Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH

KEBUGARAN JASMANI

AKSI NYATA

“ANATOMI EKSTREMITAS OTOT BAWAH”

OLEH :

USWATUN HASANAH

(2200103912027121)

PGSD (D)

PPG PRAJABATAN GELOMBANG II

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2023
BAB I

Pendahuluan
Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah
“berjalan“. Gerakan berjalan memerlukan koordinasi yang baik antara sistem yang bekerja pada
tubuh manusia sehingga dihasilkan pola berjalan yang harmonis. Untuk dapat menghasilkan
mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai
struktur tubuh yang berkaitan dengan fungsinya untuk berjalan. Struktur yang dimaksud adalah
anggota gerak bawah (ekstremitas bawah) yang terdiri dari sendi panggul, sendi lutut, dan sendi
pergelangan kaki.
Sendi lutut merupakan salah satu sendi yang mendapatkan tekanan langsung dari berat
badan. Fungsi dari sendi lutut itu adalah mempertahankan tegaknya tubuh, stabilisasi serta
meredam tekanan. Oleh karena fungsi sendi lutut yang begitu besar dalam mempertahankan
berat badan, maka sering kali kita jumpai banyak kasus patologis yang terjadi pada sendi lutut
antara lain: cidera meniscus, cidera ligamen, ruptur tendon, fraktur, osteoarthritis dan lain-lain.
Kasus patologis pada sendi lutut yang banyak menyerang olahragawan salah satunya adalah
cidera pada ligamen lutut. (Lesmana SI & Andrianto, 2006)
Dalam aktivitas olahraga, gerakan yang luas dan dinamis dari beberapa anggota gerak
tubuh sering terjadi bahkan terdapat gerakan-gerakan yang dapat menyebabkan pembebanan
secara berlebihan ataupun trauma berulang pada suatu jaringan tubuh yang selanjutnya
mengakibatkan terjadinya suatu cedera. Cidera (injury) olah raga adalah suatu keadaan terjadinya
kerusakan pada jaringan baik pada tulang, otot, soft tissue, syaraf dan kulit pada saat melakukan
olah raga. Terjadinya cidera olah raga dapat diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab antara
lain pemanasan (warmin up) yang tidak dilakukan dengan baik sebelum berolahraga, beban yang
diterima terlalu tinggi (otot tidak dapat mengadaptasikan beban tersebut), benturan dari luar, dan
lain-lain. (Libriana & Irfan, 2005)
Salah satu cedera yang sering terjadi pada aktivitas olahraga yaitu cidera ligamen lutut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari American Orthopaedi Surgeon, pada tahun 2001 lebih dari
9 juta orang mendatangi klinik bedah orthopedi dengan keluhan pada lutut. Pada sendi lutut lebih
sering terjadi cedera ligamen dari pada cedera meniscus (cedera meniscus biasanya dihasilkan
dari kerusakan ligamen primer). Cedera ACL merupakan cedera ligamen lutut yang sering
terjadi, 4 dari 10 atlet di Amerika Serikat mengalami cedera ligamen cruciatum anterior. Dari
data ACL injury dicatat bahwa terdapat 30 injury ACL per 100.000 populasi. (Libriana & Irfan,
2005)
BAB II

A. Pengertian
Ligamen merupakan pita mengkilap dan fleksibel dari jaringan ikat yang menghubungkan
tulang dengan tulang. Ligamen terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Ligamen krusiata posterior dan anterior. Kedua ligamen ini berada di dalam sendi lutut,
saling bersilang membentuk huruf X dengan ligamen anterior berada di depan dan
ligamen posterior berada di belakang.
2. Ligamen kolateral medial dan leteral. Kedua ligamen ini berada di sisi lutut. Ligamen
medial menghubungkan tulang paha (Femur) dengan tulang kering (Tibia), sedangkan
ligamen lateral menghubungkan tulang tulang paha (Femur) dengan tulang betis (Fibula).
Ligamen kolateral mengontrol gerakan ke samping dan menahan gerakan yang tidak
biasa.
3. Ligamen talofibular anterior, yaitu ligamen yang terletak dari pergelangan kaki yang
menghubungkan tulang betis (Fibula) ke tulang engkel utama (Talus). Ligamen ini sering
mengalami keseleo.
Pada makalah ini, kita akan membahas tentang cedera yang terjadi pada ligamen cruciatum
anterior.

B. Patologi
1. Etiologi

Ligamen cruciatum anterior merupakan stabilisasi utama sendi lutut dimana ligament ini
membentang dari bagian anterior tibia melekat pada bagian lateral condylus femur yang
berfungsi untuk mencegah gerakan anterior tibia di atas femur, menahan eksorotasi tibia pada
saat fleksi lutut, mencegah hyperekstensi lutut dan membantu saat rolling dan gliding sendi lutut.
Ligamen cruciatum anterior terdiri dari 2 ikat yang timbal balik saling mengetat atau mempererat
pada waktu fleksi dan ekstensi. Anterior medial band lebih kecil dan mengetat saat fleksi knee,
ketika bangun lateral posterior mengetat saat knee ekstensi. Secara keseluruhan, ligamen
cruciatum anterior panjangnya 38 mm dan lebarnya 11 mm. Insertio tibia berlokasi lebih ke
depan dan panjangnya 30 mm, dimana potongan femoral panjangnya 23 mm dan berlokasi di
posterior femur. Sirkulasi ke ligamen cruciatum anterior sulit, sebagian besar disuplai oleh
jaringan lunak termasuk synovium, lapisan lemak dan arteri middle genicular. Sedikit atau tidak
ada sirkulasi yang masuk melalui tulang. (Insall, John, 1984:282).
Lutut juga diperkuat oleh dua group otot yang besar yaitu group ekstensor dan group
fleksor. Group ekstensor adalah quadriceps yang terdiri dari rectus femoris, vastus lateralis,
vastus medialis dan vastus intermedius. Sedangkan yang termasuk group fleksor lutut adalah
otot-otot hamstring yang terdiri dari otot biceps femoris, semitendinosus dan semimem-branosus.
Ligamen cruciatum anterior (ACL) merupakan stabilisasi terbesar pada sendi lutut. Lokasi
ligamen cruciatum terletak di pusat/poros sendi lutut dan berjalan dari femur ke tibia melewati
poros lutut. Pada posisi ini, fungsinya untuk mencegah ketidakstabilan pada lutut. Ligamen ini
pada umumnya terluka karena cidera pada olahraga–olahraga seperti sepak bola misalnya
ditackling dan ski yaitu pada perubahan gerakan dengan arah yang cepat, jatuh perlahan ketika
berlari, mendarat dari melompat/meloncat. Cidera ini disebabkan oleh adanya tenaga putaran di
luar kapasitas dinamis yang dimiliki serat–serat ligamen, oleh benturan secara langsung oleh
ligamen. Cidera ini sering terjadi di hampir semua kegiatan olah raga, dimana lutut seringkali
dipaksa mendapatkan tekanan dalam porsi yang paling besar sehingga hal ini menyebabkan lutut
harus berkontraksi melebihi kemampuan strukturnya.
Ligamen cruciatum dapat robek jika terjadi cedera karena putaran yang berat, dimana
tibia dan femur berangulasi atau berotasi dengan kuat satu sama lain. Cedera semacam itu sering
ditemukan pada pemain sepak bola, ski, pesenam dan korban kecelakaan lalu lintas. Injury ACL
dapat terjadi pada perubahan yang dilakukan secara langsung seperti berhenti secara
cepat/mendadak ketika sedang berlari, mendarat, atau meluruskan sendi secara berlebihan yang
terjadi secara langsung juga. Misalnya dalam tendangan bloking atau ketika jatuh tergelincir
pada olahraga sepakbola, bisa juga karena tekanan kuat yang melebihi batas untuk ’’menekuk
lutut ke belakang’’ ketika kaki diluruskan.
Kekuatan yang besar dapat merobek kedua ligamen secara bersamaan dan biasanya
merobek salah satu atau kedua kartilago pada waktu yang sama. Cedera yang sedang dapat
merob ek keseluruhan salah satu ligamen, tanpa merusak ligamen yang satunya, dan dengan atau
tanpa disertai kerusakan kartilago. Dalam cedera kecil, mungkin hanya kerobekan sebagian
terjadi pada satu ligamen cruciatum. Dimana ligamen cruciatum yang mengalami kerusakan
tergantung sepenuhnya pada macam dan arah dari kekuatan yang abnormal tersebut.
Akut sprain ligamen disebabkan oleh twisting yang tiba-tiba atau putaran sendi yang
dihasilkan pada ligamen yang overstretching. Hal itu dihubungkan dengan otot-otot yang
mengontrol sendi secara sementara untuk melindungi sehingga ligamen bergerak dengan
kekuatan penuh. Hanya beberapa serabut yang ruptur, beratnya injury bergantung pada jumlah
serabut yang terpengaruh. Sendi tetap stabil tetapi kualitas dan stabilitas bergantung pada jumlah
sisa serabut yang utuh. Sprain ligamen kronik disebabkan oleh repetitive stretching dari kekuatan
yang mungkin menjadi kebiasaan postural jelek atau kualitas yang buruk dari gerakan.

2. Patofisiologi

Mekanisme yang paling sering dilaporkan pada ruptur ACL yaitu pasien pada waktu
bermain bola badannya maju ke depan, dengan hip fleksi dan adduksi, femur internal rotasi, lutut
fleksi pada 20- 300 , tibia internal rotasi dan kaki pronasi. Lalu pasien berusaha melakukan
aselerasi atau deselerasi secara mendadak, biasanya dengan perubahan secara langsung, pola
gerakannya mirip dengan langkah ke samping pada permainan rugby atau ski. Pada waktu injury
pasien biasanya mendengar ’pop’ atau bunyi keras/kertakan dan sensasi lutut terpisah. Kemudian
biasanya disertai dengan nyeri yang tajam/kuat dalam waktu pendek, terkadang merasa mampu
untuk bermain kembali dalam beberapa menit. Hal selanjutnya yang terjadi adalah adanya
perdarahan dalam sendi lutut, swelling yang besar pada lutut, dengan bunyi aspirasi dalam darah.
Swelling ini berkembang dalam 72 jam. Perkembangan joint haemarthrosis berhubungan secara
signifikan dengan adanya ruptur ACL. Cidera ini disebabkan oleh adanya tenaga putaran di luar
kapasitas dinamis yang dimiliki serat–serat ligamen, oleh benturan secara langsung oleh ligamen,
atau lebih sering karena kombinasi cedera rotasi dan tumbukan pada lutut penahan beban yang
sedang tertekuk seperti pada cedera pesepak bola (O’ Donoghue, 1973; Hughston dkk, 1976).

a. Tanda-tanda dan Gejala

Aktivitas manual material handling (MMH) ataupun postur kerja yang tidak tepat dapat
menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada karyawan. Akibat yang ditimbulkan dari
aktivitas MMH ataupun postur yang tidak benar salah satunya adalah keluhan
muskuloskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan
inilah yang biasanya disebut se bagai muskuloskeletal disordes (MSDs) atau cidera pada
sistem muskuloskele tal (Grandjean, 1993). Secara garis besar keluhan otot dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu

 Keluhan sementara (reversible ), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, tetapi ke luhan tersebut akan segera hilang apabila
pembebanan dihentikan
 Keluhan menetap ( persistent ), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap
meskipun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut (Tarwaka, 2004)

Terdapat berbagai cara dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui tingkat
keluhan muskuloskele tal, salah satunya adalah melalui Nordic Body Map (NBM). Corlett
(1992) memaparkan bahwa melalui NBM maka dapat diketahui bagian-bagian otot yang me
ngalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak saki t) hingga
sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh (NBM), maka da pat diestimasi
jenis dan tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat
sederhana, namun memiliki keterbatasan, yaitu mengandung tingkat subjektivitas yang tinggi
(Tarwaka, 2004).

b. Epidemiologi

c. Kajian Ergonomi

Dalam suatu pekerjaan ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko terjadinya
suatu cidera ataupun penyakit ak ibat kerja, yang biasa disebut dengan musculoskeletal
disorders, repetitive strain injury, cumulative trauma disorders dan penyakit-penyakit lai
nnya. Amstrong et al.(1993) menjabarkan beberapa faktor risiko ergonomi, yaitu faktor fisik
pekerjaan, faktor organisasi kerja, dan faktor psikososial. Sedangkan Bridge r (2003)
mengkategorikan kedalam empat kelompok faktor-faktor risiko utama terhadap terjadinya
gangguan muskuloskeletal, yaitu beban, postur, frekuensi, dan durasi pekerjaan (Bridger,
2003).
1. Postur Kerja

Salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam ergonomi adalah postur kerja/working
posture . Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario dalam Resource
Manual for the MSD Prevention Guideline for Ontario (2006) disebutkan bahwa postur
kerja adalah berbagai posisi dari anggota tubuh pekerja selama melakukan aktivitas
pekerjaan. Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan
pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari:

 Postur Netral (Neutral Posture), yaitu postur dimana seluruh bagian tubuh berada
pada posisi yang sewajarnya/seharusnya dan kontraksi otot tidak berlebihan
sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan luna k dan tulang tidak mengalami
pergeseran, penekanan, ataupun kontraksi yang berlebih.
 Postur Janggal ( Awkward Posture), yaitu postur dimana posisi tubuh (tungkai
sendi dan punggung) secara signifikan me nyimpang dari posisi netral pada saat
melakukan suatu aktivitas yang dise babkan oleh keterbatasan tubuh manusia
untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal akan
menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan pers endian sehingga
kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin kuat (Bridger, 1995). Berikut
contoh postur janggal pada anggota gerak bawah antara lain:
a. Jongkok (squatting), yaitu posisi tubuh dimana perut menempel pada paha
dimana terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut, pangkal paha, dan tulang
lumbal.
b. Berlutut ( kneeling), yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut menekuk,
permukaan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh bertumpu pada lutut dan
jari-jari kaki.
c. Berdiri pada Satu Kaki ( stand on one leg ), yaitu posisi tubuh dimana tubuh
bertumpu pada satu kaki.

Sedangkan berdasarkan pergerakan, postu r kerja dalam ergonomi terdiri dari:

a) Postur statis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagi an besar tubuh tidak
aktif atau hanya sedikit sekali terjadi perger akan. Postur statis dalam jangka
waktu lama sehingga otot berkontraksi secara terus-menerus dan dapat
menyebabkan tekanan/stres pada bagian tubuh (Bridge r, 2003). Pergerakan
otot statis menyebabkan aliran darah ke otot berkurang dan glikogen otot
diubah menjadi asam laktat yang mengakibatkan rasa lelah (Humantech,
1995). Berikut ini contoh postur statis, yaitu:
 Berdiri, yaitu kepala, punggung dan kaki tegak lurus atau sejajar
dengan sumbu vertical
 Duduk, yaitu pantat menyentuh suatu permukaan dan terjadi fleksi
pada lutut 900. Posisi duduk memerlukan lebih sedi kit energi daripada
berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis
pada kaki (Nurmianto, 2004). Pada posisi duduk, jaringan lunak pada
tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga
menyebabkan kesakitan (Bridger, 1995). Selain itu, sikap duduk yang
tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf
belakang (Nurmianto, 2004).
 Berbaring, yaitu kepala, punggung dan kaki sejajar dengan sumbu
horizontal.
b) Postur dinamis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota
tubuh bergerak. Jenisnya adalah
 Carrying , yaitu aktivitas mengangkat beban sambil berjalan
 Pulling , yaitu tarikan pada be nda agar benda bergerak
 Pushing, yaitu memindahkan benda dengan memberikan gaya agar
benda berpindah
2. Frekuensi

Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh
kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi, tekanan pada otot,
dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan terjadinya
repetitive motion dalam melakukan pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa melakukan relaksasi (Bridger,
2003). Secara umum, semakin banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja,
maka akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Pekerjaan yang dilakukan secara
repetitif dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila
ditambah dengan gaya/beban dan postur janggal (OHSCO, 2007).

3. Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-
menit dari jam kerja/hari pekerja terpajan risik o. Durasi juga dapat dilihat sebagai
pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya.
Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula
tingkat risikonya. Durasi diklasifikasikan sebagai berikut :

 Durasi singkat : < 1 jam/hari


 Durasi sedang : 1-2 jam/hari
 Durasi lama : > 2 jam

Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari kekuatan maksimum tidak dapat
bertahan lebih dari satu me nit, jika kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan
maksimum maka kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu. Sedangkan
untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau kurang seseorang dapat bekerja
dengan intensitas sama dengan kapasitas aerobik sebelum beristirahat (Kroemer &
Grandjean, 1997) .

4. Force atau Beban

Force merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan. Pekerjaan yang
menuntut penggunaan tenaga besar, maka akan memberikan beban pada otot, tendon,
ligamen, dan sendi. Objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
gangguan otot rangka. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk
diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. Bentuk dan ukuran objek juga ikut memp
engaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat
mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar yang dapat membebani otot pundak/bahu
adalah lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari
450 mm. Suma’mur (1989) menjabarkan cara menanga ni beban yang baik, yaitu:
 Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan
memegang dengan hanya beberapa ja ri dapat menyebabkan ketegangan statis
lokal pada jari dan pergelangan tangan.
 Lengan harus berada di dekat tubuh denga n posisi lurus. Fleksi pada lengan
untuk mengangkat dan membawa menyeba bkan ketegangan otot statis pada
lengan yang melelahkan
 Punggung harus diluruskan. Posisi deviasi punggung me mbebani tulang
belakang. Untuk menghindari punggung membungkuk, mula-mula lutut harus
bengkok (fleksi) sehingga tubuh tetap berada pada posisi dengan punggung lurus.
 Posisi leher tegak sehingga seluruh tulang belakang diluruskan.
 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa agar mampu mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat dan menurunkan. Kedua kaki ditempatkan untuk
membantu mendorong tubuh.
 Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin
otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
 Beban yang ditangani diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis
vertikal atau pusat gravitasi tubuh. Posisi tubuh yang menahan beban cenderung
mengikuti beban sedangkan posisi tubuh yang menjauhi pusat gravitasi tubuh
lebih berisiko MSDs.

Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan
tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan
mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera
pada jari (Kumar, 1996). Semakin berat objek yang ditangani, tenaga yang dibutuhkan
akan meningkat. Dapat disimpulkan, semakin besar gaya yang dikeluarkan untuk
menangani suatu objek, maka semakin tinggi risiko terkait gangguan otot rangka apabila
hal tersebut dilakukan dengan postur yang salah dan berat objek melampaui batas
maksimum yang diperbolehkan.

Pajanan terkait MSDs tersebut tida k hanya disebabkan oleh salah satu faktor saja,
melaikan adanya keterkaitan atau gabungan dari berbagai faktor risiko ergonomi yang
ada serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya. Gangguan terhadap
muskuloskeletal tersebut akan timbul semakin cepat apabila suatu aktivitas kerja yang
dilakukan dengan postur yang tidak tepat dengan beban yang berat dan dilakukan secara
repetitif dalam jangka waktu yang cukup lama.

d. Penata Laksanaan

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA),


tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu
rekayasa teknik melalui desain stasiun dan alat kerja dan rekayasa manajemen melalui
criteria dan organisasi kerja (Grandjean, 1993). Berikut merupakan pe njabaran dari dua cara
tindakan pengendalian yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain:

1. Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai
berikut:

 Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa
dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk
menggunakan peralatan yang ada
 Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan yang baru yang aman,
menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan
peralatan.
 Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja,
sebagai contoh memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja
lainnya, pemasangan alat peredam getaran, dan sebagainya.
 Ventilasi, yaitu menambah ventilasi untuk mengurangi risiko sakit, misalnya
akibat suhu udara yang terlalu panas
2. Rekayasa Manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:

 Pendidikan dan pelatihan


Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan
dan alat kerja, sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dalam
melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap risiko
 Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang maksudnya adalah
disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan,
sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya
 Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini
terhadap kemungkinan terj adinya risiko sakit akibat kerja (Tarwaka, 2004).

ACGIH mengakui bahwa gangguan musculoskeletal merupakan masalah kesehatan kerja


yang penting yang dapat dikelola dengan memberlakukan program ergonomi untuk
kesehatan dan keselamatan kerja. Kejadian MSDs dapat dikendalikan dengan program
ergonomi yang terbaik yang elemen-elemennya mencakup:

 Rekognisi sumber masalah


 Evaluasi pekerjaan yang diduga mungkin sebagai faktor risiko
 Identifikasi dan evaluasi fakt or-faktor yang menjadi penyebab
 Melibatkan pekerja sebagai peserta yang memberi tahu secara aktif
 Menyediakan perlindungan kesehatan yang tepat untuk pekerja yang mengalami
MSDs

Pengendalian program yang umum yang harus diimplementasikan ketika risiko MSDs
dikenali, meliputi:

 Pendidikan bagi pekerja, supervisor, engineers , dan manajer


 Melaporkan sejak awal gejala yang dialami oleh pekerja
 Evaluasi dan pengawasan secara terus menerus data medis, kesehatan, dan cidera

Pengendalian secara khusus pada pekerjaan yang langsung berhubungan dengan MSDs
mencakup engineering controls dan administrative controls seperti yang akan dijelaskan
berikut ini:
1. Diantara pengendalian-pengendalian engineering untuk mengeliminasi atau mengurangi
faktor-faktor risiko pada pekerjaan, berikut ini yang dapat dipertimbangkan
 Menggunakan metode kerja, seperti analisis gerakan untuk mengeliminasi
pengerahan tenaga dan gerakan yang tidak seharusnya.
 Menggunakan bantuan mesin untuk mengeliminasi atau mengurangi pengerahan
tenaga dalam menggunakan alat dan objek kerja
 Menyeleksi atau mendesain peralatan untuk mengurangi beban, menghemat
waktu, dan memperbaiki postur
 Menyediakan tempat kerja yang dapat disesuaikan dengan penggunaannya untuk
mengurangi jangkauan dan memperbaiki post
 Mengimplementasikan program pemeliharaan dan pengendalian kualitas untuk
mengurangi pergerakan dan beban yang tidak seharusnya, khususnya yang
berhubungan dengan pekerjaan yang tidak memiliki nilai tambah
2. Pengendalian administratif untuk mengurangi risiko karena pengurangan waktu pajanan,
contohnya adalah:
 Mengimplementasikan standar kerja yang memberi izin pekerja untuk berhenti
sejenak atau melakukan peregangan otot seperlunya, paling tidak hal tersebut
dilakuka nsatu kali dalam satu jam
 Merealokasikan penempatan kerja, seperti memberlakukan rotasi pekerja,
sehingga pekerja tidak me nghabiskan seluruh shift kerjanya dengan melakukan
atau mengerjakan tunt utan tugas atau pekerjaan yang tinggi (ACGIH, 2007

Daftar Pustaka
Libriana. D, Irfan. M. 2005. Perbedaan Pengaruh Pemberian Intervensi Cold Pack Dan Active Assisted
Exercise Dengan Infra Red Radiation Dan Active Assisted Exercise Terhadap Pengurangan Oedem
Pada Post Arthroscopy Rekonstruksi Ligamen Cruciatum Anterior Setelah Minggu I. Jurnal
Fisioterapi Indonusa Vol. 5 No. 2, Oktober 2005.
Lesmana SI, Andrianto. 2006. Manfaat Penambahan Knee Support Pada Pelaksanaan Terapi Mwd,
Us, Latihan Isometrik Terhadap Pengurangan Nyeri Akibat Cidera Ligamen Collateral Medial
Lutut Stadium Lanjut. Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006.

Anda mungkin juga menyukai