I. Konsep Penyakit
1.1 Definis
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu
anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit
sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006).
Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini
merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit
sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari(umur
eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila eritropoesistidak
dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia.
(Gurpreet, 2004)
1.2 Etiologi
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik
& faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan
sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok
daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya.
Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis
aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang
telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.
b) Ovalositosis (eliptositosis)
1
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20%
saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat
mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan
umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk
eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.
3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya
(95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan
menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang
normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin
ini, yaitu:
a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
b. Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
b. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
2
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella
4. Perasaan melayang
Berdasarkan Tipenya :
1.4 Patofisiologi
3
Patofisiologi anemia hemolitik autoimun ini terjadi melalui aktifasi sistem
komplemen, aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.6
1.6 Penatalaksanaan
5
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus. Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang
tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat
ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis normal,
mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping
minimal.
a. Terapi transfusi
1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin
penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres
jantung.
3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi.
Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator
deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen,
deferoxamine.
b. Menghentikan obat
1) Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2) Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai
berikut (lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :
a) Penisilin
b) Sefalotin
c) Ampicillin
d) Methicillin
e) Kina
f) Quinidine
3) Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai
respon yang baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai
peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis
kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu mendapat pengawasan
terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan
6
nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang, serta
risiko terhadap infeksi.
c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis
anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap
infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-
langkah lain telah gagal.
2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti
anemia hemolitik agglutinin dingin.
3) Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum
prosedur mungkin.
d. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita
anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
e. Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebabkan
oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan
oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f. Penanganan gawat darurat:
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi
namun dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red
cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral
dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan
splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam
folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik
(tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk
ditangani. Pada thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan
7
1.8 Pathway
8
9
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan .
2.1 Pengkajian
1) Biodata :
a) Nama
b) Umur
c) Jenis kelamin
d) Pendidikan
e) Nomo reg
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
- Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan
pengobatan seperti anti kanker,analgetik dll
- Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar
ionisasi yang besar
- Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as.
Folat,Fe dan Vit12.
- Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
- Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
b) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang
berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
c) Riwayat kesehatan sekarang
- Klien terlihat keletihan dan lemah
- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah
3) Kebutuhan dasar
a) Pola aktivitas sehari-hari
- Keletihan,malaise,kelemahan
- Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
b) Sirkulasi
- Palpitasi,takikardia,mur mur sistolik,kulit dan membran mukosa
( konjungtiva,mulut,farink dan bibir) pucat
- Sklera : biru atau putih seperti mutiara
- Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan
vasokonstriksi (kompensasi)
- Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok
- Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur
c) Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
d) Integritas ego
10
Depresi,ansietas,takut dan mudah tersinggung
e) Makanan dan cairan
- Penurunan nafsu makan
- Mual dan muntah
- Penurunan BB
- Distensi abdomen dan penurunan bising usus
- Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
f) Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
g) Neurosensori
- Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
- Penurunan penglihatan
- Gelisah dan kelemahan
h) Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
i) Pernafasan
Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea, dan dispnea)
j) Keamanan
Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi
k) Seksualitas
- Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
- Hilang libido
- Impoten
4) Pemeriksaan diagnostik
a) Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht menurun
b) Jumlah eritrosit menurun
c) Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) : meningkat
d) Tes schilling : penurunan ekskresi Vit12 di urin
e) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urin dan feses
11
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
munculakibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study
of Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
2.2.2 Batasan karakteristik:
1. Perubahan tekanan darah
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan frekuensi pernapasan
4. Mengekspresikan perilaku (misalnya gelisah, merengek, menangis)
5. Sikap melindungi area nyeri
6. Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berpikir,penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
7. Indikasi nyeri yang dapat diamati
8. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
9. Melaporkan nyeri secara verbal
10. Gangguan tidur
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen cidera (fisik, biologis, kimiawii)
Indikator 1 2 3 4 5
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan
pencegahan
Melaporkan nyeri dapat
dikendaikan
Indicator 1 2 3 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah
Gelisah atau ketegangan otot
Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis
Gelisah
13
a) memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
b) mempertahankan nyeri pada .atau kurang (dengan skala 0-10)
c) melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
factor tersebut
e) melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
f) melaporkan pola tidur yang baik
perkembangan pasien
f) Manajemen nyeri:
g) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya
h) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang
14
f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)
Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (missal,
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
Perawatan dirumah
a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang diperlukan dalam
pemberian obat
nyeri, gunakan anastetik topical sebelum melakukan pungsi vena, untuk bayi baru
lahir gunakan sukrosa oral
b) Untuk mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan skala nyeri wajah atau
skala nyeri bergambar lainnya
Untuk lansia
a) Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitivitas terhadap efek analgesic
opiate, dengan efek puncak yang lebih tinggi dan durasi peredaan nyeri yang lebih
lama
b) Perhatikan kemungkinan interaksi obat-obat dan obat penyakit pada lansia, karena
lansia sering mengalami penyakit multiple dan mengonsumsi banyak obat
c) Kenali bahwa nyeri bukan bagian dari proses norma penuaan
d) Pertimbangkan untuk menurunkan dosis opioid dari dosis biasanya untuk lansia,
karena lansia lebih sensitive terhadap opioid
e) Hindari penggunaan meperidin (demerol) dan propoksifen (darvon) atau obat lain
yang dimetabolisme diginjal
f) Hindari penggunaan obat dengan waktu paruh yang panjang karena yang
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
16
II. Daftar Pustaka
Sudoyo W. Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009. p.1152-1159, 1379-1389.
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Moss PAH, Pettit JE, Hoffbrand AV. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta :EGC;
2005.h.51-63
Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan praktis.
Jakarta: EGC; 2012
17
Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta : Biro Publikasi FK UKRIDA; 2009
(............................................................) (............................................................)
18
19