Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 4

BLOK DIGESTIF
“CILOK PEMBAWA PETAKA”

Oleh : Kelompok 2
Nama Tutor : Dr. dr. Herry Darsim Gaffar, M.Kes.

Ketua Kelompok : Kiki Rizqi Amalia (19910024)


Sekretaris 1 : M. Nur Faizin (19910012)
Sekretaris 2 : Alya Labibah (17910044)
Anggota :
Retno Hera Wiji Mufidya (19910002)
Muhammad Ikrom Arifin (19910007)
Sinta Septerina (19910018)
Farah Haaniya Nuriswarin (19910021)
Aulia Sri Nastiti Suwondo (19910029)
Putih Indah Lestari (19910036)
Hasna Fathin Nabila (19910041)
Muhammad Nurul Makki (19910048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021

1
DAFTAR ISI

SKENARIO 4 .................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................. 5
1.1 IDENTIFIKASI KATA SULIT .................................................................................. 5
1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................................... 6

BAB II ............................................................................................................................... 7
2.1 BRAINSTORMING ................................................................................................... 7
2.2 PETA MASALAH ..................................................................................................... 9
2.3 LEARNING OBJECTIVE ....................................................................................... 10

BAB III ........................................................................................................................... 11


3.1 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 11
3.1.1 Mahasiswa Mampu Memahami Definisi Disentri ........................................ 11
3.1.2 Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi Disentri ................................... 11
3.1.3 Mahasiswa Mampu Memahami Etiologi Disentri Basiler ............................ 12
3.1.4 Mahasiswa Mampu Memahami Epidemiologi Disentri Basiler ................... 13
3.1.5 Mahasiswa Mampu Memahami Faktor Risiko Disentri Basiler ................... 14
3.1.6 Mahasiswa Mampu Memahami Manifestasi Klinis Disentri Basiler ........... 14
3.1.7 Mahasiswa Mampu Memahami Patofisiologi Disentri Basiler .................... 16
3.1.8 Mahasiswa Mampu Memahami Pem. Penunjang Disentri Basiler ............... 19
3.1.9 Mahasiswa Mampu Memahami Kriteria Diagnosis Disentri Basiler ........... 20
3.1.10 Mahasiswa Mampu Memahami Diagnosis Banding Disentri Basiler .......... 20
3.1.11 Mahasiswa Mampu Memahami Komplikasi Disentri Basiler ...................... 21
3.1.12 Mahasiswa Mampu Memahami Tatalaksana Disentri Basiler...................... 22
3.1.13 Mahasiswa Mampu Memahami Prognosis Disentri Basiler ......................... 23
3.1.14 Mahasiswa Mampu Memahami Pencegahan Disentri Basiler...................... 23
3.1.15 Mahasiswa Mampu Memahami Integrasi Islam Disentri Basiler ................. 24
3.2 PETA KONSEP ....................................................................................................... 25
3.3 NARASI PETA KONSEP ........................................................................................ 26
3.4 SOAP ....................................................................................................................... 28

BAB IV ............................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 32

2
SKENARIO 4

Cilok Pembawa Petaka

Seorang anak perempuan usia 8 tahun, diantar ibunya ke UGD RS dengan keluhan utama
BAB cair. BAB cair sejak 5 hari yang lalu, air lebih banyak dibanding ampas. Frekuensi
BAB cair lebih dari 10x/hari. Menurut pengakuan ibunya, BAB cair disertai darah dan
lendir. Awalnya BAB cair hanya 4x/hari lalu semakin hari semakin sering. Ibunya
mengatakan bahwa keluhan pasien disertai mulas dan demam yang naik turun. Demam
tidak dipengaruhi oleh waktu siang dan malam. Selain itu pasien juga mengalami muntah-
muntah sebanyak 3 kali. Pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air
mata. Keluhan disertai muntah, tidak ada batuk, tidak ada pilek, tidak ada keluar cairan
dari telinga, tidak ada gusi berdarah, tidak ada ruam-ruam kulit. Dari hasil anamnesis
didapatkan bahwa sehari sebelum timbul keluhan, pasien membeli cilok di pinggir jalan
dekat pasar
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital : Tekanan Darah 110/70 mmHg. Denyut Nadi 110 x/menit, Frekuensi Napas
28x/menit, suhu 38,5 C
BB: 35 kg, TB : 120 cm
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala: mata cekung, mukosa bibir kering
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen:
 Inspeksi : cembung
 Palpasi : supel, lembut, distensi (-), bising usus (+) 38x/menit, nyeri epigastric
(+). Hepar dan lien tidak teraba, Turgor kembali lambat.
 Perkusi : shifting dullness (-)

Ekstremitas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik. Akro sianosis (-). palmar
eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
Kulit: warna kulit kuning langsat, tidak terdapat adanya ruam pada kulit.
Anus: tampak sedikit lecet
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin: Hb 11,8 g/dl, Ht 35 vol%, leukosit 19.400/mm3, trombosit : 379.000/mm3,

3
Feses rutin:
 Makroskopis: Warna: merah Konsistensi: lembek Lendir: (+) Darah: (+).
 Mikroskopis: Leukosit: banyak, Eritrosit: banyak, Amoeba : negatif, Telur
cacing: negatif, Sisa makanan: (+), Benzidin tes: (+)

Dokter memberikan terapi:


Oralit 600 mL habis dalam 3 jam
Oralit 50-100 mL diberikan setiap sesudah BAB
Zinc syr 1x20 mg 10 hari
infus RL 30 tetes per menit
Kotrimoxazol 2x200 mg selama 5 hari
injeksi metoclopramide 3x10 mg
injeksi ranitidine 2x50 mg
oral paracetamol 3x500 mg
Probiotik 2xl sachet 5 hari

4
BAB I
1.1 IDENTIFIKASI KATA SULIT

1.1.1 Nyeri epigastric: nyeri pada bagian ulu hati.


1.1.2 Turgor: cara pemeriksaan status dehidrasi. Dengan cara mencubit kulit. Apabila
kembali cepat = normal, lambat = dehidrasi.
1.1.3 Capilarry refilll time: tes di daerah dasar kuku untuk memonitor dehidrasi dan
darah di jaringan. Dengan menekan di daerah ujung kuku. Warna kuku kembali
normal = <2 detik.
1.1.4 Benzidin test: tes darah samar, untuk mengetahui pendarahan kecil.
Menggunakan reagens benzidin. Dilakukakn pada feses dan urin. Hidrogen
peroksida yg dilepaskan dari hemoglobin akan menimbulkan warna biru atau
hijau. Dengan menambil sampel feses kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Dimasukkan ke dalam kit, tempat menambahkan reagens. Ditunggu 5
menit untuk hasilnya. Garis 2 = positif.
1.1.5 Bising usus: suara karena perbandingan udara dan pergerakan makanan akibat
peristaltik usus.
1.1.6 Akro sianosis: gangguan dari arteri yg menyuplai darah ke kulit tangan dan kaki.
Warna biru = (+). Akral = ujung jari tangan atau kaki.

5
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Mengapa pasien mengalami BAB cair sejak 5 hari yg lalu, kandungan airnya
lebih banyak dari ampas, disertai darah dan lendir serta rasa mulas?
1.2.2 Mengapa terdapat demam?
1.2.3 Mengapa frekuensi BAB pasien meningkat?
1.2.4 Mengapa cilok yg dibeli bisa menimbulkan keluhan?
1.2.5 Mengapa pasein mengalami muntah 3 kali?
1.2.6 Mengapa pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air mata?
1.2.7 Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
1.2.8 Bagaimana interpretasi pemeriksaan hasil lab?
1.2.9 Apa kemungkinan diagnosis pasien?
1.2.10 Mengapa dokter memberikan terapi seperti skenario?

6
BAB II
2.1. BRAINSTORMING

2.2.1 Mengapa pasien mengalami BAB cair sejak 5 hari yg lalu, kandungan
airnya lebih banyak dari ampas, disertai darah dan lendir, serta rasa mulas?
- BAB cair dan kandungan air lebih banyak daripada ampas: virus atau
bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman. Virus
atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel usus halus dan akan
menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–
sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang
sehingga fungsi sel–sel ini masih belum optimal. Selanjutnya,vili–vili usus
halus mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak terserapnya cairan dan
makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan
terkumpul di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan
makanan yang tidak diserap tadi akan terdorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare dengan kandungan airnya lebih banyak daripada ampasnya.
Shigella mengeluarkan enterotoksin yang akan mengaktifasi GMP siklik
sehingga sekresi cl meningkat dan absorbs Na terhambat sehingga terjadi
desposisi air di lumen saluran pencernaan yang menyebabkan diare cair.
- Darah: karena ada lesi yang disebabkan oleh bakteri.
- Mulas: inflamasi pada epitel GI tract yang mengaktivasi system nervus
saraf aferen sehingga terjadi mulas.
2.2.2 Mengapa terdapat demam?
Demam: apabila ada mikroorganisme sehingga tubuh akan merepon dengan
produksi prostalglandin sehingga mengubah thermostat agar bakteri dapat
dibunuh.
2.2.3 Mengapa frekuensi BAB pasien meningkat?
Motilitas usus meningkat karena adanya iritasi.
2.2.4 Mengapa cilok yg dibeli bisa menimbulkan keluhan?
Karena adanya bakteri shigella yang dibawa oleh lalat yang biasanya nempel
pada cilok.
2.2.5 Mengapa pasein mengalami muntah 3 kali?

7
Muntah: infeksi epitel usus, ada brush border rusak yang melepaskan reseptor
serotonin yang mengaktivasi kemoreseptor pada trigger zone sehingga terjadi
stimulasi reflex muntah.
2.2.6 Mengapa pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air
mata?
Karena pasien masih mengalami dehidrasi ringan/sedang. Rewel karna kurang
tidur akibat kondisi psikisnya, dank arena anak haus.
2.2.7 Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan fisik:
- Kondisi kehilangan cairan.
- Takikardi: terjadi hipoperfusi sehingga jantung melakukan kompensasi.
- Takipneu: kondisi psikis pasien.
2.2.8 Bagaimana interpretasi pemeriksaan hasil lab?
Pemeriksaan penunjang:
- Leukositosis karna infeksi bakteri.
- Feses berdarah, lender dengan konsistensi lembek yang mengarah ke
diagnosis.
2.2.9 Apa kemungkinan diagnosis pasien?
Disentri basiler betrdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
2.2.10 Mengapa dokter memberikan terapi seperti skenario?
- Oralit untuk meredakan dehidrasi
- Zinc mengganti elektrolit yang keluar
- Kotrimoksazol antibiotik untuk meredakan infeksi karena mikroorganisme
- Parasetamol antipiretik
- Probiotik untuk memicu flora baik

8
2.2 PETA MASALAH

-etiologi Perempuan
-faktor resiko 8 tahun
-manifestasi klinis

PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN


ANAMNESIS -KU: sakit sedang, kesadaran PENUNJANG
-Keluhan Utama BAB komposmentis -Darah rutin
Cair -TTV:  leukosit 19.400/mm3
-Kronologi: makan  TD: 110/70 mmHg
cilok di pinggir jalan 1  HR 110x/menit, -Feses rutin:
hr yang lalu, BAB cair,
darah (+), lender (+) &  RR 28x/menit  Makroskopis: Warna
frekuensi BAB merah, konsistensi
 T 38,5ºC
10X/Hari dan semakin
Lembek, Lendir (+)
sering  BB: 35 Kg
-KP: Darah (+)
 Mulas  TB: 120 cm
 Mikroskopis:
 Demam naik
-Pmeriksaan Fisik Leukosit banyak,
turun
 Kepala:
 Muntah 3x Eritrosit banyak,
-Mata cekung
Amoeba negative,
-mukosa bibir kering
Telur cacing
 Abdomen:
negative, sisa
-Inspeksi: cembung
makanan (+),
-Palpasi: bising usus (+)
Benzidin tes (+)
38x/menit, nyeri epigastric (+),
Turgor kembali lambat.
 Ekstremitas: Capillary Refill
Time < 2 detik. , akral pucat.
-kriteria diagnosis
 Anus: Tampak sedikit lecet -pemeriksaan
Definisi penunjang
Epidemiologi
Patofisiologi
Tata laksana
Komplikasi
Prognosis
Pencegahan
Integrasi islam DDx:
WDx: Gastroenteritis,
Disentri Basiler DHF

TERAPI Diagnosis
 Oralit 600 mL habis dalam 3 jam banding
 Oralit 50-100 mL diberikan setiap sesudah BAB 9
 Zinc syr 1 x 20 mg 10 hari
 Infus RL 30 tetes per menit
2.3 LEARNING OBJECTIVE

2.3.1 Mahasiswa Mampu Memahami Definisi Disentri


2.3.2 Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi Disentri
2.3.3 Mahasiswa Mampu Memahami Etiologi Disentri Basiler
2.3.4 Mahasiswa Mampu Memahami Epidemiologi Disentri Basiler
2.3.5 Mahasiswa Mampu Memahami Faktor Risiko Disentri Basiler
2.3.6 Mahasiswa Mampu Memahami Manifestasi Klinis Disentri Basiler
2.3.7 Mahasiswa Mampu Memahami Patofisiologi Disentri Basiler
2.3.8 Mahasiswa Mampu Memahami Pemeriksaan Penunjang Disentri Basiler
2.3.9 Mahasiswa Mampu Memahami Kriteria Diagnosis Disentri Basiler
2.3.10 Mahasiswa Mampu Memahami Diagnosis Banding Disentri Basiler
2.3.11 Mahasiswa Mampu Memahami Komplikasi Disentri Basiler
2.3.12 Mahasiswa Mampu Memahami Tatalaksana Disentri Basiler
2.3.13 Mahasiswa Mampu Memahami Prognosis Disentri Basiler
2.3.14 Mahasiswa Mampu Memahami Pencegahan Disentri Basiler
2.3.15 Mahasiswa Mampu Memahami Integrasi Islam Disentri Basiler

10
BAB III
3.1 TINJAUAN PUSTAKA

3.1.1 Mahasiswa Mampu Memahami Definisi Disentri


Disentri adalah diare yang disertai darah, terutama disebabkan oleh Shigella sp.
dan memerlukan antibiotik untuk pengobatan. Disentri lebih lama sembuh dari
diare akut cair dan dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti gangguan
pertumbuhan dan risiko kematian.1
(M. Nur Faizin-19910012)
Disentri basiler atau shigellosis adalah suatu infeksi akut kolon yang disebabkan
kuman genus shigella. Shigella adalah basil nonmotil, gram negatif, famili
enterobacteriaceae. Ada 4 spesies shigella yaitu S. dysentriae, S.flexneri, S.bondii
dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S. sonnei adalah satu-satunya
spesies yang memiliki serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat
bersifat serotipe spesifik, maka seorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe
yang berbeda Genus ini mempunyai kemampuan menginvasi sel epitel intestinal
dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-10 organisme. Penyakit ini, kadang-
kadang ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek
akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. 2
(Muhammad Ikrom Arifin-1991007)

3.1.2 Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi Disentri


Praktisnya, diare berdarah dapat digunakan sebagai petanda kecurigaan terhadap
disentri. Berdasarkan penyebabnya disentri dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Disentri basiler/ Shigellosis
Shigellosis adalah infeksi akut usus yang disebabkan oleh salah satu dari
empat spesies bakteri gram negatif genus Shigella. Disentri basilar adalah
diare dengan lendir dan darah disertai dengan demam, tenesmus dan kram
abdomen. Disentri basiler karena bakteri ini merupakan infeksi tersering pada
kasus disentri.
2. Disentri amoeba/ Amebiasis
Penyakit infeksi usus besar yang disebabkan parasit usus Entamoeba
histolytica. Penyakit ini tersebar hampir seluruh dunia terutama di negara
berkembang yang berada pada daerah tropis. Hal ini disebabkan karena faktor

11
kepadatan penduduk, higiene individu, dan sanitasi lingkungan hidup serta
kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang. 3
(Muhammad Nurul Makki-19910048)
Disentri basiler, atau shigellosis, disebabkan oleh basil dari genus Shigella.
Secara gejalanya, penyakit ini berkisar dari serangan ringan hingga parah yang
dimulai secara tiba-tiba dan berakhir dengan kematian yang disebabkan oleh
dehidrasi dan keracunan oleh racun bakteri. Setelah masa inkubasi selama satu
sampai enam hari, penyakit ini tiba-tiba muncul dengan demam dan seringnya
mengeluarkan kotoran encer yang mungkin mengandung darah. Muntah juga
dapat terjadi, dan dehidrasi segera menjadi jelas karena kehilangan banyak cairan
tubuh. Pada stadium lanjut penyakit, ulserasi kronis pada usus besar
menyebabkan produksi tinja berdarah.

Infeksi basiler yang paling parah disebabkan oleh Shigella dysenteriae tipe 1
(sebelumnya Shigella shigae), yang ditemukan terutama di daerah tropis dan
subtropis. S. flexneri, S. sonnei, dan S. boydii adalah basil Shigella lain yang
menyebabkan disentri. Jenis infeksi bakteri lain, termasuk salmonellosis
(disebabkan oleh Salmonella) dan campylobacteriosis (disebabkan oleh
Campylobacter), dapat menyebabkan tinja berdarah dan kadang-kadang juga
digambarkan sebagai bentuk disentri basiler. Pengobatan disentri basiler
didasarkan pada penggunaan antibiotik. Pemberian cairan dan, dalam beberapa
kasus, transfusi darah mungkin diperlukan.

Disentri amuba, atau amebiasis usus, disebabkan oleh protozoa Entamoeba


histolytica. Bentuk disentri ini, yang secara tradisional terjadi di daerah tropis,
biasanya jauh lebih kronis dan berbahaya daripada penyakit basil dan lebih sulit
diobati karena organisme penyebab terjadi dalam dua bentuk, satu motil dan
kista, yang masing-masing menghasilkan kista. perjalanan penyakit yang berbeda.
Bentuk motil menyebabkan disentri akut, yang gejalanya mirip dengan disentri
basiler. Bentuk kista menghasilkan penyakit kronis yang ditandai dengan episode
diare dan nyeri perut yang intermiten. Tinja berdarah terjadi pada beberapa
pasien. Jenis kronis adalah yang lebih umum dari keduanya dan ditandai dengan
seringnya remisi dan eksaserbasi gejala. Bentuk kronis juga dapat menyebabkan
ulserasi pada usus besar dan kantong infeksi di hati. Kedua bentuk disentri amuba

12
diobati dengan obat yang secara khusus membunuh parasit amuba yang
berkembang di usus.
(Kiki Rizqi Amalia-19910024)

3.1.3 Mahasiswa Mampu Memahami Etiologi Disentri Basiler


Penyebab utama disentri basiler adalah bakteri Shigella dysenteriae yang
merupakan bakteri gram negatif, nonmotile, berbentuk batang, berukuran 0,5– 0,7
μm x 2,3 μm dan tidak berflagel. Shigella dysenteriae dapat menyebabkan
Shigellosis (disentri basiler) dengan cara menginvasi epitel usus besar. Bakteri
Shigella dysenteriae mampu menyerang dan memecah sel-sel epitel serta
makrofag dan sel dendritik kemudian masuk ke sitosol (Lucchini dkk.2005). 5
 Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella, khususnya S. flexneri dan S.
dysentriae tipe 1.4
 Penyebab lainnya, antara lain Yersinia enterocolica, Campylobacter jejuni
(terutama pada bayi), Salmonella sp., Eschericia coli enteroinvasif (jarang
tetapi berat), Entamoeba histolytica (jarang pada balita), serta amuba
 Penyebab non-infeksi, antara lain invaginasi (gejala dominan lendir dan
darah, kesakitan dan gelisah, massa intra-abdominal dan muntah), alergi
susu sapi, gangguan hematologi seperti defisiensi vitamin K, dan kelainan
imunologis (Penyakit Crohn, colitis ulseratif).
Shigellosis adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air yang
disebabkan oleh Shigella. Shigella adalah batang gram negatif, nonmotil,
anaerobik fakultatif, non-spora. Ini memiliki 4 serotipe:6
 Serotipe A: Shigella dysenteriae (12 serotipe)
 Serotipe B: Shigella flexneri (6 serotipe)
 Serotipe C: Shigella boydii (23 serotipe)
 Serotipe D: Shigella soneii (1 serotipe)
Shigella sonnei berbeda dari serotipe lain dengan ekspresi ornithine
dekarboksilase sedangkan serotipe A, B dan C tidak dapat dibedakan dengan
penanda biokimia.
Shigella sonnei menyebabkan penyakit ringan yang mungkin terbatas pada diare
encer, sedangkan Shigella flexneri dan Shigella dysenteriae menyebabkan disentri
dengan diare berdarah.
(Sinta Septerina-19910018)

13
Di Indonesia, Shigella sp merupakan penyebab tersering ke-2 dari diare
yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari keseluruhan
Shigella sp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; 15,0% adalah S.
sonnei; dan 2,2% merupakan S. Dysenteriae (Tjaniadi, et al., 2003).
Bakteri ini termasuk dalam suku Enterobacteriaceae dan merupakan
bakteri gram negatif yang berbentuk batang/basil (Heymann, 2008). Selain
itu bakter ini bersifat anaerob fakultatif, yang berarti dapat hidup tanpa
atau dengan adanya oksigen (Hale & Keusch, 1996)
Penyakit ini ditularkan melalui jalan fekal-oral dengan masa inkubasi 1-7
hari, untuk terjadinya penularan tersebut diperlukan dosis minimal
penularan 100 bakteri Shigella sp. ( Lima, et al., 1997; Zinner, et al., 2000;
Sack, et al., 2014).
(Hasna Fathin Nabila-19910041)

3.1.4 Mahasiswa Mampu Memahami Epidemiologi Disentri Basiler


Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primate
lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler. Di Amerika
Serikat dilaporkan sekitar 8-12 kasus per 100.000 populasi selama 30 tahun. Di
dunia, shigellosis tetap merupakan penyebab diare tersering baik di negara
berkembang maupun di negara maju. Oeganisme ini sangat mudah ditransmisikan
secara fekal oral, melalui kontak dari orang ke orang atau melalui makanan dan
minuman kontaminasi. Jumlah kuman yang dibutuhkan untuk dapat
menimbulkan penyakit (dosis infeksi) sangat sedikit yaitu kurang dari 200
organisme. Angka serangan ulang pada anggota keluarga mencapai 40%
Insiden dan penyebaran shigellosis berhubungan dengan kebersihan perseorangan
dan kebersihan komunitas. Di negara berkembang, shigellosis lebih banyak
ditemukan pada anak-anak, dan di negara-negara dengan kondisi infrastruktur
sanitasi tidak bagus, dengan kondisi pemukiman padat dan kondisi higiensi
perseorangan jelek, penyakit ini lebih mudah menyebar. S. dysentriae type 1
dapat menyebabkan kondisi yang berat yang dapat disebut dengan disentri
basiler.
WHO memperkirakan jumlah total kasus pada tahun 1996-1997 diperkirakan 165
juta dan 69% kasus terjadi pada anak kurang dari 5 tahun, dengan kematian tiap
tahunnya diperkirakan antara 500.000 hingga 1,1 juta. Data tahun 2000-2004 dari

14
6 negara di Asia (Bangladesh, China, Pakistan, Indonesia, Vietnam dan
Thailand)menunjukkan bahwa insiden shigellosis masih stabil, meskipun angka
kematiannya menurun, mungkin disebabkan karena membaiknya standar nutrisi.
Bagaimanapun juga penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol menyebabkan
risiko terbentuknya shigella yang resisten terhadap antibiotik. Kejadian epidemik
yang luar biasa sering disebabkan oleh S. dysentriae type 1, yang sering ditandai
dengan angka serangan yang tinggi dan angka kematian yang tinggi pula, sebagai
contoh di Bangladesh, suatu epidemik yang disebabkan S. dysentriae type 1
dikaitkan dengan angka kematian sebesar 42% diantara anak berusia 1-4 tahun.
Shigellosis juga sering menimbulkan endemik dan 99% terjadi di negara
berkembang dengan prevalensi yang tinggi, dimana kebersihan umum dan
kebersihan perseorangan jelek.
Isolat S. flexeneri lebih sering ditemukan pada negara-negara maju, sedang S.
sonnei lebih prevalen pada daerah dengan ekonomi baik serta egara-negara
industri. Shigella juga dikaitkan sebagai contributor utama gangguan
pertumbuhan anak di negara berkembang dikarenakan shigellosis memberikan
dampak jangka pendek dan jangka panjang gangguan nutrisi pada anak di daerah
andemis. Kombinasi antara anoreksia, anteropati eksudatif yang diakibatkan
karena kerusakan mukosa secara cepat akan mengubah status nutrisi penderita.2
(Retno Hera Wiji Mufidya-19910002)

Shigellosis merupakan endemik di negara berkembang dengan sanitasi buruk.


Biasanya 10 sampai 20 persen penyakit pencernaan, dan 50% dari diare berdarah
atau disentri pada anak kecil, dapat dicirikan sebagai shigellosis, dan prevalensi
infeksi ini menurun secara signifikan setelah lima tahun kehidupan. Di negara
maju, wabah bersumber tunggal, melalui makanan atau air terjadi secara sporadis,
dan kantong shigellosis endemik dapat ditemukan di institusi dan di daerah
terpencil dengan fasilitas sanitasi di bawah standar.11
(Farah Haaniya Nuriswarin-19910021)

3.1.5 Mahasiswa Mampu Memahami Faktor Risiko Disentri Basiler


Insidensi dan penyebaran shigellosis berhubungan dengan kebersihan
perseorangan dan kebersihan komunitas. Di negara berkembang, shigellosis lebih
banyak ditemukan di anak-anak, dan di negara-negara dengan kondisi
infrastruktur sanitasi tidak bagus, dengan kondisi pemukiman padat dan kondisi
higiensi perseorangan jelek.8

15
(Aulia Sri Nastiti Suwondo-19910029)
Hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang, hal ini dapat menyebabkan
bakteri dapat masuk saluran pencernaan.7
(Alya Labibah-17910044)

3.1.6 Mahasiswa Mampu Memahami Manifestasi Klinis Disentri Basiler


Gambaran klinik dari Shigellosis (disentri basiler) adalah diare dengan perubahan
frekuensi defekasi dan konsistensi feses. Feses biasanya bercampur darah dan
lendir serta tenesmus, dimana keadaan ini disebut sindroma disentri. Gejala
lainnya dapat berupa kram pada perut. Sedangkan gejala sistemiknya dapat
berupa batuk, anoreksia, dan malaise. Diagnosis pasti dari penyakit ini adalah
menemukan bakteri Shigella spp pada feses yang diperiksa (Subekti,2001).
Gejala diare biasanya muncul dalam satu sampai tujuh hari setelah infeksi kuman
ke dalam sel – sel usus. Paling sering pada hari pertama sampai ketiga.
Pemeriksaan laboratorium feses pada keadaan disentri basiler akan
memperlihatkan jumlah leukosit dan sel darah merah yang meningkat per lapang
pandang (Subekti,2001).
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri
perut, demam dan tinja encer. Tinja encer tersebut berhubungan dengan kerja
eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi
meliputi eleum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat. Tinja kurang encer
tetapi sering mengandung lendir dan darah (Subekti,2001).
Tiap gerakan usus disertai dengan „mengejan‟ dan tenesmus (spasmus rektum),
yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara
spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada
anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian (Nelson,2000).
Disentri Basiler pada masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala
rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut
bawah, diare disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang
tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan
menurun. Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai
yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang
berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya

16
timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berakberak seperti air dengan
lender dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septic dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti
gejala kolera atau keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi karena
gangguan sirkulasi perifer, anuria dan komauremik. Angka kematian bergantung
pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan
malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini
selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu
penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya
bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit
darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas
lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti
kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan
yang baik (Juffrie,2009).
(Putih Indah Lestari-19910036)
Manifestasi klinis:7
1. Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar secara terus menerus
dan bercampur darah dan lender
2. Muntah-muntah
3. Sakit kepala
4. Bentuk berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae
dengan gejalanya timbul mendadak dan berat serta dapat meninggal bila
tidak cepat ditolong
(Alya Labibah-17910044)

3.1.7 Mahasiswa Mampu Memahami Patofisiologi Disentri Basiler


Patogenesis Shigellosis8,10
Infeksi Shigella terjadi melalui kontaminasi mulut. Penularan langsung feses-oral
mendominasi karena organisme tersebut tidak beradaptasi dengan baik untuk
bertahan hidup di lingkungan. Resistensi terhadap kondisi pH rendah
memungkinkan shigellae bertahan melewati penghalang lambung, suatu
kemampuan yang mungkin menjelaskan sebagian mengapa inokulum kecil

17
(sedikitnya 100 CFU) cukup untuk menyebabkan infeksi.Diare encer yang
biasanya mendahului sindrom disentri disebabkan oleh sekresi aktif dan
reabsorpsi air yang abnormal, efek sekretori pada tingkat jejunal yang dijelaskan
pada monyet rhesus yang terinfeksi secara eksperimental. Pembersihan awal ini
mungkin disebabkan oleh aksi gabungan enterotoksin (ShET-1) dan peradangan
mukosa. Sindrom disentri, yang dimanifestasikan oleh tinja berdarah dan
mukopurulen, mencerminkan invasi mukosa.

Sampai di usus halus, terjadi fatogenik fundamental yaitu invasi ke mukosa


kolon. Hal ini memicu respons inflamasi akut yang intensif dengan ulserasi
mukosa dan pembentukan abses. Invasi dan penyebaran merupakan proses yang
multipel dan bertahap, dan sama dengan proses yang terjadi pada Shigella dan
EIEC.
Patogenesis Shigella pada dasarnya ditentukan oleh plasmid virulensi besar 214
kb yang terdiri dari ∼100 gen, yang 25 di antaranya menyandikan sistem sekresi
tipe III yang menyisipkan ke dalam membran sel inang untuk memungkinkan
efektor transit dari sitoplasma bakteri ke sel. sitoplasma. Bakteri dengan demikian
dapat menyerang sel epitel usus dengan menginduksi serapan mereka sendiri
setelah penyeberangan awal penghalang epitel melalui sel M.
Shigella melewati membran mukosa dengan memasuki foliker pada sel M (sel
epitel translokasi khusus dalam epitel terkait folikel yang menutupi nodul limfoid
mukosa). Di usus halus, yang sangat sedikit memiliki brush border absoptive
yang terorganisir. Shigella melekat secara selektif pada sel M dan dapat
transitosis melalui sel M ke dalam kumpulan sel fagosit. Bakteri di dalam sel M
dan makrofag fagositik dapat mentyebabkan kematian mereka dengan
mengaktifkan kematian sel secara terprogam normal (apoptosis). Bakteri

18
dilepaskan dari sel M pada sisi basolateral enterosit dan mengawali proses invasi
multipel dan bertahap yang diperantarai oleh antigen invasi (IpaA, IpaB, IpaC).
Shigella mudah beradaptasi dengan lingkungan intraseluler, meskipun pada
awalnya bakteri dikelilingi oleh vakuola faogitik, mereka dapat lepas dalam
waktu 15 menit dan memasuki kompartemen sitoplasma sel inang. Dan secara
cepat, mereka membentuk paralel dengan filamen aktin sitoskeleton dari sel dan
emmulai proses polimerisasi monomer yang membuat fibril-fibril aktin. Proses
ini membentuk ekor aktin pada mikroba, yang akan terlihat di dalam sitoplasma
seperti komet. Gambaran pada apparatus sitoskeletal ini memberikan shigella
yang non motil tidak hanya bereplikasi di dalam sel tetapi dapat bergerak secara
efisien di dalamnya. bakteri akan masuk ke dalam membran sel inang, yang
terletak berdekatan dengan enterosit lain.
Pada titik tersebut, beberapa Shigella akan emngalami rebound, tetapi yang lain
akan mendorong membran sejauh 10 µm ke dalam sel yang berdekatan. Invasi ke
enterosit sebelahnya membentuk proyeksi seperti jari, yang kemudian akan pinch
off, mengganti bakteri ke dalam sel baru tetapi dikelilingi oleh membran ganda.
Organisme kemudian melisiskan kedua membran dan dilepaskan ke dalam
sitoplasma, bebas untuk memulai siklus baru.
Sitokin yang dilepaskan oleh semakin banyak sel epitel usus yang terinfeksi
menarik peningkatan jumlah sel imun [terutama leukosit polimorfonuklear
(PMN)] ke tempat yang terinfeksi, sehingga semakin mengganggu kestabilan
barrier epitel, memperburuk peradangan, dan menyebabkan kolitis akut yang
menjadi sesuai dengan shigellosis. Bukti terbaru menunjukkan bahwa beberapa
efektor yang disuntikkan sistem sekresi tipe III dapat mengontrol tingkat
peradangan, sehingga memfasilitasi kelangsungan hidup bakteri.
Proses perluasan sel ke sel secara radial membentuk ulkus fokal pada mukosa,
terutama pada kolon. Ulkus menambah komponen pendarahan dan menyebabkan
Shigella untuk mencapai lamina propria, di mana mereka membangkitkan respons
infamasi akut yang intensig. Perluasan infeksi di luar lamina sangat jarang pada
individu yang sehat. Diare akibat proses ini merupakan proses inflamasi terdiri
dari atas leukosit, eritrosit, bakteri, dan lainnya yang menyebabkan gambaran
disentri klasik.
Beberapa Shigella menghasilkan toxin Shiga yang berkontribusi terhadap derajat
keparahan penyakit, dan toksin yang poten adalah toksin shiga yang diproduksi
oleh S. dysenteriae tipe 1 yang meningkatkan keparahan penyakit.

19
Toksin Shiga dan toksin mirip Shiga termasuk dalam kelompok toksin protein
A1-B5 yang subunit B-nya terikat pada permukaan sel dan subunit A katalitiknya
mengekspresikan RNA N-glikosidase pada RNA ribosom 28S. Peristiwa ini
menyebabkan penghambatan pengikatan aminoasilitRNA ke subunit ribosom 60S
dan dengan demikian menghentikan biosintesis protein sel secara umum. Racun
Shiga dipindahkan dari usus ke dalam sirkulasi. Setelah mengikat
globotriaosylceramide reseptor pada sel target di ginjal, toksin diinternalisasi oleh
endositosis yang dimediasi reseptor mediasi dan berinteraksi dengan mesin
subseluler untuk menghambat sintesis protein. Perubahan patofisiologis akibatnya
dapat menyebabkan sindrom hemolitik-uremik (HUS).
Karakterisik masuknya dan interaksi Shigella dengan elemen seluler sangat mirip
dengan Listeria monocytogenes.

Patogenesis dan Patologi9


Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan; invasi aliran
darah sangat jarang. Shigellae sangat mudah berkomunikasi; dosis infektif
rendah, di urutan 102 organisme (sebagai perbandingan, dosis infeksi untuk
salmonella dan vibrios biasanya 105-108). Proses patologis esensial adalah invasi
ke sel epitel mukosa (misalnya, sel M) oleh fagositosis yang diinduksi, keluar dari
vakuola fagositik, multiplikasi dan menyebar ke dalam sitoplasma sel epitel, dan
perjalanan ke sel yang berdekatan. Mikroabses di dinding usus besar dan ileum
terminal menyebabkan nekrosis pada selaput lendir, ulserasi superfisial,
perdarahan, dan pembentukan “pseudomembran” di daerah yang mengalami
ulserasi. Ini terdiri dari fibrin, leukosit, puing-puing sel, selaput lendir nekrotik,
dan bakteri. Saat proses mereda, jaringan granulasi mengisi ulkus, dan jaringan
parut terbentuk.
(Aulia Sri Nastiti Suwondo-19910029)

3.1.8 Mahasiswa Mampu Memahami Pemeriksaan Penunjang Disentri Basiler


Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan tinja untuk
mengidentifikasi trofozoit pada amuba dan Giardia sp.2
Evaluasi Laboratorium6

 Hitung darah lengkap (CBC): Leukositosis dengan pergeseran kiri,


leukopenia juga mungkin ada. Anemia dan trombositopenia juga dapat
terjadi.

20
 Pemeriksaan feses: Analisis feses menunjukkan leukosit dan darah feses.
Bukti mikroskopis dari pemeriksaan feses dapat menunjukkan bukti leukosit
pada apusan feses. Kultur feses memberikan hasil yang lebih baik daripada
kultur usap rektal.
 Tes fungsi hati: Peningkatan ringan bilirubin mungkin terjadi pada penyakit
yang parah.
 Fungsi ginjal: Peningkatan BUN dan kreatinin dapat terjadi pada pasien
dehidrasi atau pasien yang sangat muda dan lanjut usia.
 Hiponatremia: Biasanya karena sindrom sekresi hormon antidiuretik yang
tidak tepat.
 Penanda inflamasi: Mungkin meningkat seperti ESR dan CRP
 Kultur darah: Mungkin positif dalam kasus rumit dan lebih sering terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Bakteremia biasanya dikaitkan
dengan peningkatan angka kematian
 Antitripsin alfa-1 tinja: tinggi selama fase akut shigellosis dan tetap tinggi
pada pasien yang gagal terapi medis.
 ELISA dan Polymerase chain reaction: Mungkin diperlukan pada sebagian
kecil pasien. ELISA biasanya mendeteksi S. dysenteriae tipe-1 toksin dalam
tinja, dan PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen virulen dari
Shigella seperti Ipah gen, virF gen, dan Vira gen.
(Sinta Septerina-19910018)

3.1.9 Mahasiswa Mampu Memahami Kriteria Diagnosis Disentri Basiler


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.7
Anamnesis:
1. Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus
menerus bercampur lendir dan darah
2. Muntah-muntah
3. Sakit Kepala
4. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan S,dysenteriae
dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak
cepat ditolong

Pemeriksaan Fisik:
1. Febris

21
2. Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri
3. Terdapat tanda-tanda dehidrasi
4. Tenesmus

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab.
(Putih Indah Lestari-19910036)

Gold standar untuk diagnosis infeksi Shigella adalah mengisolasi dan


mengidentifikasi patogen dari tinja. Swab rektal dapat digunakan karena cara ini
memberikan tingkat keberhasilan isolasi tertinggi selama fase akut penyakit.
Kultur darah positif pada <5% kasus dan harus dilakukan hanya jika pasien
datang dengan gambaran klinis sepsis berat.
Penggunaan beberapa media meningkatkan kemungkinan keberhasilan isolasi:
media nonselektif seperti agar laktosa bromokresol-ungu; media selektivitas
rendah seperti MacConkey atau eosin-methylene blue; dan media selektivitas
tinggi seperti agar Hektoen, Salmonella-Shigella, atau xylose-lysine-
deoxycholate.
Setelah inkubasi pada media ini selama 12-18 jam pada suhu 37 ° C, shigellae
muncul sebagai non-laktosa yang memfermentasi koloni yang berukuran
diameter 0,5–1 mm dan memiliki permukaan yang cembung, tembus cahaya, dan
halus. Identifikasi dapat dilakukan secara langsung dengan sistem komersial
standar atas dasar empat karakteristik utama: positif glukosa (biasanya tanpa
produksi gas), negatif laktosa, negatif H2S, dan kurangnya motilitas.12
(Farah Haaniya Nuriswarin-19910021)

3.1.10 Mahasiswa Mampu Memahami Diagnosis Banding Disentri Basiler


Diagnosis banding disentri basiler ialah radang kolon yang disebabkan oleh
kuman enterohemoragik dan enteroinvasif E.coli, Campylobacter jejuni,
Salmonella entereditis serotipe, Yersinia enterocolitica, Clostridium difficile dan
protozoa Entamoeba histolytica. Diagnosis banding yang tidak berhubungan
dengan infeksi yaitu kolitis ulseratif atau Chron's colitis.2
(Muhammad Ikrom Arifin-19910007)
Diagnosis banding:7
 Disentri amuba
 Escherichia coli enteroinvasive (eiec)

22
 Escherichis coli enterohemoregic (ehec)
(Muhammad Nurul Makki-19910048)

3.1.11 Mahasiswa Mampu Memahami Komplikasi Disentri Basiler


Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi intestinal dan ekstraintestinal.
Komplikasi intestinal biasanya berupa megakolon toksik, perforasi intestinal,
dehidrasi renjatan hipovolemik dan malnutrisi. Sedangkan komplikasi
ekstraintestinal yang telah dilaporkan cukup banyak, di anlaranya adalah batuk,
pilek, pneumonia, meningismus, kejang, neuropati perifer, sindrom hemolitik
uremik, trombositopenia, reaksi leukemoid, dan artritis (sindrom Reiter). 2
(M. Nur Faizin-19910012)
Jika terjadi pada bayi dan anak-anak, disentri dapat sangat berpotensi
menyebabkan dehidrasi. Terlebih jika asupan cairan tidak diperhatikan
kecukupannya. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan tanda dehidrasi,
terutama pada disentri pada anak yang masih berusia di bawah 1 tahun. Waspadai
kemungkinan dehidrasi bila anak sudah 5 kali diare dan 2 kali muntah dalam 24
jam, atau tiba-tiba berhenti menyusu.
Selain dehidrasi, komplikasi lain yang dapat terjadi akibat disentri adalah:
1. Sindrom Hemolitik Uremik
Sindrom hemolitik uremik terjadi akibat bakteri Shigella dysenteriae
menghasilkan racun yang merusak sel darah merah. Kondisi ini juga
menyebabkan berkurangnya jumlah keping darah (trombositopenia).
2. Infeksi Darah
Komplikasi disentri ini terbilang jarang terjadi, dan umumnya hanya
menimpa seseorang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, seperti pengidap
HIV/AIDS atau kanker.
3. Kejang
Pada beberapa kasus, demam yang terjadi, sebagai salah satu gejala disentri,
dapat cukup tinggi dan menyebabkan kejang. Pemberian air putih yang
cukup dapat membantu menurunkan demam, agar tidak sampai terjadi
kejang.
5. Postinfectious Arthritis
Kondisi ini menimpa sekitar 2 persen pengidap disentri yang disebabkan
bakteri Shigella flexneri. Gejala dapat dirasakan hingga beberapa bulan atau
tahun, meliputi iritasi mata, nyeri sendi, serta rasa sakit saat buang air kecil.

23
6. Abses Hati
Meski jarang, disentri amuba dapat menyebabkan abses hati, yang juga dapat
menyebar ke otak dan paru-paru.
(Hasna Fathin Nabila-19910041)

3.1.12 Mahasiswa Mampu Memahami Tatalaksana Disentri Basiler


PENGOBATAN
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat mencegah alau
memperbaiki dehidrasi, dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
 Cairan dan Elekrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi
oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi
dan berat badan penderita akan turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan
cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi
jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau
pemberian air kaldu, atau dapat juga oralit. Jika penderita berangsur
sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
 Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
 Pengobatan Spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati
dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan
perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tak ada perbaikan
antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Jika dengan pengobatan
dengan antiobiotika yang kedua pasien tidak menunjukkan perbaikan
diagnosis harus ditinjau ulang dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
tinja, kultur dan resistensi mikroorganisme.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan
tetrasiklin, hampir universal terjadi dan banyak shigella saat ini resisten
terhadap ampisilin dan sulfametoksazol.
Situasi pada tiap wabah penyakit ini menimbulkan resistensi yang
berbeda-beda, karena itu pada wabah sebaiknya disiapkan obat khusus
yang hanya diberikan pada pasien-pasien yang gawat. Sangat ideal bila
pada setiap kasus dilakukan uji resistensi terhadap kuman penyebabnya,

24
tetapi tindakan ini akan mengakibatkan pengobatan dengan antibiotika
jadi tertunda.
Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila
ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka
masih dapat digunakan, dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg/hari,
selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis
yang diberikan 2x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak
dianjurkan dalam pengobatan discntri basiler, karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, atau makrolide azithromisin berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x
500 mg/hari selama 3 hari. Pemberian siprofloksasin mcrupakan suatu
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Dosis azitromisin
yang dianjurkan adalah 1 g dosis tunggal dan untuk sefiksim 400 mg/hari
selama 5 hari.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S. dysentriae tipe
1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik
dengan dosis 3x1 g/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang
dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
Obat-obat antispamodik (misal, tinktura beladona) dapat menolong dalam
pengobatan bila terjadi kram yang berat. Obat-obat yang menghambat
peristaltik usus (paregorik, difenoksilat dengan atropin dan loperamid)
belum jelas penggunaannya dalam fase permulaaan disentri basiler. Obat-
obat ini, mempunyai efek membantu dalam membatasi diare. Obat-obat
ini tidak diindikasikan pada fase disentri.2
(Muhammad Ikrom Arifin-19910007)

3.1.13 Mahasiswa Mampu Memahami Prognosis Disentri Basiler


Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya prognosis dubia ad bonam. 7
(Kiki Rizqi Amalia-19910024)

3.1.14 Mahasiswa Mampu Memahami Pencegahan Disentri Basiler


Pada negara berkembang dimana sanitasi masih buruk dan persediaan air bersih
belum bagus, maka perbaikan system sanitasi dan peningkatan penyediaan air

25
bersih sangat penting untuk mencegah penyebaran bakteri ini di komunitas, selain
cuci tangan. Sedang di negara maju, dimana sanitasi dan penyediaan air bersih
sudah bagus maka pencegahan yang paling bagus adalah dengan cuci tangan.
Cuci tangan setelah defekasi atau membersihkan feses anak, serta sebelum
mengolah/menyajikan makanan sangat direkomendasikan. Hingga saat ini belum
ada vaksinasi untuk shigella baik secara peroral maupun intravena yang tersedia. 4
Tidak ada vaksin untuk mencegah shigellosis. Namun, penyakit ini dapat dibatasi
dengan melakukan tindakan pencegahan tertentu:2
 Sering dan hati-hati mencuci tangan dengan air dan sabun
 Diawasi mencuci tangan anak-anak di pusat penitipan anak dan rumah
dengan anak-anak yang tidak sepenuhnya terlatih dengan toilet
 Orang dengan shigellosis sebaiknya tidak menangani makanan dan air untuk
orang lain kecuali mereka bebas penyakit
 Pada anak-anak yang memakai popok dan mengidap penyakit, diperlukan
kewaspadaan dalam menangani dan membuang popok
 Minumlah hanya air yang direbus atau diolah dan hindari makan makanan
mentah yang tidak ditangani dengan baik dari vendor saat mengunjungi
negara berkembang
 Hindari kontak seksual dengan pasien diare atau baru sembuh dari penyakit
diare
 Praktikkan seks aman
 Hindari kolam renang saat terinfeksi
(Sinta Septerina-19910018)

3.1.15 Mahasiswa Mampu Memahami Integrasi Islam Disentri Basiler


“Diriwayatkan dari Sa‟ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah saw. :
Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha
Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha mulia yang menyukai kemuliaan,
Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-
tempatmu” (HR. Tirmizi)”
Jagalah kebersihan diri baik tubuh, pakaian maupun makanan. Karena kebersihan
mampu menjauhkan kita dari berbagai penyakit seperti disentri. Seperti pada poin
pencegahan kita dianjurkan untuk menjaga kebersihan. Saat kebersihan terjaga
maka kesehatan juga akan terjamin.
(Retno Hera-19910002)

26
ْ ‫ور ش‬
ِ ْ ‫َط ُر‬
‫اْلي َما ِن‬ ُّ ‫ال‬
ُ ‫ط ُه‬
Artinya : "Kesucian itu setengah daripada iman." (HR. Ahmad, Muslim, dan
Tirmidzi)
Bukan hanya menambah iman kita kepada Allah SWT, menjaga kebersihan diri
ternyata juga bisa mendatangkan manfaat yang banyak untuk diri kita.
Contohnya, kita akan dijauhkan dari segala penyakit apabila kita bisa menjaga
kebersihan diri dan lingkungan tempat kita tinggal.
(Farah Haaniya Nuriswarin-19910021)

27
3.2 PETA KONSEP

28
3.3 NARASI PETA KONSEP

Hiegenitas dan sanitasi yang buruk akan meningkatkan kemungkinan infeksi bakteri
yang penularannya melalui fecal-oral. Dalam kasus ini adalah shigelosis. Bakteri shigella
akan meninvasi saluran pencernaan setelah masuk melalui mulut, akan bereplikasi di usus
halus. Target bakteri shigella adalah sel microfold atau sel M di lapisan epitel mukosa
kolon. Bakteri akan menginvasi eritrosit melalui sel M kemudian terus masuk ke lapisan
sub mukosa. Di lapisan sub mukosa ada Mucosa Asscociated Lymphoid Tissue (MALT)
yang berisi sel-sel imun tubuh. Makrofag dalam MALT kan memfagosit setiap
mikroorganisme yang masuk. Shigella dengan enterotoksin akan menginduksis apoptosis
makrofag sehingga makrofag mati. Setelah makrofag mati bakteri shigella akan keluar
dan menuju eritrosit dan menginvasi eritrosit dari basal. Selain itu, makrofag yang mati
akan mensekresi IL-1 yang akan meningkatkan respon inflamasi karena ada bakteri dan
merekrut sel-sel inflamasi yang lain. IL-1 merupakan pyrogen endogen yang akan
merangsang sel endotel hypothalamus dengan berikatan dengan reseptornya sehingga
akan mengaktivasi fofolipake A2. Kemudian akan memicu pelepasan asam arakidonat
dari membrane fosfolipid dan akan diubah menjadi PGE-2 oleh enzim siklooksigenase
(COX-2). PGE-2 kan merangsan pelepasan AMP siklik yang selanjutnya akan menset
thermostat menjadi suhu yang lebih tinggi sehingga manifestasinya adalah demam. Selain
itu inflamasi pada mukosa usus akan diteruskan oleh serabut saraf aferen vagus ke
medulla oblongata yaitu di Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang akan menimbulkan
rasa mual dan muntah. IL-1 juga akan merekrut PMN yang akhirnya akan merusak
intercellular junction pada eritrosit sehingga bakteri akan masuk melalui eritrosit pada sisi
lateral. Shigella memiliki banyak mekanisme yang akhirnya akan menimbulkan ulcerasi
dan nekrosis sel usus. Sehigella punya 3 sistem sekretori seperti “sryringe” yang akan
menyuntikan dan melepaskan efektor protein yang akan membuat shigella “tertelan” oleh
eritrosit selanjutnya membentuk fagosom. Protein shigella juga akan melisiskan fagosom
sehingga shigella akan keluar ke dalam sitoplasma dan protein akan menginduksi
“shigella‟s actin based motility” yang akan merekrut small aktin filament sel eritrosit,
dengan mekanisme ini akan membuat bentuk shigella dapat motil dengan sangat cepat
untuk menginfeksi sel-sel lateral.
Selain itu, serotipe yang paling berbahaya adalah S. dysentriae karena memiliki
shiga toxin. Shiga toxin memiliki 2 subunit yaitu A dan B dengan ikatan disulphide.
Subunit B berfungsi untuk mengikat toxin ke membrane sel enterosit. Selanjutnya toxin
akan masuk membentuk fagosom dalam sitoplasma sel. Masuknya fagosom ke dalam

29
sitoplasma akan membuat pH sitoplasma menjadi lebih asam sehingga ikatan antara
kedua subunit yaitu ikatan disulfide akan pecah dan subunit A akan berdifusi ke
sitoplasma sel dengan target nya adalah ribosom. Shiga toxin akan memutus ribosom 28s
rrna protein yang tugasnya adalah sintesis polipeptida. Oleh karena itu, karena ribosom
telah putus maka sintesis protein tidak terjadi yang menyebabkan kematian sel. Semua
mekanisme diatas akhirnya membuat ulcerasi pada dinding usus karena enterosit yang
mati. Ulcerasi akan menyebabkan BAB berdarah dan juga berelendir karena lapisan
mukosa yang rusak. Peningkatan cairan pada lumen usus akan menyebabkan peningkatan
peristaltik usus dan menimbulkan manifestasi mulas. Apabila shiga toxin mencapai
lapisan endotel yang mengandung pembuluh darah maka akan dapat merusak pembuluh
darah dan menyebar. Apabila shiga toxin sampai ke endotel glomerulus akhirnya akan
menyebabkan apoptosis sel. Sel-sel yang mati akan menimbulkan perubahan struktur atau
gap pada kapiler glomerulus sehingga protein besar seperti urea akan lolos. Selain itu,
toxin akan menimbulkan proses inflamasi yang akan merangsang sitokin dan inisiasi
trombosit sehingga akan terjadi trombositopenia. Inisiasi trombosit pada kapiler
glomerulus akan menyebabkan sumbatan dan penurunan aliran darah keginjal yang akan
merusak fungsi ginjal untuk memfiltrasi. Selain itu sumbatan yang terbentuk akan
menyebabkan mikroangiopati hemolisis, sehingga akan menimbulkan anemia. Pada
kondisi ini pasien akan jatuh ke komplikasi yaitu Hemolitic Uremic Syndrome (HUS).
Apabila telah ditemui tanda-tanda BAB cair, lender dan berdarah dengan riwayat
makan atau minum di area yang tidak bersih atau dengan sanitasi yang buruk maka kita
perlu curiga shigelosis maka dapat diberikan terapi antibotik selama 2 hari, apabila
menunjukan perbaikan maka dilanjutkan sampai 5 hari. Apabila tidak mengalami
perbaikan maka diganti dengan jenis lain. Pemeriksaan feses dapat menegakan diagnosis
pati dengan ditemukannya bakteri shigella dengan bentuk stick pink apabila dikultur
dalam media Mac Conkey agar maka akan menunjukan tidak menfermentasi laktosa dan
tidak menghasilkan H2S. Antibiotik yang biasa digunakan pada kasus shigelosis adalah
sifrofloksasin 2x500 mg/hari selama 3 hari. Selain itu kondisi dehidrasi perlu
diperhatikan dan ditangani segera karena pasien mengalami diare. Perlu pengukuran
apakah dehidrasi ringan, sedang ataukah berat. Pasien perlu melakukan tirah baring,
rehidrasi, makan makanan lunak, jus dan tidak bergas.

30
3.4 SOAP

SOAP

TABEL ALUR PENGELOLAAN PASIEN


Data Umum Pasien
1. Nama -
2. Usia 8 Tahun
3. Jenis Kelamin -
4. Pekerjaan -
Subjektif
1. Keluhan Utama BAB cair sejak 5 hari yang lalu, lebih banyak air
daripada ampas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang  Frekuensi BAB 10x/hari dengan BAB cair disertai
darah dan lendir.
 Keluhan disertai mulas dan demam yang naik
turun tidak dipengaruhi waktu.
 Muntah-muntah sebanyak 3 kali
 Rewel tetapi masih mau minum

3. Riwayat Penyakit Terdahulu (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga (-)

5. Riwayat Pengobatan (-)

6. Riwayat Alergi (-)

7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan Sehari sebelum timbul keluhan, pasien membeli cilok
di pinggir jalan dekat pasar
Objektif
Status Generalis
1. Keadaan Umum Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Vital Sign
1. Tekanan Darah 110/70 mmHg

31
2. Denyut Nadi 110x/menit
3. Respiratory Rate 28x/menit
4. Suhu 38,50C
5. BB 35 kg
6. TB 120 cm
Status Lokalis
1. Kepala Mata cekung, mukosa bibir kering

2. Abdomen
 Inspeksi Cembung

 Palpasi supel, lembut, distensi (-), bising usus (+) 38x/menit,


nyeri epigastric (+). Hepar dan lien tidak
teraba,Turgor kembali lambat.

 Perkusi Shifting dullness (-)

3. Ekstremitas Akral hangat , Capillary Refill Time < 2 detik. Akro


sianosis (-). palmar eritema (-), akral pucat, edema
perifer (-)

4. Kulit Warna kulit kuning langsat, tidak terdapat adanya


ruam pada kulit.

5. Anus Tampak sedikit lecet

Hasil Laboratorium
1. Hb 11,8 g/dl
2. Ht 35 vol%
3. Leukosit 19.400/mm3
3. Trombosit 379.000/mm3
4. Feses rutin Makroskopis : Warna: merah Konsistensi: lembek
Lendir: (+) Darah: (+).
Mikroskopis : Leukosit: banyak, Eritrosit: banyak,
Amoeba : negatif, Telur cacing: negatif, Sisa
makanan: (+), Benzidin tes: (+)
Assesment
1. WDx (Working Diagnose) Disentri Baciler

32
2. DDx (Differential Diagnose) 1. Infeksi Escherichiae coli
2. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
3. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Planning
1. PDx (Planning Diagnose)  Pemeriksaan Kultur
 Pemeriksaan PCR
2. PTx (Planning Therapy) Mencegah terjadinya dehidrasi
Tirah baring
Diet dengan diberikan makanan lunak
Farmakologis :
 Oralit 600 mL habis dalam 3 jam
 Oralit 50-100 mL diberikan setiap sesudah
BAB
 Zinc syr 1x20 mg 10 hari
 infus RL 30 tetes per menit
 Kotrimoxazol 2x200 mg selama 5 hari
 injeksi metoclopramide 3x10 mg
 injeksi ranitidine 2x50 mg
 oral paracetamol 3x500 mg
 Probiotik 2xl sachet 5 hari

3. P Mo (Planning Monitoring) Pemantauan ketat selama 24-48 jam. Evaluasi tanda


perbaikan (demam hilang, BAB berkurang, nafsu
makan meningkat), jika tidak membaik periksa ulang
feses (kultur dan tes sensitivitas jika memungkinkan)
4. P KIE (Planning KIE)  Edukasi kebersihan lingkungan seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air
yang terkontaminasi serta penggunaan jamban
yang bersih
 Edukasi keluarga ikut berperan dalam
mencegah penularan dengan kondisi
lignkungan dan diri yang bersih
 Edukasi keluarga ikut menjaga diet pasien
dengan memberikan makanan lunak sampai
frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari,

33
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila
ada kemajuan
 Edukasi obat-obatan

5. P FU (Planning Follow Up) Kontrol secara berkala untuk menilai hasil


pengobatan

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Anorital, A. Lelly. “Kajian Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan yang


Disebabkan oleh Amuba di Indonesia” : Media Litbang Kesehatan. 2011 vol 21 No
1.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.
3. Soewondo, Soewandojo Eddy. 2014. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid VI, Jakarta. 562.
4. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014; jilid 1.
5. Sunawan, Tristi I, Hasyim A. Pengaruh Ekstrak Etanol Biji Ganitri (Elaecarpus
sphaericus Schum.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Penyebab Disentri Basiler Secara
In Vitro. Biosense. 2018 Des; 1(1):15-25
6. Aysha A; Chika NO. Shigella. [Update 2020 August 11]. StatPearls Publishing,
2020. Available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482337/
7. IDI (2017) „Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer‟, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, pp. 162, 364.
8. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, dan
Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. 2006. FKUI
9. Riedel, Stefan. Stephen A Morse, Timothy Mietzner. Steve Miller, et. al, Jawetz,
Melnick, & Adelberg‟s Medical Microbiology 28th edition. 2019. Mc Graw Hill
10. Kasper, Dennis L and Anthony S. Fauci. Harrison‟s Infectious Disease. 2010. Mc
Graw Hill.
11. Hale TL, Keusch GT. Shigella. In: Baron S, editor. Medical Microbiology. 4th
edition. Galveston (TX): University of Texas Medical Branch at Galveston; 1996.
Chapter 22.
12. Longo DL, Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison‟s
Principle of Internal Medicine. 18th ed. New York: The McGrawHill Companies;
2012.

35

Anda mungkin juga menyukai