Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3

BLOK DIGESTIF

Oleh : Kelompok 2
Nama Tutor : dr. Alvi Milliana, M. Biomed

Ketua Kelompok : Retno Hera Wiji Mufidya (19910002)


Sekretaris 1 : Farah Haaniya Nuriswarin (19910021)
Sekretaris 2 : Sinta Septerina (19910018)
Anggota :
Alya Labibah (17910044)
Muhammad Ikrom Arifin (19910007)
M. Nur Faizin (19910012)
Kiki Rizqi Amalia (19910024)
Aulia Sri Nastiti Suwondo (19910029)
Putih Indah Lestari (19910036)
Hasna Fathin Nabila (19910041)
Muhammad Nurul Makki (19910048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………………… i

Daftar Isi……………………………………………………………………………………. ii

Skenario 3…………………………………………………………………………………... 1

BAB I……………………………………………………………………………………….. 2

A. Kata Sulit……………………………………………………………………………… 2

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………............... 2

BAB II………………………………………………………………………………………. 4

A. Brainstorming………………………………………………………………………… 4

B. Peta Masalah………………………………………………………………….............. 7

C. Learning Objective……………………………………………………………………. 7

BAB III……………………………………………………………………………............... 9

A. Tinjauan Pustaka………………………………………………………………………. 9

B. Peta Konsep…………………………………………………………………………… 34

SOAP……………………………………………………………………………………….. 36

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………. 39

ii
SKENARIO 3

Ibu. M usia 50 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas hilang timbul sejak 1
minggu SMRS dan memberat sejak 3 jam sebelum MRS. Nyeri bersifat tiba-tiba dan hilang
timbul. Nyeri menjadi menetap selama 3 jam terakhir dengan intensitas berat. Nyeri dirasakan
dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati. Pasien juga mengeluh terus berkeringat dingin.
Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam. Selain itu, pasien juga mual
dan muntah. Pasien muntah 3 kali berisi cairan dan sisa makanan. Pasien juga mengeluhkan
matanya menjadi kuning sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengatakan bahwa buang air
besar berwarna putih sejak 3 hari SMRS. Terakhir pasien buang air besar tadi pagi, dan
warnanya putih pucat. Frekuensi buang air besar 2 kali/hari, padat, nyeri saat BAB (-),
darah/kehitaman (-) Selain itu, menurut pasien warna kencing menjadi kuning kecoklatan
(gelap) sejak 4 hari SMRS hingga saat ini dengan frekuensi BAK 2-3x/hari, nyeri saat BAK (-
). kencing berpasir (-).

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital : TD 130/80 mmHg. Nadi 108 x menit, RR 24x menit, suhu 36,5 C BB: 65 kg,
TB : 170 cm
Pemeriksaan Spesifik Kepala :
Sklera ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra, Murphy sign (-), RUQ
tenderness (+) distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-),
rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba, empedu :
sulit dinilai.
Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin : Hb 12,4 g/dl, Ht 36 vol%, leukosit 9000/mm3, trombosit : 329.000/mm3, LED
18 mm/jam
Liver function test (LFT) : bil total 8 mg dl, bil direk 7,4 mg/dl, bil indirek 0,6 mg/dl, SGOT
54 ul SGPT 58 u/l.

1
BAB I
A. KATA SULIT
1. RUQ tenderness : nyeri perut pada right upper condrium
2. Murphy isign : tes untuk mendiagnosis penyumbatan saluran empedu
3. Defense muscular : tahanan otot untuk berkontraksi yang berfungsi sebagai pelindung
4. Mc Burney : pemeriksaan penekanan pada 1/3 umbilikus dan
5. Distensi abdomen : kejadian ketika ada zat, gas, atau cairan yang menumpuk pada
perut sehingga perut menggembung. Adanya fat, biasanya terjadi pada orang yang
obesitas. Feses, flatus, fluid, fetus, fungsional.
6. Liver function test (LFT) : tes fungsi hati, sekelompok tes darah yang memberikan
informasi tentang keadaan hati pasioen (waaktu thrombin, waktu , albumin, bilirubin)
7. Kencing berpasir : perasaan seseorang ketika kencing terasa seperti ada pasirnya.
Biasanya ketika ada batu pada urinnya. Batu terbentuk karena pengendapan Kristal
pada urin.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa pasien mengalami nyeri perut kanan atas hilang timbul?
2. Mengapa nyeri pasien memberat sejak 3 jam sebelum MRS?
3. Apakah ada hubungan antaara usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien?
4. Mengapa nyeri yang tadinya hilang timbul menjadi menetap selama 3 jam terakhir?
Kiki
5. Mengapa nyeri dirasakan pasien dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati? Aulia
6. Mengapa keluhan pasien disertai keringat dingin? Faizin
7. Mengapa yeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam? Ikrom
8. Mengapa pasien juga mengalami mual dan muntah? Dan apa hubungannya dengan
nyeri yang dirasakan? Hasna
9. Apakah frekuensi pasien muntah 3 kali mempengaruhi tatalaksana yang akan
diberikan dokter?berisi cairan dan sisa makanan.
10. Mengapa pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning sejak 1 minggu SMRS?
Apa hubungan dengan keluhan pasien? Kiki
11. Apa yang menyebabkan pasien buang air besar berwarna putih sejak 3 hari SMRS?
Apa indikasinya? Kak Alya, Retno
12. Mengapa warna feses pasien tetap menjadi putih? Aulia

2
13. Berapa frekuensi normal dari buang air besar? Jika ada darah dan kehitaman
bagaimanakah interpretasinya? Kiki
14. Bagaimana interpretasi riwayat buang air besar pasien? Hasna
15. Bagaimana interpretasi warna kencing pasien dan tidak adanya kencing berpasir?
Aulia
16. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mengapa terjadi demikian? Faizin
17. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik? Mengapa terjadi demikian?
18. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?
19. Apa kemungkinan WDx pasien dan DDx nya? Makki

3
BAB II
A. BRAINSTORMING
1. Mengapa pasien mengalami nyeri perut kanan atas hilang timbul?
Adanya peningkatan tekanan pada saluran empedu yang diakibatkan oleh obstruksi.
Nyeri dipicu oleh makanan. (Makki)
Nyeri perut kanan atas merupakan gejala dari gangguan organ pada daerah tersebut.
(Putih)
Nyeri hilang timbul karena sekresi empedu pada duodenum yang terjadi setelah makan.
(Kiki)
2. Mengapa nyeri pasien memberat sejak 3 jam sebelum MRS?
Obstruksi menyebabkan distensi pada kantung empedu, obstruksi ini menyebabkan
gesekan dengan dinding saluran empedu sehingga menyebabkan nyeri. Lama nyerinya
sekitar lebih dari 3o menit kurang dari 5 jam. (Faizin)
3. Apakah ada hubungan antaara usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien? Makki
Usia dan jenis kelamin merupakan salah satu hal yang mempengaruhi jumlah
kolesterol. Kolesterol yang tinggi menyebabkan pengendapan kolesterol sehingga
membentuk batu empedu.
Wanita lebih berisiko daripada pria karena memiliki hormone esterogen yang tinggi.
Selain itu wanita juga mengalami kehamilan. Hal tersebut meningkatkan risiko batu
empedu. Hormon esterogen menyebabkan peningkatan batu kolesterol. Selain itu oral
kontrasepsi juga meningkatkan risiko. (Aulia, Kak Alya)
4. Mengapa nyeri yang tadinya hilang timbul menjadi menetap selama 3 jam terakhir?
(Kiki)
Nyeri hilang timbul menjadi menetap berarti penyumbatan sudah menetap. (Ikrom)
5. Mengapa nyeri dirasakan pasien dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati? (Aulia)
Penyebab nyeri perut kanan atas antara lain batu empedu, pankreatitis. Manifestasi
klinis pasien lebih mengarah ke batu empedu. (Aulia)
Karena adanya respon nervus penjalaran melalui saraf autonom (Hasna)
6. Mengapa keluhan pasien disertai keringat dingin? (Faizin)
Karena terjadi nyeri pada perut kanan atas pasien yang memicu saraf simpatis dan
dapat merangsang pembentukan keringat dingin. (Hasna)
Setelah saraf simpatis dipicu, selanjutnya akan merangsang hipotalamus yang mengatur
suhu � suhu meningkat � mengeluarkan keringat untuk menurunkan suhu. (Aulia)
7. Mengapa nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam? (Ikrom)
Rongga thorax mengembang � diafragma mendesak hepar dan menyebabkan gesekan
empedu ke dinding abdomen � nyeri. (Sinta)
Diafragma mendatar mendorong ke bawah menyebabkan nyeri. (Kak Alya)
4
8. Mengapa pasien juga mengalami mual dan muntah? Dan apa hubungannya dengan
nyeri yang dirasakan? (Hasna)
Adanya sumbatan pada saluran empedu menyebabkan aliran balik empedu ke hepar
sehingga terjadi peradangan pada sekitar hepatobilier yg meningkatkan SGPT dan
SGOT � mengiritasi saluran cerna � respon vagal � mual
Peningkatan bilirubin dalam plasma � merangsang hipotalamus � mual. (Kiki)
9. Apakah frekuensi pasien muntah 3 kali mempengaruhi tatalaksana yang akan diberikan
dokter? (Putih)
Jika pasien mengalami batu empedu, dokter akan mengambil batu empedunya. Pasien
muntah 3 kali menyebabkan dehidrasi sehingga pemilihan obatnya yang parenteral.
(Aulia)
10. Mengapa pasien juga mengeluhkan matanya menjadi kuning sejak 1 minggu SMRS?
Apa hubungan dengan keluhan pasien? (Kiki)
Hati memproduksi cairan empedu, empedu membantu untuk mencerna lemak. Jika
terjadi obstruksi maka aliran empedu menjadi tersumbat. (Retno)
Disebabkan oleh peningkatan bilirubin akibat adanya obstruksi pada saluran empedu.
11. Apa yang menyebabkan pasien buang air besar berwarna putih sejak 3 hari SMRS?
Apa interpretasinya? (Kak Alya, Retno)
Bilirubin tidak dapat diekskresi akibat obstruksi pada duktus koledokus, yang mana
bilirubin mewarnai feses sehingga feses berwarna putih. (Kak Alya)
Hal ini merupakan salah satu tanda dari jaundice post hepatic, yang mana terjadi
gangguan untuk mengekskresi conjugated bilirubin akibat obstruksi. (Farah)
12. Berapa frekuensi normal dari buang air besar? Jika ada darah dan kehitaman
bagaimanakah interpretasinya? (Kiki)
Frekuensi normal antara 2-3 kali sehari. Frekuensi dipengaruhi oleh hormon dan pola
makan. Jika ada darah segar berarti ada perdarahan pada saluran pencernaan bawah.
Jika darah berwarna merah gelap menandakan adanya perdarahan pada usus besar.
Feses yang disertai darah menandakan adanya penyakit seperti hemoroid, fisura ani,
dll. (Putih)
Frekuensi jika kurang atau lebih menandakan adanya gangguan. Jika kurang bisa
disebabkan oleh konstipasi, jika lebih bisa terjadi karena diare. (Retno)
13. Bagaimana interpretasi riwayat buang air besar pasien? (Hasna)
Frekuensi BAB pasien masih normal, tidak ada nyeri menandakan tidak ada konstipasi
14. Bagaimana interpretasi warna kencing pasien dan tidak adanya kencing berpasir?
(Aulia)

5
Warna urin gelap karena peningkatan bilirubin yang terkonjugasi di darah otomatis
meningkatkan sekresi bilirubin dari ginjal. untuk tidak ada kencing berpasir
dikarenakan tidak ada batu ginjal. (Ikrom)
15. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mengapa terjadi demikian? Faizin
Keadaan sakit sedang � tidak normal
Komposmentis � normal
TTV � hipertensi, RR normal, suhu normal, BMI normal. (Kiki, Aulia)
16. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik? Mengapa terjadi demikian? (Faizin)
Kepala : Sklera ikterik � tidak normal, karena bilirubin terkonjugasi kembali ke darah
sehingga terjadi ikterik.
17. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium? (Farah)
Darah rutin : Hb 12,4 g/dl (normal, N=12-16 g/dl), Ht 36 vol% (Normal, N=3,9-45,
leukosit 9000/mm3, trombosit : 329.000/mm3, LED 18 mm/jam (Normal, N=0-20)
Liver function test (LFT) : bil total 8 mg dl, bil direk 7,4 mg/dl (tinggi, N=0,1-0,4
mg/dl), bil indirek 0,6 mg/dl (normal, N=0,3-1,1), SGOT 54 ul (tinggi, N= di bawah
35) SGPT 58 u/l (tinggi, N= di bawah 25 untuk wanita, di bawah 33 untuk pria (Putih)
18. Apa kemungkinan WDx pasien dan DDx nya? (Makki)
WDx � cholidocholithiasis
DDx � kolangitis (Kak Alya)
19. Bagaimana tatalaksana awal yang diberikan? (Sinta)
Untuk menghilangkan nyeri diberi analgetik, untuk menghilangkan mual diberi
antiemetic, dilakukan usg untuk melihat apakah ada pelebaran duktus biliaris kemudian
dilakukan pengambilan batu empedu (Sinta, Aulia)

6
B. PETA MASALAH

C. LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa Mampu Memahami Anatomi Hepatobilier
2. Mahasiswa Mampu Memahami Definisi Batu Empedu
3. Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi Batu Empedu
4. Mahasiswa Mampu Memahami Etiologi Batu Empedu
5. Mahasiswa Mampu Memahami Epidemiologi Batu Empedu
6. Mahasiswa Mampu Memahami Faktor Risiko Batu Empedu
7. Mahasiswa Mampu Memahami Manifestasi Klinis Batu Empedu
8. Mahasiswa Mampu Memahami Patofisiologi Batu Empedu

7
9. Mahasiswa Mampu Memahami Pemeriksaan Penunjang Batu Empedu
10. Mahasiswa Mampu Memahami Kriteria Diagnosis Batu Empedu
11. Mahasiswa Mampu Memahami Diagnosis Banding Batu Empedu
12. Mahasiswa Mampu Memahami Komplikasi Batu Empedu
13. Mahasiswa Mampu Memahami Tatalaksana Batu Empedu
14. Mahasiswa Mampu Memahami Prognosis Batu Empedu
15. Mahasiswa Mampu Memahami Pencegahan Batu Empedu
16. Mahasiswa Mampu Memahami Integrasi Islam Batu Empedu

8
BAB III

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Mahasiswa Mampu Memahami Anatomi Hepatobilier
Hepar, secara makroskopis dibagi menjadi empat lobus yaitu dua lobus utama:
lobus kanan dan lobus kiri yang dibagi oleh ligamentum falciformis di bagian anterior,
serta dua lobus aksesoria yaitu lobus quadratus dan lobus caudatus. Berdasarkan
fungsinya hepar memiliki 3 bagian fungsional utama: lobus kaudatus, lobus kanan dan
lobus kiri. Lobus kanan dibagi menjadi 4 segmentum yaitu segmentum V, VI, VII,
VIII, lobus kiri menjadi 3 segmentum yaitu II,III dan IV, serta segmentum I adalah
lobus kaudatus.

Gambar 1 Pembagian hepar secara fungsional


Secara anatomis, kantung empedu atau vesica fellea terletak di antara dua lobus hepar.
Vesica fellea merupakan tempat penyimpanan asam empedu yang berbentuk kantung
piriformis, memiliki panjang 7-10 cm dan lebar 3-4 cm, serta dapat menampung
sebanyak 30-50 mL empedu. Vesica fellea terdiri dari tiga bagian yaitu korpus,
fundus, infundibulum dan kolum. Fundus membentang hingga 1 cm tepi bebas hepar.
Korpus merupakan bagian terbesar. Infundibulum merupakan area transisional antara
corpus dan collum. Kantung Hartmann merupakan penonjolan pada permukaan
inferior infundibulum. Batu empedu dapat tersangkut disini dan menyebabkan
obstruksi duktus sistikus. Vesica fellea akan berakhir pada duktus sistikus yang
berdiameter 7 mm dan dengan mukosa yang memiliki valvula spiralis (valves of
Heister). Duktus sistikus akan mengalirkan empedu menuju duktus koledokus, dimana
duktus ini melalui caput pankreas akan berakhir pada sfingter Oddi yang menembus
dinding duodenum dan membentuk suatu bangunan yang disebut ampulla Vateri.

2. Mahasiswa Mampu Memahami Definisi Batu Empedu


Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandungan empedu atau di dalam
saluran empedu. batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu didalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
9
penyakit batu empedu sendiri adalah penyakit yang paling sering ditemukan didalam
saluran billier. beberapa keadaan lain yang menjadi predisposisi, diantaranta obesitas,
kehamilan, faktor diet, penyakit crohn’s, resek ileum terminal, kelainan hematologis
seperti anemiasel sabit dan thalasemia.11

3. Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi Batu Empedu


Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran empedu dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: 1) batu kolesterol dimana
komposisi kolesterol melebihi 70%, 2) batu pigmen coklat atau batu kalsium
bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama dan 3) batu
pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

4. Mahasiswa Mampu Memahami Etiologi Batu Empedu

Ada tiga jalur utama pembentukan batu empedu: 7

a. Supersaturasi kolesterol:
Biasanya, empedu dapat melarutkan jumlah kolesterol yang dikeluarkan oleh hati.
Tetapi jika hati menghasilkan lebih banyak kolesterol daripada yang dapat
dilarutkan oleh empedu, kelebihan kolesterol tersebut dapat mengendap sebagai
kristal. Kristal terperangkap dalam lendir kandung empedu, menghasilkan lumpur
kandung empedu. Seiring waktu, kristal dapat tumbuh membentuk batu dan
menutup saluran yang pada akhirnya menghasilkan penyakit batu empedu.
b. Kelebihan bilirubin:
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan sel darah merah,
disekresikan ke dalam empedu oleh sel hati. Kondisi hematologi tertentu
menyebabkan hati membuat terlalu banyak bilirubin melalui proses pemecahan
hemoglobin. Kelebihan bilirubin ini juga dapat menyebabkan pembentukan batu
empedu.
c. Hipomotilitas kandung empedu atau gangguan kontraktilitas:
Jika kandung empedu tidak kosong secara efektif, empedu dapat menjadi
terkonsentrasi dan membentuk batu empedu. Bergantung pada etiologinya, batu
empedu memiliki komposisi yang berbeda.
Tiga jenis yang paling umum adalah batu empedu kolesterol, batu empedu pigmen
hitam, dan batu empedu pigmen coklat. Sembilan puluh persen batu empedu
adalah batu empedu kolesterol. 7

10
Setiap batu memiliki faktor risiko yang unik. Beberapa faktor risiko perkembangan
batu empedu kolesterol adalah obesitas, usia, jenis kelamin wanita, kehamilan,
genetika, nutrisi parenteral total, penurunan berat badan yang cepat, dan obat-
obatan tertentu (kontrasepsi oral, clofibrate, dan analog somatostatin). Sekitar 2%
dari semua batu empedu adalah batu pigmen hitam dan coklat. Ini dapat ditemukan
pada individu dengan pergantian hemoglobin tinggi. Pigmennya sebagian besar
terdiri dari bilirubin. Penderita sirosis, penyakit ileum, anemia sel sabit, dan
fibrosis kistik berisiko mengembangkan batu pigmen hitam. Pigmen coklat
terutama ditemukan pada populasi Asia Tenggara dan tidak umum di Amerika
Serikat. Faktor risiko batu pigmen coklat adalah stasis intraduktal dan kolonisasi
kronis empedu dengan bakteri. Pasien dengan penyakit Crohn dan mereka yang
menderita penyakit ileum (atau reseksi) tidak dapat menyerap kembali garam
empedu dan ini meningkatkan risiko batu empedu.7

5. Mahasiswa Mampu Memahami Epidemiologi Batu Empedu


a. Kolelitiasis2
Kolelitiasis ditemukan pada sekitar 6% pria dan 9% wanita. Prevalensi tertinggi
kolelitiasis pada populasi Amerika asli.
Lebih dari 80% pasien tetap asimtomatik. Nyeri kolik bilier timbul pada 1%-2%
individu yang sebelumnya asimtomatik. Pasien yang mulai menunjukkan gejala
mungkin akan mengalami komplikasi kolesistitis, koledokolitiasis, pankreatitis,
dan kolangitis)
b. Kolesistitis5
Sekitar 95% pasien dengaan kolesistitis akut memiliki batu empedu.
c. Koledokoletiasis3
Koledokoletiasis ditemukan pada 4,6%-18,8% pasien yang menjalani
kolesistektomi.
d. Kolangitis4
Rata-rata di Amerika Serikat ada kurang dari 200.000 kasus kolangitis akut setiap
tahunnya. Rata-rata pada individu yang berusia 50-60 tahun. Perbandingan pria
dan wanita sama.

6. Mahasiswa Mampu Memahami Faktor Risiko Batu Empedu

Faktor Predisposisi Batu Empedu8

11
Faktor Predisposisi Batu Empedu Kolesterol9

a. Genetik
Mutasi pada gen CYP7A1 menyebabkan defisiensi 7-alpha-Oxidase sehingga
kemudian menurunkan mutasi MDR3 yang menyebabkan defek sekresi
fosfolipid.
b. Usia
Peningkatan sekresi kolesterol bilier
Penurunan sekresi garam empedu
c. Obesitas, sindrom metabolik Peningkatan kolesterol empedu
Menurunnya respon kolesistokinin
d. Penurunan berat badan
Kerusakan lemak selama tidak makan dan penurunan berat badan yang cepat
menyebabkan hati mengeluarkan kolesterol ekstra ke empedu.
Hiposekresi garam empedu yang berasal dari siklus enterohepatik

12
e. Hormon Seks Wanita
Estrogen merangsang reseptor lipoprotein hati, sehingga menyebabkan
peningkatan pengambilan kolesterol makanan dan sekresi kolesterol empedu.
Progesteron menyebabkan kontraksi kandung empedu menurun
f. Nutrisi parenteral yang panjang, puasa
Hipomotilitas kandung empedu
g. Kehamilan
Progesteron menghambat kontraktilitas kandung empedu
h. Sindrom metabolic
Sindrom metabolik dari obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes mellitus
tipe II, hipertensi, dan hiperlipidemia dikaitkan dengan peningkatan sekresi
kolesterol hati dan merupakan faktor risiko utama pembentukan batu empedu
kolesterol.
i. Jenis kelamin perempuan
j. Ras
Keturunan Eropa atau Amerika Asli
k. Bertambahnya usia
l. Kehamilan
Batu empedu kolesterol lebih sering terjadi pada wanita yang pernah
mengalami kehamilan ganda. Faktor utama yang berkontribusi adalah tingginya
tingkat progesteron kehamilan. Progesteron mengurangi kontraktilitas kandung
empedu, menyebabkan retensi berkepanjangan dan konsentrasi empedu yang
lebih besar di kantong empedu.
m. Stasis kandung empedu
n. Narkoba
o. Keturunan
Terjadi sekitar 25% dari kasus
p. Cedera tulang belakang yang tinggi
q. Puasa berkepanjangan dengan nutrisi parenteral total
r. Penurunan berat badan yang cepat
Hal ini terkait dengan pembatasan kalori dan lemak yang parah (misalnya, diet,
operasi bypass lambung).
s. Sejumlah obat
● Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol dengan meningkatkan
sekresi kolesterol empedu.
13
● Clofibrate dan obat hipolipidemik fibrat lainnya meningkatkan eliminasi
kolesterol melalui sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan risiko batu
empedu kolesterol.
● Analog somatostatin tampaknya mempengaruhi batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kandung empedu.

Faktor Predisposisi Batu Empedu Pigmen9

a. Demografi (Asia)
Faktor genetik
b. Hemolisis kronis
Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi bilier yang dapat mengendap dengan
kalsium
c. Sirosis
Hipersplenisme dan adanya perubahan komposisi membran lipid eritrosit yang
menyebabkan hemolisis
d. Anemia pernisiosa
Eritropoiesis yang tidak efektif karena kekurangan vitamin B12 atau folat
e. Infeksi kronis pada saluran empedu
Bakteri atau parasit menginduksi Beta glukuronidase yang mendekonjugasi
bilirubin jenuh dan menyebabkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang
dapat membentuk kompleks dengan kalsium.
f. Penyakit ileal, reseksi / bypass ileal
Malabsorpsi asam empedu di ileum yang meningkatkan asam empedu di usus
besar dan menjenuhkan bilirubin tak terkonjugasi dan meningkatkan
penyerapan pasifnya di usus besar (resirkulasi enterohepatik patologis
bilirubin).

Penyakit penyerta lainnya

a. Penyakit Crohn, reseksi ileum, atau penyakit ileum lainnya menurunkan


reabsorpsi garam empedu dan meningkatkan risiko pembentukan batu empedu.
b. Penyakit atau keadaan lain yang mempengaruhi pembentukan batu empedu
termasuk luka bakar, penggunaan nutrisi parenteral total, kelumpuhan,
perawatan ICU, dan trauma besar. Hal ini secara umum disebabkan oleh
14
penurunan stimulasi enteral pada kandung empedu yang mengakibatkan stasis
bilier dan pembentukan batu.

7. Mahasiswa Mampu Memahami Manifestasi Klinis Batu Empedu


Warna kekuningan pada kulit atau mata adalah penanda penting secara fisik pada
penyumbatan di empedu, disertai dengan nyeri perut kanan atas, mual, muntah, dan
panas. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan Murphy yang positif biasa ditemukan,
sering teraba kandung empedu yang membesar, dan tanda-tanda peritonitis. Warna
seperti dempul pada tinja juga dapat menaikkan kecurigaan pada koledokolitiasis atau
pankreatitis. Jika gejala tersebut dibarengi dengan demam dan menggigil, dapat
dipertimbangkan juga diagnosis kolangitis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri
tekan pada kuadrankanan atas, dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
leukositosis dan peningkatan bilirubin.

1) Asimtomatis
Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung
empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 %
dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode wakti 5 tahun.
Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien
dengan batu empedu asimtomatik
2) Simtomatik
a. Kolik Bilier
Terdapat nyeri kuadran atas yang terjadi secara episodik, kadang menjalar ke
daerah punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstruksi batu di
daerah leher kandung empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya
dipengaruhi oleh makanan berlemak dan dapat hilang dengan perubahan posisi
tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi hati normal, keculi bila
disertai infeksi.
b. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara
wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu,
berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum.
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri abdomen
kuadran kanan atas, mual, muntah dan demam. Kadang-kadang rasa sakit dapat

15
menjalar ke pundak atau skapula kanan. Hal ini dapat berlangsung sampai
menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari
adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi
kandung empedu. Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, kandung empedu
teraba dan tanda Murphy positif pada pemeriksaan fisik merupakan
karakteristik kolesistitis akut. Tanda Murphy positif memiliki spesifitas untuk
kolesistitis akut.
c. Kolesistitis Kronik
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama.
d. Koledokolitiasis
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu
duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut.
e. Kolangitis
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis
tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis
bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis,
biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade
Reynold, 35 berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan
mental atau penurunan kesadaran sampai koma

8. Mahasiswa Mampu Memahami Patofisiologi Batu Empedu


Patofisiologi kolelitiasis atau batu empedu adalah akibat substansi tertentu pada cairan
empedu yang meningkat, sehingga memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada
pelarutnya. Cairan empedu yang terkonsentrasi menyebabkan supersaturasi dan
presipitasi sebagai kristal mikroskopik. Kristal ini terperangkap dalam mukus kantung
empedu dan membentuk lumpur bilier (biliary sludge). Seiring berjalannya waktu,
kristal ini menumpuk dan saling menyatu membentuk batu makroskopik. Gejala dan
komplikasi kolelitiasis disebabkan dari penutupan duktus oleh lendir dan/atau batu di
16
dalam kantung empedu atau duktus empedu. Terdapat 2 substansi utama pembentuk
batu empedu, yaitu kolesterol dan calcium bilirubinate.

Kolelitiasis Kolesterol

Proses terbentuknya batu empedu kolesterol terjadi karena cairan empedu


terkonsentrasi melalui penyerapan elektrolit dan air. Kolesterol disekresi oleh sel hepar
ke dalam kantung empedu bersama dengan enzim lesitin dalam bentuk vesikel
unilamelaris. Sel hepar juga mensekresi garam empedu sebagai deterjen kuat yang
diperlukan untuk pencernaan dan absorpsi lemak. Vesikel unilamelaris yang dilarutkan
oleh garam empedu membentuk agregat larut air bernama mixed micelles. Mixed
micelles mempunyai kapasitas mengikat kolesterol yang lebih rendah sehingga
kolesterol semakin menumpuk dan membentuk kristal monohidrat. Kolelitiasis
kolesterol ini dipercaya dipicu oleh kondisi dislipidemia.

Kolelitiasis Calcium Bilirubinate

Kolelitiasis calcium bilirubinate dapat berbentuk batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat.

Kolelitiasis Pigmen Hitam

Bilirubin adalah produk dari pemecahan heme, yang disekresikan ke cairan empedu
oleh sel hepar. Kebanyakan bilirubin tersedia dalam bentuk larut air atau terkonjugasi,
sedangkan sisanya dalam bentuk tidak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi akan
membentuk presipitat dengan kalsium, yang masuk ke cairan empedu secara pasif.
Pada kondisi pemecahan heme tinggi, bilirubin tidak terkonjugasi akan tersedia dalam
jumlah lebih dari biasanya. Calcium bilirubinate akan mengkristal dan membentuk
batu. Seiring waktu, batu ini akan teroksidasi dan berwarna hitam, sehingga
dinamakan batu empedu pigmen hitam.

Kolelitiasis Pigmen Coklat

Batu empedu coklat biasanya muncul diakibatkan kolonisasi bakteri pada stasis cairan
empedu. Cairan empedu umumnya steril, tetapi pada kondisi tertentu dapat
menyebabkan kolonisasi bakteri, misalnya akibat striktur bilier. Bakteri akan
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi, sehingga meningkatkan konsentrasi kristal calcium bilirubinate. Bakteri
juga akan menghidrolisis lesitin untuk mengeluarkan asam lemak yang mengikat

17
kalsium dan terpresipitasi. Produk presipitat menyerupai tanah liat atau yang disebut
dengan batu empedu coklat.16

9. Mahasiswa Mampu Memahami Pemeriksaan Penunjang Batu Empedu


Kolelitiasis1
● USG kandung kemih.
Akurat dalam mendiagnosis kolelitiasis (sensitivitas 90% dan spesifisitas 88%).
Pasien dianjurkan untuk puasa 8 jam sebelum pemeriksaan. Gambaran utama
kolelitiasis antara lain, posterior acoustic shadow dari opasitas pada lumen
kandung empedu yang berubah dengan sesuai posisi pasien (pengaruh gravitasi).
USG juga dapat melihat fungsi pengosongan batu empedu, serta mendeteksi
adanya komplikasi kolesistitis dan pankreatitis.
● Foto polos
Tidak disarankan karena sebagian besar batu empedu (> 75%) bersifat
radiolusen.
Kolesistitis1
a. Pemeriksaan laboratorium;
● Darah perifer lengkap. Leukositosis (70% kasus);
● Tes enzim hati. Peningkatan alkalin fosfatase, ALT, AST, dan bilirubin.
Peningkatan bilirubin >4 mg/ dL, mengindikasikan koledokolitiasis;
● Tes enzim pankreas. Peningkatan kadar serum amilase. Kemungkinan
pankreatitis perlu dipertimbangkan apabila ami!ase serum >500 U/L.
b. Pemeriksaan radiologis;
● USG kandung empedu. Modalitas utama dalam mendiagnosis kolestitis.
Gambaran USG berupa dilatasi kandung empedu disertai penebalan
dinding dan dikelilingi oleh edema (cairan perikolekistik) dengan/tanpa
temuan batu empedu. CT-scan abdomen. Diperlukan jika terdapat
kecurigaan abses hati, neoplasma, atau pankreatitis.
Koledokolitiasis3
Memeriksa jumlah sel darah putih, hemoglobin / hematokrit, jumlah trombosit,
bilirubin total, bilirubin langsung, fosfatase alkali, aminotransferase aspartat, dan
alanin aminotransferase. Pada pasien dengan kolelitiasis, bilirubin total lebih dari 3 mg
/ dL sampai 4 mg / dL, sangat terkait dengan koledocholitiasis. Transpeptidase
gamma-glutamyl juga meningkat. Konsentrasi serum alanine aminotransferase (ALT)
dan aspartate aminotransferase (AST) meningkat pada obstruksi bilier dalam pola
kolestatik, dengan peningkatan alkali fosfatase, serum bilirubin, dan gamma-glutamyl
transpeptidase (GGT) melebihi peningkatan serum AST dan ALT.
18
Ultrasonografi transabdominal adalah tes pertama yang harus dilakukan untuk pasien
yang dicurigai menderita penyakit bilier, termasuk koledocholitiasis. Dalam
kebanyakan kasus, USG perut akan menunjukkan saluran empedu umum yang
melebar (lebih dari 6 mm) dan batu di dalam saluran empedu umum.
Kolangitis4
Tes laboratorium untuk kolangitis akut meliputi hitung darah lengkap, profil metabolik
lengkap, tes fungsi hati, protein reaktif, profil koagulasi, kultur darah, urinalisis,
golongan darah, skrining, dan uji silang bersama dengan tingkat lipase. Leukositosis
dengan dominasi neutrofil adalah temuan yang umum, dengan leukopenia sering
ditemukan pada individu yang mengalami gangguan kekebalan tubuh atau septik.
Hasil fungsi hati konsisten dengan kolestasis yang menunjukkan hiperbilirubinemia
dan peningkatan alkaline phosphatase (ALP) dan gamma-glutamyl transverse (GGT).
Studi pencitraan lini pertama pilihan adalah ultrasonografi perut. Ini sangat sensitif
dan spesifik dalam memeriksa kandung empedu dan menyelidiki dilatasi duktus bilier.
Temuan klasik dari ascending cholangitis adalah penebalan dinding saluran empedu,
dilatasi saluran empedu, termasuk saluran empedu komunis, serta bukti adanya
kolelitiasis dan bahan piogenik. Ini dapat membantu membedakan obstruksi
intrahepatik versus ekstrahepatik.
Cara paling sensitif untuk mendeteksi batu saluran empedu adalah magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP). MRCP merupakan studi pencitraan noninvasif
yang dapat mendeteksi penyebab dan tingkat obstruksi bilier, termasuk
koledocholitiasis, striktur, dan dilatasi bilier. ERCP penting untuk diagnosis dan
pengobatan karena ia mendeteksi lokasi obstruksi dan membantu drainase pohon bilier
dan untuk mengambil spesimen biopsi dan kultur dari sistem bilier. ERCP harus
digunakan pada pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi dan mereka yang
mendapat manfaat dari intervensi terapeutik.

Pemeriksaan Penunjang Kandung Empedu8

19
10. Mahasiswa Mampu Memahami Kriteria Diagnosis Batu Empedu
Walaupun koledokolitiasis sering asimptomatik, sewaktu gejala timbul
sering kolik empedu koledokolitiasis tak dapat dibedakan dari
kolesistolitiasis. Tetapi demam yang memuncak, kedinginan, dan ikterus
menggambarkan adanya batu duktus koledokus dan kolangitis akut. Umumnya
koledokolitiasis tidak menyebabkan obstruksi lengkap.

A. Anamnesis dan pemeriksaan fisik17


Pemeriksaan klinis yang diteliti dan lengkap selain dari anamnesis adalah
sangat penting dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosa. Di dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan abdomen yang mencakupi inspeksi
auskultasi palpasi dan perkusi.Pada kebiasaannya auskultasi dilakukan yang
terakhir tetapi dilakukan setelah inspeksi adalah dengan tujuan supaya efek bunyi
20
didalam abdomen tidak terdapat perubahan atau terkena efeknya setelah dilakukan
palpasi dan perkusi.

1) Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti suhu, tekanan darah, berat badan, tinggi
badan, Body Mass Index (BMI), frekuensi pernapasan, serta frekuensi nadi.
2) Inspeksi yaitu melihat keadaan fisik pasien apakah terdapat tanda-tanda
abnormal seperti :
- Pasien kelihatan sakit yang amat sangat dengan memegang perut yang
artinya menandakan adanya nyeri kolik abdomen.
- Kulit kelihatan kekuningan mengindikasikan adanya ikterus.
- Frekuensi pernapasan 24x / mnt menunjukkan sakit yang mungkin
disertai oleh peradangan.
3) Palpasi yaitu meraba di bagian abdomen
- Adakah pasien mempunyai rasa nyeri tekan menyeluruh ataupun hanya di
suatu tempat saja.
- Jika sakit di bagian kuadran kanan atas indikasikan penyakit yang
berhubungan dengan hepatobilier.
- Suhu badan yang terasa panas menunjukkan pasien demam yang
berkemungkinan peradangan di bagian yang sakit.
- Untuk memastikan lakukanlah murphy sign jika positif mengindikasikan
pasien sakit di bagian empedu atau saluran empedu.

B. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
- Peningkatan hitung sel darah putih menimbulkan kecurigaan terhadap
adanya peradangan atau infeksi tetapi temuan tersebut tidak merupakan
hasil yang spesifik.
- Peningkatan serum bilirubin menunjukkan terdapatnya gangguan pada
duktus koledokus; semakin tinggi kadar bilirubin semakin mendukung
prediksi. Batu pada duktus koledokus hadir di sekitar 60% dari pasien
dengan kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg/dL.
- Peningkatan kadar lipase dan amilase serum mengarah kepada terdapatnya
pankreatitis akut sebagai komplikasi dari koledokolitiasis.
- Enzim transaminase (serum glutamic-piruvat transaminase dan serum
glutamic transaminase-oksaloasetat) meningkat pada pasien yang terdapat
koledokolitiasis disertai komplikasi kolangitis pankreatitis atau keduanya.

21
- Alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase meningkat pada pasien
dengan koledokolitiasis obstruktif. Hasil kedua tes tersebut memiliki nilai
prediksi yang baik terhadap kehadirannya batu pada duktus koledokus.
2) USG
Ultrasonografi merupakan uji terbaik dalam mendeteksi adanya batu
empedu dengan teknik radiologi yang menggunakan gelombang suara
frekuensi tinggi untuk menghasilkan gambar organ dan struktur tubuh.
Gelombang suara yang dipancarkan dari sebuah alat yang disebut transducer
dan dikirim melalui jaringan tubuh. Gelombang suara yang dipantulkan oleh
permukaan dan bagian interior organ internal dan struktur tubuh sebagai gema.
Gema tersebut menggemakan kembali ke transducer dan ditransmisikan secara
elektrik ke tampilan monitor. Dari monitor sosok organ dan struktur dapat
ditentukan serta konsistensi organ misalnya cair atau padat.
3) Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP)18
ERCP merupakan sebuah endoskopi yang tipis dan fleksibel
digunakan untuk melihat bagian-bagian dari sistem empedu pasien. Pasien
dibius dan tabung masuk melalui mulut melewati perut dan ke usus kecil. Alat
tersebut kemudian menyuntikkan pewarna sementara ke dalam saluran
empedu. Pewarna tersebut memudahkan untuk melihat batu dalam saluran
ketika foto sinar-X diambil. Pada keadaan tertentu batu dapat dihilangkan
selama prosedur ini.
4) Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP)
MRCP merupakan teknik pencitraan menggunakan gama magnet
tanpa zat kontras instrument dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu yang
terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi sedangkan batu saluran
empedu akan terlihat dengan intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu
yang intensitasnya tinggi. Maka metode ini sangat cocok untuk mendeteksi
batu saluran empedu.

Diagnosis Penyakit Batu Empedu19

Gangguan ini biasanya didiagnosis dengan riwayat episode berulang dari kuadran
kanan atas atau nyeri epigastrik, yang menunjukkan kolik bilier dan tanda Boas.
Mungkin ada demam, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dengan atau tanpa tanda
Murphy, nyeri tekan saat tangan menepuk lengkung kosta kanan (tanda Ortner).

Tiga metode utama yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit kandung empedu
adalah ultrasonografi, pemindaian nuklir (cholescintigraphy), dan kolesistografi
22
oral. Saat ini, ultrasonografi adalah metode yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi kolelitiasis dan kolesistitis. Kadang-kadang batu empedu didiagnosis
selama sinar-X biasa. Ultrasonografi memiliki spesifisitas dan sensitivitas 90-95%,
dan dapat mendeteksi batu dengan diameter sekecil 2 mm. Ultrasonografi dapat
menunjukkan adanya batu saluran empedu, menunjukkan dilatasi saluran empedu,
dan mendeteksi penebalan dari dinding kandung empedu.

Dalam cholescintigraphy, pasien disuntik dengan sejumlah kecil bahan radioaktif


tidak berbahaya yang diserap oleh kantong empedu, yang dirangsang untuk
berkontraksi jika injeksi intravena kolesistokinin diberikan sebagai tambahan.
Teknesium-99 m yang berumur pendek, yang terikat pada salah satu dari beberapa
HIDA radioaktif (asam iminodiaketat seperti (asam iminodiaketat hati) atau
DISIDA (asam disopropil iminodiaketat,) yang diekskresikan ke saluran empedu,
dapat memberikan informasi fungsional tentang kontraksi kandung empedu. Dapat
mendeteksi obstruksi total saluran empedu, tetapi tidak dapat memberikan
informasi anatomis, dan tidak dapat mengidentifikasi batu empedu. Hal ini
memungkinkan penilaian cepat fungsi kandung empedu pada pasien dengan dugaan
kolesistitis akut. Sinar gamma yang dipancarkan oleh pelacak digunakan untuk
membuat gambar saluran empedu dan kandung empedu. Kegagalan pelacak untuk
memasuki kantong empedu menunjukkan obstruksi leher kandung empedu, seperti
yang terjadi pada kolesistitis akut. Cholescintigraphy memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sekitar 95% untuk kolesistitis akut,dalam pengaturan nyeri perut bagian
atas dengan tanda-tanda peradangan.

Dalam kolesistografi oral, agen kontras iodinasi seperti asam iopanoic (Telepaque)
diberikan secara oral sehari sebelum pemeriksaan. Agen kontras diserap dari usus,
diambil oleh hati, dikonjugasikan dengan asam glukuronat, dan disekresikan ke
dalam empedu, yang terkonsentrasi di kantong empedu. Ini masih berguna pada
pasien yang dicurigai memiliki gejala kandung empedu tetapi pemeriksaan USG
negatif atau samar-samar. Pada kolesistografi oral, kandung empedu dapat terlihat
mengandung batu, polip, atau lumpur, atau mungkin tidak dapat divisualisasikan
karena bahan kontras diserap kembali melalui dinding kandung empedu yang
meradang atau karena saluran kistik tersumbat.

Diagnosis Penyakit Batu Empedu20

Sebelum dikembangkannya pencitraan mutakhir seperti ultrasound (US), sejumlah


pasien dengan penyakit batu empedu sering salah diagnosis sebagai gastritisatau

23
hepatitis berulang seperti juga didapatkan sebanyak 60% pada penelitian di Jakarta
yang mencakup 74 pasien dengan batu saluran empedu.

Dewasa ini US merupakan pencitraan pilihan pertama untuk mendiagnosis batu


kandung empedu dengan sensitifitas tinggi melebihi 95% sedangkan untuk deteksi
batu saluran empedu sensitifitasnya relative rendah berkisar antara 18-74%

Pada satu studi dijakarta yang melibatkan 325 pasien dengan dugaan penyakit
bilier, nilai diagnostic ultrasound dalam mendiagnosis batu saluran empedu telah
dibandingkan dengan endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP)
sebagai acuan metode standart kolangiografi direk. Secara keseluruhan akurasi
ultrasound untuk batu saluran empedu adalah sebesar 77%.

ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan


sensitifitas 90% spesifitas 98%, dan akurasi 96%, tetapi prosedur ini invasive dan
dapat menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat
fatal.

Diagnosis Kolesistisis akut

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistisis akut. Hanya
pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihar batu tidak tembus pandang (radiopak)
oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.

Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada
obstruksi sehingga Pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistisis akut.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat


bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kantung
empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatic. Nilai kepekaan dan ketepatan
USG mencapai 90-95%.

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi Teknik ini
tidak mudag. Terlihatnya gambaran ductus koledokus tanpa adanya gambaran
kantung empedu pada Pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat
menyokong kolesistisis akut.

24
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu
memperlihatkan adanya abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin tidak
terlihat pada Pemeriksaan USG.

Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba perlu dipikirkan
seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ dibawah diafragma seperti
apendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, pankreatitis
akut dan infark miokard.

Diagnosis kolesistisis Kronik

Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan kolangiografi dapat


memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kantung empedu. Endoscopic retrograde
choledocho-pancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
adanya batu dikantung empedu dan ductus koledokus.

11. Mahasiswa Mampu Memahami Diagnosis Banding Batu Empedu

Diagnosis Banding Batu Empedu7

● Pankreatitis Akut
● Radang usus buntu
● Striktur Saluran Empedu
● Tumor Saluran Empedu
● Ketoasidosis diabetik
● Pengobatan Muncul dari Gastroenteritis
● Kejang esofagus
● Kanker Kantung Empedu
● Penyakit gastroesophageal reflux (GERD)
● Hepatitis
● Sindrom iritasi usus
● Kanker pankreas
● Pankreatitis (akut atau kronis)
● Penyakit Ulkus Peptikum

Algoritma Diagnostik Nyeri Abdomen Akut Kuadran Kanan Atas 10

25
Algoritma Diagnostik Nyeri Abdomen Kronik Kuadran Kanan Atas10

12. Mahasiswa Mampu Memahami Komplikasi Batu Empedu


Komplikasi batu empedu meliputi12
● Perforasi dan pembentukan abses

26
● Pembentukan fistula
● Gangren
● Empiema
● Kolangitis
● Hepatitis
● Pankreatitis
● Ileus Batu Empedu
● Karsinoma

Komplikasi Batu Empedu yang Umum14

Kolesistitis Akut

Komplikasi batu empedu yang paling umum adalah kolesistitis akut. Kolesistitis akut
biasanya disebabkan oleh impaksi batu empedu di saluran kistik. Empedu yang
terperangkap di kantong empedu menyebabkan kerusakan pada mukosa kandung
empedu dan peradangan pada dinding kandung empedu. Gambaran klinis yang khas
adalah nyeri perut, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, demam (biasanya <102 ° F),
dan leukositosis ringan (<16.000). Penatalaksanaan optimal pasien dengan kolesistitis
adalah kolesistektomi. Kolesistitis akut yang dicurigai dikonfirmasi dengan
ultrasonografi kuadran kanan atas dan cholescintigraphy.

Koledocholitiasis

Koledocholitiasis dapat didiagnosis dan diobati dengan kolangiografi endoskopi atau


perkutan. Ini adalah komplikasi yang terjadi ketika batu empedu berpindah ke saluran
empedu umum. Batu empedu di kantong empedu biasanya menghasilkan kondisi yang
relatif jinak seperti kolik bilier berulang atau kolesistitis akut, koledocholitiasis dapat
menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa seperti kolangitis (infeksi bakteri pada
empedu yang tersumbat) atau pankreatitis akut. Koledocholitiasis disebabkan oleh
perpindahan kolesterol atau batu pigmen hitam dari kantong empedu ke saluran
empedu umum. Gejala berkaitan dengan tingkat onset dan derajat obstruksi serta
potensi kontaminasi bakteri pada empedu yang tersumbat. Kondisi ini seringkali
asimtomatik tetapi, jika ada, sama dengan kolik bilier. Temuan fisik seringkali tidak
ada jika obstruksi intermiten; Namun, jika terjadi obstruksi, mungkin ada penyakit
kuning. Jika penyakit kuning dikaitkan dengan rasa sakit, maka batu kemungkinan
menjadi penyebabnya. Studi laboratorium menunjukkan peningkatan bilirubin dan
alkali fosfatase jika obstruksi terletak pada saluran empedu komunis, sedangkan

27
peningkatan lipase pankreas dan amilase terjadi jika batu empedu menyebabkan
obstruksi duktus pankreas. Standar emas untuk diagnosis dan pengobatan batu empedu
yang menghalangi saluran empedu dan / atau saluran utama pankreas adalah ERCP.

Kolangitis

Jika kolangitis berkembang, nyeri, ikterus, demam, kebingungan mental, kelesuan, dan
delirium mungkin semuanya ada. Leukositosis, peningkatan bilirubin dan alkali
fosfatase, dan kultur darah positif juga ditemukan. Terapi dengan antibiotik intravena
dan pengangkatan batu yang menghalangi dengan ERCP diindikasikan. Pankreatitis
dapat terjadi jika batu menghalangi saluran empedu. Duktus pankreas dapat diobati
dengan pengangkatan batu yang menghalangi dengan ERCP. Jika ERCP tidak berhasil
atau tidak tersedia, batu saluran empedu yang umum dapat dihilangkan dengan metode
perkutan (Gambar 23, 24) menggunakan aksesori yang sama yang digunakan dalam
metode endoskopi.

Komplikasi Batu Empedu yang Kurang Umum14

Ada komplikasi lain yang kurang umum dari penyakit kalsifikasi pada saluran
empedu. Kolesistitis empisematosa terjadi ketika dinding kandung empedu terinfeksi
mikroba bakteri pembentuk gas. Kondisi ini lebih mungkin terjadi pada orang tua dan
pria penderita diabetes, seringkali terjadi tanpa batu. Gambaran klinis mirip dengan
kolesistitis akut tetapi lebih toksik. Foto polos akan menunjukkan gas di fossa kandung
empedu, yang dapat dikonfirmasi dengan ultrasonografi atau CT scan. Perawatan
membutuhkan antibiotik dengan cakupan anaerobik dan kolesistektomi dini.

Fistula Cholecystenteric

Fistula cholecystenteric terbentuk ketika batu besar terkikis melalui dinding kandung
empedu ke dalam lingkaran usus yang berdekatan. Jika batunya sangat besar (> 25
mm), dapat menyebabkan obstruksi usus halus, yang dikenal sebagai ileus batu
empedu, biasanya ditemukan di ileum terminal. Diagnosis melibatkan foto polos,
rontgen yang mampu menunjukkan udara di pohon bilier dan kemungkinan obstruksi
usus halus pada kasus ileus batu empedu. Penanganan berupa kolesistektomi dan
reseksi usus.

Sindrom Mirizzi

28
Sindrom Mirizzi adalah akibat dari batu empedu yang menghalangi saluran kistik dan
mengakibatkan peradangan dan kompresi saluran empedu . Gejala dan tandanya
termasuk sakit kuning dan nyeri. Diagnosis dan pengobatan melibatkan ERCP.

Kantung Empedu Porcelain

Kantung empedu porselen adalah komplikasi yang jarang terjadi di mana terdapat
kalsifikasi intramural pada dinding kandung empedu, biasanya berhubungan dengan
batu empedu. Komplikasi lanjut yang paling serius dari kondisi ini adalah karsinoma
kandung empedu. Perawatannya melibatkan kolesistektomi profilaksis

13. Mahasiswa Mampu Memahami Tatalaksana Batu Empedu

Tata Laksana Batu Empedu8

TERAPI BEDAH8

Pada pasien batu empedu tanpa gejala, risiko timbulnya gejala atau komplikasi yang
memerlukan pembedahan cukup kecil (lihat di atas). Dengan demikian, rekomendasi
untuk kolesistektomi pada pasien dengan batu empedu mungkin harus didasarkan pada
penilaian tiga faktor:

1) Adanya gejala yang cukup sering atau cukup parah untuk mengganggu rutinitas
umum pasien
2) Adanya komplikasi penyakit batu empedu sebelumnya, yaitu riwayat kolesistitis
akut, pankreatitis, fistula batu empedu, dll .; atau
3) Adanya kondisi yang mendasari predisposisi pasien untuk peningkatan risiko
komplikasi batu empedu (misalnya, kalsifikasi atau kandung empedu porselen
dan / atau serangan kolesistitis akut sebelumnya terlepas dari status gejala saat
ini).

Pasien dengan batu empedu yang sangat besar (diameter> 3 cm) dan pasien yang
memiliki batu empedu dalam kandung empedu yang anomali kongenital mungkin
juga dipertimbangkan untuk menjalani kolesistektomi profilaksis. Meskipun usia
muda merupakan faktor yang mengkhawatirkan pada pasien batu empedu tanpa
gejala, beberapa otoritas sekarang akan merekomendasikan kolesistektomi rutin pada
semua pasien muda dengan batu empedu. Kolesistektomi laparoskopi adalah
pendekatan akses minimal untuk pengangkatan kandung empedu bersama dengan
batunya. Keuntungannya termasuk tinggal di rumah sakit yang lebih singkat, cacat
29
minimal, dan biaya yang lebih rendah, dan ini adalah prosedur pilihan bagi
kebanyakan pasien yang dirujuk untuk kolesistektomi elektif.

Dari beberapa penelitian yang melibatkan> 4000 pasien yang menjalani laparoskopi
kolesistektomi, poin-poin penting berikut ini muncul:

1) Komplikasi berkembang pada ~ 4% pasien,


2) Konversi ke laparotomi terjadi pada 5%,
3) Angka kematian sangat rendah (yaitu, <0,1%), dan
4) Tingkat cedera saluran empedu rendah (yaitu 0,2-0,6%) dan sebanding dengan
kolesistektomi terbuka. Data ini menunjukkan mengapa kolesistektomi
laparoskopi telah menjadi "standar emas" untuk mengobati gejala kolelitiasis.

TERAPI MEDIS — DISSOLUSI BATU EMPEDU8

Pada pasien yang dipilih dengan hati-hati dengan kandung empedu yang berfungsi
dan dengan batu radiolusen berdiameter <10 mm, disolusi sempurna dapat dicapai
pada ~ 50% pasien dalam 6 bulan sampai 2 tahun. Untuk hasil yang baik dalam
jangka waktu yang wajar, terapi ini harus dibatasi pada batu radiolusen dengan
diameter <5 mm. Dosis UDCA harus 10–15 mg / kg per hari. Batu berukuran> 10
mm jarang larut. Batu pigmen tidak responsif terhadap terapi UDCA. Mungkin ≤10%
pasien dengan gejala kolelitiasis adalah kandidat untuk pengobatan tersebut. Namun,
selain masalah batu berulang yang menjengkelkan (30-50% selama 3-5 tahun masa
tindak lanjut), ada juga faktor penggunaan obat yang mahal hingga 2 tahun.
Keuntungan dan keberhasilan kolesistektomi laparoskopi sebagian besar telah
mengurangi peran pelarutan batu empedu pada pasien yang ingin menghindari atau
bukan kandidat untuk kolesistektomi elektif. Namun, pasien dengan penyakit batu
empedu kolesterol yang mengembangkan koledocholitiasis berulang setelah
kolesistektomi harus menjalani pengobatan jangka panjang dengan UDCA.

30
Diagnosis Penyakit Batu Empedu dan Manajemennya14

14. Mahasiswa Mampu Memahami Prognosis Batu Empedu

Kolelitiasis2
Data menunjukkan bahwa hanya 50% pasien batu empedu yang mengalami gejala.
Angka kematian setelah kolesistektomi laparoskopi elektif kurang dari 1%. Namun,
kolesistektomi darurat dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Masalah lain
termasuk batu di saluran empedu setelah operasi, hernia insisional, dan cedera pada
saluran empedu. Beberapa persen pasien mengalami nyeri pasca kolesistektomi.
Kolesistitis5

31
Untuk pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi, prognosisnya sangat baik.
Angka kematian sangat rendah. Perforasi atau gangren pada kantong empedu dapat
terjadi pada kasus yang tertunda. Penderita kolesistitis akalkulus memiliki angka
kematian yang tinggi berkisar antara 20-50%.
Pada kasus kolesistitis akut yang parah, peradangan yang intens dapat membuat
pembedahan menjadi sulit, mengakibatkan cedera pada saluran empedu, yang memiliki
morbiditas yang cukup besar.

Koledokolitiasis3
Prognosis choledocholithiasis tergantung pada adanya komplikasi dan tingkat
keparahannya. Sekitar 45% pasien dengan koledocholitiasis tetap asimtomatik. Dari
semua pasien yang menolak operasi atau tidak layak untuk menjalani operasi, hanya
55% yang mengalami berbagai tingkat komplikasi. Kurang dari 20% pasien
mengalami kekambuhan gejala bahkan setelah menjalani prosedur terapeutik. Jika
pengobatan dimulai pada waktu yang tepat, prognosisnya dianggap menguntungkan
dalam keadaan umum.

Kolangitis4
Pada pasien dengan kasus kolangitis akut ringan, 80-90% pasien merespon terapi
medis dan memiliki prognosis yang baik. Orang-orang yang datang dengan tanda-
tanda awal dari kegagalan banyak organ seperti perubahan status mental, gagal ginjal,
ketidakstabilan hemodinamik, dan mereka yang tidak menanggapi manajemen
konservatif dan pengobatan antibiotik harus menjalani drainase bilier yang darurat.
Drainase bilier dini menyebabkan perbaikan klinis yang lebih cepat dan penurunan
angka kematian. Kematian keseluruhan kurang dari 10% setelah drainase bilier.
Namun, diagnosis dapat terlewat pada 25% kasus yang parah pada pasien dengan
sepsis.
Tanpa pengobatan yang tepat, pasien ini memiliki angka kematian 50%. Orang lanjut
usia dengan gagal ginjal, abses hati, atau keganasan berisiko tinggi mengalami
kematian. Penyebab utama kematian pada individu ini adalah kegagalan organ multipel
dengan syok septik. Penyebab kematian pada individu yang selamat dari tahap awal
kolangitis akut termasuk kegagalan organ multipel, pneumonia, dan gagal jantung.
Kolestasis6
Hasil akhir dari pasien dengan ikterus kolestatik bergantung pada penyebabnya. Bagi
mereka dengan penyebab jinak seperti batu empedu, hasilnya bagus tetapi pada mereka
yang keganasan, hasilnya agak buruk

32
15. Mahasiswa Mampu Memahami Pencegahan Batu Empedu
Risiko pembentukan batu empedu dapat dikurangi dengan menjalani gaya hidup sehat,
terutama untuk menjaga berat badan. Menerapkan pola makan yang tidak mengandung
banyak lemak jenuh tampaknya juga membantu mengurangi resiko batu ginjal. Sebuah
studi epidemiologi selama 14 tahun yang dilakukan Harvard Medical School
menunjukkan bahwa orang yang memakan lebih banyak makanan lemak tak jenuh
beresiko lebih kecil terkena batu empedu13.

16. Mahasiswa Mampu Memahami Integrasi Islam Batu Empedu


Batu empedu bisa diakibatkan karena makanan berlemak yang bias dicegah dengan
memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an
Surah Abasa Ayat 24
ۙ ۤ َ � ُ ۡ ۡ �ۡ �َ
◌‫ﻓﻠ َﻴﻨﻈ �ﺮ ِﺍ�� َﺴﺎﻥ ِﺍ� ﻃ َﻌ ِﺎﻣ ٖﻪ‬
Artinya :
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (QS. ‘Abasa: 24)

33
B. PETA KONSEP

34
Insiden batu empedu dianggap lebih umum pada wanita (female) di atas empat puluh tahun
(fourty). Wanita yang subur (fertile), artinya mereka memiliki satu atau lebih anak, dianggap berisiko
lebih tinggi karena kadar estrogen yang lebih tinggi. Keluarga (family) adalah bagian dari 6F karena
diyakini bahwa batu empedu sering terjadi pada wanita Amerika (Hispanic, Kaukasia), dan lemak (fat)
dimasukkan karena "kelebihan berat badan" atau "obesitas" dikaitkan dengan peningkatan kadar
kolesterol yang dapat menyebabkan batu empedu. Farmakologi atau obat obat seperti ceftriaxone dan
octreotide juga dapat menyebabkan batu empedu. Keenam hal tersebut dapat meningkatkan saturasi
getah empedu. Selain 6F terdapat juga protein tertentu pada kandung empedu seperti mucin dan
immunoglobulin yang memfasilitasi kristalisasi batu empedu. Gangguan kontraktilitas kandung empedu
membuat gerakan mencampur menurun sehingga memberi waktu untuk batu empedu bisa terbentuk.
Terbentuknya batu empedu (cholelitiasis) bisa membuat kandung empedu berkontraksi dan
membuka cystic duct sehingga meningkatkan tekanan intra kandung empedu dan akan mengakibatkan
terjadinya kolik bilier atau nyeri tekan pada hipokondrium kanan. Batu empedu yang terlalu lama juga
bisa menyebabkan iritasi mukosa epitel yang menyebabkan tekanan lumen naik dan menurunnya aliran
darah ke kandung empedu. Hal tersebut bisa mengakibatkan iskemia, nekrosis, serta inflamasi yang
memicu pelepasan sitokin dan mengakibatkan terjadinya demam, nausea/vomiting, dan takikardi.
Nekrosis dan inflamasi juga bisa memicu invasi bakteri yang akan mengiritasi peritoneum visceral dan
menstimulasi saraf somatik sehingga timbul RUQ tenderness.
Selain bisa mengiritasi mukosa epitel, batu empedu bisa bermigrasi menuju traktus biliaris dan
menyebabkan obstruksi. Obstruksi duktus biliaris akan menyebabkan aliran balik cairan empedu ke
hepar dan menuju sirkulasi. Apabila bilirubin terakumulasi pada sklera bisa menyebabkan sklera ikterik
dan jaundice jika bilirubin terakumulasi di kulit. Selain itu bilirubin juga bisa dibawa oleh darah
kemudian difiltrasi oleh ginjal sehingga menyebabkan urin kuning atau kecoklatan. Akibat terjadinya
aliran balik menuju hepar, bilirubin tidak bisa masuk ke duodenum. Normalnya bakteri usus akan
mereduksi bilirubin menjadi urobilinogen/stercobilin, zat ini akan memberi warna coklat pada feses.
Jadi jika bilirubin tidak dapat dialirkan menuju duodenum akibat adanya obstruksi maka urobilinogen
tidak akan diekskresikan melalui feses sehingga feses berwarna pucat.
Obstruksi duktus biliaris juga menyebabkan distensi kandung empedu dan akan terjadi gesekan
dengan dinding abdomen sehingga menimbulkan gejala RUQ tenderness. Selain itu obstruksi juga dapat
meningkatkan tekanan intra abdomen sehingga menyebabkan nausea/vomiting serta menyebabkan
peradangan disekitar hepatobilier yang menyebabkan SGOT dan SGPT meningkat.
Selain karena batu empedu, obstruksi duktus biliaris juga bisa disebabkan oleh keganasan atau
parasit yang menyebabkan tekanan intra bilier naik dan permeabilitas duktus biliaris juga naik. Hal ini
bisa memicu perpindahan bakteri dari sirkulasi portal menuju duktus biliaris sehingga terjadi
bakteremia, demam, dan peningkatan WBC yang berakibat syok septik
Tatalaksana yang umum dilakukan adalah pemeriksaan USG abdomen serta pengambilan batu
empedu dengan cara ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography). Untuk pereda nyeri dan
demam bisa digunakan analgetik maupun antipiretik. Apabila terdapat nausea/vomiting bisa dilakukan
tirah baring serta diberi cairan adekuat dan jika terdapat bakteri bisa diberikan antibiotik.

35
SOAP
TABEL ALUR PENGELOLAAN PASIEN
Data Umum Pasien
1. Nama Ibu. M
2. Usia 50 Tahun
3. Jenis Kelamin Peremppuan

4. Pekerjaan -
Subjektif
1. Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas hilang timbul sejak 1 minggu
SMRS dan memberat sejak 3 jam sebelum MRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang Berkeringat digin, nyeri bertambah saat menarik napas
dalam, mual dan muntah, mata kuning sejak 1 minggu
SMRS, BAB putih sejak 3 hari SMRS, Warna kencing kuning
kecoklatan sejak 4 hari SMRS

3. Riwayat Penyakit Terdahulu (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga (-)

5. Riwayat Pengobatan (-)

6. Riwayat Alergi (-)

7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan (-)


Objektif
Status Generalis
1. Keadaan Umum Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Vital Sign
1. Tekanan Darah 130/80 mmHg
2. Denyut Nadi 108x/menit
3. Respiratory Rate 24x/menit
0
4. Suhu 36,5 C
5. BB 65 kg
6. TB 170 cm
Status Lokalis
1. Kepala Sclera icteric, leher dan thoraks normal

2. Abdomen
• Inspeksi Datar

• Palpasi Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium


dextra, Murphy sign (-), RUQ tenderness (+) distensi
abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac
burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator
36
sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba, empedu :
sulit dinilai.

• Perkusi Shifting dullness (-)

3. Ekstremitas Palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

Hasil Laboratorium
Hb 12,4 g/dL
Ht 36 vol%
Leukosit 9.000 /mm3
Trombosit 329.000 /mm3
LED 18 mm/jam
Liver function test (LFT):
Bil total 8 mg/dl
Bil direk 7,4 mg/dl
0,6 mg/dl
Bil indirek
54 u/l
SGOT
58 u/l
SGPT
Assesment
1. WDx (Working Diagnose) Choledocholithiasis
2. DDx (Differential Diagnose) 1. Cholestasis
2. Cholangitis
3. Cholelithiasis
4. Cholecystitis akut
Planning
1. PDx (Planning Diagnose) • Tes laboratorium
• Pemeriksaan darah
• Tes fungsi hati
2. PTx (Planning Therapy) Prosedur endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP) dengan sfingterotomi endoskopik.
Bertujuan untuk mengeluarkan batu saluran empedu
dengan balon-ekstraksi melalui muara yang sudah
dilebarkan menuju duodenum. Batu empedu akan keluar
bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama
instrumen ERCP.
Non Farmakologi
a. Istirahat tirah baring
b. Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak
c. Bila diperlukan beri asupan kalori dan cairan yang adekuat
atau pemberian cairan dan
elektrolit intravena.
d. Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati,
konsumsi alkohol, makan-
makanan yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan,
seperti makanan yang
berlemak
Farmakologi

37
1. Asam ursodeksikolat 10-15 mg/KgBB/hari.
2. Mual : antiemetik seperti metoklopramid 3 x 10 mg/hari
3. Perut perih : PPI seperti omeprazole 1 x 20 mg/hari
3. P Mo (Planning Monitoring) - Monitoring perkembangan gejala pasien
- Monitoring Kondisi Urine dan Feses
4. P KIE (Planning KIE) 1. Menjaga pola makan, makan makanan tinggi protein dan
karbohidrat, serta rendah lemak dan hindari minuman
beralkohol.
2. Turunkan berat badan perlahan dan olahraga untuk atasi
obesitas
5. P FU (Planning Follow Up) Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014; jilid 2.
2. Jasmin T; Richard AL; Jehangir MM. Cholelithiasis. [Update 2020 Desember 7].
StatPearls Publishing, 2020. Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/
3. Christopher FM; Alyssa P; Umer F; Charles R. Choledocholithiasis. [Update 2020 June
18]. StatPearls Publishing, 2020. Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441961/
4. Jennifer V; Rachana M. Cholangitis. [2020 July 2]. StatPearls Publishing, 2020.
Available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558946/
5. Mark WJ; Rafaella G; Maria CO. Acute Cholecystitis. [Update 2021 February 8].
StatPearls Publishing, 2021. Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459171/
6. Rushikesh S; Savio J. Cholestatic Jaundice. [Update 2020 July 17]. StatPearls
Publishing, 2020. Available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482279/
7. Tanaja J, Lopez RA, Meer JM. Cholelithiasis. [Updated 2020 Dec 7]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/
8. Jameson, Fauci, Kasper, Hauser Longo, Loscalzo. Harrison Principle of Internal
Medicine 18th edition. 2018. Mc Graw Hill
9. Putri, Fransisca & Nuri Dyah Indrasari. Gallstone Analysis. The Indonesian Journal of
Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy. 2016
10. McMahon, Stephen B. Martin Koltzenburg, Irene Tracey, Dennis Turk. Wall and
Melzack’s Textbook of Pain Sixth Edition. 2013. Elsevier Saunders
11. Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
12. Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC,
233.
13. Hasanah, U. (2015). Mengenal Penyakit Batu Empedu. Jurnal Keluarga Sehat
Sejahtera, 13(2).
14. Kieffer S. Gastroenterology and Hepatology | Johns Hopkins Medicine in Baltimore,
MD [Internet]. Hopkinsmedicine.org. 2021 [cited 2021 Apr 29]. Available from:
https://www.hopkinsmedicine.org/gastroenterology_hepatology

39
15. Gallstone disease Diagnosis and Management of Cholelithiasis, Cholecystitis and
Choledocholithiasis. Internal Clinical Guidelines Team. National Institute for Health and
Care Excellence. 2015
16. Heuman DM. Gallstones (Cholelithiasis): Practice Essentials, Background,
Pathophysiology n.d. 2019. https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview
17. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2010
18. Hayes PC, Mackay TW. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2007
19. Njeze, G. E. (2013). Gallstones. Nigerian Journal of surgery, 19(2), 49-55
20. Setiati, Siti, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Penerbit
FKUI. 2016.

40

Anda mungkin juga menyukai