SYNDROME
C
SKENARIO
Seorang Ibu berusia 45 tahun, datang ke UGD RS tempat saudara bekerja
diantar oleh suaminya dengan keluhan utama lemah disertai erosi bibir.
Keluhan disertai dengan kesulitan menelan serta beruntus-beruntuh
kemerahan, badan melepuh yang terasa gatal dan panas.
Keluhan dirasa semakin memberat dirasakan semenjak 3 hari yang lalu.
Keluhan pertama kali timbul kira-kira 1 minggu yang lalu berupa bibir
bengkak dan pedih serta bitnik-bitnik kemerahan hanya pada kedua lengan
dan tungkai yang terasa gatal.
10 hari yang lalu, pasien berobat ke puskesmas karena mengeluhkan perut
mules dan diare disertai demam, sehingga diberi obat oleh dokter berupa
cortimoksazol dan paracetamol. Satu hari setelahnya, timbul keluhan
tersebut. Pasien menyangkal sebelumnya mengoles obat topical atau
tersiram air panas maupun zat kimia.
Riwayat timbulnya beruntus kemerahan yang gaatl diakui setelah minum
obat flu.
Status Dermatologikus
Distribusi: Generalisata
Status Generalis
hiperemis
erosi,
krusta
TINJAUAN KASUS
C
KRITERIA DAN
DASAR
DIAGNOSTIK
C
Efloresensi :
Geniltal 50%
Makula eritema,
Hidung 8%
Anus 4%
Vesikla / bula
Purpura
GEJALA
KONSTITUSIONAL
Lemah badan
Demam
Malaise
Nyeri tenggorokan
Kesadaran menurun
FAKTOR RESIKO
Adanya penggunaan obat
bebas.
Riwayat alergi obat,
riwayat keluarga
daya tahan tubuh yang rendah
ETIOLOGI
ILMU KEODKTERAN
DASAR
C
HISTOLOGI KULIT
FISIOLOGI KULIT
Fungsi proteksi
Fungsi absorpsi
Fungsi eksresi
Fungsi persepsi
Fungsi pengatur suhu tubuh
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
PATOFISIOLOGI
DAN KOMPLIKASI
C
KOMPLIKASI
Komplikasi yang tersering yaitu bronchopneumonia sebanyak 16%
yang dapat juga menyebabkan kematian.
Kehilangan cairan atau darah
Gangguan keseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan
syok.
Ke mata dapat menyebabkan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Neftritis
PENCEGAHAN DAN
TATALAKSANA
C
PENCEGAHAN
Tidak membeli obat secara bebas di apotek atau di warung.
Jika, sudah mengetahui memiliki riwayat alergi, pastikan untuk
memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah terjadinya reaksi
silang terhadap jenis obat lain.
Untuk pencegahan sekunder, perlu dilakukan tindakan rawat inap
untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti pseudomembran di
faring maupun terjadinya syok anafilaktik.
TATALAKSANA
Umum :
1. Stop penggunanan obat
yang diduga sebagai
penyebab.
2. Pasien harus dirawat.
3. Perhatikan fungsi vital :
-. Airway : pastikan jalan nafas
tetap terbuka
-. Breathing : pasang Oksigen
-. Circulation : pasang infus
unutk kebutuhan cairan, kalori
dan elektrolit.
Khusus :
Farmakologi berikan kortikosteroid.
MK : merangsang sintesis protein yang
sifatnya menghambat efek toksik pada
sel limfosit sehingga mengurangi
inflamasi dan mengembalikan
permeabilitas kapiler.
ES : penghentian tiba-tiba : mual,
muntah, malaise
Penggunaan jangka panjang : efek
sistemik, atofi, suspresi hypothalamic
pituitary adrenal. Dsb.
Hati-hati terhadap dosis, perlu tapering
off untuk menghindari rebound effect.
Pro : Ny. X
Usia : 45 thn
EPIDEMIOLOGI,
PROGNOSIS, DAN
PBHL
C
EPIDEMIOLOGI
Di Eropa dan Amerika Serikat, angka kejadian SSJ diperkirakan 1-6
kasus per 1 juta pasien per tahun
Lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria dengan rasio 2:1
Kasus SSJ paling sering ditemukan setelah dekade ke-4, yaitu
kebanyakan pasien berusia antara 20-40 tahun
PROGNOSIS
Jika dilakukan penangan yang tepat
dan cepat, prognosis cukup baik.
Dilihat berdasarkan SCORETEN, skor
pasien pada kasus adalah 2, dapat
dikatakan prognosisnya cukup baik.
Q.aV
: Dubia ad malam
Q.aF
: Dubia ad malam
Non-maleficence
PBHL
Beneficence
Dokter harus dapat mendiagnosis
bahwa pasien menderita StevensJohnson Syndrome akibat adanya
reaksi hipersensitivitas tipe II, III dan
IV yang diduga akibat konsumsi
paracetamol dana tau kortimoksazol
yang merupakan golongan anafilaktik
dan golongan sulfonamide yang
berpotensi tinggi menyebabkan
Stevens-Johnson Syndrome dengan
melakukan anamnesis yang
mendalam dan juga meminimalisisr
akibat buruk dengan melakukan
tatalaksana yang baik.
Autonomy
Dalam melakukan penanganan dokter
umum harus dapat menyampaikan informed
consent pada wali pasien mengenai keadaan
pasien yaitu mengenai kemungkinan
penyebab obat yang menimbulkan reaksi
hipersensitivitas dan tatalaksana yang
diberikan serta persetujuan untuk
dilakukannya rawat inap.
Justice
Dalam melakukan tindakan dokter tidak
boleh dioengaruhi oleh unsur SARA, terlebih
dengan kondisi kelainan kuliat yang dialami
pasien, dokter harus dapat menangani tanpa
ada rasa enggan.
PRIMAFACIE
Non-maleficence
TERIMA
KASIH