Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit
1.1 Definis
Cedera ACL (anterior cruciate ligament) atau ACL rupture adalah robekan di salah
satu ligamen lutut yang menghubungkan tulang kaki atas dengan tulang kaki bagian
bawah. ACL menjaga kestabilan lutut.Ruptur ACL seringkali terjadi pada atlet
olahraga dengan high-impact.

1.2 Etiologi
Penyebab cedera ACL dapat ditimbulkan oleh berbagai aktivitas (tidak hanya
aktivitas olahraga). Penyebab cedera berdasarkan betapa sering aktivitas tersebut
menyebabkan cedera ACL dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Gerakan Berputar yang terlalu cepat dan tidak normal (Non-Contact)
2. Lutut berpilin saat mendarat
3. Kontak atau benturan langsung(Diktat Anatomy, 2012).
Sedangkan Menurut Robert G. Mark MD dalam bukunya yang berjudul "The ACL
Solution", di jelaskan urutan penyebab terjadinya cedera ACL sebagai berikut:
1. Cutting and Pivoting Sport
Kebanyakan pemicu cedera ACL pada atlet berasal dari situasi non-contac
(sekitar 70%). biasanya terjadi saat atlet mendarat setelah melakukan lompatan,
merubah arah dengan cepat untuk menghindari pemain lawan, atau saat atlet
melakukan gerakan berhenti secara mendadak (Mark & Mykleburst,2012).
2. Usia
Usia muda merupakan kelompok penyumbang angka cedera ACl tertinggi.
Faktornya adalah karena mereka melakukan banyak aktivitas fisik dalam kegiatan
sehari - hari maupun dalam latihan olahraga kesehatan atau prestasinya. American
Academy of Orthopaedic memberikan data bahwa dari 2000 operasi yang
dilakukan untuk cedera ACL kebayakan pasien dalam range usia 15 - 25 tahun
(Mark & Mykleburst,2012).

3. Jenis Kelamin
1
Studi menjelaskan bahwa wanita yang aktiv dalam "Cutting Sport" -sepak bola,
bola basket, dll- memiliki 6 kali resiko lebih tinggi untuk menderita cedera ACl
dibanding pria dengan jenis olahraga yang sama. Sebagian besar dari wanita yang
menderita ACL yakni pada usia 12 - 18 tahun (Mark & Mykleburst,2012).
Penyebabnya adalah, secara anatomi kondisi "Valgus" wanita lebih lunak dari
pada pria. Itu yang menyebabkan wanita memiliki resiko terkena cedera ACl
lebih tinggi dibanding dengan pria. Selain itu, faktor tingginya hormon esterogen
pada siklus menstruasi membuat kekompakkan sendi menurun, sendi menjadi
lebih tidak setabil.
1.3 Tanda gejala
1. Pasien selalu merasa atau mendengar bunyi pop di lutut pada saat cedera yang
sering terjadi saat mengganti arah, pemotongan, atau pendaratan dari melompat
(biasanya kombinasi hiperekstensi ). Ketidakstabilan mendadak di lutut (Lutut
terasa goyah) hal ini bisa terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau
setelah pukulan langsung ke sisi lutut.
2. Nyeri di bagian luar dan belakang lutut.
3. Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera (Pembengkakan yang
terjadi tiba-tiba biasanya merupakan tanda cedera lutut serius).
1.4 Patofisiologi
Dari ligamen lutut, cruciates adalah yang paling penting dalam menyediakan
pengekangan pasif untuk anterior / posterior gerakan lutut. Jika salah satu atau
kedua cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu.
ACL, seperti semua ligamen lain, terdiri dari tipe kolagen. Ultrastruktur ligament
sangat mirip dengan tendon, tetapi serat didalam ligamen lebih bervariasi dan
memiliki isi elastin yang lebih tinggi. Ligamen menerima suplai darah dari lokasi
insersinya. Vaskularisasi dalam ligamen adalah seragam, dan ligamen masing-
masing berisi mechanoreceptors dan ujung saraf bebas yang diduga membantu
dalam menstabilkan sendi. Ruptur ACL yang paling umum, adalah ruptur
midsubstan. Jenis ruptur ini terjadi terutama sewaktu ligamentum ditranseksi oleh
condillus femoral lateral yang berputar. ACL menerima suplai darah kaya,
terutamanya dari arteri geniculate medial, sewaktu ACL pecah, haemarthrosis
biasanya berkembang dengan cepat.

2
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Gerakan Sendi Lutut
Pemeriksaan gerakan sendi lutut sangat penting karena setiap kelainan pada
lutut akan memberikan gangguan pergerakan lutut. Pada pemeriksaan perlu
diketahui apakah gerakan disertai nyeri atau krepitasi. Secara normal gerakan
fleksi pada sendi lutut sebesar 120-145 derajat dan gerakan ekstensi 0 derajat
dan mungkin ditemukan hiperekstensi sebesar 10 derajat.
Uji stabilitas sendi lutut yang dapat dilakukan :
a. Pemeriksaan ligamentum kolateral medial dan lateral
Robekan pada ligamentum kolateral medial dapat diperiksa melalui uji
abduction stress dan pada ligamentum kolateral lateral melalui uji adduction
stress. Pada pemeriksaan ini sendi lutut dalam keadaan ekstensi penuh, satu
tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki dan satunya pada lutut.
Dengan kedua tangan dilakukan abduksi untuk menguji ligamentum medial,
dan adduksi untuk menguji lgamentum lateral. Apabila terdapat robekan pada
ligamentum kolateral maka dapat dirasakan sendi bergerak melebihi batas
normal.

b. Pemeriksaan ligamentum krusiatum anterior dan posterior


Kedua ligamentum ini berfungsi untuk stabilisasi sendi lutut karah depan dan
belakang. Ligamentum krusiatum anterior berfungsi untuk mencegah tibia
tergelincir ke depan femur, sedangkan ligamentum krusiatum posterior pada
arah sebaliknya.
Cara pemeriksaan :
1) Uji Drawer
Lutut difleksikan 90 derajat dan pemeriksa duduk pada kaki pasien untuk
mencegah gerakan kaki. Dengan meletakkan kedua tangan di belakang
tibia bagian proksimal dan kedua ibu jari pada kondilus femur, kemudian
dilakukan tarikan pada tibia ke depan dan ke belakang. Kecurigaan adanya
robekan pada ligamentum krusiatum apabila ada gerakan yang abnormal,
baik ke depan ataupun ke belakang.

3
2) Uji Lachman
Pada pemeriksaan ini lutut difleksikan 15-20 derajat. Satu tangan
memegang tungkai atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya
memegang tibia proksimal. Kedua tangan kemudian digerakkan ke depan
dan belakang antara tibia proksimal dan femur.
3) Pemeriksaan pivot shift lateral
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui
defisiensi pada ligamentum krusiatum anterior. Caranya kaki yang
mengalami kelainan diangkat, Dimana kaki kanan diangkat tangan kanan
dan kaki kiri diangkat dengan tangan kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi
maksimal. Dengan satu tangan pemeriksa memutar dari arah luar tungkai
bawah persis di sebelah bawah lutut sehingga terjadi tekanan valgus. Pada
saat yang bersamaan tibia dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut difleksi
secara perlahan-lahan dari posisi ekstensi. Pemeriksaan positif apabila
kondilus lateralis tibialis terelokasi secara spontan pada kondilus femur
ketika fleksi mencapai 30-35 derajat.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos dapat memperlihatkan bahwa ligamen telah mengavulsikan sepotong
tulang kecil ligamen medial biasanya dari femur, ligamen lateral dari fibula,
ligamen krusiatum anterior dari spina tibia dan krusiatum posterior dari bagian
belakang tibia atas. Film tekanan (kalau perlu dibawah anestesi) dapat
menunjukkan apakah engsel sendi terbuka ke satu sisi.
3. Pemeriksaan Artroskopi
Bila terjadi robekan hebat pada ligamen kolateral dan kapsul, artroskopi tidak
boleh dilakukan karena ekstravasasi cairan akan menghambat diagnosis dan
menyulitkan prosedur selanjutnya. Indikasi utama untuk melakukan artroskopi
adalah pada robekan ligamentum krusiatum terisolasi yang dicurigai, dan pada
sprain yang lebih ringan untuk menyingkirkan cedera internal lain misalnya
robekan meniskus, yang (kalau ada) dapat ditangani seketika itu juga.

1.6 Penatalaksanaan

4
Penanganan untuk ACL yang robek tergantung pada keperluan
pasien.Contohnya atlet yang muda akan terlibat dalam aktifitas olahraga dan perlu
dioperasisupaya fungsi dapat kembali. Bagi individu yang lebih tua, dengan
aktifitas yang lebihsederhana biasanya tidak perlu dioperasi dan kembali ke
kehidupan yang sederhana.Namun sering, setelah cedera 1-2 hari, pasien dapat
berjalan seperti biasa. Keadaanini bukan berarti ACL sudah sembuh. Pada
perkembangannya pasien akan merasakanbahwa lututnya tidak stabil, gampang
goyang dan sering timbul nyeri.
Sebagian besar cedera ACL memerlukan tindakkan operasi Arthroscopy agarpasien
dapat pulih seperti sedia kala dengan insisi yang kecil. Operasi artroskopikurang
invasive. Kelebihan dari artroskopi adalah kurang invasive, kurang nyeri,masa
rawat inap lebih pendek dan penyembuhan lebih cepat.

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan


A. Pengkajian

5
Pengakjian merupakan langkah awal dasar dari proseskeperawatan. Tujuan utama dari
pengkajian ini adalah untuk mendapatkan data secara lengakap dan akurat karena dari
data tersebut akan ditentukan masalah keperawatan yang dihadapi klien.
1. Pengkajian umum :
a. Identitas klien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, rencana terapi
b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat
c. Alasan masuk rumah sakit
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
b. Riwayat kesehatan sekarang
Perlu diketahui:
1) Lamanya sakit
Lamanya klien menderita sakit kronik / akut
2) Factor pencetus
Apakah yang menyebabkan timbulnya nyeri, sters, posisi, aktifitas
tertentu
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular atau
kronis.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. TTV
c. Tingkat kesadaran
d. Rambut dan hygiene kepala.
e. Mata
Pemeriksaan mata meliputi konjungtiva, sclera mata, keadaan pupil

f. Gigi dan mulut


Meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi, mukosa bibir, warna lidah,
peradangan pada tonsil.
g. Leher
h. Dada / thorak
i. Cardiovaskuler
Biasanya akan terjadi perubahan tekanan darah klien dan gangguan irama
jantung
j. Pencernaan/Abdomen
Ada luka, memar, keluhan (mual, muntah, diare) dan bising usus
k. Genitalia
Kebersihan dan keluhan lainnya
l. Ekstremitas
Pembengkakan, fraktur, kemerahan, dan lain-lain.

6
m. Aktifitas sehari-hari
n. Data social ekonomi
Menyangkut hubungan pasien dengan lingkungan social dan hubungan
dengan keluarga
o. Data psikologis
Kesadaran emosional pasien
p. Data spiritual
Data diketahui, apakah pasien/keluarga punya kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.

2.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Nyeri akut (00132) Hal 469
2.1.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
munculakibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study
of Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
2.2.2 Batasan karakteristik:
1. Perubahan tekanan darah
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan frekuensi pernapasan
4. Mengekspresikan perilaku (misalnya gelisah, merengek, menangis)
5. Sikap melindungi area nyeri
6. Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berpikir,penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
7. Indikasi nyeri yang dapat diamati
8. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
9. Melaporkan nyeri secara verbal
10. Gangguan tidur
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen cidera (fisik, biologis, kimiawii)

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas (00092)


2.2.4 Definisi
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
2.2.5 Batasan Karakteristik.

7
Keletihan
Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
Perubahan EKG mis.aritmia, iskemia
Dispnea setelah beraktivitas
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Gaya hidup kurang gerak
Imobilitas
Tirah baring
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil
NOC:
a) Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik

psikologis
b) Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan nyeri
c) Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
Tujuan/criteria hasil
- Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:
a) tidak pernah
b) jarang
c) kadang-kadang
d) sering
e) selalu

Indikator 1 2 3 4 5
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan
pencegahan
Melaporkan nyeri dapat
dikendaikan

Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:


1. sangat berat
2. berat
3. sedang
4. ringan
8
5. tidak ada

Indicator 1 2 3 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah
Gelisah atau ketegangan otot
Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis
Gelisah

a) memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk


mencapai kenyamanan
b) mempertahankan nyeri pada .atau kurang (dengan skala 0-10)
c) melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
factor tersebut
e) melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
f) melaporkan pola tidur yang baik

2.3.4 Intervensi Keperwatan dan rasional


Intervensi NIC
- Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk

mengumpulkan informasi pengkajian


b) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh analgesic dan

kemungkinan efek sampingnya


d) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri
dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat

perkembangan pasien
f) Manajemen nyeri:
g) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya
h) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang
tidak mampu berkomunikasi efektif

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum,

frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi

9
obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi obat tersebut dan nama orang yang
harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika peredaan nyeri tidak

dapat dicapai
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan

tawarkan strategi koping yang ditawarkan


d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid (resiko
ketergantungan atau overdosis)
e) Manajemen nyeri:
f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur


g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)

Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (missal,

setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA


b) Manajemen nyeri:
c) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
d) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini

merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
Perawatan dirumah
a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang diperlukan dalam

pemberian obat

Untuk bayi dan anak-anak


a) Waspadai bahwa sama halnya dengan orang dewasa, bayi pun sensitive terhadap

nyeri, gunakan anastetik topical sebelum melakukan pungsi vena, untuk bayi baru
lahir gunakan sukrosa oral
b) Untuk mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan skala nyeri wajah atau

skala nyeri bergambar lainnya

Untuk lansia
a) Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitivitas terhadap efek analgesic

opiate, dengan efek puncak yang lebih tinggi dan durasi peredaan nyeri yang lebih
lama
b) Perhatikan kemungkinan interaksi obat-obat dan obat penyakit pada lansia, karena

lansia sering mengalami penyakit multiple dan mengonsumsi banyak obat


c) Kenali bahwa nyeri bukan bagian dari proses norma penuaan
d) Pertimbangkan untuk menurunkan dosis opioid dari dosis biasanya untuk lansia,

karena lansia lebih sensitive terhadap opioid


10
e) Hindari penggunaan meperidin (demerol) dan propoksifen (darvon) atau obat lain
yang dimetabolisme diginjal
f) Hindari penggunaan obat dengan waktu paruh yang panjang karena yang

meningkatkan kemungkinan toksisitas akibat akumulasi obat


g) Ketika mendiskusikan nyeri, pastikan pasien dapat mendengar suara saudara dan

dapat melihat tulisan yang ada diskala nyeri


h) Ketika memberikan penyuluhan mengenai medikasi, ulangi informasi sesering
mungkin, tinggalkan informasi tertulis untuk pasien
i) Kaji interaksi obat termasuk obat bebas

Diagnosa 2: Intoleransi Aktifitas (00092)


I.1.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Hasil NOC
- Toleransi Aktifitas : Respons fisiologis terhadap gerakan yang memakan
energi dalam aktifitas sehari-hari
- Ketahanan : ketahanan untuk menyelesaikan aktifitas
- Penghematan Energi : Tindakan individu dalam mengelola energi untuk
memulai dan menyelesaikan aktifitas
- Kebugaran Fisik: Pelaksanaan aktifitas fisik yang penuh vitalitas
- Energi Psikomotorik : Dorongan dan energi individu untuk
mempertahankan aktifitas hidup sehari-hari, nutrisi dan keamanan personal
- Perawatan diri: Aktifitas Kehidupan Sehari-hari (AKSI) : Kemampuan
untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktifitas
perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
- Perawatan diri: Aktifitas Kehidupan Sehari-hari Instrumental (AKSI):
Kemampuan untuk melakukan aktifitas yang dibutuhkan dalam melakukan
fungsi dirumah atau komunitas secara mandiri dengan atau tanpa alat
bantu
Tujuan dan Kriteria Hasil
- Toleransi Aktifitas
a. Gangguan ekstrem
b. Berat
c. Sedang
d. Ringan
e. Tidak ada gangguan
Indikator 1 2 3 4 5
Saturasi oksigen saat beraktifitas
Frekuensi pernafasan saat beraktifitas

11
Kemampuan untuk berbicara saat beraktifitas
fisik

- Penghematan Energi
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Kadang-kadang
d. Sering
e. Selalu ditampilkan
Indikator 1 2 3 4 5
Menyadari keterbatasan energi
Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat
Mengatur jadwal aktifitas untuk menghemat
energi

Contoh Lain, Pasien Akan:


- Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleransi aktifitas
- Berpartisipasi dalam aktifitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan
normal denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta
memantau pola dalam batas normal
- Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
obat, dan/ peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas
- Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKSI) dengan beberapa
bantuan (misalnya eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk kekamar
mandi)
- Menampilkan manajemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan
( misalnya membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu )

I.1.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional


Intervensi NIC
- Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan ADL
- Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
- Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
- Manajemen energy (NIC):
- Tentukan penyebab keletihan
- Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
12
- Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas
- Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang
adekuat
- Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur
dalam jam

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga


Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk:
- Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
- Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi
yang perlu dilaporkan ke dokter
- Pentingnya nutrisi yang baik
- Penggunaan peralatan seperti oksigen saat aktivitas
- Penggunaan tehnik relaksasi selama aktivitas
- Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam
keluarga
- Tindakan untuk menghemat energy
- Manajemen energy (NIC):
- Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri
yang akan meminimakan konsumsi oksigen
- Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan

Aktivitas kolaboratif
- Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu penyebab
- Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu.
- Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan kesehatan
jiwa dirumah
- Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawtan rumah, jika perlu
- Rujuk pasien keahli gizi untuk perencanaan diet
- Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung

Aktivitas lain

13
- Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode
istirahat
- Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, jika perlu
- Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas
- Rencanakan aktivitas bersama pasien secara terjadwal antar istirahat
dan latihan
- Manajemen energy (NIC);
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
- Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energy paling
banyak
- Bantu pasien untuk aktivitas fisik teratur
- Bantu rangsangan lingkungan untuk relaksasi
- Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri dengan membuat
dan menggunakan dokumentasi tertulis untuk mencatat asupan kalori
dan energy

Perawatan dirumah
- Evaluasi kondisi rumah yang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas
- Kaji kebutuhan terhadap alat bantu, oksigen dan lain sebagainga
dirumah

Untuk bayi dan anak-anak


- Rencanakan asuhan untuk bayi atau anak-anak guna meminimakan
kebutuhan tubuh terhadap oksigen:
- Antisipasi kebutuhan terhadap makanan, air, rasa nyaman, gendongan
dan stimulasi, untuk mencegah tangisan yang tidak perlu
- Hindari lingkungan dengan konsentrasi oksigen yang rendah
- Minimakan kecemasan dan stress
- Cegah hipertermi dan hipotermi
- Cegah infeksi
- Beri periode istirahat yang adekuat

Untuk lansia Untuk lansia


- Berikan waktu tambahan untuk mengobatan dan ADL
- Pantau hipotensi ortostatik, limbung dan rasa ingin pingsan selama
aktivitas

14
III. Daftar Pustaka

Anderson, 1999, Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia, Jones and barret Publisher Boston, Edisi
Bahasa Indonesia,Jakarta, EGC

Anderson Silvia Prince. (1996). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.

Dorland, 1994. kamus kedokteran. Jakarta. EGC

hinchliff, sue. 1999. kamus keperawatan. Edisi 17. Jakarta EGC.

Muttaqin, A. 2011. Buku saku gangguan musculoskeletal. EGC. jakarta

15
Banjarmasin, 25 April 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(............................................................) (............................................................)

16

Anda mungkin juga menyukai