Anda di halaman 1dari 13

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. AS
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 22 Tahun
• Alamat : Margaluyu, Cianjur
• Tanggal MRS : 31 Oktober 2016, 23.45 WIB
• Tanggal Pemeriksaan : 31 Oktober 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bengkak di kaki kanan karena tergigit ular sejak ± 3 jam SMRS.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien dibawa ke IGD RSUD Sayang Cianjur karena bengkak di kaki kanan akibat
digigit ular berkepala segitiga saat pasien sedang berjalan di sawah sejak ± 3 jam SMRS
(pukul 21.00 WIB), disertai nyeri hebat dan rasa panas pada area gigitan. Awalnya bengkak
hanya di sekitar area gigitan, ± 1 jam SMRS, pasien mengeluh bengkak semakin meluas dan
berubah warna menjadi kebiruan, disertai adanya gelembung bening yang isinya tampak
seperti air sekitar area gigitan dan sekitar punggung kaki. Pasien merasa pusing, sesak, dan
nyeri perut. Tidak terdapat mual, muntah, demam.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah digigit ular sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang pernah digigit ular

Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat sebelumnya.

Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai alergi obat ataupun makanan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,70C

Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Pupil bulat, isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Deviasi septum (-), krepitasi (-), rhinorrhagi (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab, pedarahan pada gusi (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kelainan tiroid (-)
Dada : Normochest
Paru – paru : Vocal fremitus normal, VBS, Wheezing (-)/(-), Ronkhi (-)/(-)
Jantung : BJ I dan I reguler murni, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Datar, scar (-), benjolan hitam (-), BU + Normal, nyeri tekan (-),
Hepato-splenomegali (-), Ballotement (-)
Ekstremitas
Ekstremitas Superior
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema (-), deformitas (-)
Dextra : Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema (-), deformitas (-)
Ekstremitas Inferior
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 dtk, edema (-), deformitas (-)
Dextra : Akral hangat, CRT < 2 dtk, bekas gigitan ular(+), darah (+),
edema (+), hematom (+), multiple bula (+), pus (-)

Status Lokalis
Ad regio cruris dekstra
Inspeksi : Tampak bekas gigitan ular (Fang marks), menghitam, mengeluarkan
darah, tampak edema > 30 cm kebiruan, terdapat multiple bulla, tidak
terdapat pus.
Palpasi : Nyeri tekan (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 15.9 13.5 – 17.5 g/dL
Hematokrit 48.1 42 – 52 %
^6
Eritrosit 5.29 4.7 – 6.1 10 /uL
Leukosit 27.2 4.8 – 10.8 10^3/uL
Trombosit 20 150 – 450 10^3/uL
MCV 91.0 80 – 94 fL
MCH 30.1 27 – 31 pg
MCHC 33.0 33 – 37 %
KIMIA KLINIK
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Rujukan
Glukosa Darah Puasa 91 70 – 110 Mg%
Fungsi Hati
AST(SGOT) 106 15 - 37 U/L
ASLT (SGPT) 33 16 – 63 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 28.0 10 – 50 Mg%
Kreatinin 1.1 0.5 – 1.1 Mg%
Elektrolit
Natrium (Na) 134.0 135 – 148 mEq/L
Kalium (K) 3.36 3.50 – 5.30 mEq/L
Calcium ion 1.03 1.15 – 1.29 mmol/L

RESUME
Seorang ♂, 22 tahun dibawa ke RS dengan keluhan bengkak di kaki kanan akibat digigit
ular berkepala segitiga saat pasien sedang berjalan di sawah sejak ± 3 jam SMRS, disertai nyeri
hebat dan rasa panas pada area gigitan. ± 1 jam SMRS, pasien mengeluh bengkak semakin
meluas dan berubah warna menjadi kebiruan, disertai adanya gelembung bening yang isinya
tampak seperti air di sekitar gigitan dan punggung kaki. Pasien merasa pusing, sesak, dan nyeri
perut.
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,70C
Status Generalis dalam batas normal
Statul Lokalis a/r cruris dekstra
Tampak bekas gigitan ular (Fang marks), menghitam, mengeluarkan darah, tampak edema >
30 cm kebiruan, terdapat multiple bulla, tidak terdapat pus, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan leukositosis (27.2x106/µL), trombositopenia
(20x103/µL), peningkatan SGOT (106 U/L).

DIAGNOSA KERJA
Snake Bite Grade II

RENCANA TINDAKAN
Wound care
Imobilisasi
Analgesik
Antivenom (Serum anti bisa ular) 4 ampul

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 50.000 – 100.000 kematian setiap tahunnya diseluruh dunia karena gigitan ular.
Hal ini adalah faktor resiko terbesar terutama pada pekerja pertanian dan warga pendatang di
daerah tropis. Kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika
Serikat, dengan lebih dari 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960 rata – rata
korban setiap tahun meninggal di AS karena gigitan ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah
serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan California Selatan.

ULAR BERBISA DAN ULAR TIDAK BERBISA


Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak
berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun beberapa ular berbisa dapat dikenali
melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Pit
viper dinamakan demikian karena memiliki ciri lekukan yang sensitive terhadap panas terletak
antara mata lubang hidung tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuk elips,
berlainan dengan pupil bulat yang dimiliki ular tidak berbahaya. Sebaliknya, ular karang
memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan
sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa tidak banyak gigi taring dan mempunyai dua deret gigi
subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus
diingat bahwa ular karang memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki guratan cincin warna
merah yang berdampingan dengan warna kuning.

TOXIKOLOGI
Bisa ular kompleks, terdiri dari banyak peptide dan enzim. Peptida dapat menghancurkan
endothelial pembuluh darah, meningkatkan permeabilitas dan memicu timbulnya edema dan
syok hipovolemik. Enzim mengandung protease dan L – amino asam oksidase, yang
menyebabkan jaringan mengalami nekrosis, sehingga memudahkan bisa ular menyebar ke dalam
jaringan; dan fosfolipid A2 yang dapat merusak eritrosit dan sel otot. Enzim – enzim lainnya
terdiri dari endonuklease, alkalin fosfatase, asam fosfat, dan kolinesterase. Disamping
menyebabkan cedera lokal, komponen tersebut juga memiliki efek mematikan pada sistem
kardiovaskular, paru – paru, ginjal, dan neurologis. Komponen lainnya dari bisa besar
pengaruhnya terhadap koagulasi, fibrinolisis, fungsi trombosit, dan integritas vascular, terkadang
menimbulkan hemoragik atau sekuel trombotik.

MANIFESTASI KLINIS
Lokal
Sebanyak 20% gigitan disebabkan oleh ular tidak berbisa, biasanya yang ditemukan yaitu
luka atau laserasi, dan nyeri minimal. Sedangkan pada ular berbisa menimbulkan nyeri yang
terasa panas dalam beberapa menit, yang diikuti dengan edema dan eritema. Dalam waktu
beberapa jam akan terjadi proses pembengkakan dan muncul ekimosis dan bulla hemorrhagic.
Bila penanganannya terlambat dan tidak ade kuat akan menimbulkan nekrosis jaringan yang
berat.
Sistemik
Pasien biasanya mengeluhkan lemah, mual, muntah, parastesia perioral, mulut berasa
logam, otot berkedut. Kebicilan kapiler difuse menyebabkan edema pulmonary, hipotensi dan
akhirnya shock. Pada korban dengan gigitan yang berat dalam beberapa jam dapat timbul
konsumptif koagulopati. Pada beberapa pasien dapat terjadi perdarahan spontan dari hamper tiap
bagian anatomi, walau secara klinis terjadinya perdarahan tersebut secara signifikan tidak umum,
tetapi berdasarkan hasil tes koagulasi abnormal. Gagal ginjal akut multifactorial disebabkan oleh
efek langsung nephrotoxins, sirkulasi yang kolaps, myoglobinuria, dan koagulopati konsumtif.
Hasil laboratorium yang abnormal dapat berupa hypofibrinogenemia, thrombocytopenia,
prolonged protombin time dan partial thromboplastine times, meningkatnya kreatinin dan keratin
phopokinase, proteinuria, hematuria, dan anemia atau hemokonsentrasi.
Pada ular tanah yang berbisa menyebabkan gaguan pada system multiorgan, tetapi pada
ular coral berbisa efeknya lebih ke neurotoxic seperti disfungsi saraf kranial, dan hilangnya
reflex tendon, dapat juga berlanjut kepada depresi respiratori, dan paralysis dalam beberapa jam.

TANDA DAN GEJALA

Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit
dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain
adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat
gigitan ular dari famili Viperidae).
Gejala Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.

• Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah
yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

• Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gejala dan tanda awal
Setelah rasa sakit langsung penetrasi ke kulit oleh taring ular, mungkin ada peningkatan
nyeri lokal (terbakar, meledak, berdenyut) dilokasi gigitan, pembengkakan lokal secara bertahap
meluas sampai ekstremitas, sakit di daerah kelenjar getah bening regional (di selangkangan-
femoralis, atau inguinalis.
Gejala dan tanda-tanda bervariasi sesuai dengan jenis ular yang bertanggung jawab yang
menggigit dan jumlah racun yang disuntikkan. Terkadang identitas ular yang menggigit tidak
bias dikonfirmasikan dengan memeriksaularmati, melainkan dapat diduga kuatdarideskripsi
pasien atau keadaan gigitan atau dari pengetahuan efek klinis dari racun spesies yang menggigit.
Informasi ini akan memungkinkan dokter untuk memilih sebuah antivenom yang tepat,
mengantisipasi kemungkinan komplikasi dan karena itu mengambil sesuai tindakan.

Gejala dan tanda lokal di daerah gigitan


• Tanda Fang

• Nyeri lokal
• Perdarahan Lokal

• Memar
• Limfangitis
• Pembesaran Kelenjar getah bening
• Inflamasi (Pembengkakan, Kemerahan, terasa panas)
• Blistering

• Infeksi Lokal, pembentukan abses


• Nekrosis

Gejala dan tanda sistemik


Umum
Mual, muntah, malaise, nyeri abdomen, kelemahan, mengantuk.
Kardiovaskular (Viperidae)
Gangguan visual, pusing, pingsan, kolaps, syok, hipotensi, jantung aritmia, edema paru,
edema konjungtiva.

Perdarahan dan gangguan pembekuan (Viperidae)


• Perdarahan dari luka (termasuk tanda fank), Vena punkture.
• Perdarahan sistemik spontan dari gusi, epistaksis, perdarahan ke dalam air mata,
hemoptisis, hematemesis, melena atau perdarahan rektum, hematuria, perdarahan vagina,
perdarahan ke dalam kulit (petechiae, purpura, ekimosis) dan mukosa (misalnya
konjungtiva, perdarahan intrakranial (meningisme dari perdarahan subarachnoid, tanda-
tanda lateralizing dan/atau koma dari pendarahan otak.

Neurologis (Elapidae, Russell Viper)


Mengantuk, paraestisia, ptosis opthalmoplegia, eksterna,kelumpuhan otot wajah yang
disarafi saraf cranial, aphonia dan kesulitan dalam menelan.

Kerusakan otot rangka (ular laut, russell viper)


Nyeri yang general, kekakuan dan nyeri trismus myoglobinuria, jantung gagala ginjal
akut

Ginjal (Viperidae, ular laut)


Nyeri punggung bawah, hematuri, hemoglobinuria, myoglobinuria, oligouri/anuri.

Endokrin (hipofisis akut/ insufisiensi adrenal)


• Fase akut : Shock, hipoglikemi.
• Fase kronik : Kelemahan, kehilangan seksual sekunder, amenore, atrofi testis,
hipotiroidisme

GRADING GIGITAN ULAR


Tabel - Grading of Crotalid Envenomation

Grade Tanda dan Gejala


Satu atau lebih fang marks, nyeri minimal, luas < 1 inci
0: tidak ada bias (2,54 cm), edema dan eritema disekitarya dalam 12 jam
pertama, gangguan sistemik
Fang marks, nyeri sedang hingga berat, luas 1 - 5 inci (2,54
I: bisa minimal – 12,7 cm),terdapat edema dan eritem disekitarnya dalam 12
jam pertama, gangguan sistemik biasanya belum terlihat
Fang marks, nyeri berat, luas 6 - 12 inci (15,24 – 30,48
cm),terdapat edema dan eritema disekitarnya dalam 12 jam
II: bisa sedang pertama, mungkin terdapat gangguan sistemik diantaranya
mual, muntah, pusing/mabuk, syok, atau gejala neurotoksik.
Fang marks, nyeri berat, luas > 12 inci (> 30,48cm), terdapat
III: bisa berat edema dan eritema disekitarnya dan biasanya muncul
petekia dan ekimosis generalisata.
IV: bisa sangat berat Selalu ada gangguan sistemik, dan terdapat gejala gagal
ginjal, secret campur darah, koma dan kematian; edema
lokal bisa meluas ke ektremitas yang terserang dan
permukaan ipsilateral tubuh.

Gigitan ular Rattle ditandai oleh adanya injeksi bisa, kurang dari 50% pada saat itu.
Gejala sistemik sering timbul dini dan berhubungan dengan gangguan koagu Iasi darah,
kerusakan pembuluh darah sampai pada lapisan intima, kerusakan otot jantung, dan
gangguan pernapasan. Edema paru dan komplikasi perdarahan sering timbul pada gigitan
dengan jumlah bisa yang banyak, dan baik perdarahan maupun masa pembekuan darah
biasanya memanjang.

Gambar – Sebuah kasus dengan kasus racun bisa ular tipe berat yang berasal dari diamondblack
rattlesnake (Crotalus atrox) pada hari ke-4 paska gigitan ular. Tampak soft tissue swelling dan
hemoragik dan vesikel – vesikel berisi serum. (dokumentasi dari David Hardy, MD) (Norris,
Robert L.; Auerbach, Paul S.; Nelson, Elaine E.;, 2004)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium. Sampel darah harus segera diambil untuk
penggolongan dan uji silang serta dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah
lengkap, hitung trombosit, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, urinalisis, gula
darah, BUN, dan elektrolit. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik.
Pemeriksaan Radiologis. Foto thoraks untuk pasien dengan edema pulmonum. Radiografi
untuk mencari taring ular yang tertinggal.
Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia alat yang steril,
sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti Styker pressure monitor).
Indikasi pengukuran tekanan kompartemen adalah bila terdapat pembengkakan yang signifikan,
nyeri yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada
ekstremitas yang tergigit

PENATALAKSANAAN
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah :
• Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum
korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain
yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang
membahayakan. Langkah-langkah pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban
yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan
atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah
bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan
terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan
pendarahan lokal.
• Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi yang dapat digunakan untuk membawa pasien
adalah tandu, sepeda, motor, kuda, kereta, kereta api, atau perahu, atau pasien dapat dipikul
(dengan fireman’s metode). Pasien diposisikan miring (recovery posotion) bila ia muntah
dalam perjalanan
• Penatalaksanaan rumah sakit
• Primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Jika pasien secara keseluruhan tidak muncul gejala dalam 6 jam paska gigitan pit viper atau
24 jam paska gigitan coral snake, dan seluruh hasil laboratorium normal, tidak terjadi
keracunan, boleh dipulangkan. Seluruh pasien keracunan bisa ular sebaiknya diobervasi
minimal 24 jam di RS.
• Pemberian Antivenom
Indikasi Pemberian Anti Bisa Ular :
Pemberian serum anti bisa ular direkomendasikan bila dan saat pasien terbukti atau
dicurigai mengalami gigitan ular berbisa dengan munculnya satu atau lebih tanda berikut :
Gejala venerasi sistemik
Kelainan hemostatik : perdarahan spontan (klinis), koagulopati, atau trombositopenia.
Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia eksternal, paralisis, dan lainnya.
Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, syok, arritmia (klinis), kelainan EKG.
Cidera ginjal akut (gagal ginjal) : oligouria/anuria (klinis), peningkatan kreatinin/urea
urin (hasil laboratorium). Hemoglobinuria/mioglobinuria : urin coklat gelap (klinis),
dipstik urin atau bukti lain akan adanya hemolisis intravaskuler atatu rabdomiolisis
generalisata (nyeri otot, hiperkalemia) (klinis, hasil laboratorium). Serta adanya bukti
laboratorium lainnya terhadap tanda venerasi.

Gejala venerasi lokal :


Pembengkakan lokal yang melibatkan lebih dari separuh bagian tubuh yang terkena
gigitan (tanpa adanya turniket) dalam 48 jam setelah gigitan. Pembengkakan setelah
tergigit pada jari-jari ( jari kaki dan khususnya jari tangan). Pembengkakan yang meluas (
misalnya di bawah pergelangan tangan atau mata kaki pada beberapa jam setelah gigitan
pada tangan dan kaki), pembesaran kelenjar getah bening pada kelenjar getah bening
pada ekstremitas yang terkena gigitan.

Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa ular
dapat melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap selama
beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat belangsung dua minggu
atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan selama terdapat bukti terjadi
koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat mencegah nekrosis lokal masih menjadi
kontroversi, namun beberapa bukti klinins menunjukkan bahwa agar anti bisa efektif
pada keadaan ini, anti bisa ular harus diberikan pada satu jam pertama setelah gigitan.
Antivenom biasanya tidak diperlukan untuk keracunan bisa derajat 0 - I. Derajat
II memerlukan 3 - 4 ampul, derajat III memerlukan 5 - 15 ampul. Jika gejalanya
bertambah hebat, beberapa ampul lagi dapat diberikan dalam 2 jam pertama. Karena
anak - anak tubuhnya lebih kecil, mereka terkena racun bisa, dalam dosis yang relatif
lebih besar yang menempatkan mereka dalam kelompok risiko tinggi. Karenanya
makin kecil pasien, makin besar dosis antivenom yang diberikan.
Antivenom biasanya diberikan secara intravena dalam dosis 3-5 ampul dalam
500 mL cairan garam fisiologis atau glukosa 5% per drip. Jika sudah terdapat gejala
yang lebih parah, dapat ditambah 6-8 ampul. Dosis intravena yang telah diberikan
dengan mudah dapat dititrasi dengan respon terhadap terapi dan jumlah yang diberikan
didasari pada perkembangan gejala dan keluhan, tidak berdasar berat badan penderita.
Antivenom diberikan sampai gejala lokal dan sistemik membaik.
Penggunaan steroid masih kontroversial. Gangguan pernafasan diatasi dengan
intubasi endotrakeal, sementara gagal ginjal akut mungkin memerlukan dialisis. Pada
kasus tertentu, fasia dalam ekstremitas bisa menjadi keras dan memerlukan fasiotomi.
Banyak kejadian koagulopati telah dilaporkan, dan perlu diberikan darah, fibrinogen dan
vitamin K. Antibiotik juga segera diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, dan
toksoid tetanus juga diberikan. Kebanyakan spesies yang terdapat pada bisa ular adalah
Pseudomonas aeruginosa, Proteus spp. Clostridium spp, dan Bacteriodes fragilis.
• Penanganan luka
• Fasiotomi
Kebanyakan gigitan ular meninggalkan deposit bisa pada jaringan subkutan. Bisa
ular yang terdeposit oleh karena ular yang lebih besar di dalam kompartemen otot,
bagaimanapun juga bisa mengakibatkan peningkatan tekanan intrakompartemen. Secara
klinis perbedaan dengan sindrom kompartemen yang sebenarnya adalah dari jenis
bengkak, nyeri ekstremitas yang terlihat pada jaringan subkutan yang terkena bisa ular
adalah sulit dan memerlukan pengukuran tekanan kompartemen.
Fasiotomi sebaiknya dilakukan jika tekanan yang ada melebihi 30 – 40 mmHg
walaupun telah diterapi antivenom dan elevasi. Secara hemodinamik untuk stabilisasi
pasien, pemakaian manitol intravena sebagai tambahan antivenom dan elevasi mungkin
dapat menghindari pembedahan jika tekanan intrakompartemen dapat diturunkan dalam 1
jam. Pada daerah yang pengukurannya terlalu kecil (misalnya jari – jemari), peningkatan
tekanan dapat dicurigai ketika kulit yang tertusuk pada jari yang terkena menghitam.
Tidak ada ketentuan ataupun profilaksis fasiotomi pada gigitan ular beracun.

PROGNOSIS
Meskipun kebanyakan korban gigitan ular berbisa dapat tertolong dengan baik,
memprediksi prognosis pada tiap kasus individu dapat menjadi sulit. Disamping fakta bahwa
mungkin terdapat sebanyak 8000 kasus gigitan ular berbisa, terdapat kurang dari 10 kematian, dan
kebanyakan dari kasus fatal ini tidak mencari pertolongan karena suatu alasan dan lain hal. Jarang
terjadi untuk seseorang meninggal sebelum mencapai perawatan medis di AS. Kebanyakan ular
tidak berbisa jika menggigit. Jika tergigit oleh ular tidak berbisa, korban akan pulih. Komplikasi
yang mungkin dari gigitan ular tak berbisa meliputi gigi yang tertahan pada luka gigitan atau
infeksi luka (termasuk tetanus).Ular tidak membawa atau mentransmisikan rabies.
Tidak semua gigitan oleh ular berbisa menghasilkan racun berbisa. Pada lebih dari 20%
gigitan oleh rattlesnake dan moccasin, sebagai contoh, tidak ada bisa yang disuntikan. Hal ini
disebut gigitan kering yang bahkan lebih umum pada gigitan yang diakibatkan oleh elapid. Gigitan
kering (tanpa injeksi bisa ular) memiliki komplikasi yang sama dengan gigitan ular tidak
berbisa.Seorang korban yang masih sangat muda, tua, atau memiliki penyakit sistemik lain
sebagian besar tidak mampu mentoleransi jumlah injeksi bisa yang sama dengan orang dewasa
yang sehat. Ketersediaan perawatan medis darurat dan, yang paling penting, antibisa ular, dapat
mempengaruhi bagaimana keadaan korban.
Efek bisa yang serius dapat tertunda untuk beberapa jam. Seorang korban yang awalnya
terlihat baik kondisinya dapat menjadi sangat kesakitan. Seluruh korban yang tergigit oleh ular
berbisa harus segera mendapat perawatan medis tanpa harus ditunda-tunda.
DAFTAR PUSTAKA
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia Region, World
Health Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol.
28,Number 3, March, 2001.
Norris, Robert L.; Auerbach, Paul S.; Nelson, Elaine E.;. (2004). Bites and Stings. In C. M.
Townsend JR, Sabiston: Textbook of Surgery 17th edition (p. 597). Philadelpia: Elsevier.
Schwartz’s Principles of Surgery, eight edition, Mcgraw-Hill : USA. 2005.

Anda mungkin juga menyukai