Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BIOMEDIK III

Diphyllobothrium Latum

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9 (KELAS A)

• Rifa Saudah (K011211241)


• Siti Annisa Ramadhany (K011211223)
• St. Nuraini R (K011211248)
• Nurpanasita (K011211245)
• Aqilah Luthfiyyah Isran (K011211230)
• Haikal Arsyah Alfrial (K011211259)
• Dian Septiani (K011211233)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyusun makalah yang membahas mengenai
“Diphyllobothrium Latum” dalam rangka menyelesaikan penugasan dari mata
kuliah Biomedik III.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada bapak Prof. dr. Hasanuddin
Ishak, M.Sc., Ph.D. yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
Serta kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses terciptanya karya
tulis ini.

Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah
wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk
ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang ditemukan


dalam karya tulis ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan masukan-masukan dan
kritik yang membangun sebagai bahan evaluasi guna memperbaiki karya tulis ini.

Makassar, 07 Maret 2022

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………… i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………... 1

A. Fakta Masalah……………………………………………………………………………. 1
B. Pertanyaan Masalah……………………………………………………………………… 2
C. Tujuan……………………………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………… 3

A. Tabel Rekapitulasi Hasil Jurnal Dan Kesimpulan……………………………………….. 3

1. Tabel Rekapan Hasil Jurnal…………………………………………………………. 3


2. Kesimpulan Tabel…………………………………………………………………… 5

B. Faktor Penyebab Dan Aspek Kesehatan………………………………………………… 7

1. Aspek Kesehata…………………………………………………………………….... 7
2. Faktor Penyebab……………………………………………………………………... 8

C. Solusi…………………………………………………………………………………….. 9

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………….. 10

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………... 10
B. Saran……………………………………………………………………………………. 10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Fakta Masalah
Cestoda merupakan kelas cacing parasit yang mempunyai badan berbentuk pipih
dorsoventral, bersegmen-segmen, tidak mempunyai rongga badan, mempunyai scolex,
leher dan proglotid. Cacing ini bersifat hermaprodit, cara multiplikasi / reproduksi /
berkembang biak dengan jalan mengeluarkan telur (ovipar) dan kadang-kadang
perbanyakan dalam bentuk larva. Cara infeksi biasanya dengan larva yang mengalami
enkistasi masuk ke traktus digestivus hospes. Dua ordo yang penting dalam kelas cestoda
adalah Pseudophyllidea dan Cyclophyllidea.

Diphyllobothrium latum merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda


yang dapat menyebabkan penyakit Diphyllobothriasis. Hospes definitif cacing ini adalah
manusia, anjing, kucing, babi, beruang, anjing laut, ikan paus, singa laut. Hospes
intermedier 1 yaitu golongan copepoda antara lain genus cyclops dan diaptomus,
sedangkan hospes intermedier 2 yaitu ikan. Nama lain cacing ini adalah cacing pita ikan,
the fish tape worm, Taenia lata, broad tape worm, Dibothriocephalus latus.
Diphyllobothriasis dapat menjadi infeksi yang berlangsung lama (beberapa dekade).
Sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala. Manifestasi dapat meliputi
ketidaknyamanan perut, diare, muntah, dan penurunan berat badan. Kekurangan vitamin
B12 dengan anemia pernisiosa dapat terjadi. Infeksi masif dapat menyebabkan obstruksi
usus. Migrasi proglotid dapat menyebabkan kolesistitis/kolangitis (peradangan kantong
empedu).

Cacing pita dewasa hidup di usus manusia dan juga karnivora pemakan ikan. Pada
manusia, cacing dewasa dapat mencapai panjang 10 m. Cacing pita ikan terjadi dan
endemik di daerah para-polar di mana manusia mengonsumsi ikan mentah atau acar.
Ikan dimakan oleh manusia atau mamalia pemakan ikan dan plerocercoid matang di usus
kecil menjadi cacing dewasa. Jika ikan dimakan oleh ikan predator lain, plerocercoid
tetap berada di otot ikan predator yang hanya bertindak sebagai inang pembawa. Sebagai

1
2

cacing pita, ia tumbuh sekitar 5 cm per hari, melepaskan hingga 1 juta telur per hari, dan
dapat bertahan selama 10 tahun, produksi telurnya tinggi, sehingga badan air dapat
terkontaminasi dengan sangat cepat. Selain manusia, anjing dan kucing juga bisa
terinfeksi.

B. Pertanyaan Masalah

1. Bagaimana morfologi Diphyllobothrium latum?

2. Bagaimana siklus hidup Diphyllobothrium latum?

3. Bagaimana epidemiologi Diphyllobothrium latum?

4. Bagaiman diagnosa atau gejala yang ditimbulkan Diphyllobothrium latum?

5. Bagaimana pengobatan Diphyllobothrium latum ?

6. Bagaimana pencegahan dan pengendalian Diphyloobothrium lautm?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui morfologi Diphyllobothrium latum.

2. Untuk mengetahui siklus hidup dari Diphyllobothrium latum.

3. Untuk mengetahui epidemiologi Diphyllobothrium latum

4. Untuk mengetahui diagnosa dan gejala yang ditimbulkan akibat infeksi


Diphyllobothrium latum.

5. Untuk mengetahui cara pengobatan dari infeksi Diphyllobothrium latum.

6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian dari penyebaran Diphyllobothrium


latu.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Table Rekapitulasi Hasil Jurnal dan Kesimpulan

1. Tabel Rekapan Hasil Jurnal

NO BIOEKOLOGI ASPEK KESEHATAN

1 Nurpanasita (K011211245) Rifa Saudah (K011211241)


Tingginya insiden konsumsi daging ikan mentah
diphyllobothriosis di bagian atau setengah matang yang
tengah sungai Lena dan semua terkontaminasi, yang berkisar dari
hubungan biocenotic antara nemathode, penyakit bakteri dan
inang perantara, tambahan dan Diagnosa :
definitif yang potensial toksin yang dapat menyebabkan
membuktikan keberadaan masalah pencernaan hingga reaksi
sarangD. latumdi wilayah studi. alergi, infeksi paru-paru, mialgia
Siklus Hidup : akut endemik, bakteremia,
Sirkulasi cacing pita mengikuti meningitis dan kematian.
pola berikut: manusia-hewan Menanam ikan Asupan daging
peliharaan karnivora – copepoda dalam beberapa hidangan
– Coregonus tugun – manusia- menghadirkan risiko kesehatan
hewan peliharaan karnivora. yang signifikan karena patogen
Faktor utama dalam penularan potensi racun dan parasit yang
spesies invasif adalah konsumsi tersisa ketika makanan
tradisional ikan asin yang tidak dikonsumsi mentah atau kurang
cukup didesinfeksi oleh matang.
penduduk.

2 Siti Annisa Ramadhany Siti Annisa Ramadhany

3
4

(K011211223) (K011211223)
Epidemiologi : Pengobatan :
Diphyllobothrium ditemukan Sampel darah dan usus diambil
dengan prevalensi 3,33%. sebanyak lima kali dari hari ke-0
Intensitas Diphyllobothrium hingga hari ke-60 ASE.
adalah 2,33 individu/ikan. Pengambilan sampel darah
Profil hematologi menunjukkan dilakukan melalui vena caudal
status kesehatan ikan laut Asia dan diamati menggunakan
yang dibudidayakan dalam hemositometer. Analisis
penelitian ini berada dalam endoparasit dilakukan dengan
kondisi anemia dan terinfeksi pemeriksaan usus ikan dari usus
anterior sampai rektum posterior
3 St. Nuraini R (K011211248) .Aqilah Luthfiyyah Isran
Epidemiologi : (K011211230)
prevalensi cacing pada kucing Pencegahan :
liar masih cukup tinggi peternak kooperatif, antusias dan
dibandingkan dengan kucing terdapat Peningkatan pengetahuan
peliharaan di kota Surabaya. dalam dampak infeksi cacing.
Jenis telur cacing yang paling Peternak juga dapat mengetahui
banyak ditemukan pada kasus hasil pemeriksaan laboratorium
kucing positif pada kucing liar terkait infeksi cacing. Terdapat 2
adalah Toxocara cati sebanyak sampel pemeriksaan yang
18 sampel (83,4%) dan ditemukan telur cacing tambang
Ancylostoma sp sebanyak 12
sampel (91,7%). Hasil total
pemeriksaan 100 sampel feses
kucing didapatkan sebanyak 30
(30%) sampel positif ditemukan
adanya telur cacing, dan
sebanyak 70 (70%) sampel
negative. Sehingga prevalensi
5

kejadian kasus infeksi cacing


pada kucing di kota Surabaya
sebanyak 30%.
4 Haikal Arsyah Alfrial
(K011211259)
Morfologi :
Diphyllobothrium latum) adalah
salah satu cacing yang paling
umum agen penyebab
diphyllobothriosis manusia,
zoonosis parasit yang ditularkan
melalui ikan yang signifikan.

Dideteksi D. latus plerocercoids


pada ikan yang berasal dari
danau subalpine yang berbeda
terkait dengan infeksi D. latus
yang sedang berlangsung pada
manusia menunjukkan bahwa
wilayah Alpine adalah area yang
agak spesifik dari sudut pandang
medis, epidemiologis, dan
ekologis dari pandangan.

2. Kesimpulan Tabel
1.) Morfologi
Diphyllobothrium latum) adalah salah satu cacing yang paling umum agen
penyebab diphyllobothriosis manusia, zoonosis parasit yang ditularkan melalui ikan
yang signifikan. “Cacing pita ikan” (the broad fish tapeworm) ini memiliki lebar 15 –
20 mm dan memiliki sekitar 4000 proglottid. Scolex memiliki dua organ lampiran
6

yang disebut bothria dan tidak ada kait. Skoleksnya seperti jari dan memiliki alur
longitudinal sederhana masing-masing di sisi ventral dan punggung.

2.) Siklus Hidup


Sirkulasi cacing pita mengikuti pola berikut: manusia-hewan peliharaan karnivora
– copepoda – Coregonus tugun – manusia-hewan peliharaan karnivora. Cacing
dewasa menempel pada lapisan mukosa ileum atau kadang-kadang jejunum dengan
kedua bothria. Telur yang matang dilepaskan dari pori rahim pada permukaan ventral
dari proglotid tersebut. Pada saat oviposisi, hexacant embrio (mempunyai 6 kait)
tidak dewasa tertutup, dan telur harus tertidur di dalam air selama sekitar 8 - 12 hari
atau lebih lama, agar perkembangan embrio selesai.
3.) Epidemiologi
Profil hematologi menunjukkan status kesehatan ikan laut Asia yang
dibudidayakan dalam penelitian ini berada dalam kondisi anemia dan terinfeksi.
Infeksi D.latum tidak secara eksklusif pada manusia secara umum tetapi terbatas pada
daerah di mana ikan segar adalah makanan pokok atau dimana pembersihan dan
penanganan ikan berlangsung. Mengonsumsi ikan dalam beberapa hidangan
menghadirkan risiko kesehatan yang signifikan karena patogen potensi racun dan
parasit yang tersisa ketika makanan dikonsumsi mentah atau kurang matang.
4.) Diagnosa atau Gejala
toksin yang dapat menyebabkan masalah pencernaan hingga reaksi alergi, infeksi
paru-paru, mialgia akut endemik, bakteremia, meningitis dan kematian. Sangat jarang
ditemukan manusia yang terinfeksi akibat cacing ini dan jika ada, korban banyak
menampilkan gejala-gejala sedikit. Seperti, sakit perut, penurunan berat badan,
kelemahan, dan gangguan saraf yang banyak membuat penderitanya mengeluh.
Gejala-gejala tersebut disebabkan karena reaksi penderita terhadap limbah
metabolisme parasit, merosotnya proglotid atau iritasi usus mukosa.
5.) Pencegahan atau Pengendalian
Peternak juga dapat mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium terkait infeksi
cacing. Pengobatan infeksi D.latum adalah farmakologis, melibatkan agen
7

Praziquantel (obat pilihan) 5-10 mg/kg oral dalam dosis tunggal; diminum dengan
cairan selama makan dan Niclosamide (alternatif yang dapat diterima).

B. Faktor Penyebab dan Aspek Kesehatan


1. Aspek Kesehatan
Infeksi Diphyllabothrium Latum tidak secara eksklusif pada manusia secara
umum, tetapi terbatas pada daerah dimana ikan segar adalah makanan pokok atau
dimana pembersihan dan penanganan ikan berlangsung. Selain terinfeksi karena
mencerna ikan mentah atau tidak benar dalam memasaknya, plerocercoids yang
melekat pada tangan pembersih ikan dapat sengaja tertelan yang bisa menyebabkan
manusia terinfeksi D. Latum. Meskipun sejumlah mamalia pemakan ikan merupakan
penyalur atau memendam cacing pita yang menghasilkan dampak buruk, untuk
penyebaran parasit di daerah tanpa penduduk manusia. Disisi lain manusia, melalui
sanitasi yang tidak memadai dan praktek makan ikan mentah atau tidak dimasak
dengan benar, ditambah dengan kehadiran host perantara yang cocok, yang mampu
membangun dan mempertahankan endemisitas parasit tersebut pada populasi manusia.

Infeksi manusia dengan D. Latum dapat berkisar dari keadaan tanpa gejala hingga
gejala gastrointestinal ringan hingga kasus anemia yang parah serta obstruksi luminal.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien yang terinfeksi D. Latum, 25% akan
menunjukkan gejala sakit perut, diare, kelelahan, sakit kepala, atau anemia pernisiosa.
Menurut data, orang yang paling sering terinfeksi D.Latum ini adalah laki-laki antara usia 30
dan 49. Tanda dan gejala signifikan yang ditemui adalah sakit perut, muntah, diare, selain
pusing, mialgia, anemia, kelelahan, dan dispepsia.

Sangat jarang ditemukan manusia yang terinfeksi akibat cacing ini dan jika
ada, korban banyak menampilkan gejala-gejala sedikit. Seperti, sakit perut, penurunan
berat badan, kelemahan, dan gangguan saraf yang banyak membuat penderitanya
mengeluh. Gejala-gejala tersebut disebabkan karena reaksi penderita terhadap limbah
metabolisme parasit, merosotnya proglotid atau iritasi usus mukosa. Dan dalam
beberapa kasus, gejala tersebut juga dapat merupakan manifestasi psikosomatis
setelah dalam diri penderita terdapat worm.
8

Kadang-kadang, cacing ditemukan di bagian atas jejunum. Dalam hal ini,


worm tersebut dapat bersaing dengan host untuk menelan vitamin B12 yang berfungsi
untuk memprovokasi anemia megaloblastik. Karena vitamin ini penting dalam sintesis
hemoglobin, pasien kehilangan vitamin itu akan menderita anemia yang mirip dengan
anemia pernisiosa. Diagnosis laboratorium terdiri dari identifikasi telur atau
karakteristik proglotid dari kotoran atau muntahan.

2. Faktor penyebab

Faktor penyebab dari diphyllobothriasis latum yaitu infeksi secara


eksklusif/umum karena mencerna ikan mentah atau tidak benar dalam proses
pemasakannya, plerocercoids yang melekat pada tangan pembersih ikan yang tidak
sengaja tertelan yang bisa menyebabkan manusia terinfeksi D. Latum. Karena
sejumlah ikan yang berasal dari daerah dingin, seperti ikan salmon, trout, dan ikan
putih. Di Amerika Utara sudah ditemukan kasus dari 50 sampai 70%. Parasit ini juga
ditemukan di danau Swiss, lebih tepatnya daerah subalpine, cekungan sungai Danube,
Timur tengah, Jepang, Chile, Argentina, peru, dan Australia, D. nihonkaiense adalah
penyebab utama dari diphyllobothriasis manusia di Jepang, yang umumnya ditemukan
pada ikan salmon dari perairan Jepang. Memakan salmon mentah di restoran sushi
juga menyebabkan infeksi di Amerika serikat, tetapi selain itu, peningkatan kejadian
ikan yang telah terinfeksi di Amerika serikat dapat ditelusuri langsung pada praktek
pembuangan limbah yang tidak diolah ke danau dan sungai.

Faktor penyebab diphyllobothriasis latum adalah yang dikenal sebagai cacing


pita lebar atau ikan , atau cacing pita ikan lebar adalah cestode pseudophyllid yang
menginfeksi ikan dan mamalia, diphyllobothriasis latum berasal dari Skandinavia,
Rusia barat, dan Baltik, meskipun sekarang juga ada di Amerika Utara, terutama di
Pacific Northwest. Diphyllobothriasis dianggap sebagai parasit, infeksi zoonosis.
Yang menyebabkan penyakit dan tingkat keparahan yang luas. Cacing pita
menginduksi perubahan konsentrasi beberapa imunomodulator di inang. Ini juga dapat
menyebabkan perubahan struktural pada saluran GI karena memodulasi respons
neuroendokrin dan meningkatkan sekresi dan motilitas usus.
9

Faktor penyebab diphyllobothriasis latum adalah juga dikenal sebagai cacing


pita lebar atau ikan , atau cacing pita ikan lebar adalah cestode pseudophyllid yang
menginfeksi ikan dan mamalia, diphyllobothriasis latum berasal dari Skandinavia,
Rusia barat, dan Baltik, meskipun sekarang juga ada di Amerika Utara, terutama di
Pacific Northwest. Diphyllobothriasis dianggap sebagai parasit, infeksi zoonosis.
Yang menyebabkan penyakit dan tingkat keparahan yang luas. Cacing pita
menginduksi perubahan konsentrasi beberapa imunomodulator di inang. Ini juga dapat
menyebabkan perubahan struktural pada saluran GI karena memodulasi respons
neuroendokrin dan meningkatkan sekresi dan motilitas usus.

C. Solusi
Dari penjelasan diatas bahwa Pencegahan Diphyllobothriasis sangat dibutuhkan,
sebelum kita terkena. Karena pencegahannya sangat berhubungan di kehidupan kita
sehari-hari. Menjaga sanitasi dengan tidak buang air besar sembarangan, tidak memakan
ikan mentah atau setengah matang dan memasak ikan air tawar sampai betul-betul
matang atau membekukannya sampai -10°C selama 24 jam, mengeringkan dan
mengasinkan ikan secara baik, dilarang membuang tinja di kolam air tawar, memberikan
penyuluhan pada masyarakat. Adapun Pengobatan Diphyllobothriasis dengan cara
Praziquantel, dengan dosis untuk dewasa 5-10 mg/kg secara oral dalam terapi dosis
tunggal, dosis untuk anak-anak sama dengan dosis dewasa. (Catatan: praziquantel harus
diminum dengan cairan selama makan.) Alternatif bisa menggunakan obat niclosamide
dengan dosis dewasa 2 gram sekali oral, anak-anak 50 mg/kg (maksimal 2 gram) secara
oral. (Catatan: niclosamide harus dikunyah secara menyeluruh atau dihancurkan dan
ditelan dengan sedikit air.)
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diphyllobothrium latum adalah salah satu cacing yang paling umum agen penyebab
diphyllobothriosis manusia, zoonosis parasit yang ditularkan melalui ikan yang
signifikan. Salah satu faktor dalam penularan D. Latum kepada masyarakat adalah
mengonsumsi ikan asin yang cukup didesinfeksi. Selain pada ikan, infeksi D.latum ini
juga dapat menyerang kucing liar. Jadi diperlukan peningkatan pengetahuan dalam
dampak infeksi D.latum utamanya kepada peternak. Peternak harus kooperatif dan
antusias. Profil hematologi menunjukkan status kesehatan ikan laut Asia yang
dibudidayakan dalam penelitian ini berada dalam kondisi anemia dan terinfeksi.
Dideteksi Diphyllobothrium latum plerocercoids pada ikan yang berasal dari danau
subalpine yang berbeda terkait dengan infeksi D. latus yang sedang berlangsung pada
manusia.
2. Infeksi diphyllobothrium latum menyebabkan status kesehatan ikan laut Asia mengalami
anemia. Infeksi diphyllobothrium juga dapat terjadi saat mengonsumsi daging ikan
mentah atau setengah matang. Hal ini dapat menyebabkan adanya masalah pencernaan,
alergi, infeksi paru-paru, mialgia akut endemik, bakteremia, meningitis, bahkan
kematian. Jadi dapat disimpulkan bahwa Diphyllobothrium latum dapat menyebabkan
diphyllobothriasis pada manusia dan hewan seperti kucing liar melalui konsumsi ikan
mentah atau setengah matang.
B. Saran
Kami sangat menyarankan kepada pembaca agar bisa menerapkan hal yang
disampaikan di makalah ini, terutama yang menyangkut tentang kesehatan dengan
mengonsumsi makanan yang sehat dan pengolahan bahan mentah sehingga dapat di
konsumsi. Saran atau kritik dari berbagai pihak terkait dengan makalah ini akan sangat
membantu kami kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Haikal Arsyah Alfrial : Radacovská, Alzbeta, Bazsalovicsová, Eva, Costa, Isabel, Blasco,
Orosová, Martina, Gustinelli, Andrea. September 2019. Occurrence of Dibothriocephalus latus
in European perch from Alpine lakes, an important focus of diphyllobothriosis in Europe. Revue
suisse de Zoologie, 126(2) : 219-225

Zulfa zahrah salsabila, Kamil, Sulastri, 2021. Edukasi Kessehatan Dampak Infeksi
Cacing Dan Pemeriksaan Kecacingan Pada Ternak Sapi Di Kelurahan Lempake Kota
Samarinda. JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT TEKNOLOGI LABORATORIUM
MEDIK BORNEO 1(1), 25-29

Platonov, TA, Nyukkanov, AN, & Kuzmina, NV (2021, Maret). Ikan sebagai Penyebab
Diphyllobothriosis pada Populasi Yakutia. Dalam Seri Konferensi IOP: Ilmu Bumi dan
Lingkungan (Vol. 666, No. 2, hal. 022078). Penerbitan IOP.

St Nuraini R : Hana Cipka Pramuda Wardhani, indra Rahmawati, Marek Yohana


Kurniabudhi, 2021. Deteksi dan Prevalensi jenis telur cacing fases kucing di kota Surabaya.
JURNAL BIOSAINS 7 (2), 84-91

Siti Annisa Ramadhany : Dewi Hidayati, Annisa Rizqi, Nurindra, Nurlita Abdulgani,
Edwin Setiawan, Nova Maulidina, Nur Syahroni, Yeyes Mulyadi, 2021. Fish Disease Study of
Asian Seabass (Lates Calcarifer) in Floating Marine Cage : Endoparasite and Blood Profile,
Biodiversitas Journal. Hal : 4505 – 4511

Rifa Saudah : Sônia dos Santos Toriani, Eduardo Manoel Pereira, Daniela Delwing
de Lima, Therezinha Maria Novais de Oliveira, 2021. Disorders caused by contaminated
fish meat consumption. Brazilian Journal. Hal : 2525-8761

11

Anda mungkin juga menyukai