OT
(Rima Dara Ninggar & Rania Reiza Faris Balfas – Coass Bedah RSUD
CILEGON)
Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terletak di sendi lutut,
berfungsi menstabilkan saat perpindahan tibia ke arah anterior dan rotasi sendi lutut.
ACL merupakan ligamen yang sering mengalami cedera. Tingkat kejadian cedera
ACL pertahun sebesar 68,6 per 100.000 orang. Cedera umumnya terjadi pada
olahraga yang melibatkan gerakan seperti lompatan, berputar, dan perubahan arah
gerak secara tiba-tiba. Tingkat kejadian cedera ACL terbayak akibat olahraga non-
kontak, yaitu mencapi 70-80%.
Meniskus adalah jaringan tulang rawan elastis (fibrocartilage) yang terdapat pada
lutut dan berbentuk seperti huruf C atau bulan sabit yang melekat pada bagian atas
tulang kering. Tulang rawan ini berada di antara tulang paha dan tulang kering.
Meniskus sangat rentan terkena cedera atau robek saat Anda melakukan aktivitas
yang berat.
Penanganan bedah
Adanya cidera ACL yang berdampak pada gangguan stabilitas lutut merupakan faktor
risiko terjadinya kerusakan lutut lebih lanjut, seperti kerusakan pada kartilago dan
bantalan sendi lutut (meniscus). Pada kondisi ini, perlu dilakukan operasi rekonstruksi
ACL untuk mengembalikan fungsi stabilisasi ACL.
Penanganan non-bedah
ACL yang robek tidak akan sembuh tanpa operasi. Namun, penanganan non-bedah
dapat dipilih untuk orang dengan tingkat aktivitas fisik rendah. Selain itu, bila hasil
pemeriksaan stabilitas sendi lutut secara keseluruhan baik, dokter dapat
merekomendasikan penanganan non-bedah dengan cara:
§ Knee brace (penyangga lutut). Knee brace digunakan untuk menambah stabilitas
sendi lutut. Kemudian, Anda dapat menggunakan kruk untuk mengurangi beban pada
lutut yang cidera.
§ Terapi fisik. Latihan fisik tertentu dapat meningkatkan fungsi lutut dan menguatkan
otot tungkai yang ikut menyokong sendi lutut. Latihan ini dapat dimulai setelah
bengkak dan nyeri berkurang.
7. Arthroskopi
Arthroscopy adalah pemeriksaan bagian dalam sendi dengan menggunakan
instrumen tipis yang disebut arthroscope. Artroskopi dapat digunakan untuk melihat
permukaan sendi dan jaringan sekitarnya untuk mendiagnosa masalah sendi,
mengobati masalah sendi, dan memantau perkembangan kondisi sendi.
Indikasi dilakukannya tindakan artroskopi sendi lutut meliputi; diagnosis,
rekonstruksi cedera ligamen cruciatum (ACL/PCL), rekonstruksi/ repair cedera
meniscus (bantalan sendi lutut), rekonstruksi cedera tualng rawan (cartilage), removal
loose bodies, debridement radang sendi (OA, RA, dll). Kemudian irigasi infeksi
sendi, terapi kelainan bawaan (congenital), fiksasi fraktur intraarticular, lisis adhesi
kekauan sendi
Pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan pada lutut, bahu, siku, pergelangan
kaki, pinggul, atau pergelangan tangan.
Tahapan prosedur arthroscopy yaitu kulit diinsisi sepanjang 0,75-1 cm dengan
scalpel tajam. Trokar tajam ditempatkan ke dalam kanula kemudian digantikan
dengan obturator. Selanjutnya, artroskop dimasukkan ke dalam kanula menggantikan
obturator.
Prosedur pemeriksaan arthroscopy cukup sederhana dan aman. Namun, ada
beberapa risiko komplikasi atau efek samping, yaitu:
- pendarahan
- infeksi (demam, menggigil, kemerahan, nanah, kelenjar getah bening bengkak,
dan panas di sekitar sendi)
- bekuan darah di ekstremitas
- kerusakan pada saraf, sendi, atau jaringan sekitar sendi
- penumpukan tekanan dalam otot (sindrom kompartemen)
Keuntungan menggunakan prosedur arthroscopy secara umum adalah
menurunkan morbiditas pasca operasi, incisi kulit minimal (minimally invasive), nyeri
pasca operasi lebih minimal, respon inflammasi pasca operasi minimal. Selain itu,
dapat meningktakan visualisasi (direct vision), menurunkan length of stay rumah
sakit, menurunkan angka komplikasi, mempercepat rehabilitasi pasca operasi, dan
memungkinkan dilakukan reevaluasi (second look arthroscopy).
8. Klasifikasi Fraktur
a) Berdasarkan perluasan
• Fraktur komplit: terjadi apabila seluruh tubuh tulang patah/ kontinuitas
jaringan luas sehingga tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga mengenai seluruh
korteks.
• Fraktur tidak komplet/inkomplit: diskontinuitas jaringan tulang dengan garis
patahan tidak menyeberang sehingga masih ada korteks yang utuh.
9. Fraktur Radius
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada
pergelangan tangan. umumnya sering terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan
menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh
dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian
menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah.
Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius
distal pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles. Ini adalah
fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi
berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu pasien
biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang. Biasanya
penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi
terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan
menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan.
Fragmen bagian distal radius dapat terjadi dislokasi ke arah dorsal maupun volar,
radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari
prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke
arah radial menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal. Komplikasi yang sering
terjadi adalah kekakuan dan deformitas (perubahan bentuk), jika pasien mendapat
penanganan terlambat. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Patofisiologi
Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung mengalami tension,
sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi, hal ini disebabkan oleh
bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius, dimana sisi dorsal lebih tipis
dan lemah sedangkan pada sisi volar lebih tebal dan kuat. Beban yang berlebihan dan
mekanisme trauma yang terjadi pada pergelangan tangan akan menentukan bentuk
garis fraktur yang akan terjadi. Lebih dari 68 persen dari fraktur pada radius distal dan
ulna memiliki korelasi dengan cedera jaringan lunak, seperti robekan parsial dan total
dari TFCC, ligament schapolunatum, dan ligament lunotriquetral.
Mekanisme trauma fraktur distal radius pada dewasa muda yaitu jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, maupun cedera pada olahraga. Pada dewasa tua,
fraktur distal radius dapat terjadi dari mekanisme dengan tenaga yang kecil seperti
terjatuh saat sedang berdiri atau berjalan (fragile fracture). Mekanisme yang paling
sering terjadi adalah jatuh dengan posisi dorsofleksi pada pergelangan tangan dengan
sudut bervariasi, seringkali antara 40-90 derajat. Trauma dengan energi tinggi yang
diakibatkan oleh kendaraan bermotor dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
displaced pada distal radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Klasifikasi Fernandez:
Klasifikasi Frykman:
Klasifikasi Eponimic fraktur distal radius dan ulna
Fraktur Colles
Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang menunjukkan tanda
angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke arah dorsal, pemendekan tulang
radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015) Fraktur ini sering terjadi pada usia di atas 50
tahun, wanita lebih sering dibandingkan laki-laki dengan karakteristik garis fraktur
transversal utama dengan jarak 2 cm dari distal radius, avulsi dari prosesus styloid
ulna, permukaan sendi mengalami angulasi 15 derajat ke arah anterior pergelangan
tangan. Deformitas yang terjadi disebut sebagai dinner fork deformity yaitu
pergeseran radius kea rah posterior dan kemiringan fragmen fraktur ke arah posterior.
(Salter R.B, 1999)
Fraktur Smith
Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal) dari distal radius
dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar dari distal radius.
Mekanisme jatuh dengan posisi pergelangan tangan fleksi dan seringkali tidak stabil.
Fraktur ini memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal karena seringkali tidak
adekuat dengan reduksi tertutup. (Egol KA, Koval KJ, 2015). Fraktur ini sering
didapatkan pada dewasa muda yang merupakan cedera pada posisi pronasi. Fraktur
pada sepertiga distal radius sering disertai dengan dislokasi distal persendian radio
ulnar 23 yang disebut fraktur Galeazzi, maupun dislokasi proksimal persendian
radioulnar yang disebut fraktur Monteggia. (Salter R.B, 1999)
Fraktur barton
Fraktur dan dislokasi atau subluksasi pada pergelangan tangan di mana terjadi
pergeseran dari distal radius yang seringkali kea rah volar. Mekanisme cedera adalah
jatuh dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi dengan lengan bawah pada posisi
pronasi. Fraktur ini tidak stabil dan memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal
untuk mendapatkan posisi anatomis yang stabil. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Hematoma block dengan sedasi intravena dan bier block dapat digunakan sebagai
analgesia untuk reduksi tertutup. Teknik reduksi tertutup yaitu :
• Fragmen distal diposisikan hiperekstensi
• Dikerjakan traksi untuk mendekatkan jarak fragmen distal dan proksimal dengan
sedikit tekanan pada radius distal
• Pemasangan Long arm splint dengan posisi pergerangan netral atau sedikit fleksi
• Hindari posisi yang berlebihan pada pergelangan tangan
Posisi lengan bawah yang ideal, waktu imobilisasi yang diperlukan dan kebutuhan
long arm cast masih merupakan kontroversi, di mana dari beberapa penelitian 27
menyebutkan tidak ada metode yang paling superior. Posisi fleksi yang berlebihan
harus dihindari karena hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan kanal pada
carpal yang selanjutnya dapat meyebabkan kompresi N Medianus. Fraktur yang
memerlukan posisi fleksi maksimal pada pergelangan tangan merupakan suatu
indikasi untuk operasi terbuka dan fiksasi internal. Cast harus dipertahankan selama 6
minggu atau sampai pemeriksaan radiologis menunjukkan suatu fraktur union.
Pemeriksaan radiologi secara berkala diperlukan untuk evaluasi dan menghindari
terjadinya kesalahan maupun komplikasi yang dapat terjadi. (Egol KA, Koval KJ,
2015)
Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif pada pasien fraktur distal radius di antaranya
adalah : (Egol KA, Koval KJ, 2015)
• Cedera dengan energi tinggi
• Reduksi dengan secondary loss
• Kominutif artikuler, step off, atau adanya gap
• Kominutif metafieal atau hilangnya fragmen tulang
• Fraktur terbuka
• Hilangnya volar buttress dengan pergeseran
• Disertai dengan fraktur carpal
• Disertai dengan neurovascular atau cedera pada tendon • Fraktur distal radius
bilateral
• Adanya kelainan atau kelemahan pada ekstremitas kontralateral
• Adanya kelainan pada DRUJ
Teknik operasi pada fraktur distal radius dapat dikerjakan baik pada sisi volar, dorsal
maupun radial. Pada teknik volar, operasi dikerjakan melalui dasar dari tendon fleksor
carpi radialis dengan elevasi dari M. Pronator Quadratus. Ligamen transversus carpal
dapat dibebaskan dengan melakukan insisi bila terdapat kompresi pada N Medianus.
Teknik dorsal digunakan untuk mengurangi dan menstabilisasi fragmen dorsal.
Teknik radial digunakan unruk menstabilkan fragmen styloid. (Egol KA, Koval KJ,
2015)
Percutaneous pinning
Teknik ini digunakan untuk fraktur ekstrartikular atau fraktur pada dua sisi
intraarticular. Teknik ini menggunakan Kirschner wire pada daerah fraktur dari
styloid radius ke arah proksimal, dari dorsoulnar ke fragmen distal radius ke arah
proksimal. Percutaneous pinning seringkali digunakan bersama dengan short arm cast
atau fiksasi eksterna. Pin dapat dilepas 6 sampai 8 minggu pasca operasi, sedangkan
cast tetap dipertahankan hingga 2-3 minggu setelahnya.
Fiksasi eksternal
Teknik yang digunakan dinatarnya adalah spanning (bridging) external fixation dan
non-spanning (non-bridging) external fixation. Penggunaan fiksasi eksternal dapat
sulit mencegah terjadinya kemiringan maupun pergeseran pada sisi palmar seiring
dengan berjalannya proses penyembuhan terutama pada fraktur kominutif pada tulang
osteopenic, sehingga diperlukan fiksasi dengan K wire atau bone graft sebagai fiksasi
tambahan. Fiksasi eksternal dipertahankan hingga 6 sampai 8 minggu.
Fiksasi intramedullary
Teknik ini dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik dengan menggunakan
locking screws yang ditempatkan pada styloid radius untuk tata lakana fraktur simple
Fiksasi tambahan
Fiksasi tambahan dapat dikerjakan dengan menggunakan autograft, allograft maupun
graft sintetik.
Tujuan
Untuk imobilisasi kasus dislokasi sendi, fiksasi fraktur yang telah di reduksi, koreksi
cacat tulang, imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi dan
mengkoreksi deformitas.
Indikasi
Pasien dislokasi sendi, fraktur, penyakit tulang spondylitis TBC, pasca operasi,
skliosis.
Kontraindikasi
Fraktur terbuka