Anda di halaman 1dari 27

Laboratorium Ilmu Rehabilitasi Medik Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman/RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL)

Oleh:
Muhammad Fadlan Adam
1910027012

Dosen Pembimbing
dr. Wa Ode Sri Nikmatiah, Sp. KFR

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “Cedera Anterior
Cruciate Ligament”. Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik
di Laboratorium Ilmu Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Wa Ode Sri
Nikmatiah, Sp. KFR selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak
bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak ketidak sempurnaan dalam
laporan kasus ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus
ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 16 November 2019

Penulis,

Muhammad Fadlan Adam

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 6
2.1 Anterior Crucriate Ligament (ACL) ............................................................................... 6
2.1.1 Anatomi ................................................................................................................... 6
2.1.2 Biomekanika ............................................................................................................ 7
2.3 Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) .................................................................. 10
2.3.1 Epidemiologi .......................................................................................................... 11
2.3.2 Klasifikasi .............................................................................................................. 11
2.3.3 Mekanisme ............................................................................................................. 11
2.3.4 Faktor Risiko.......................................................................................................... 12
2.3.5 Diagnosis ............................................................................................................... 14
2.3.6 Penatalaksanaan ..................................................................................................... 16
2.3.7 Rehabilitasi pasca operasi ...................................................................................... 17
BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 26

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Lutut adalah sendi utama dan kompleks. Stabilitas dan gerakannya pada dasarnya
dikendalikan oleh ligamen seperti anterior cruciate ligament (ACL). ACL adalah
ligament sentral lutut. Peran fungsional utama ACL adalah untuk memberikan
stabilitas terhadap translasi tibialis anterior dan rotasi internal1. Cedera ACL
merupakan masalah serius bagi anak-anak dan remaja yang bergerak aktif secara fisik2.
Di Amerika Serikat, total cedera anterior cruciate ligament (ACL) antara 100.000
dan 200.000 per tahun, menjadikan ini cedera ligamen yang paling umum. Jumlah ini
terus meningkat baik pada populasi umum dan pada individu yang bermain olahraga.
Pemain sepak bola mempertahankan jumlah terbesar cedera ACL (53% dari total)
dengan pemain ski dan pesenam juga berisiko tinggi3.
Cedera ACL sering mengakibatkan efusi sendi, pergerakan yang berubah,
kelemahan otot, berkurangnya kinerja fungsional, dan dapat menyebabkan hilangnya
partisipasi atlet muda dalam olahraga. Cedera ini juga terkait dengan gejala klinis
jangka panjang yang mencakup robekan meniskal, lesi kondrial dan peningkatan risiko
onset dini osteoarthritis (OA) paska trauma awal4.
Selain rasa sakit, ketidakstabilan dan yang berkaitan gejala sisa jangka panjang,
cedera ACL juga dapat memengaruhi kualitas hidup atlet secara ekonomi maupun
sosial. Menurut Griffin dkk. (2006), perkiraan biaya konservatif antara 17 ribu sampai
25 ribu per pasien untuk operasi dan rehabilitasi. Sedangkan perkiraan biaya untuk
perawatan pada pasien cedera ACL di Amerika Serikat lebih dari 1,7 miliar per tahun.
Perkiraan biaya ini tidak termasuk sumber daya yang diperlukan untuk perawatan non-
bedah atau untuk mengobati komplikasi jangka panjang OA pasca trauma akibat cedera
ACL atau telah direkonstruksi5.
Cedera ACL dapat menyebabkan akhir premature karir atletik dan kecacatan serius
pada non-atlet. Dengan pengetahuan yang baik tentang anatomi dan kinetika lutut,
teknik bedah baru yang lebih baik telah dikembangkan yang dapat mengembalikan

4
fungsi lutut yang tepat, yang dapat melanjutkan karir mereka, dan juga membatasi
kecacatan pada non-atlet3. Selain itu, dibutuhkan rehabilitasi pasca operasi untuk
mengembalikan gerakan dan kekuatan normal sendi lutut yang direkonstruksi sambil
melindungi graft6.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anterior Crucriate Ligament (ACL)


2.1.1 Anatomi
Anterior cruciate ligament (ACL) adalah 1 dari 4 ligamen utama yang
menstabilkan sendi lutut. Fungsi utamanya adalah untuk mencegah tibia meluncur ke
depan dari tulang paha. ACL juga membantu mencegah ekstensi lutut yang berlebihan,
gerakan lutut varus dan valgus, dan rotasi tibia2.

Gambar 1. Anatomi ligament lutut. LCL (lateral collateral ligament); MCL (medial collateral
ligament; PCL (posterior cruciate ligament)2

Ligamen merupakan jaringan ikat yang padat, berwarna putih keperakan, padat
yang menghubungkan tulang secara langsung atau tidak langsung dan menstabilkan
artikulasi kinematik8,9. Jaringan ligamen kuat tetapi agak lentur. Ligamen terdiri dari
sel fibroblast dan extracellular matrix (ECM). Fibroblast adalah sel imatur yang
mempertahankan kemampuan untuk membelah. Sel-sel ini besar, bercabang, rata dan
mengeluarkan (a) serat kolagen dan (b) bahan dasar yang membentuk ECM. Sel-sel
fibroblast dapat bermigrasi melalui ECM. Serat kolagen disusun secara teratur

6
membentuk bundel serat dalam pola paralel. Susunan ini memberikan ketahanan
mekanis untuk menarik gaya di sepanjang sumbu serat8,10.

2.1.2 Biomekanika

Sendi lutut merupakan articulation bicondylaris yang fungsinya serupa sendi


pivot-engsel (trochoginglymus) dan memiliki dua sumbu gerak. Sumbu transversa
untuk pergerakan ekstensi fleksi berjalan melintasi kedua condylus femoris. Sumbu
longitudinal untuk gerakan rotasi, menonjol kea rah eksentrik dan tegak lurus melalui
tuberculum intercondylare medial tibia. Fleksi aktif sampai 120 derajat bisa
ditingkatkan hingga 140 derajat setelah dilakukan pra-ekstensi hamstring. Ekstensi bisa
dilakukan sampai posisi nol tetapi bisa ditambah lebih lanjut secara pasif sebesar 5-10
derajat. Gerak rotasi hanya bisa dikerjakan selama lutut difleksikan karena tegangan
ligament kolateral selama lutut diekstensikan mencegah terjadinya rotasi. Rotasi lateral
bisa dikerjakan lebih besar ketimbang rotasi medial karena kedua ligament cruciatum
saling melintir satu sama lain selama rotasi medial berlangsung13.

Gambar 2. Gerakan fleksi-ekstensi dan rotasi pada sendi lutut13.

ACL terdiri dari dua bundel serat utama, yaitu bundel anteromedial (AM) dan
posterolateral (PL). Ketika lutut ekstensi, bundel PL kencang dan bundel AM agak
longgar. Sedangkan saat lutut tertekuk, perlekatan ACL menjadi lebih horizontal,

7
menyebabkan bundel AM mejadi kencang dan PL menjadi santai11.

Gambar 3. Perubahan posisi bundel AM dan PL ketika fleksi12

Berjalan kaki dan memanjat tangga melibatkan fleksi dan ekstensi di sendi
lutut. quadriceps dan harmstring adalah pasangan otot antagonis yang membantu dalam
fleksi dan ekstensi pada sendi lutut. Fleksi dan ekstensi sendi lutut mencakup rotasi
tibia (sehubungan dengan tulang paha) dan translasi femur di atas tibia (maju/mundur).
Saat berjalan melibatkan hingga 30 derajat fleksi di sendi lutut. Ketika naik tangga,
sudut fleksi lutut bervariasi dari 60 sampai 135 derajat, tergantung pada ketinggian
setiap tangga. Pusat rotasi dari sendi lutut bervariasi tergantung dengan sudut fleksi.
Pada fleksi sudut 30 derajat (posisi 1 sampai 4 pada gambar 3), kondilus femoralis
mengalami translasi anterior yang minimal. Antara 30 sampai 135 derajat, kondilus
femoralis mengalami translasi anterior yang lebih besar8.

8
Gambar 4. (a) perubahan pada pusat rotasi, (b) posisi anatomi selama rotasi8

Beberapa kekuatan otot seperti kekuatan otot hamstring (HAMS), kekuatan otot
gastrocnemius (GAS), kekuatan otot tendon patella (PT)/quadriceps dan gaya kontak
sendi tibiofemoral (TF) bekerja selama fleksi dan ekstensi sendi lutut. Otot hamstring
melekat di belakang lutut dan memberikan gaya geser posterior pada tibia. Gaya reaksi
darat (GFR) selalu menerapkan gaya geser posterior sebagai aksi dari gaya yang
dihasilkan melewati belakang lutut. Total gaya geser pada sendi lutut tergantung pada
besarnya dana rah gaya masing-masing. Gaya geser maksimum secara signifikan yang
dipengaruhi oleh otot quadriceps melalui tendon patella. Gaya geser anterior dan
posterior mentranslasi femur di atas tibia di masing-masing arah yang dikendalikan
oleh ACL8.

Gambar 5. Gaya yang bekerja pada sendi lutut8

9
Plot tegangan-regangan ACL yang dipengaruhi tekanan menunjukan grafik
trifase, yang terdiri dari (i) daerah ujung, (ii) daerah linier, (iii) daerah hasil seperti
gambar 6. Pola kerutan pada serat kolagen melurus pada tekanan rendah pada daerah
ujung. Ketahanan kekuatan secara bertahap meningkat pada daerah linier dengan
deformasi elastis. Awal deformasi permanen ditandai dengan daerah hasil. Pada titik
ini, tekanan berkurang karena kerusakan serat-serat kolagen yang akhirnya
menyebabkan ligament pecah. Dari literature pada studi mayat, kekuatan Tarik utama
ACL bervariasi antara 600 sampai 2300 N8.

Gambar 6. Plot tegangan-regangan pada ACL, terdiri dari daerah hasil (titik-titik), daerah
linier (garis lurus), daerah hasil (garis putus-putus)8

2.3 Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL)

Cedera ACL adalah robekan atau sprain pada anterior cruciate ligament (ACL),
salah satu ligamen utama di lutut. Cedera ACL paling sering terjadi selama berolahraga
ketika berhenti tiba-tiba atau perubahan arah, lompat dan mendarat seperti sepak bola,
bola basket dan ski14.

10
2.3.1 Epidemiologi

Insiden cedera ACL pada populasi umum dapat diperkirakan dari registrasi
rumah sakit nasional, yang didirikan di Norwegia (2004), Denmark (2005), dan Swedia
(2006) untuk memantau hasil operasi rekonstruksi ACL. Antara 2006 sampai 2009,
semua rumah sakit norwegia berpartisipasi dalam registrasi dengan kepatuhan 97%.
Pada kelompok usia 10 hingga 19 tahun, insidensi tahunan dari rekonstruksi ACL
primer adalah 76 per 100.000 anak perempuan dan 47 per 100.000 anak laki-laki.
Sedangkan tingkat operasi ACL untuk usia 12 hingga 13 tahun (3,5 per 100.000) jauh
lebih rendah daripada usia dengan risiko tertinggi yakni usia 16 hingga 39 tahun (85
per 100.000). Namun jumlah-jumlah ini tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya
cedera ACL, karena tidak termasuk pasien yang dirawat secara non operatif2,7.

2.3.2 Klasifikasi

Penilaian derajat cedera ACL dapat dilakukan berdasarkan robekan yang


terjadi:

a. Derajat 1 : robekan mikro pada ligament. Umumnya tidak menimbulkan gejala


ketidakstabilan dan dapat kembali bermain setelah penyembuhan.
b. Derajat 2 : robekan parsial dengan perdarahan. Terjadi penurunan fungsi dan
dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan.
c. Derajat 3 : Robekan total dengan gejala ketidakstabilan yang sangat
bermakna16.

2.3.3 Mekanisme

Lebih dari 70% cedera ACL terjadi karena non-kontak (tanpa hantaman
langsung ke sendi lutut), seperti pendaratan dari lompatan dan gerakan memotong
lateral yang dapat terjadi pada kegiatan atletik, seperti basket dan sepak bola. Defisit
kontrol neuromuskular selama gerakan dinamis dihipotesiskan menjadi penyebab
utama untuk risiko cedera ACL primer dan sekunder (cedera berulang setelah
rekonstruksi ACL). Mekanisme utama cedera ACL non-kontak bersifat multi-planar,

11
yang melibatkan artikulasi sendi tibiofemoral di ketiga bidang anatomi, termasuk
pergeseran tibialis anterior, valgus lutut dan rotasi tibialis internal4.

Gambar 7. Mekanisme non-kontak cedera ACL dengan skema multiplanar4.

2.3.4 Faktor Risiko

Risiko cedera ACL pada atlet muda kemungkinan multifaktor. Data cedera dari
banyak bidang menunjukkan bahwa banyak faktor fisik dan psikologis memengaruhi
tingkat cedera ACL2.

Genetik

Faktor genetik kemungkinan memainkan peran, meskipun dasar-dasar genetik


peningkatan risiko cedera ACL baru-baru ini mulai diteliti2.

Hormon

Faktor-faktor hormonal juga mungkin berperan. Namun, hasil penelitian yang


menyelidiki faktor-faktor hormon bersifat samar-samar dan kontroversial. Meskipun
lutut wanita tampaknya sedikit lebih longgar 0,5 mm, pada siklus pertengahan
menstruasi, cedera cenderung terjadi di dekat awal menstruasi pada waktu yang
berlawanan. dalam siklus2.

12
Riwayat cedera sebelumnya

Seperti dengan cedera muskuloskeletal lainnya, salah satu prediktor tunggal


terbaik dari cedera ACL adalah cedera ACL sebelumnya. Satu studi menemukan
bahwa tingkat kejadian cedera ACL pada atlet yang telah memiliki rekonstruksi ACL
15 kali lebih besar dibandingkan subjek kontrol. Atlet wanita 4 kali lebih mungkin
menderita cedera ACL kedua di kedua lutut dan 6 kali lebih mungkin menderita cedera
ACL baru di lutut kontra lateral daripada atlet pria. Faktanya, cedera lanjutan pada
ACL kontralateral dua kali lebih umum daripada cedera ulangan dari ACL yang
direkonstruksi (11,8% dan 5,8%)2.

Usia dan Jenis Kelamin

Risiko cedera ACL meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini mungkin
dapat dikarenakan peningkatan berat badan, tinggi dan panjang tulang selama
perkembangan pubertas. Selama masa pubertas, tibia dan tulang paha tumbuh dengan
sangat cepat. Pada anak laki-laki pubertas, testosteron memediasi peningkatan
signifikan dalam kekuatan otot dan koordinasi yang memberi mereka kontrol
neuromuskular yang lebih besar dari dimensi tubuh yang lebih besar. Perempuan
pubertas tidak mengalami lonjakan pertumbuhan yang sama dalam kekuatan otot dan
koordinasi yang mungkin dapat menjelaskan tingkat cedera ACL yang lebih tinggi
dibanding anak laki-laki pubertas2.

Faktor anatomi/antopometri

Lekukan intercondylar (letak ACL) yang sempit diperkirakan dapar


meningkatkan risiko cedera ACL, karena lekukan yang sempit cenderung berkaitan
dengan ACL yang lebih kecil, lebih lemah dan juga dapat menyebabkan peningkatan
pemanjangan ACL dalam tekanan yang tinggi. Bobot dan BMI yang lebih besar telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko cedera ACL. Sebuah studi rekrutmen militer
menemukan bahwa berat badan atau BMI>1 SD di atas rata-rata dihubungkan dengan
masing-masing risiko 3,2 sampai 3,5 kali lebih besar untuk berisiko cedera ACL2.

13
Faktor neuromuskular

Kekuatan dan koordinasi otot memiliki hubungan langsung dengan mekanik


pada ACL selama berolahraga. Kontrol neuromuskular yang buruk pada pinggul dan
lutut dan defisit stabilitas postural telah terbukti menjadi faktor risiko cedera ACL.
Olahraga dengan gerakan pendaratan dan memutar berperan penting dalam deselerasi
dan akselerasi yang cepat, sehingga mendorong dan menarik tibia ke depan dan
menempatkan ACL di bawah tekanan2.

2.3.5 Diagnosis

Anamnesis

Pasien dengan robekan ACL akut biasanya mengalami nyeri, efusi lutut,
pengurangan gerakan lutut. Seringkali "pop" terdengar atau dirasakan oleh atlet pada
saat cedera. Pasien dengan robekan ACl kronis biasanya mengalami efusi berulang dan
perasaan lutut tidak stabil pada saat olahraga dengan gerakan memotong, memutar atau
melompat2.

Pemeriksaan fisik

Tes Lachman dilakukan dengan pasien terlentang. Lutut yang cedera fleksi 30
derajat. Pemeriksa menempatkan 1 tangan di belakang tibia dengan ibu jari pemeriksa
pada tuberkel tibialis dan tangan lainnya di paha bawah pasien. Tibia diterik ke depan.
Pemeriksaan kedua lutut dibandingkan. Peningkatan gerak anterior tibia relatif
terhadap tulang paha tanpa titik akhir yang jelas dibandingkan dengan pemeriksaan
lutut yang tidak cedera menunjukkan adanya ACl yang robek2.

14
Gambar 8. Tes Lachman2

Tes anterior drawer juga dilakukan dengan pasien terlentang tetapi dengan lutut
fleksi 90 derajat. Pemeriksa memegang tibia tepat dibawah sendi lutut, dengan ibu jari
pemeriksa ditempatkan di kedua sisi tendon patella. Tibia ditarik ke depan.
Peningkatan jumlah translasi tibialis anterior dibandingkan dengan kaki yang sehat
atau kurangnya titik akhir yang jelas menunjukkan ACL yang robek. Baik tes Lachman
maupun tes anterior drawer memerlukan pasien yang rileks tanpa menjaga hamstring2.

Gambar 9. Tes anterior drawer2

Tes pivot shift dilakukan dengan pasien terlentang dan lutut ekstensi. Pemeriksa
menekan sisi lateral lutut sambil secara bertahap memfleksikan lutut pasien. Sensasi
"clunk" terjadi ketika tibia yang subluksasi sebagian berpindah ke tulang paha,
menunjukkan ACl robek. Tes pivot shift sulit dilakukan pada atlet anak dengan cedera
lutut akut karena nyeri dan penjagaan2.

15
Gambar 10. Tes pivot shift2

Pemeriksaan penunjang

Radiografi polos akan menyingkirkan fraktur, penyakit degenerative,


pembentukan osteofit, dan cedera terkait lainnya. Pemeriksa juga dapat menghasilkan
diagnosis fraktur Segond atau fraktur avulsi dari kapsul lateral yang merupakan
patognomonik dari robekan ACL. Artoskopi merupakan gold standar. Magnetic
resonance imaging (MRI) memiliki spesifitas 95% dan sensitivitas 86% untuk
mendiagnosis cedera ACL3.

2.3.6 Penatalaksanaan

Pentalaksanaan awal segera setelah cedera, pasien disarankan untuk


meninggikan, mengompres, mendinginkan dan membatasi penggunaan lutut yang
cedera3.

Non-bedah (konservatif)

Penatalaksanaan beberapa pasien cedera ACL mungkin tidak dilakukan operasi


karena kondisi medis komorbid yang serius seperti penyakit jantung, ginjal, atau hati
atau karena mereka tidak lagi ingin berpartisipasi dalam kegiatan fisik yang berat.
Untuk pasien yang memilih perawatan konservatif, terapi fisik dengan terapis fisik
yang berpengalaman atau pelatih atletik yang bertujuan memperkuat otot-otot di sekitar
lutut, terutama otot paha depan dan otot hamstring3. Terapi non-operatif dilakukan
dengan menggunakan modalitas terapi seperti ultrasound dan diatermi, pemakaian

16
brace lutut, serta program penguatan otot16. Namun tanpa perbaikan bedah, lutut
umumnya tetap tidak stabil dan rentan terhadap cedera lebih lanjut. Berdasarkan studi
jangka panjang, bahwa ada peningkatan signifikan dalam tingkat kerusakan meniscus
dan tulang kartilago yang berkaitan dengan rekonstruksi yang ditunda3.

Bedah

Terapi operatif dilakukan dengan metode rekonstruksi. Rekonstruksi adalah


metode operatif untuk menggantikan ligament ACL dengan bahan lain (graft).
Umumnya bahan tersebut diambil dari tendon hamstring atau tendon patella pasien itu
sendiri sehingga disebut autograft16.

2.3.7 Rehabilitasi pasca operasi

Tujuan dari rehabilitasi pasca operasi adalah mengembalikan gerakan dan


kekuatan sendi normal pada lutut yang direkonstruksi sambil melindungi graft.
Rehabilitasi pasca operasi juga harus mencakup latihan untuk meningkatkan kekuatan
inti, keseimbangan dan propriosepsi3. Rehabilitasi pasca-operasi dimulai sehari setelah
operasi, yang terdiri dari empat fase16.

- Fase 1: dimulai setelah operasi dan berlanjut selama 2-4 minggu pasca
rekonstruksi. Tujuannya untuk perlindungan jaringan penyembuhan,
penurunan nyeri, penurunan edem, ROM mencapai 0o -0o-110o, peningkatan
kekuatan otot, weight bearing. Terdiri dari penggunaan modalitas TENS untuk
mengurangi nyeri, PRICE (protective, bracing, ice, compression, elevation).
- Fase 2: dimulai 2-6 minggu setelah operasi. Biasanya memakan waktu 3-5
minggu. Terdiri dari modalitas TENS guna mengurangi nyeri, active dan
passive range of motion, functional strengthening, latihan keseimbangan, core
bodyi,
- Fase 3: rata-rata mulai 6-8 minggu setelah operasi. Terdiri dari range of motion,
penguatan fungsional (squat dengan mengangkat lutut), balance, core body,
menggunakan sepeda static, berolahraga dengan intensitas minimal seperti
jogging.

17
- Fase 4 : biasanya dimulai 12-16 minggu setelah operasi. Terdiri dari resisted
strengthening, latihan keseimbangan, menggunakan sepeda static, latihan pool
walking
Metode pemberian fisioterapi yakni16:
- modalitas TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) dan US
(ultrasound therapy)
- terapi latihan Aktif ROM, Pasif ROM, PNF (proprioceptive neuromuscular
fascilitasion) stretching dengan hold relax
- strengthening QSE (quadriceps setting exercise) dan HSE (harmstring setting
exercise)
- ankle pumping

18
BAB III

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Jelawat, Samarinda

Pekerjaan : TNI-AD

Pendidikan terakhir: SMK

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status : Belum menikah

II. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Post rekonstruksi ACL
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Rehabilitasi Medik dengan lutut kanan di balut dengan
elastic bandage dan berjalan menggunakan tongkat karena telah dilakukan
operasi rekonstruksi ACL pada lutut kanan yakni pada hari kamis, 17 Oktober
2019. Pasien mengalami cedera ACL pada lutut kanan karena terjatuh dari truk
pada 4 bulan yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami cedera ACL karena bermain bola pada tahun 2013
dan belum pernah di operasi. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus.

19
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Diabetes mellitus, bapak
5. Riwayat Obat :
tidak ada
6. Riwayat Alergi :
tidak ada
7. Riwayat merokok :
tidak ada
8. Riwayat konsumsi alkohol :
tidak ada
9. Riwayat psikososial:
hubungan sosial baik dengan keluarga dan teman

III. Status Mental


Pasien sadar, berpakaian dengan baik. Bicara lancar dan kata-kata jelas.
Proses piker koheren, daya tilik baik, memori baru dan lama baik.

IV. Pemeriksaan Fisik


1. General Status
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Komposmentis, GCS 15 (E4V5M6)
- Tanda Vital : Tekanan darah 130/90 mmHg
Nadi: 68x/ menit, regular, kuat angkat
Pernapasan: tampak normal
Suhu: tidak dilakukan pemeriksaan
- Berat badan : 78 kg
- Tinggi badan : 168 cm

20
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
- Pemeriksaan Bahu
- Inspeksi:
- Bentuk otot: dbn
- Tidak terdapat tanda radang bahu kanan dan kiri
- Tidak terdapat deformitas bahu kanan dan kiri
- Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan Siku
- Inspeksi:
- Bentuk otot: dbn
- Tidak terdapat tanda radang siku kanan dan kiri
- Tidak terdapat deformitas siku kanan dan kiri
- Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan tangan dan pergelangan tangan
- Inspeksi:
- Bentuk otot: dbn
- Tidak terdapat tanda radang tangan dan pergelangan tangan kanan dan kiri
- Tidak terdapat deformitas tangan dan pergelangan kanan dan kiri
- Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan pinggul
- Inspeksi:
- Bentuk otot: dbn
- Tidak terdapat tanda radang pinggul kanan dan kiri
- Tidak terdapat deformitas pinggul kanan dan kiri
- Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan lutut
- Inspeksi:
- Bentuk otot: Atrofi pada otot di bagian femur distal kanan
- Tidak terdapat tanda radang lutut kanan dan kiri
- Tidak terdapat deformitas lutut kanan dan kiri

21
- Gaya berjalan: menggunakan alat bantu tongkat
- Range of movement: pada lutut kanan terdapat keterbatasan dalam gerak
sendi yakni fleksi 90 derajat.
- Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan kaki dan pergelangan kaki
- Inspeksi:
- Bentuk otot: dbn
- Tidak terdapat tanda radang kaki dan pergelangan kanan dan kiri
- Tidak terdapat deformitas kaki dan pergelangan kaki kanan dan kiri
- Palpasi: tidak dilakukan pemeriksaan

3. Pemeriksaan Manual Muscle Testing (MMT)


0 : Tidak ada : tidak ada kontraksi otot
1 : Sangat lemah : hanya ada sedikit kontraksi
2 : Lemah : Gerakan yang dibatasi oleh gravitasi
3 : Cukup kuat : Gerakan melawan gravitasi
4 : Baik : Gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
5 : Normal : Gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh

Regio Dekstra Sinistra


Lengan bawah
- Ekstensi 5 5
- Fleksi 5 5
Pergelangan tangan
- Ekstensi 5 5
- Fleksi 5 5
Paha
- Ekstensi 5 5
- Fleksi 5 5

22
Sendi Lutut
- Ekstensi 5 5
- Fleksi 5 5
kaki
- Dorsofleksi 5 5
- Plantarfleksi 5 5

4. Diagnosis fungsional
- Impairment
- Keterbatasan gerak sendi lutut kanan akibat operasi rekonstruksi ACL.
- Disabilitas
- Sulit untuk berjalan
- Handicap
- Tidak dapat melakukan pekerjaan sebagai TNI-AD

5. Goal Penatalaksanaan
- membuat pasien dapat menekuk lutut hingga 140 derajat

23
6. International Classification of Functioning Health and Disability

Post Rekonstruksi ACL

Body function
Activity Participation
- Keterbatasan gerak sendi lutut
kanan - Sulit untuk berjalan - Tidak dapat bekerja sebagai
TNI-AD

Environmental factors
Personal factors
- Dukungan terapi dari keluarga
- Lak-laki
- Health service: Rutin
- Usia 30 tahun
melakukan fisioterapi di poli
- Riwayat cedera sebelumnya
rehabilitasi medik

24
7. Probliem list
- Keterbatasan gerak sendi lutut kanan
Assesment
- Post rekonstruksi ACL
Planning Diagnostic
- Pemeriksaan Range of motion aktif dan pasif, Manual Muscle Test
Planning terapi
- Latihan ROM aktif dan pasif, penguatan fungsional, resisted strengthening,
latihan keseimbangan, menggunakan sepeda taktik
Planning Monitoring
- Monitoring perkembangan ROM, MMT, bentuk otot
Edukasi
- Edukasi tentang kondisi pasien, tujuan penatalakasanaan, terapi yang
diberikan kepada pasien, waktu rutin terapi, terapi latihan di rumah.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Domnick, C., Raschke, M. J. & Herbort, M. (2016). Biomechanics of the
anterior cruciate ligament: physiology, rupture and reconstruction
techniques. World Journal of Orthopedics, 7(2), 82-93.
2. Labella, C. R., Hennrikus, W., Hewett, T. E. (2014). Anterior cruciate
ligament injuries: diagnosis, treatment, and prevention. American Academy
of Pediatrics, 133(5), e1437-e1450.
3. Siegel, L., Vandenakker-Albanese, C. & Siegel, D. (2012). Anterior
cruciate ligament injuries: anatomy, physiology, biomechanics, and
management, 22(4), 349-355.
4. Kiapour, A. M., & Murray, M. M. (2014). Basic science of anterior cruciate
ligament injury and repair. Boint & Joint research, 3(2), 20-31.
5. Griffin, L. Y., Albohm, M. J., Arendt, E. A., dkk. (2006). Understanding
and preventing noncontact anterior cruciate ligament injuries: a review og
the Hunt Valley II meeting. Am J Sports Med, 34, 1512-1532.
6. Shelbourne, K. D. Klotz, C. (2006). What I have learned about the ACL:
utilizing a progressive rehabilitation scheme to achieve total knee symmetry
after anterior cruciate ligament reconstruction. J Orthop Sci, 11, 318-325.
7. Granan, L. P., Forssblad, M., Lind, M. & Engerbretsen, L. (2009). The
Scandinavian ACL registries 2004-2007: baseline epidemiology. Acta
Orthop, 80(5), 563-567.
8. Marieswaran, M., Ishita, J., Bhavuk, G., Vijay, S. & Dinesh, K. (2018). A
riview on biomechanics of anterior cruciate ligament and materials for
reconstruction. Applied Bionics and Biomechanics, 2018.
9. Woo, S. L., Inoue, M., McGurk-Burleson & Gomez, A. M. (1987).
Treatment of the medial collateral ligament injury. II: structure and function
of canine knees in response to differing treatment regimens. The American
Journal of Sports Medicine, 15(1), 22-29.
10. Tortora, G. J. & Derrickson, B. H. (2009). Principles of Anatomy and
Physiology, John Wiley & Sons Inc, NJ, USA, 12th edition.

26
11. Petersen, W. & Zantop, T. (2007). Anatomy of the anterior cruciate
ligament with regard to its two bundles. Wolters Kluwers, 454, 35-47.
12. Sonnery-Cottet, B. & Chambat, P. (2007). Arthoscopic Identification of the
Anterior cruciate ligament posterolateral bundle: the figure of four position.
Arthoscopy: The Journal of Arthroscopic and Related Surgery, 23(10),
1128.e1-1128.e3
13. Paulsen, F. & Waschke, J. (2014). Sobotta atlas anatomi manusia. Jakarta:
EGC.
14. Mayoclinic. (2019). Diakses pada 20 November 2019 dari
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acl-injury/symptoms-
causes/syc-20350738
15. Santoso, I. Sari, I. D., Noviana, M. Pahlawi, R. (2018). Penatalaksanaan
fisioterapi pada post op rekonstruksi anterior cruciate ligament sinistra
grade III akibat ruptur di RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia,
6(1), 66-80.
16. Zein, M. I. (2013). Cedera anterior cruciate ligament (ACL) pada atlet
berusia muda. Medikora, 11(2), 111-121.

27

Anda mungkin juga menyukai