Anda di halaman 1dari 6

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT (ACL)

RUPTURE DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS


FISIK : STUDI KASUS
Aswita Aprililian Sihaloho
231102076
aswita2002@gmail.com
Profesi Ners Universitas sumatera Utara

PENDAHULUAN
Definisi
Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut.
Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih
dari tulang tibia terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang
berlebih tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil. Setiap cedera yang terjadi pada ACL
berpotensi menimbulkan gangguan kestabilan pada sendi lutut. Cedera ACL didefinisikan
sebagai ruptur parsial atau total ligamen yang pertama kali atau berulang yang terjadi secara
terpisah atau terkait dengan cedera lain yang terjadi bersamaan pada sendi lutut (Waldén, et al.
2016).
Cedera ACL adalah cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet. Cedera ini umumnya
terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-zag, perubahan arah gerak, dan
perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-deselerasi) seperti sepakbola, basket, bola
voli dan futsal. Mayoritas cedera yang terjadi adalah non kontak dengan mekanisme valgus
lutut dan twisting (puntiran). Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau salah
posisi lutut ketika mendarat. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma
langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping.
Robekan ACL lebih dari 50% atau robekan total dapat menyebabkan ketidakstabilan
sendi lutut. Atlet akan merasa lututnya sering “goyang”, nyeri dan bengkak berulang sehingga
kinerja berolahraganya menurun. Ketidakstabilan sendi lutut juga akan menimbulkan cedera
lanjutan berupa rusaknya bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi. Banyak atlet yang
akhirnya harus mengakhiri kariernya akibat cedera ACL sehingga cedera ini sering
disebut career ending injury (Gusma. 2022).
Penilaian derajat cedera ACL dapat dilakukan berdasarkan robekan yang terjadi, yaitu :
Derajat 1 : Robekan mikro ligamen. Umumnya tidak menimbulkan gejala ketidakstabilan dan
dapat kembali bermain setelah proses penyembuhan.
Derajat 2 : Robekan parsial dengan perdarahan. Terjadi penurunan fungsi dan dapat
menimbulkan gejala ketidakstabilan.
Derajat 3 : Robekan total dengan gejala ketidakstabilan yang sangat bermakna.
Etiologi
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa faktor penyebab cedera yang
dialami oleh anggota komunitas ACL terdiri atas faktor penyebab non kontak (68%). Indikator
mengubah arah dan berhenti mendadak sering terjadi pada aktivitas olahraga (19%)
sedangkan pada aktivitas non olahraga (0%). Indikator meluruskan dan menekuk lutut
berlebihan sering terjadi pada aktivitas olahraga (6%) sedangkan pada aktivitas non olahraga
(3%). Indikator terpeleset, roboh, salah tumpuan sering terjadi pada aktivitas olahraga (10%)
sedangkan pada aktvitas non olahraga (3%).
Faktor penyebab kontak (65%) yang meliputi pukulan langsung ke bagian luar lutut
atau tungkai bawah dan ditendang, dihancurkan, didorong, benturan, jegalan, tersandung.
Kedua faktor penyebab tersebut lebih sering terjadi ketika aktivitas olahraga dengan masing-
masing persentase 13% dibandingkan aktivitas non olahraga dengan masing-masing
persentase 3%. Temuan penting lainnya adalah indikator Mengubah arah dan berhenti
mendadak memiliki rata-rata tertinggi dibandingkan indikator lainnya pada variabel faktor
penyebab non kontak. Sedangkan pada variabel faktor penyebab kontak, indikator ditendang,
dihancurkan, didorong, benturan, jegalan, tersandung lebih sering dialami responden (65%)
dibandingkan pukulan langsung ke bagian luar lutut atau tungkai bawah (61%) (Gusman.
2022).
Patofisiologi
ACL mencegah translasi anterior tibia tehadap femur dan berfungsi untuk
meminimalisasi rotasi tibia. Fungsi sekunder ACL adalah untuk mencegah posisi valgusdan
falrus pada lutut, terutama saat ekstensi. Cedera ACL menyebabkan perubahan kinematika
lutut. Terkait dengan patologi yang terjadi, penundaan rekonstruksi ACL dapat mengakibatkan
terjadinya osteoarthritis. Sekitar 15% dari kasus rupture ACL menjalani Total Knee
Replacement (TKR).
ACL menerima suplai darah dari arteri middle genuelate, sehingga jika terjadi rupture
ACL akan terjadi haemoarthrosis. Namun, meskipun lokasinya intra-artikular, ACL
adalah Ektrasinovial karena tidak memiliki zat-zat penyembuh luka, maka jika terjadi ruptur
ACL akan sulit sembuh dengan sendirinya (Boden, et al. 2022).
Tanda dan Gejala
Pasien selalunya merasa atau mendengar bunyi "pop" di lutut pada saat cedera yang
sering terjadi saat mengganti arah, pemotongan, atau pendaratan dari melompat
(biasanya kombinasi hiperekstensi/poros). Ketidakstabilan mendadak di lutut (lututterasa
goyah). Hal ini bisa terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau setelah pukulan langsung
ke sisi lutut. Nyeri di bagian luar dan belakang lutut.
Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. Ini merupakan tanda perdarahan
dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi tiba-tiba biasanya merupakan tanda cedera lutut
serius. Gerakan lutut terbatas karena pembengkakan atau rasa sakit (Boden, et al. 2022).
Penatalaksanaan
Terapi Operasi
Pembentukan ligament. Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di jahit dandisambung
semula. Untuk membolehkan reparasi dari ACL untuk restorasi stabilitaslutut adalah
rekonstruksi dari ligament tersebut. Ligament tersebut akan di ganti dengan graft jaringan
ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar untuk ligament yang baru untuk tumbuh.Graft
tersebut diambil dari beberapa sumber. Selalunya dari tendon patella, yang merupakan
sambungan patella dan tibia. Tendon hamstring pada posterior pada juga sering digunakan.
Kadang tendon kuadrisep yang insersinya dari patella ke paha.
dapat digunakan. Graft dari kadaver (allo graft) juga dapat digunakan. Penyembuhan
semula mengambil masa sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum atlit dapat berolahraga setelah
operasi.Tindakan operasi untuk rekonstruktif ACL dapat digunakan dengan arthroscopi dengan
insisi yang kecil. Opperasi artroskopi kurang invasive. Kelebihan dari artroskopi adalah kerana
kurang invasive, kurang nyeri, masa rawat inap lebih pendek dan penyembuhan lebih cepat.
Terapi Non-Operasi
ACL yang robek tidak akan sembuh sendiri dan harus dioperasi. Namun terapi tanpa
operasi efektif kepada pasien yang sudah tua dengan aktivitas kehidupan yang sederhana. Jika
stabilitas pada lutut intak, indikasinya adalah tanpa operasi.
Bracing. Alat ini dapat memproteksi lutut dari ketidakstabilan. Selanjutnya
biasditeruskan dengan pemakaian tongkat yang dapat mengurangi beban pada kaki.
Terapi Fisikal. Apabila oedem berkurang, rehabilitasi akan bermula. Olahraga yang
spesifikdapat restorasi fungsi pada lutut dan menguatkan otot kaki yang memberi sokongan
padanya.
METODE
Artikel ini membahas sebuah kasus Anterior Cruciate Ligament (ACL) pada seorang
pasien rawat jalan di Poli Orthopedi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Metode yang digunakan
dalam artikel ini ialah studi kasus dari berbagai sumber berupa jurnal nasional dan internasional
yang membahas terkait penyakit Baker Cyst. Pasien secara lisan menyetujui kasusnya dijadikan
bahan pembelajaran dalam bentuk laporan kasus. Data penunjang didapatkan dari PubMed dan
Google Scholar.
KASUS
Tn. S, laki-laki berusia 23 tahun Mahasiswa, mengeluhkan tidak bisa berjalan dan
pembengkakan pada lutut bagian kanan. Pasien mengatakan kecelakaan jatuh pada saat
bermain sepak bola. Pasien merasakan nyeri luar biasa pada saat kejadian. Bengkak pada
daerah lutut dan membiru. Pasien mengatakan tidak dapat menggerakan kaki pada bagian
kanan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terutama pada bagian persendian serta pasien
tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien mengatakan tidak ada penyakit
turunan.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Tn. S, tanggal lahir 22 januari 2000, usia 23 tahun, mahasiswa, islam, suku jawa,
mengeluhkan nyei di area lutut. Riwayat penyakit sekarang pasien mengalami kecelakaan dan
jatuh pada saat bermain sepak bola Pasien merasakan nyeri luar biasa pada saat kejadian.
Bengkak pada daerah lutut dan membiru. Pasien mengatakan tidak dapat menggerakan kaki
pada bagian kanan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terutama pada bagian persendian
serta pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien mengatakan tidak ada
penyakit turunan. Keadaan umum pasien composmentis dengan TD 140/90, RR 21x/menit, HR
85x/menit.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ditandai
dengan kekuatan otot menurun, rentan gerak menurun.
Intervensi
Kriteria hasil yang diharapkan adalah pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot
meningkat, rentang gerak meningkat. Intervensi yang dilakukan dengan diagnosa tersebut
antara lain:
observasi berupa: 1. identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. identifikasi
toleransi fisik melakukan ambulasi 3. monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi 4. monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi.
terapeutik berupa: 1. fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu 2. fasilitasi
melakukan mobilisasi fisik, jika perlu 3. libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi.
Edukasi berupa: 1. jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi 2. anjurkan melakukan
ambulasi dini 3. anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan.
Implementasi
Implementasi yang dilakukan kepada pasien iantaranya: monitor kelelahan fisik dan
emosional pasien, menganjurkan klien untuk istirahat lebih banyak dari biasanya,
menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas bertahap agar bisa mobilisasi seperti semula.
Evaluasi
Pasien mengerti edukasi yang diberikan serta arahan yang dianjurkan untuk dilakukan,
pasien masih tampak lemah, masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan.
KESIMPULAN
Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut.
Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih
dari tulang tibia terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang
berlebih tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil. Faktor penyebab kontak (65%) yang
meliputi pukulan langsung ke bagian luar lutut atau tungkai bawah dan ditendang,
dihancurkan, didorong, benturan, jegalan, tersandung. Kedua faktor penyebab tersebut lebih
sering terjadi ketika aktivitas olahraga dengan masing-masing persentase 13%
dibandingkan aktivitas non olahraga dengan masing-masing persentase 3%.
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien meliputi pengkajian, penentuan
diagnosa keperawatan, menentukan intervensi, implementasi, serta evaluasi asuhan
keperawaan yang sudah diberikan kepada pasien.
REFERENSI
Boden, B. P., & Sheehan, F. T. (2022). Mechanism of non-contact ACL injury: OREF Clinical
Research Award 2021. Journal of orthopaedic research : official publication of the
Orthopaedic Research Society, 40(3), 531–540. https://doi.org/10.1002/jor.25257
Filbay, S. R., & Grindem, H. (2019). Evidence-based recommendations for the management
of anterior cruciate ligament (ACL) rupture. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology, 33(1), 33-47.
Gusma, K. C. (2022). Survei Penyebab Terjadinya Cedera Anterior Cruciate Ligament (Acl)
Pada Komunitas Acl Indonesia Cabang Jateng Diy. Unnes Journal Of Sport
Sciences, 6(2), 104-117.
Kyritsis, P., Bahr, R., Landreau, P., Miladi, R., & Witvrouw, E. (2016). Likelihood of ACL
graft rupture: not meeting six clinical discharge criteria before return to sport is
associated with a four times greater risk of rupture. British journal of sports medicine.
Santoso, I., Sari, I. D. K., Noviana, M., & Pahlawi, R. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada
Post Op Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra Grade III Akibat Ruptur Di
RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia, 6(1).
Waldén, M., Hägglund, M., Magnusson, H., & Ekstrand, J. (2016). ACL injuries in men's
professional football: a 15-year prospective study on time trends and return-to-play rates
reveals only 65% of players still play at the top level 3 years after ACL rupture. British
Journal of Sports Medicine, 50, 744 - 750.

Anda mungkin juga menyukai