Anda di halaman 1dari 21

TUGAS DR. DEMY, SP.

OT
(Rima Dara Ninggar & Rania Reiza Faris Balfas – Coass Bedah RSUD
CILEGON)

1. Anatomi anterior cruciate ligament

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terletak di sendi lutut,
berfungsi menstabilkan saat perpindahan tibia ke arah anterior dan rotasi sendi lutut.
ACL merupakan ligamen yang sering mengalami cedera. Tingkat kejadian cedera
ACL pertahun sebesar 68,6 per 100.000 orang. Cedera umumnya terjadi pada
olahraga yang melibatkan gerakan seperti lompatan, berputar, dan perubahan arah
gerak secara tiba-tiba. Tingkat kejadian cedera ACL terbayak akibat olahraga non-
kontak, yaitu mencapi 70-80%.

2. Anterior Cruciate Ligament Injury


3. Anatomi Meniskus

Meniskus adalah jaringan tulang rawan elastis (fibrocartilage) yang terdapat pada
lutut dan berbentuk seperti huruf C atau bulan sabit yang melekat pada bagian atas
tulang kering. Tulang rawan ini berada di antara tulang paha dan tulang kering.
Meniskus sangat rentan terkena cedera atau robek saat Anda melakukan aktivitas
yang berat.

Fungsi meniskus pada lutut, yaitu antara lain untuk:

• Menjaga keseimbangan tubuh


• Mendistribusikan nutrisi ke jaringan sekitarnya
• Melindungi tulang paha dan tulang kering supaya tidak bergesekan saat
bergerak
• Meredam guncangan
• Melindungi sendi lutut dari beban yang terlalu berat saat beraktivitas
• Menstabilkan sendi lutut
4. Cedera Meniskus

5. Indikasi Operasi ACL


Operasi ACL akan disarankan oleh dokter spesialis pada kondisi-kondisi seperti di
bawah ini:
• Atlet yang cedera harus kembali berolahraga dengan gerakan melompat,
sliding dan melakukan putaran.
• Mengalami cedera pada lebih dari satu ligamen atau meniscus/bantalan pada
lutut.
• Cedera ACL mengakibatkan lutut lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari.

Penanganan bedah
Adanya cidera ACL yang berdampak pada gangguan stabilitas lutut merupakan faktor
risiko terjadinya kerusakan lutut lebih lanjut, seperti kerusakan pada kartilago dan
bantalan sendi lutut (meniscus). Pada kondisi ini, perlu dilakukan operasi rekonstruksi
ACL untuk mengembalikan fungsi stabilisasi ACL.

Penanganan non-bedah
ACL yang robek tidak akan sembuh tanpa operasi. Namun, penanganan non-bedah
dapat dipilih untuk orang dengan tingkat aktivitas fisik rendah. Selain itu, bila hasil
pemeriksaan stabilitas sendi lutut secara keseluruhan baik, dokter dapat
merekomendasikan penanganan non-bedah dengan cara:
§ Knee brace (penyangga lutut). Knee brace digunakan untuk menambah stabilitas
sendi lutut. Kemudian, Anda dapat menggunakan kruk untuk mengurangi beban pada
lutut yang cidera.
§ Terapi fisik. Latihan fisik tertentu dapat meningkatkan fungsi lutut dan menguatkan
otot tungkai yang ikut menyokong sendi lutut. Latihan ini dapat dimulai setelah
bengkak dan nyeri berkurang.

6. Anatomi Wrist Joint

7. Arthroskopi
Arthroscopy adalah pemeriksaan bagian dalam sendi dengan menggunakan
instrumen tipis yang disebut arthroscope. Artroskopi dapat digunakan untuk melihat
permukaan sendi dan jaringan sekitarnya untuk mendiagnosa masalah sendi,
mengobati masalah sendi, dan memantau perkembangan kondisi sendi.
Indikasi dilakukannya tindakan artroskopi sendi lutut meliputi; diagnosis,
rekonstruksi cedera ligamen cruciatum (ACL/PCL), rekonstruksi/ repair cedera
meniscus (bantalan sendi lutut), rekonstruksi cedera tualng rawan (cartilage), removal
loose bodies, debridement radang sendi (OA, RA, dll). Kemudian irigasi infeksi
sendi, terapi kelainan bawaan (congenital), fiksasi fraktur intraarticular, lisis adhesi
kekauan sendi
Pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan pada lutut, bahu, siku, pergelangan
kaki, pinggul, atau pergelangan tangan.
Tahapan prosedur arthroscopy yaitu kulit diinsisi sepanjang 0,75-1 cm dengan
scalpel tajam. Trokar tajam ditempatkan ke dalam kanula kemudian digantikan
dengan obturator. Selanjutnya, artroskop dimasukkan ke dalam kanula menggantikan
obturator.
Prosedur pemeriksaan arthroscopy cukup sederhana dan aman. Namun, ada
beberapa risiko komplikasi atau efek samping, yaitu:
- pendarahan
- infeksi (demam, menggigil, kemerahan, nanah, kelenjar getah bening bengkak,
dan panas di sekitar sendi)
- bekuan darah di ekstremitas
- kerusakan pada saraf, sendi, atau jaringan sekitar sendi
- penumpukan tekanan dalam otot (sindrom kompartemen)
Keuntungan menggunakan prosedur arthroscopy secara umum adalah
menurunkan morbiditas pasca operasi, incisi kulit minimal (minimally invasive), nyeri
pasca operasi lebih minimal, respon inflammasi pasca operasi minimal. Selain itu,
dapat meningktakan visualisasi (direct vision), menurunkan length of stay rumah
sakit, menurunkan angka komplikasi, mempercepat rehabilitasi pasca operasi, dan
memungkinkan dilakukan reevaluasi (second look arthroscopy).
8. Klasifikasi Fraktur
a) Berdasarkan perluasan
• Fraktur komplit: terjadi apabila seluruh tubuh tulang patah/ kontinuitas
jaringan luas sehingga tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga mengenai seluruh
korteks.
• Fraktur tidak komplet/inkomplit: diskontinuitas jaringan tulang dengan garis
patahan tidak menyeberang sehingga masih ada korteks yang utuh.

b) Berdasarkan bentuk garis patahan


• Fraktur linier/transversal: fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang.
• Fraktur oblique: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang.
• Fraktur spinal: fraktur yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.
• Fraktur greenstick: fraktur yang tidak sempurna, sering terjadi pada anak-anak
karena korteks tulang dan periosteum belum tumbuh sempurna.
• Fraktur bentuk T, Y: fraktur yang garis patahnya menyerupai huruf T atau Y.
• Fraktur compresive: fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya.

c) Berdasarkan fragmen tulang


• Fraktur simple: terdiri dari dua fragmen.
• Fraktur segmental: terdiri dari lebih dari dua fragmen.
• Fraktur multiple: remuk.

d) Berdasarkan hubungan fragmen tulang dan jaringan sekitar


• Fraktur tertutup : fraktur yang fragmen tulangnya tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
• Fraktur terbuka : fraktur yang fragmen tulangnya pernah berhubungan dengan
dunia luar.
• Fraktur komplikata : fraktur yang disertai kerusakan jaringan saraf, pembuluh
darah/organ yang ikut terkena.
• Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan oleh adanya penyakit lokal pada
tulang sehingga kekerasan dapat menyebabkan fraktur.

9. Fraktur Radius
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada
pergelangan tangan. umumnya sering terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan
menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh
dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian
menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah.
Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius
distal pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles. Ini adalah
fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi
berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu pasien
biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang. Biasanya
penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi
terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan
menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan.
Fragmen bagian distal radius dapat terjadi dislokasi ke arah dorsal maupun volar,
radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari
prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke
arah radial menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal. Komplikasi yang sering
terjadi adalah kekakuan dan deformitas (perubahan bentuk), jika pasien mendapat
penanganan terlambat. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

Patofisiologi
Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung mengalami tension,
sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi, hal ini disebabkan oleh
bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius, dimana sisi dorsal lebih tipis
dan lemah sedangkan pada sisi volar lebih tebal dan kuat. Beban yang berlebihan dan
mekanisme trauma yang terjadi pada pergelangan tangan akan menentukan bentuk
garis fraktur yang akan terjadi. Lebih dari 68 persen dari fraktur pada radius distal dan
ulna memiliki korelasi dengan cedera jaringan lunak, seperti robekan parsial dan total
dari TFCC, ligament schapolunatum, dan ligament lunotriquetral.
Mekanisme trauma fraktur distal radius pada dewasa muda yaitu jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, maupun cedera pada olahraga. Pada dewasa tua,
fraktur distal radius dapat terjadi dari mekanisme dengan tenaga yang kecil seperti
terjatuh saat sedang berdiri atau berjalan (fragile fracture). Mekanisme yang paling
sering terjadi adalah jatuh dengan posisi dorsofleksi pada pergelangan tangan dengan
sudut bervariasi, seringkali antara 40-90 derajat. Trauma dengan energi tinggi yang
diakibatkan oleh kendaraan bermotor dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
displaced pada distal radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

Pemeriksaan klinis dan radiologis


Pasien seringkali datang dengan deformitas dan pergeseran sendi pada pegelangan
tangan yaitu pergeseran sendi (displacement) ke arah dorsal pada fraktur Colles dan
Barton dan volar pada fraktur Smith. Pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya
bengkak pada pergelangan tangan yang berwarna kemerahan, nyeri tekan, nyeri saat
digerakkan, dengan pergerakan pergelangan tangan yang terbatas. Siku dan bahu pada
sisi yang sama juga harus dievaluasi untuk menyingkirkan adanya cedera penyerta.
Pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh juga harus dikerjakan terutama untuk melihat
fungsi dari N. Medianus. Gejala kompresi pada carpal tunnel sering didapatkan yaitu
sebesar 13- 23% yang disebabkan oleh traksi oleh energi saat hiperekstensi dari
pergelangan tangan, trauma langsung dari fragmen fraktur, hematoma, atau
peningkatan tekanan di dalam kompartemen. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Posisi Anteroposterior dan Lateral dari wrist joint/pergelangan tangan harus
dilakukan. Bahu atau siku juga harus dievaluasi radiologi foto pergelangan tangan
kontralateral juga biasa dilakukan untuk dapat membantu menilai sudut ulnar varians
dan sudut scapholunate. Computed tomography scan dapat membantu untuk
menunjukkan tingkat keterlibatan intraartikular. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Klasifikasi fraktur distal radius

Klasifikasi Fernandez:
Klasifikasi Frykman:
Klasifikasi Eponimic fraktur distal radius dan ulna
Fraktur Colles
Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang menunjukkan tanda
angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke arah dorsal, pemendekan tulang
radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015) Fraktur ini sering terjadi pada usia di atas 50
tahun, wanita lebih sering dibandingkan laki-laki dengan karakteristik garis fraktur
transversal utama dengan jarak 2 cm dari distal radius, avulsi dari prosesus styloid
ulna, permukaan sendi mengalami angulasi 15 derajat ke arah anterior pergelangan
tangan. Deformitas yang terjadi disebut sebagai dinner fork deformity yaitu
pergeseran radius kea rah posterior dan kemiringan fragmen fraktur ke arah posterior.
(Salter R.B, 1999)

Fraktur Smith
Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal) dari distal radius
dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar dari distal radius.
Mekanisme jatuh dengan posisi pergelangan tangan fleksi dan seringkali tidak stabil.
Fraktur ini memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal karena seringkali tidak
adekuat dengan reduksi tertutup. (Egol KA, Koval KJ, 2015). Fraktur ini sering
didapatkan pada dewasa muda yang merupakan cedera pada posisi pronasi. Fraktur
pada sepertiga distal radius sering disertai dengan dislokasi distal persendian radio
ulnar 23 yang disebut fraktur Galeazzi, maupun dislokasi proksimal persendian
radioulnar yang disebut fraktur Monteggia. (Salter R.B, 1999)
Fraktur barton
Fraktur dan dislokasi atau subluksasi pada pergelangan tangan di mana terjadi
pergeseran dari distal radius yang seringkali kea rah volar. Mekanisme cedera adalah
jatuh dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi dengan lengan bawah pada posisi
pronasi. Fraktur ini tidak stabil dan memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal
untuk mendapatkan posisi anatomis yang stabil. (Egol KA, Koval KJ, 2015)

Fraktur Chauffeur/ Hutchinson/ Fraktur radial dan styloid


Fraktur ini merupakan fraktur avulsi dengan ligament ekstrinsik menempel pada
fragmen styloid akibat sekunder dari trauma. Mekanisme trauma sebagai akibat
kompresi scaphoid pada styloid dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi dan
deviasi ulnar. Hal ini dapat terjadi pada seluruh styloid atau hanya pada sisi dorsal
atau volar. Cedera lain yang menyertai diantaranya adalah cedera ligament intercarpal
(scapholunate dissociation, perilunate dislocation). Pengobatan dnegan menggunakan
reduksi terbuka dan fiksasi internal.

Tatalaksana fraktur radius


Non operatif
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu faktor local
(kualitas tulang, cedera jaringan lunak. Fraktur kominutif, fraktur dislokasi, dan
energi yang menyebabkan trauma ), faktor pasien (usia, gaya hidup, pekerjaan, tangan
yang dominan, riwayat penyakit dahulu, cedera lain yang menyertai).
Pada dasarnya semua jenis fraktur harus dikerjakan reduksi tertutup kecuali bila
ada indikasi untuk dilakukan dengan reduksi terbuka. Reduksi fraktur sangat
membantu untuk mengurangi edema pasca trauma, mengurangi nyeri, dan
memperbaiki kompresi N. Medianus. Indikasi dilakukan reduksi tertutup adalah
fraktur non displaced atau fraktur dengan pergeseran minimal, fraktur displaced
dengan pola fraktur yang stabil yang dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang,
pasien usia tua dengan resiko tinggi dilakukan operasi. Imobilisasi cast/gyps,
diindikasikan untuk :
• Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran minimal.
• Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan dapat sembuh
dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat diterima.
• Dapat juga digunakan blok hematom dengan menggunakan analgetik, berupa
lidocain, ataupun juga berupa sedasi

Hematoma block dengan sedasi intravena dan bier block dapat digunakan sebagai
analgesia untuk reduksi tertutup. Teknik reduksi tertutup yaitu :
• Fragmen distal diposisikan hiperekstensi
• Dikerjakan traksi untuk mendekatkan jarak fragmen distal dan proksimal dengan
sedikit tekanan pada radius distal
• Pemasangan Long arm splint dengan posisi pergerangan netral atau sedikit fleksi
• Hindari posisi yang berlebihan pada pergelangan tangan

Posisi lengan bawah yang ideal, waktu imobilisasi yang diperlukan dan kebutuhan
long arm cast masih merupakan kontroversi, di mana dari beberapa penelitian 27
menyebutkan tidak ada metode yang paling superior. Posisi fleksi yang berlebihan
harus dihindari karena hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan kanal pada
carpal yang selanjutnya dapat meyebabkan kompresi N Medianus. Fraktur yang
memerlukan posisi fleksi maksimal pada pergelangan tangan merupakan suatu
indikasi untuk operasi terbuka dan fiksasi internal. Cast harus dipertahankan selama 6
minggu atau sampai pemeriksaan radiologis menunjukkan suatu fraktur union.
Pemeriksaan radiologi secara berkala diperlukan untuk evaluasi dan menghindari
terjadinya kesalahan maupun komplikasi yang dapat terjadi. (Egol KA, Koval KJ,
2015)
Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif pada pasien fraktur distal radius di antaranya
adalah : (Egol KA, Koval KJ, 2015)
• Cedera dengan energi tinggi
• Reduksi dengan secondary loss
• Kominutif artikuler, step off, atau adanya gap
• Kominutif metafieal atau hilangnya fragmen tulang
• Fraktur terbuka
• Hilangnya volar buttress dengan pergeseran
• Disertai dengan fraktur carpal
• Disertai dengan neurovascular atau cedera pada tendon • Fraktur distal radius
bilateral
• Adanya kelainan atau kelemahan pada ekstremitas kontralateral
• Adanya kelainan pada DRUJ

Teknik operasi pada fraktur distal radius dapat dikerjakan baik pada sisi volar, dorsal
maupun radial. Pada teknik volar, operasi dikerjakan melalui dasar dari tendon fleksor
carpi radialis dengan elevasi dari M. Pronator Quadratus. Ligamen transversus carpal
dapat dibebaskan dengan melakukan insisi bila terdapat kompresi pada N Medianus.
Teknik dorsal digunakan untuk mengurangi dan menstabilisasi fragmen dorsal.
Teknik radial digunakan unruk menstabilkan fragmen styloid. (Egol KA, Koval KJ,
2015)

Percutaneous pinning
Teknik ini digunakan untuk fraktur ekstrartikular atau fraktur pada dua sisi
intraarticular. Teknik ini menggunakan Kirschner wire pada daerah fraktur dari
styloid radius ke arah proksimal, dari dorsoulnar ke fragmen distal radius ke arah
proksimal. Percutaneous pinning seringkali digunakan bersama dengan short arm cast
atau fiksasi eksterna. Pin dapat dilepas 6 sampai 8 minggu pasca operasi, sedangkan
cast tetap dipertahankan hingga 2-3 minggu setelahnya.

Fiksasi eksternal
Teknik yang digunakan dinatarnya adalah spanning (bridging) external fixation dan
non-spanning (non-bridging) external fixation. Penggunaan fiksasi eksternal dapat
sulit mencegah terjadinya kemiringan maupun pergeseran pada sisi palmar seiring
dengan berjalannya proses penyembuhan terutama pada fraktur kominutif pada tulang
osteopenic, sehingga diperlukan fiksasi dengan K wire atau bone graft sebagai fiksasi
tambahan. Fiksasi eksternal dipertahankan hingga 6 sampai 8 minggu.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna


Teknik ini dapat menggunakan dorsal platting, volar non-locked platting, volar locked
platting, fragment specific platting

Fiksasi intramedullary
Teknik ini dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik dengan menggunakan
locking screws yang ditempatkan pada styloid radius untuk tata lakana fraktur simple

Fiksasi tambahan
Fiksasi tambahan dapat dikerjakan dengan menggunakan autograft, allograft maupun
graft sintetik.

10. Tatalaksana Fraktur


Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada
umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan didasari atas diagnosis yang
tepat, pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu, mengikuti “law of nature”,
pengobatan yang realistis dan praktis, dan memperhatikan setiap pasien secara
individu.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai
keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling.
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan
dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang
kembali, Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak
menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik
imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat
pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti
pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal.
Berapa lama patah tulang diperlukan untuk bersatu dan sampai terjadi
konsolidasi? Tidak ada jawaban yang tepat mungkin karena faktor usia, konstitusi,
suplai darah, jenis fraktur dan faktor lain mempengaruhi sepanjang waktu diambil.
Prediksi yang mungkin adalah timetable Perkins yang sederhana. Fraktur spiral pada
ekstremitas atas menyatu dalam 3 minggu, untuk konsolidasi kalikan dengan 2; untuk
ekstremitas bawah kalikan dengan 2 lagi; untuk fraktur transversal kalikan lagi oleh 2.
Sebuah formula yang lebih sophisticated adalah sebagai berikut. Sebuah fraktur spiral
pada ekstremitas atas memakan waktu 6-8 minggu untuk terjadinya konsolidasi.
Ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih lama. Tambahkan 25% jika bukan
fraktur spiral atau jika melibatkan tulang paha. Patah tulang anak-anak, tentu saja,
menyatu lebih cepat. Angka-angka ini hanya panduan kasar, harus ada bukti
klinis dan radiologis terkait konsolidasi sebelum tekanan penuh diperbolehkan tanpa
splintage.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.
Beberapa penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi
dan imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti
dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi
dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan fiksasi
dalam pada tulang secara operatif. Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi
patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, Eksisi fragmen fraktur dan
menggantinya dengan prosthesis.
Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur
dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak
akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta,
fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal.
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi
tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini
adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan
pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal.
Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya
beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada
fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips.
Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk fiksasi
fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit
luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya
jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal
fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang
terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun
jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, asien dengan cedera
multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang
terkait dengan cedera kepala fraktur dengan infeksi.
Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator
tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur.
Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi,
dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur
Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan
fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan
bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang
panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara
operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna
yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa
dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di
reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi
displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan
perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan
reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan
yang sulit (paraplegia, pasien geriatri).
Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada
fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan
prosthesis. Tindakan ini diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur
tidak dapat menyambung kembali.

Penanganan fraktur terbuka


Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeki
umum maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat hal penting yang
perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan fraktur,
stabillisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.

11. Indikasi penggunaan gips


Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai dengan kontur
tubuh tempat gips dipasang. Gips merupakan balutan yang ketat yang digunakan
untuk imobilisasi bagian tubuh dengan menggunakan bahan gips tipe plester atau
fiberglass.

Tujuan
Untuk imobilisasi kasus dislokasi sendi, fiksasi fraktur yang telah di reduksi, koreksi
cacat tulang, imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi dan
mengkoreksi deformitas.

Indikasi
Pasien dislokasi sendi, fraktur, penyakit tulang spondylitis TBC, pasca operasi,
skliosis.
Kontraindikasi
Fraktur terbuka

Anda mungkin juga menyukai