TOXOPLASMOSIS
Disusun Oleh:
Nurul Atika Haviz – 1102018112
Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Soroy Lardo, SpPD, K-PTI
LAPORAN KASUS
TOXOPLASMOSIS
Disusun Oleh:
Nurul Atika Haviz – 1102018112
SEPTEMBER 2022
Jakarta, 2022
Pembimbing,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat anugerah
dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus dengan
judul “Hipertensi pada pasien Chronic Kidney Disease” dalam rangka memenuhi
syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSPAD
Gatot Soebroto. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kolonel CKM dr. Dwi
Edi Wahono, Sp.PD, K-GH selaku pembimbing berkat ilmu, waktu, dan
kesabaran yang beliau berikan untuk menuntun dan membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan
kasus ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan
saran mengenai laporan kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat
memberikan banyak kegunaan bagi pembaca.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
T. gondii merupakan parasit intraseluler obligat yang menginfeksi hewan berdarah panas, termasuk
manusia. Ini memiliki siklus hidup yang kompleks, membutuhkan inang definitif dan inang perantara
untuk menyelesaikan siklus seksual dan aseksual masing-masing. Anggota famili Felidae adalah satu-
satunya inang definitif yang diketahui untuk organisme ini. Kucing dapat terinfeksi dengan menelan
ookista yang terinfeksi atau kista jaringan melalui konsumsi inang perantara. Kucing yang terinfeksi
mengeluarkan jutaan ookista yang tidak bersporulasi dalam tinja selama sekitar 1 hingga 3
minggu. Ookista membutuhkan waktu 1 hingga 5 hari untuk berubah menjadi ookista menular, yang
dapat tetap infektif di lingkungan selama sekitar satu tahun.
Ketika daging atau makanan yang tidak dimasak dengan benar yang terkontaminasi dengan kotoran
kucing tertelan, dinding kista luar yang mengelilingi sporozoit dan bradizoit diproteolisis oleh jus
lambung di saluran pencernaan. Sporozoit dan bradizoit yang tidak dilapisi ini memasuki epitel usus
dan berdiferensiasi menjadi takizoit. Takizoit dengan cepat mengalikan bentuk T. gondii. Takizoit dapat
menembus setiap sel berinti, termasuk sel dendritik, monosit, dan neutrofil yang mengakibatkan
diseminasi. Dengan timbulnya respon imun pejamu, takizoit ini ditekan dan akhirnya diubah menjadi
bentuk replikasi lambat yang disebut bradizoit. Bradizoit membentuk dinding kista yang tebal di
sekelilingnya, membentuk kista jaringan yang membungkus ribuan bradizoit. Kista ini tetap dalam
bentuk tidak aktif di host imunokompeten. Namun, mereka dapat diaktifkan kembali ketika sistem
kekebalan inang terganggu.
1. Penularan melalui makanan - Tertelan kista jaringan melalui konsumsi daging setengah
matang/mentah
2. Penularan zoonosis - Tertelannya ookista melalui konsumsi makanan dan air yang
terkontaminasi feses kucing.
3. Penularan vertikal - Ibu yang terinfeksi menyebabkan infeksi kongenital melalui plasenta.
II.1.5 Patofisiologi
2
Pertumbuhan intraseluler takizoit menghasilkan efek sitopatik langsung, inflamasi seluler, dan
nekrosis. Imunitas yang dimediasi sel tipe 1 (CMI) terutama diperlukan untuk mengendalikan infeksi
akut dan kronis T. gondii. Jadi , setiap defek pada imunitas yang diperantarai sel menjadi predisposisi
pejamu untuk mengembangkan manifestasi toksoplasmosis yang parah. Menanggapi kerusakan yang
disebabkan oleh masuknya takizoit, sel epitel usus menghasilkan kemokin yang bertindak sebagai
pembawa pesan kimia yang mengakibatkan perekrutan sel dendritik (DC), makrofag, dan neutrofil ke
lokasi kerusakan. Masuknya takizoit ke dalam sel inflamasi ini merangsang produksi interleukin-12 (IL-
12). IL-12 menginduksi sintesis interferon-gamma (IFN-gamma) oleh sel pembunuh alami (NK) dan
limfosit T.
Sintesis IFN-gamma diperlukan untuk mengendalikan infeksi akut dan kronis. Jumlah CD4 yang rendah
terlihat pada pasien dengan AIDS menghasilkan tingkat IFN-gamma yang lebih rendah, sehingga
menyebabkan multiplikasi takizoit tanpa perlawanan dalam kasus infeksi akut dan reaktivasi bradizoit
pada infeksi laten yang mengakibatkan penyakit parah (toksoplasmosis serebral dan
ekstraserebral). Meskipun CMI memainkan peran kunci dalam mengendalikan infeksi T. gondii ,
imunitas humoral juga berkontribusi dengan mensintesis antibodi, memodulasi respons sel T CD4 dan
CD8, dan memperkuat produksi IFN-gamma yang terlibat dalam CMI
Tujuan pengobatan adalah untuk membatasi multiplikasi parasit selama infeksi aktif. Pengobatan
terapeutik diindikasikan pada individu imunokompeten dengan gejala parah atau berkepanjangan serta
semua pasien immunocompromised. Dalam kasus dugaan infeksi T. gondii , terapi empiris berdasarkan
diagnosis dugaan lebih disukai daripada menunggu hasil tes. Kombinasi pirimetamin (200mg dosis
pemuatan diikuti oleh 50mg setiap hari untuk pasien <60kg dan 75mg setiap hari untuk pasien>60kg)
dan sulfadiazin (1000mg empat kali sehari untuk pasien <60kg dan 1500mg empat kali sehari untuk
pasien>60kg) adalah pilihan yang lebih disukai. rejimen untuk pengobatan. Terapi awal harus
dilanjutkan selama 6 minggu dan diikuti dengan terapi pemeliharaan kronis.
Asam folat biasanya ditambahkan ke rejimen pengobatan untuk mencegah defisiensi asam folat karena
sulfadiazin. Steroid ditambahkan ke rejimen standar untuk mengobati pasien dengan edema serebral dan
toksoplasmosis okular. [10] [11] Penatalaksanaan terapeutik toksoplasmosis juga termasuk memulai
terapi antiretroviral untuk pemulihan kekebalan, biasanya dalam waktu 2 minggu setelah memulai
terapi anti-toksoplasmosis. [12]
Terapi anti toksoplasma profilaksis dimulai pada pasien HIV/AIDS yang T. gondii IgG positif dengan
jumlah CD4 <100 sel/mikroL. Trimetoprim-sulfametoksazol adalah obat pilihan untuk mencegah
reaktivasi infeksi laten. Profilaksis dapat dihentikan bila jumlah CD4 >200 sel/mikroL selama minimal
3 bulan, dan viral load ditekan
3
II.1.9 Komplikasi
Komplikasi
II.1.10 Prognosis
Prognosis
II.2.2 Patofisiologi
Beberapa
II.2.4 Diagnosis
Baik sebaga
II.2.5 Tatalaksana
1. Tatalaksana Non-Farmakologis
a. Modifikasi Diet dan Perilaku
Terapi nonfarmakologis harus menjadi langkah pertama untuk pengobatan
hipertensi, bahkan di antara pasien dengan CKD, dan andalan terapi
4
BAB III
STATUS PASIEN
II.2 Anamnesis
Keluhan utama
Mata Kabur 1 bulan SMRS. Demam batuk dan pilek disangkal
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan kedua mata kabur, mata kanan kabur
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat (-), penyakit ginjal (-), penyakit hati (-), gangguan
perdarahan (-), keganasan (-)
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa dengan pasien
Riwayat sosial ekonomi
Sehari-hari pasien mempunyai 4 anjing peliharaan, anjing tidak masu
kerumah untuk
Anamnesis sistem
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
5
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( -) petekie (-) Memar
Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus
Mata
( - ) Nyeri (- ) Radang
( - ) Sekret (-) Gangguan penglihatan
( - ) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus
Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut
( + ) Bibir pucat ( - ) Lidah kotor
( - ) Gusi bengkak ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatitis
Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Dada (Jantung/Paru)
( - ) Nyeri dada ( + ) Sesak nafas
( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah
( + ) Ortopnoe ( - ) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
( + ) Rasa kembung ( - ) Wasir
6
( -+) Mual ( - ) Mencret
( + ) Muntah ( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna hitam
( - ) Nyeri perut ( - ) Benjolan
( - ) Perut membesar
Saluran Kemih / Alat kelamin
( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguria ( - ) Kolik
( - ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Nokturia ( - ) Anuria
( - ) Hematuria ( - ) Retensi urin
( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes
( - ) Penyakit Prostat
Haid
(-) Haid Terakhir (-) jumlah dan lamanya
(-) teratur (-) Nyeri
(-) Gangguan Haid (-) pasca menopaus
Saraf dan Otot
( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat
(-) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / hiperesthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan (“Tick”)
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (vertigo)
( - ) Lain-lain ( - ) Bicara pelo
Ekstremitas
(+) Bengkak ( - ) Deformitas
( - ) Nyeri sendi ( - ) Sianosis
(-) Kelemahan Ekstremitas
7
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15, E4, M6 dan V5)
Status antropometri:
● BB : 55 Kg
● TB : 165 cm
● IMT : 20,7 kg/m2
● Status Gizi : Normoweight
Tanda Vital
● Tekanan Darah : 217/121 mmHg
● Suhu : 36,40C
● Nadi : 90x/menit, kuat angkat, reguler
● Pernafasan : 25x/menit
● Saturasi O2 : 98 %
● VAS :0
● Aspek Kejiwaan
● Tingkah laku : Wajar
● Alam Perasaan : Wajar
● Proses Pikir : Wajar
Status Generalis:
1. Kepala: Normosefal dan muka simetris, rambut terdistribusi merata dan
mudah dicabut
2. Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
cekung (-), tidak ada gangguan gerakan bola mata
3. Telinga: Dalam batas normal
4. Hidung: Tidak ada deviasi septum kanan dan kiri, tidak ada sekret pada
bagian kanan dan kiri hidung
5. Mulut: Bibir pucat, tidak ada sianosis atrofi papil lidah (-), coated tongue
(-), lidah tremor (-), glositis (-), gusi hiperemis Tonsil T1-T1, uvula letak
tengah, faring tidak hiperemis.
6. Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB, tidak ada perbesaran tiroid atau
parotis, JVP 5+1 cmH2O, tidak ada pergeseran trakea, tiroid tidak teraba
adanya nodul, tidak nyeri, dan simetris kanan kiri
8
7. Thoraks-Paru
● Inspeksi: Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris
saat inspirasi dan ekspirasi, tidak ada retraksi interkosta, tidak ada
benjolan atau tanda inflamasi
● Palpasi: Vocal fremitus (+/+) dikeduai lapang paru
● Perkusi: Sonor dikedua lapang paru
● Auskultasi: Vesicular Breathing Sound (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
8. Thoraks-Jantung
● Inspeksi: Betuk dada pectus excavatus, tidak tampak iktus kordis
● Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V midclavicular sinistra
● Perkusi: Batas jantung dalam batas normal
Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah: ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah: ICS IV parasternalis dextra
● Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, tidak terdengar suara
murmur dan gallop (-)
9. Abdomen
● Inspeksi: Cembung simetris, tidak ada massa yang menonjol, tidak
ada kelainan seperti spider nevi dan caput medusa, tidak ada tanda
inflamasi
● Auskultasi: Bising usus terdengar 6 kali permenit
● Palpasi: Supel, nyeri tekan epigastrium, hepar tidak teraba
membesar, dan lien tidak teraba membesar, Murphy sign (-), ginjal
tidak teraba, ballottement (-), turgor cepat kembali.
● Perkusi: Timpani di seluruh kuadran abdomen, redup (-), shifting
dullnes (-), Undulasi test (-)
10. Ekstremitas bawah: Akral hangat, CRT sulit dinilai, Terdapat edema non
pitting pada kedua ekstremitas bawah, sianosis (-), kulit ekstremitas
tampak kering, turgor kembali cepat.
9
III.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Labolatorium
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI :
Hemoglobin 13.0 13.0-18.0 g/dl
Hematokrit 40 40-52%
Eritrosit 4.8 4.3-6.0 juta/ul
Leukosit 4880 4.800-10.800
Trombosit 208.000 150.000-400.000
MCV 83 80-96 fl
MCH 27 27-32 pg
MCHC 33 32-36 g/dl
KIMIA KLINIK :
Kolesterol Total 163 <200 mg/dl
Trigliserida 72 <160 mg/dl
Kolesterol HDL 49 >35 mg/dl
Kolesterol LDL 100 <100 mg/dl
Glukosa Darah (Puasa) 98 80-115 mg/dl
Glukosa Darah (2 jam PP) 81 80-140 mg/dl
c. Radiologi
Foto thorak
Kesan :
● Kardiomegali dengan elongasi aorta
● Infiltrat di parakardial bilateral, dd Pneumonia
● CDL dengan tip di proyeksi vena cava superior
● Tidak tampak tanda pneumothorak, pneumomediastinum maupun
empisema subkutan
III.5 Resume
Pasien mengeluh
10
1. Retinokoriodenitis ec toksoplasmosis gondii
a. Atas Dasar
Pasien mengeluh kedua kaki bengkak sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. disertai dengan adanya rasa kaki yang kebas dan terasa kencang,
adanya
b. Rencana Diagnosa: -
c. Rencana Terapi
● Medikamentosa: Furosemid 40 mg bolus
● Non medikamentosa : dilakukan HD
d. Rencana monitoring: observasi tanda vital tiap 8 jam, kaji input dan
output cairan
e. Prognosis
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad Functionam : dubia ad malam
Qua ad Sanactionam : dubia ad malam
11
d. Rencana monitoring: observasi tanda vital tiap 8 jam
e. Prognosis
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad Functionam : dubia ad bonam
Qua ad Sanactionam : dubia ad bonam
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien
jumlah ureum, kreatinin dan eGFR sehingga edema yang dikeluhkan
oleh pasien
12
BAB V
KESIMPULAN
Penyakit
13
DAFTAR PUSTAKA
1.
14