BLOK DIGESTIF
“CILOK PEMBAWA PETAKA”
Oleh : Kelompok 2
Nama Tutor : Dr. dr. Herry Darsim Gaffar, M.Kes.
1
DAFTAR ISI
SKENARIO 4 .................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................. 5
1.1 IDENTIFIKASI KATA SULIT .................................................................................. 5
1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................................... 6
BAB II ............................................................................................................................... 7
2.1 BRAINSTORMING ................................................................................................... 7
2.2 PETA MASALAH ..................................................................................................... 9
2.3 LEARNING OBJECTIVE ....................................................................................... 10
BAB IV ............................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 32
2
SKENARIO 4
Seorang anak perempuan usia 8 tahun, diantar ibunya ke UGD RS dengan keluhan utama
BAB cair. BAB cair sejak 5 hari yang lalu, air lebih banyak dibanding ampas. Frekuensi
BAB cair lebih dari 10x/hari. Menurut pengakuan ibunya, BAB cair disertai darah dan
lendir. Awalnya BAB cair hanya 4x/hari lalu semakin hari semakin sering. Ibunya
mengatakan bahwa keluhan pasien disertai mulas dan demam yang naik turun. Demam
tidak dipengaruhi oleh waktu siang dan malam. Selain itu pasien juga mengalami muntah-
muntah sebanyak 3 kali. Pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air
mata. Keluhan disertai muntah, tidak ada batuk, tidak ada pilek, tidak ada keluar cairan
dari telinga, tidak ada gusi berdarah, tidak ada ruam-ruam kulit. Dari hasil anamnesis
didapatkan bahwa sehari sebelum timbul keluhan, pasien membeli cilok di pinggir jalan
dekat pasar
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital : Tekanan Darah 110/70 mmHg. Denyut Nadi 110 x/menit, Frekuensi Napas
28x/menit, suhu 38,5 C
BB: 35 kg, TB : 120 cm
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala: mata cekung, mukosa bibir kering
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen:
Inspeksi : cembung
Palpasi : supel, lembut, distensi (-), bising usus (+) 38x/menit, nyeri epigastric
(+). Hepar dan lien tidak teraba, Turgor kembali lambat.
Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik. Akro sianosis (-). palmar
eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
Kulit: warna kulit kuning langsat, tidak terdapat adanya ruam pada kulit.
Anus: tampak sedikit lecet
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin: Hb 11,8 g/dl, Ht 35 vol%, leukosit 19.400/mm3, trombosit : 379.000/mm3,
3
Feses rutin:
Makroskopis: Warna: merah Konsistensi: lembek Lendir: (+) Darah: (+).
Mikroskopis: Leukosit: banyak, Eritrosit: banyak, Amoeba : negatif, Telur
cacing: negatif, Sisa makanan: (+), Benzidin tes: (+)
4
BAB I
1.1 IDENTIFIKASI KATA SULIT
5
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Mengapa pasien mengalami BAB cair sejak 5 hari yg lalu, kandungan airnya
lebih banyak dari ampas, disertai darah dan lendir serta rasa mulas?
1.2.2 Mengapa terdapat demam?
1.2.3 Mengapa frekuensi BAB pasien meningkat?
1.2.4 Mengapa cilok yg dibeli bisa menimbulkan keluhan?
1.2.5 Mengapa pasein mengalami muntah 3 kali?
1.2.6 Mengapa pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air mata?
1.2.7 Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
1.2.8 Bagaimana interpretasi pemeriksaan hasil lab?
1.2.9 Apa kemungkinan diagnosis pasien?
1.2.10 Mengapa dokter memberikan terapi seperti skenario?
6
BAB II
2.1. BRAINSTORMING
2.2.1 Mengapa pasien mengalami BAB cair sejak 5 hari yg lalu, kandungan
airnya lebih banyak dari ampas, disertai darah dan lendir, serta rasa mulas?
- BAB cair dan kandungan air lebih banyak daripada ampas: virus atau
bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman. Virus
atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel usus halus dan akan
menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–
sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang
sehingga fungsi sel–sel ini masih belum optimal. Selanjutnya,vili–vili usus
halus mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak terserapnya cairan dan
makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan
terkumpul di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan
makanan yang tidak diserap tadi akan terdorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare dengan kandungan airnya lebih banyak daripada ampasnya.
Shigella mengeluarkan enterotoksin yang akan mengaktifasi GMP siklik
sehingga sekresi cl meningkat dan absorbs Na terhambat sehingga terjadi
desposisi air di lumen saluran pencernaan yang menyebabkan diare cair.
- Darah: karena ada lesi yang disebabkan oleh bakteri.
- Mulas: inflamasi pada epitel GI tract yang mengaktivasi system nervus
saraf aferen sehingga terjadi mulas.
2.2.2 Mengapa terdapat demam?
Demam: apabila ada mikroorganisme sehingga tubuh akan merepon dengan
produksi prostalglandin sehingga mengubah thermostat agar bakteri dapat
dibunuh.
2.2.3 Mengapa frekuensi BAB pasien meningkat?
Motilitas usus meningkat karena adanya iritasi.
2.2.4 Mengapa cilok yg dibeli bisa menimbulkan keluhan?
Karena adanya bakteri shigella yang dibawa oleh lalat yang biasanya nempel
pada cilok.
2.2.5 Mengapa pasein mengalami muntah 3 kali?
7
Muntah: infeksi epitel usus, ada brush border rusak yang melepaskan reseptor
serotonin yang mengaktivasi kemoreseptor pada trigger zone sehingga terjadi
stimulasi reflex muntah.
2.2.6 Mengapa pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air
mata?
Karena pasien masih mengalami dehidrasi ringan/sedang. Rewel karna kurang
tidur akibat kondisi psikisnya, dank arena anak haus.
2.2.7 Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan fisik:
- Kondisi kehilangan cairan.
- Takikardi: terjadi hipoperfusi sehingga jantung melakukan kompensasi.
- Takipneu: kondisi psikis pasien.
2.2.8 Bagaimana interpretasi pemeriksaan hasil lab?
Pemeriksaan penunjang:
- Leukositosis karna infeksi bakteri.
- Feses berdarah, lender dengan konsistensi lembek yang mengarah ke
diagnosis.
2.2.9 Apa kemungkinan diagnosis pasien?
Disentri basiler betrdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
2.2.10 Mengapa dokter memberikan terapi seperti skenario?
- Oralit untuk meredakan dehidrasi
- Zinc mengganti elektrolit yang keluar
- Kotrimoksazol antibiotik untuk meredakan infeksi karena mikroorganisme
- Parasetamol antipiretik
- Probiotik untuk memicu flora baik
8
2.2 PETA MASALAH
-etiologi Perempuan
-faktor resiko 8 tahun
-manifestasi klinis
TERAPI Diagnosis
Oralit 600 mL habis dalam 3 jam banding
Oralit 50-100 mL diberikan setiap sesudah BAB 9
Zinc syr 1 x 20 mg 10 hari
Infus RL 30 tetes per menit
2.3 LEARNING OBJECTIVE
10
BAB III
3.1 TINJAUAN PUSTAKA
11
kepadatan penduduk, higiene individu, dan sanitasi lingkungan hidup serta
kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang. 3
(Muhammad Nurul Makki-19910048)
Disentri basiler, atau shigellosis, disebabkan oleh basil dari genus Shigella.
Secara gejalanya, penyakit ini berkisar dari serangan ringan hingga parah yang
dimulai secara tiba-tiba dan berakhir dengan kematian yang disebabkan oleh
dehidrasi dan keracunan oleh racun bakteri. Setelah masa inkubasi selama satu
sampai enam hari, penyakit ini tiba-tiba muncul dengan demam dan seringnya
mengeluarkan kotoran encer yang mungkin mengandung darah. Muntah juga
dapat terjadi, dan dehidrasi segera menjadi jelas karena kehilangan banyak cairan
tubuh. Pada stadium lanjut penyakit, ulserasi kronis pada usus besar
menyebabkan produksi tinja berdarah.
Infeksi basiler yang paling parah disebabkan oleh Shigella dysenteriae tipe 1
(sebelumnya Shigella shigae), yang ditemukan terutama di daerah tropis dan
subtropis. S. flexneri, S. sonnei, dan S. boydii adalah basil Shigella lain yang
menyebabkan disentri. Jenis infeksi bakteri lain, termasuk salmonellosis
(disebabkan oleh Salmonella) dan campylobacteriosis (disebabkan oleh
Campylobacter), dapat menyebabkan tinja berdarah dan kadang-kadang juga
digambarkan sebagai bentuk disentri basiler. Pengobatan disentri basiler
didasarkan pada penggunaan antibiotik. Pemberian cairan dan, dalam beberapa
kasus, transfusi darah mungkin diperlukan.
12
diobati dengan obat yang secara khusus membunuh parasit amuba yang
berkembang di usus.
(Kiki Rizqi Amalia-19910024)
13
Di Indonesia, Shigella sp merupakan penyebab tersering ke-2 dari diare
yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari keseluruhan
Shigella sp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; 15,0% adalah S.
sonnei; dan 2,2% merupakan S. Dysenteriae (Tjaniadi, et al., 2003).
Bakteri ini termasuk dalam suku Enterobacteriaceae dan merupakan
bakteri gram negatif yang berbentuk batang/basil (Heymann, 2008). Selain
itu bakter ini bersifat anaerob fakultatif, yang berarti dapat hidup tanpa
atau dengan adanya oksigen (Hale & Keusch, 1996)
Penyakit ini ditularkan melalui jalan fekal-oral dengan masa inkubasi 1-7
hari, untuk terjadinya penularan tersebut diperlukan dosis minimal
penularan 100 bakteri Shigella sp. ( Lima, et al., 1997; Zinner, et al., 2000;
Sack, et al., 2014).
(Hasna Fathin Nabila-19910041)
14
6 negara di Asia (Bangladesh, China, Pakistan, Indonesia, Vietnam dan
Thailand)menunjukkan bahwa insiden shigellosis masih stabil, meskipun angka
kematiannya menurun, mungkin disebabkan karena membaiknya standar nutrisi.
Bagaimanapun juga penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol menyebabkan
risiko terbentuknya shigella yang resisten terhadap antibiotik. Kejadian epidemik
yang luar biasa sering disebabkan oleh S. dysentriae type 1, yang sering ditandai
dengan angka serangan yang tinggi dan angka kematian yang tinggi pula, sebagai
contoh di Bangladesh, suatu epidemik yang disebabkan S. dysentriae type 1
dikaitkan dengan angka kematian sebesar 42% diantara anak berusia 1-4 tahun.
Shigellosis juga sering menimbulkan endemik dan 99% terjadi di negara
berkembang dengan prevalensi yang tinggi, dimana kebersihan umum dan
kebersihan perseorangan jelek.
Isolat S. flexeneri lebih sering ditemukan pada negara-negara maju, sedang S.
sonnei lebih prevalen pada daerah dengan ekonomi baik serta egara-negara
industri. Shigella juga dikaitkan sebagai contributor utama gangguan
pertumbuhan anak di negara berkembang dikarenakan shigellosis memberikan
dampak jangka pendek dan jangka panjang gangguan nutrisi pada anak di daerah
andemis. Kombinasi antara anoreksia, anteropati eksudatif yang diakibatkan
karena kerusakan mukosa secara cepat akan mengubah status nutrisi penderita.2
(Retno Hera Wiji Mufidya-19910002)
15
(Aulia Sri Nastiti Suwondo-19910029)
Hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang, hal ini dapat menyebabkan
bakteri dapat masuk saluran pencernaan.7
(Alya Labibah-17910044)
16
timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berakberak seperti air dengan
lender dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septic dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti
gejala kolera atau keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi karena
gangguan sirkulasi perifer, anuria dan komauremik. Angka kematian bergantung
pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan
malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini
selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu
penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya
bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit
darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas
lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti
kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan
yang baik (Juffrie,2009).
(Putih Indah Lestari-19910036)
Manifestasi klinis:7
1. Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar secara terus menerus
dan bercampur darah dan lender
2. Muntah-muntah
3. Sakit kepala
4. Bentuk berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae
dengan gejalanya timbul mendadak dan berat serta dapat meninggal bila
tidak cepat ditolong
(Alya Labibah-17910044)
17
(sedikitnya 100 CFU) cukup untuk menyebabkan infeksi.Diare encer yang
biasanya mendahului sindrom disentri disebabkan oleh sekresi aktif dan
reabsorpsi air yang abnormal, efek sekretori pada tingkat jejunal yang dijelaskan
pada monyet rhesus yang terinfeksi secara eksperimental. Pembersihan awal ini
mungkin disebabkan oleh aksi gabungan enterotoksin (ShET-1) dan peradangan
mukosa. Sindrom disentri, yang dimanifestasikan oleh tinja berdarah dan
mukopurulen, mencerminkan invasi mukosa.
18
dilepaskan dari sel M pada sisi basolateral enterosit dan mengawali proses invasi
multipel dan bertahap yang diperantarai oleh antigen invasi (IpaA, IpaB, IpaC).
Shigella mudah beradaptasi dengan lingkungan intraseluler, meskipun pada
awalnya bakteri dikelilingi oleh vakuola faogitik, mereka dapat lepas dalam
waktu 15 menit dan memasuki kompartemen sitoplasma sel inang. Dan secara
cepat, mereka membentuk paralel dengan filamen aktin sitoskeleton dari sel dan
emmulai proses polimerisasi monomer yang membuat fibril-fibril aktin. Proses
ini membentuk ekor aktin pada mikroba, yang akan terlihat di dalam sitoplasma
seperti komet. Gambaran pada apparatus sitoskeletal ini memberikan shigella
yang non motil tidak hanya bereplikasi di dalam sel tetapi dapat bergerak secara
efisien di dalamnya. bakteri akan masuk ke dalam membran sel inang, yang
terletak berdekatan dengan enterosit lain.
Pada titik tersebut, beberapa Shigella akan emngalami rebound, tetapi yang lain
akan mendorong membran sejauh 10 µm ke dalam sel yang berdekatan. Invasi ke
enterosit sebelahnya membentuk proyeksi seperti jari, yang kemudian akan pinch
off, mengganti bakteri ke dalam sel baru tetapi dikelilingi oleh membran ganda.
Organisme kemudian melisiskan kedua membran dan dilepaskan ke dalam
sitoplasma, bebas untuk memulai siklus baru.
Sitokin yang dilepaskan oleh semakin banyak sel epitel usus yang terinfeksi
menarik peningkatan jumlah sel imun [terutama leukosit polimorfonuklear
(PMN)] ke tempat yang terinfeksi, sehingga semakin mengganggu kestabilan
barrier epitel, memperburuk peradangan, dan menyebabkan kolitis akut yang
menjadi sesuai dengan shigellosis. Bukti terbaru menunjukkan bahwa beberapa
efektor yang disuntikkan sistem sekresi tipe III dapat mengontrol tingkat
peradangan, sehingga memfasilitasi kelangsungan hidup bakteri.
Proses perluasan sel ke sel secara radial membentuk ulkus fokal pada mukosa,
terutama pada kolon. Ulkus menambah komponen pendarahan dan menyebabkan
Shigella untuk mencapai lamina propria, di mana mereka membangkitkan respons
infamasi akut yang intensig. Perluasan infeksi di luar lamina sangat jarang pada
individu yang sehat. Diare akibat proses ini merupakan proses inflamasi terdiri
dari atas leukosit, eritrosit, bakteri, dan lainnya yang menyebabkan gambaran
disentri klasik.
Beberapa Shigella menghasilkan toxin Shiga yang berkontribusi terhadap derajat
keparahan penyakit, dan toksin yang poten adalah toksin shiga yang diproduksi
oleh S. dysenteriae tipe 1 yang meningkatkan keparahan penyakit.
19
Toksin Shiga dan toksin mirip Shiga termasuk dalam kelompok toksin protein
A1-B5 yang subunit B-nya terikat pada permukaan sel dan subunit A katalitiknya
mengekspresikan RNA N-glikosidase pada RNA ribosom 28S. Peristiwa ini
menyebabkan penghambatan pengikatan aminoasilitRNA ke subunit ribosom 60S
dan dengan demikian menghentikan biosintesis protein sel secara umum. Racun
Shiga dipindahkan dari usus ke dalam sirkulasi. Setelah mengikat
globotriaosylceramide reseptor pada sel target di ginjal, toksin diinternalisasi oleh
endositosis yang dimediasi reseptor mediasi dan berinteraksi dengan mesin
subseluler untuk menghambat sintesis protein. Perubahan patofisiologis akibatnya
dapat menyebabkan sindrom hemolitik-uremik (HUS).
Karakterisik masuknya dan interaksi Shigella dengan elemen seluler sangat mirip
dengan Listeria monocytogenes.
20
Pemeriksaan feses: Analisis feses menunjukkan leukosit dan darah feses.
Bukti mikroskopis dari pemeriksaan feses dapat menunjukkan bukti leukosit
pada apusan feses. Kultur feses memberikan hasil yang lebih baik daripada
kultur usap rektal.
Tes fungsi hati: Peningkatan ringan bilirubin mungkin terjadi pada penyakit
yang parah.
Fungsi ginjal: Peningkatan BUN dan kreatinin dapat terjadi pada pasien
dehidrasi atau pasien yang sangat muda dan lanjut usia.
Hiponatremia: Biasanya karena sindrom sekresi hormon antidiuretik yang
tidak tepat.
Penanda inflamasi: Mungkin meningkat seperti ESR dan CRP
Kultur darah: Mungkin positif dalam kasus rumit dan lebih sering terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Bakteremia biasanya dikaitkan
dengan peningkatan angka kematian
Antitripsin alfa-1 tinja: tinggi selama fase akut shigellosis dan tetap tinggi
pada pasien yang gagal terapi medis.
ELISA dan Polymerase chain reaction: Mungkin diperlukan pada sebagian
kecil pasien. ELISA biasanya mendeteksi S. dysenteriae tipe-1 toksin dalam
tinja, dan PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen virulen dari
Shigella seperti Ipah gen, virF gen, dan Vira gen.
(Sinta Septerina-19910018)
Pemeriksaan Fisik:
1. Febris
21
2. Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri
3. Terdapat tanda-tanda dehidrasi
4. Tenesmus
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab.
(Putih Indah Lestari-19910036)
22
Escherichis coli enterohemoregic (ehec)
(Muhammad Nurul Makki-19910048)
23
6. Abses Hati
Meski jarang, disentri amuba dapat menyebabkan abses hati, yang juga dapat
menyebar ke otak dan paru-paru.
(Hasna Fathin Nabila-19910041)
24
tetapi tindakan ini akan mengakibatkan pengobatan dengan antibiotika
jadi tertunda.
Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila
ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka
masih dapat digunakan, dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg/hari,
selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis
yang diberikan 2x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak
dianjurkan dalam pengobatan discntri basiler, karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, atau makrolide azithromisin berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x
500 mg/hari selama 3 hari. Pemberian siprofloksasin mcrupakan suatu
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Dosis azitromisin
yang dianjurkan adalah 1 g dosis tunggal dan untuk sefiksim 400 mg/hari
selama 5 hari.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S. dysentriae tipe
1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik
dengan dosis 3x1 g/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang
dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
Obat-obat antispamodik (misal, tinktura beladona) dapat menolong dalam
pengobatan bila terjadi kram yang berat. Obat-obat yang menghambat
peristaltik usus (paregorik, difenoksilat dengan atropin dan loperamid)
belum jelas penggunaannya dalam fase permulaaan disentri basiler. Obat-
obat ini, mempunyai efek membantu dalam membatasi diare. Obat-obat
ini tidak diindikasikan pada fase disentri.2
(Muhammad Ikrom Arifin-19910007)
25
bersih sangat penting untuk mencegah penyebaran bakteri ini di komunitas, selain
cuci tangan. Sedang di negara maju, dimana sanitasi dan penyediaan air bersih
sudah bagus maka pencegahan yang paling bagus adalah dengan cuci tangan.
Cuci tangan setelah defekasi atau membersihkan feses anak, serta sebelum
mengolah/menyajikan makanan sangat direkomendasikan. Hingga saat ini belum
ada vaksinasi untuk shigella baik secara peroral maupun intravena yang tersedia. 4
Tidak ada vaksin untuk mencegah shigellosis. Namun, penyakit ini dapat dibatasi
dengan melakukan tindakan pencegahan tertentu:2
Sering dan hati-hati mencuci tangan dengan air dan sabun
Diawasi mencuci tangan anak-anak di pusat penitipan anak dan rumah
dengan anak-anak yang tidak sepenuhnya terlatih dengan toilet
Orang dengan shigellosis sebaiknya tidak menangani makanan dan air untuk
orang lain kecuali mereka bebas penyakit
Pada anak-anak yang memakai popok dan mengidap penyakit, diperlukan
kewaspadaan dalam menangani dan membuang popok
Minumlah hanya air yang direbus atau diolah dan hindari makan makanan
mentah yang tidak ditangani dengan baik dari vendor saat mengunjungi
negara berkembang
Hindari kontak seksual dengan pasien diare atau baru sembuh dari penyakit
diare
Praktikkan seks aman
Hindari kolam renang saat terinfeksi
(Sinta Septerina-19910018)
26
ْ ور ش
ِ ْ َط ُر
اْلي َما ِن ُّ ال
ُ ط ُه
Artinya : "Kesucian itu setengah daripada iman." (HR. Ahmad, Muslim, dan
Tirmidzi)
Bukan hanya menambah iman kita kepada Allah SWT, menjaga kebersihan diri
ternyata juga bisa mendatangkan manfaat yang banyak untuk diri kita.
Contohnya, kita akan dijauhkan dari segala penyakit apabila kita bisa menjaga
kebersihan diri dan lingkungan tempat kita tinggal.
(Farah Haaniya Nuriswarin-19910021)
27
3.2 PETA KONSEP
28
3.3 NARASI PETA KONSEP
Hiegenitas dan sanitasi yang buruk akan meningkatkan kemungkinan infeksi bakteri
yang penularannya melalui fecal-oral. Dalam kasus ini adalah shigelosis. Bakteri shigella
akan meninvasi saluran pencernaan setelah masuk melalui mulut, akan bereplikasi di usus
halus. Target bakteri shigella adalah sel microfold atau sel M di lapisan epitel mukosa
kolon. Bakteri akan menginvasi eritrosit melalui sel M kemudian terus masuk ke lapisan
sub mukosa. Di lapisan sub mukosa ada Mucosa Asscociated Lymphoid Tissue (MALT)
yang berisi sel-sel imun tubuh. Makrofag dalam MALT kan memfagosit setiap
mikroorganisme yang masuk. Shigella dengan enterotoksin akan menginduksis apoptosis
makrofag sehingga makrofag mati. Setelah makrofag mati bakteri shigella akan keluar
dan menuju eritrosit dan menginvasi eritrosit dari basal. Selain itu, makrofag yang mati
akan mensekresi IL-1 yang akan meningkatkan respon inflamasi karena ada bakteri dan
merekrut sel-sel inflamasi yang lain. IL-1 merupakan pyrogen endogen yang akan
merangsang sel endotel hypothalamus dengan berikatan dengan reseptornya sehingga
akan mengaktivasi fofolipake A2. Kemudian akan memicu pelepasan asam arakidonat
dari membrane fosfolipid dan akan diubah menjadi PGE-2 oleh enzim siklooksigenase
(COX-2). PGE-2 kan merangsan pelepasan AMP siklik yang selanjutnya akan menset
thermostat menjadi suhu yang lebih tinggi sehingga manifestasinya adalah demam. Selain
itu inflamasi pada mukosa usus akan diteruskan oleh serabut saraf aferen vagus ke
medulla oblongata yaitu di Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang akan menimbulkan
rasa mual dan muntah. IL-1 juga akan merekrut PMN yang akhirnya akan merusak
intercellular junction pada eritrosit sehingga bakteri akan masuk melalui eritrosit pada sisi
lateral. Shigella memiliki banyak mekanisme yang akhirnya akan menimbulkan ulcerasi
dan nekrosis sel usus. Sehigella punya 3 sistem sekretori seperti “sryringe” yang akan
menyuntikan dan melepaskan efektor protein yang akan membuat shigella “tertelan” oleh
eritrosit selanjutnya membentuk fagosom. Protein shigella juga akan melisiskan fagosom
sehingga shigella akan keluar ke dalam sitoplasma dan protein akan menginduksi
“shigella‟s actin based motility” yang akan merekrut small aktin filament sel eritrosit,
dengan mekanisme ini akan membuat bentuk shigella dapat motil dengan sangat cepat
untuk menginfeksi sel-sel lateral.
Selain itu, serotipe yang paling berbahaya adalah S. dysentriae karena memiliki
shiga toxin. Shiga toxin memiliki 2 subunit yaitu A dan B dengan ikatan disulphide.
Subunit B berfungsi untuk mengikat toxin ke membrane sel enterosit. Selanjutnya toxin
akan masuk membentuk fagosom dalam sitoplasma sel. Masuknya fagosom ke dalam
29
sitoplasma akan membuat pH sitoplasma menjadi lebih asam sehingga ikatan antara
kedua subunit yaitu ikatan disulfide akan pecah dan subunit A akan berdifusi ke
sitoplasma sel dengan target nya adalah ribosom. Shiga toxin akan memutus ribosom 28s
rrna protein yang tugasnya adalah sintesis polipeptida. Oleh karena itu, karena ribosom
telah putus maka sintesis protein tidak terjadi yang menyebabkan kematian sel. Semua
mekanisme diatas akhirnya membuat ulcerasi pada dinding usus karena enterosit yang
mati. Ulcerasi akan menyebabkan BAB berdarah dan juga berelendir karena lapisan
mukosa yang rusak. Peningkatan cairan pada lumen usus akan menyebabkan peningkatan
peristaltik usus dan menimbulkan manifestasi mulas. Apabila shiga toxin mencapai
lapisan endotel yang mengandung pembuluh darah maka akan dapat merusak pembuluh
darah dan menyebar. Apabila shiga toxin sampai ke endotel glomerulus akhirnya akan
menyebabkan apoptosis sel. Sel-sel yang mati akan menimbulkan perubahan struktur atau
gap pada kapiler glomerulus sehingga protein besar seperti urea akan lolos. Selain itu,
toxin akan menimbulkan proses inflamasi yang akan merangsang sitokin dan inisiasi
trombosit sehingga akan terjadi trombositopenia. Inisiasi trombosit pada kapiler
glomerulus akan menyebabkan sumbatan dan penurunan aliran darah keginjal yang akan
merusak fungsi ginjal untuk memfiltrasi. Selain itu sumbatan yang terbentuk akan
menyebabkan mikroangiopati hemolisis, sehingga akan menimbulkan anemia. Pada
kondisi ini pasien akan jatuh ke komplikasi yaitu Hemolitic Uremic Syndrome (HUS).
Apabila telah ditemui tanda-tanda BAB cair, lender dan berdarah dengan riwayat
makan atau minum di area yang tidak bersih atau dengan sanitasi yang buruk maka kita
perlu curiga shigelosis maka dapat diberikan terapi antibotik selama 2 hari, apabila
menunjukan perbaikan maka dilanjutkan sampai 5 hari. Apabila tidak mengalami
perbaikan maka diganti dengan jenis lain. Pemeriksaan feses dapat menegakan diagnosis
pati dengan ditemukannya bakteri shigella dengan bentuk stick pink apabila dikultur
dalam media Mac Conkey agar maka akan menunjukan tidak menfermentasi laktosa dan
tidak menghasilkan H2S. Antibiotik yang biasa digunakan pada kasus shigelosis adalah
sifrofloksasin 2x500 mg/hari selama 3 hari. Selain itu kondisi dehidrasi perlu
diperhatikan dan ditangani segera karena pasien mengalami diare. Perlu pengukuran
apakah dehidrasi ringan, sedang ataukah berat. Pasien perlu melakukan tirah baring,
rehidrasi, makan makanan lunak, jus dan tidak bergas.
30
3.4 SOAP
SOAP
7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan Sehari sebelum timbul keluhan, pasien membeli cilok
di pinggir jalan dekat pasar
Objektif
Status Generalis
1. Keadaan Umum Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Vital Sign
1. Tekanan Darah 110/70 mmHg
31
2. Denyut Nadi 110x/menit
3. Respiratory Rate 28x/menit
4. Suhu 38,50C
5. BB 35 kg
6. TB 120 cm
Status Lokalis
1. Kepala Mata cekung, mukosa bibir kering
2. Abdomen
Inspeksi Cembung
Hasil Laboratorium
1. Hb 11,8 g/dl
2. Ht 35 vol%
3. Leukosit 19.400/mm3
3. Trombosit 379.000/mm3
4. Feses rutin Makroskopis : Warna: merah Konsistensi: lembek
Lendir: (+) Darah: (+).
Mikroskopis : Leukosit: banyak, Eritrosit: banyak,
Amoeba : negatif, Telur cacing: negatif, Sisa
makanan: (+), Benzidin tes: (+)
Assesment
1. WDx (Working Diagnose) Disentri Baciler
32
2. DDx (Differential Diagnose) 1. Infeksi Escherichiae coli
2. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
3. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Planning
1. PDx (Planning Diagnose) Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan PCR
2. PTx (Planning Therapy) Mencegah terjadinya dehidrasi
Tirah baring
Diet dengan diberikan makanan lunak
Farmakologis :
Oralit 600 mL habis dalam 3 jam
Oralit 50-100 mL diberikan setiap sesudah
BAB
Zinc syr 1x20 mg 10 hari
infus RL 30 tetes per menit
Kotrimoxazol 2x200 mg selama 5 hari
injeksi metoclopramide 3x10 mg
injeksi ranitidine 2x50 mg
oral paracetamol 3x500 mg
Probiotik 2xl sachet 5 hari
33
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila
ada kemajuan
Edukasi obat-obatan
34
DAFTAR PUSTAKA
35