonia aspirasi akan memperburuk prognosis.
 Curigai TEF pada kasus dengan polihibramnion
 Bayi yang terkena akan mengeluarkan banyak lender dan batuk serta tesedak
pada saat diberi minum.
 Diagnosis dipastikan secara cepat dengan gagalnya selang nasogastrik
melewati esophagus proksimal.
 Foto rontgen akan memastikan posisi pipa yang melingkar di esophagus
proksimal, dan terlihat udara dalam lambung.
Tatalaksana
 Rujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas bedah anak
 Posisikan pada posisi tegak 300
 Isap faring posterior dan saluran napas atas
 Berikan oksigen
b) Hernia Diafragmatika
Defnisi
Hernia diafragmatika merupakan herniasi isi perut ke dalam rongga toraks melalui
defek pada diafragma.
Presentasi Klinis
 Sering ditemui bersamaan dengan hidramnion
 Pada saat lahir bisa terjadi sianosis, gawat napas dan terlihat abdomen skafoid
 Suara apas pada sisi yang terkena dapat menurun atau tidak dapat terdengar.
 Mungkin akan mendapat problem pemberian asupan dan gawat napas ringan.
Pemeriksaan
 Diagnosis prenatal dengan USG
 Rontgen dada akan memperlihatkan gambaran usus dalam rongga dada
Tatalaksana
 Ventilasi dengan menggunakan balon dan sungkup (kantung dan masker)
merupakan kontraindikasi karena akan menyebabkan karena akan
menyebabkan lebih banyak udara masuk sehingga akan menyebabkan lebih
banyak udara masuk sehingga akan menkompresi paru.
 Pembedahan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


69
NEONATAL
c) Kelainan Rongga Perut
a) Omfalokel (Omphalocele)
Omfalokel merupakan herniasi usus pada sejumlah kasus hati di dalam tali
pusat.
 Ditemui variasi mayor dan minor
 Harus dilakukan pembedahan sesegera mungkin untuk menghindari
terjadinya peritonitis
 Kelainan ini terkait dengan banyak kelainan bawaan yang lain.
b) Gastroskisis (Gastroschisis)
 Gastroskisis merupakan herniasi usus besar dan usus kecil melalui defek
dinding abdomen
 Pembedahan merupakan suatu keharusan.
c) Anus imperforate
Terdapat 2 kategori anus imperforate
 Fistula rendah dapat menyebabkan keluarnya mekonium melalui vagina
atau skrotum
 Fistula rektovesikal tinggi ditandai dengan terdapatnya mekonium dalm
urin
Presentasi Klinis
Pemeriksaan untuk membantu diagnosis mencakup
 Rontgen dalam posisi terbaik
 USG dapat mendeteksi ketinggian rectum distal
Tata laksana
Penting untuk membuat kolostomi sementara pada neonatus dengan arus
imperforate letak tinggi dengan atau tanpa fistula
d) Hipospadia
 Merupakan kelainan urologis yang paling sering ditemui
 Kelainan ini dapat bersifat glandular, koronal, anterior, mid/post penis atau
perineal.
 Kelainan ini dapat ditemui bersamaan dengan : penis melengkung (korda),
defisiensi prepusium ventral, lubang meatus abnormal
 Mungkin terkait dengan testis yang tidak turun (undescended testes) dan
hernia.
Tata laksana
Pembedahan pada usia 2 tahun

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


70
NEONATAL
e) Meningomielokel (Meningomyelocele)
Meningomielokel merupakan dilatasi kistik dari meningen yang terkait dengan
spina bifida, dengan atau tanpa defek kulit di atasnya atau abnormalitas akar
syaraf. Berbagai derajat deficit motorik dan sensoris terdapat di bawah
ketinggian lesi. Contoh kelainan ini mencakup anus yang tetap terbuka
(patulas), paralisis kedua ekstremitas bawah dan kelainan bentuk kaki.
 Bayi harus segera dirujuk ke seorang ahli bedah syaraf yang
berpengalaman dalam menangani masalah ini. Rencana perawatan
mencakup penutupan kantung melalui pembedahan.
 Pemeriksaan tengkorak kepala penting karena banyak kasus terkait dengan
hidrosefalus. Ukur lingkar kepala.
 Hindari kontak kulit bayi dengan produk lateks seperti sarung tangan
lateks, karena dapat menyebabkan terjadinya dermatis kontak yang parah.
f) Spina Bifida Okulta
 Spina bifida okulta merupakan varian dari sindrom klinis yang sama
dengan di atas.
 Tidak terlihat kulit yang terbuka, tetapi rambut yang tidak pada tempatnya,
lipoma atau lesung dapat berada di atas defek medulla spinalis.
 Setiap lesung di daerah koksigeal tidak berarti karena tidak berada di atas
segmen medulla spinalis.
d) Kelainan Ekstremitas
Dislokasi Panggul Bawaan
 Insidensi berkisar antara 1-5 dari 5.000 bayi
 Perempuan terkena 4-6 kali lebih sering dari pada laki-laki dan lebih sering
ditemui pada presentasi nokong/sungsang
 Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk mencegah cacat permanen
 Maneuver ortolani yang dibantu dengan USG dapat menegakkan diagnosis
Tata laksana
Perawatan bersifat individual dan mencakup penempatan sebuah brace yang
dipasang di atas popok.
e) Kelainan Kromosom yanag Letal
a) Trisomi 13 (Sindrom atau)
 Insidensi : 1 : 5.000 kelahiran
 Kelainan :
- Backward sloping forehead
- Defek kulit kepala
- Bentuk dan letak telinga abnormal (low set ears)

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


71
NEONATAL
- Rahang bawah kecil (micrognatia)
- Celah bibir dan atau langit-langit
- Rocker bottom feet
- polidaktili
 Tata laksana : tidak dilakukan resusitasi
b) Trisomi 18 (Sindrom Edward) :
 Insidensi : 3 : 1.000 kelahiran
 Kelainan :
- Oksiput prominen
- Bentuk dan letak telinga abnormal (low set ears)
- Kelainan jantung bawaan
- Tangan menggenggam (clenched hand)
- Rocker bottom feet
 Tatalaksana : tidak dilakukan resusitasi

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


72
NEONATAL
BAB IV
DOKUMENTASI
Bukti dokumentasi pelaksanaan kesehatan maternal neonatal adalah catatan keperawatan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


73
NEONATAL
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, Abdul (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal


2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jaringan Nasional Pelatihan klinik –
Kesehatan Reproduksi , Jakarta ,(2008) Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif ( PONEK), Asuhan Obstetri Esensial

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


74
NEONATAL
Lampiran
1. KEMATIAN IBU MELAHIRKAN KARENA EKLAMSI

Judul Indikator Kematian ibu melahirkan karena eklamsi

Definisi Insiden yang menunjukkan banyaknya ibu yang meninggal


Operasional karena eklamsi.
Eklamsi adalah suatu kelainan akut yang terjadi pada
wanita hamil, bersalin atau nifas yang ditandai dengan pre-
eklamsi serta timbulnya kejang-kejang atau komplikasi
lainnya, yang bukan disebabkan karena kelainan neurologi
Kriteria Insklusi Semua ibu hamil, bersalin, nifas yang mengalami eklamsi
Kriteria Eksklusi Hipertensi menahun (kronik)
Sumber Data Rekam medis pasien
Tipe Indikator Outcome
Area Monitoring Unit Kamar Bersalin
Frekuensi Bulanan
Standar 0,50 %
Numerator Jumlah ibu meninggal karena eklamsi per bulan
Denumerator Jumlah ibu dengan eklamsi pada bulan tersebut

2. KEMATIAN IBU MELAHIRKAN KARENA PERDARAHAN

Judul Indikator Kematian ibu melahirkan karena perdarahan

Definisi Insiden yang menunjukkan banyaknya ibu yang meninggal


Operasional karena perdarahan yang dapat terjadi pada semua kala
dalam persalinan
Kriteria Insklusi Disebabkan antara lain APB, ruptur uteri, kegagalan uri
(placenta) untuk keluar secara spontan (retentio placenta),
tidak berkontraksinya rahim ibu (atonia uteri)
Kriteria Eksklusi Perdarahan karena trauma pada perut atau kerena tindakan
fisik yang lainnya yang tidak berhubungan dengan proses
persalinan
Sumber Data Rekam medis pasien
Tipe Indikator Outcome
Area Monitoring Unit Kamar Bersalin
Frekuensi Bulanan
Standar 0,50 %
Numerator Jumlah ibu melahirkan yang meninggal karena perdarahan
per bulan
Denumerator Jumlah ibu melahirkan dengan perdarahan pada bulan
tersebut

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


75
NEONATAL
3. KEMATIAN IBU MELAHIRKAN KARENA SEPSIS

Judul Indikator Kematian ibu melahirkan karena sepsis

Definisi Sepsis adalah tanda-tanda sepsis yang terjadi akibat


Operasional penanganan aborsi, persalinan dan nifas yang tidak
ditangani dengan tepat oleh pasien atau penolong
Tanda-tanda sepsis
 Suhu tubuh meningkat
 Angka leukosit ≥ 20.000
Kriteria Insklusi Ibu bersalin dengan sepsis
Kriteria Eksklusi Tidak ada
Sumber Data Rekam medis pasien
Tipe Indikator Outcome dan proses
Area Monitoring Unit Kamar Bersalin
Frekuensi Bulanan
Standar ≤ 0,2 %
Numerator Jumlah kematian pasien persalinan karena sepsis per bulan
Denumerator Jumlah pasien persalinan dengan sepsis pada bulan tersebut

4. PERSALINAN MELALUI SC

Judul Indikator Persalinan melalui SC

Definisi Seksio caesaria adalah tindakan persalinan melalui


Operasional pembedahan abdominal baik elektif maupun emergensi
Kriteria Insklusi Persalinan dengan seksio cesaria
Kriteria Eksklusi Tidak ada
Sumber Data Rekam medis dan buku register
Tipe Indikator Input
Area Monitoring Unit Kebidanan
Frekuensi Bulanan
Standar ≤ 20 %
Numerator Jumlah persalinan dengan seksio cesaria
Denumerator Jumlah seluruh persalinan dalam 1 bulan

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


76
NEONATAL
5. KEMATIAN BAYI

Judul Indikator Kematian Bayi

Definisi Kematian yang terjadi pada bayi dengan umur kehamilan


Operasional lebih dari 28 minggu dan meninggal pada umur 0-7 hari
Kriteria Insklusi Bayi yang meninggal pada umur 0-7 hari
Kriteria Eksklusi Tidak ada
Sumber Data Rekam medis
Tipe Indikator Outcome dan proses
Area Monitoring Unit Kebidanan
Frekuensi Bulanan
Standar 3,20 %
Numerator Jumlah bayi yang meninggal pada umur 0-7 hari
Denumerator Jumlah semua bayi baru lahir dengan umur kehamilan lebih
dari 28 minggu dan meninggal pada umur 0-7 hari

6. ANGKA KETERLAMBATAN OPERASI SC EMERGENCY (> 30 MENIT)

Judul Indikator Angka keterlambatan operasi SC emergency (>30 menit)

Definisi Sectio Caesaria (SC) adalah suatu tindakan pembedahan


Operasional untuk mengeluarkan janin dari perut Ibu. Keterlambatan SC
adalah penundaan pelaksanaan SC emergensi >30 menit
dari diberikan Advis oleh dokter spesialis kebidanan dan
kandungan/ persetujuan pasien dan keluarga.
Kriteria Insklusi Pasien rencana SC dengan kasus emergensi seperti
eklampsi, tali pusat menumbung, plasenta previa dengan
perdarahan dan syok,dll.
Kriteria Eksklusi Pasien SC bukan dengan kasus emergensi
Sumber Data Rekam Medis Pasien dan Register Tindakan Kebidanan
Tipe Indikator Outcome
Area Monitoring Unit Kamar Bersalin
Frekuensi Bulanan
Standar 0,5%
Numerator Pasien yang terlambat SC emergency (>30 menit)
Denumerator Pasien SC emergency pada bulan tersebut

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


77
NEONATAL
7. ANGKA KETERLAMBATAN PENYEDIAAN DARAH (> 60 MENIT)

Judul Indikator Angka keterlambatan penyediaan darah (> 60 menit)

Definisi Keterlambatan penyediaan adalah keterlambatan waktu


Operasional menyediakan labu darah sesuai pesanan > 60 menit
terhitung mulai form permintaan darah diterima oleh
petugas bank darah sampai dengan labu darah diterima oleh
petugas ruangan
Kriteria Insklusi Pasien hamil, bersalin dan nifas
Kriteria Eksklusi Selain pasien hamil, bersalin dan masa nifas
Sumber Data Rekam Medis Pasien
Tipe Indikator Outcome
Area Monitoring Unit kamar bersalin
Frekuensi Bulanan
Standar 0,5%
Numerator Jumlah keterlambatan penyediaan darah (>60 menit) pasien
hamil, bersalin dan nifas
Denumerator Jumlah permintaan darah pada pasien hamil, bersalin dan
nifas

8. KUNJUNGAN ANC YANG MELAKUKAN RAWAT INAP

Judul Indikator Kunjungan ANC Yang Melakukan Rawat Inap

Definisi
Operasional
Kriteria Insklusi
Kriteria Eksklusi
Sumber Data
Tipe Indikator
Area Monitoring
Frekuensi
Standar
Numerator
Denumerator

REVISI PANDUAN PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL


78
NEONATAL

Anda mungkin juga menyukai