Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH LAPORAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PARTIAL TEAR

ACL DI RSUD BANYUMAS

Disusun Oleh:

1. Elyana Wahyu Prastika P27226021099

2. Ika Nisa Risyanti P27226021108

3. Nabila Saputri P27226021169

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA

JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA

2023

i
Halaman Pengesahan
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

PARTIAL TEAR ACL DI RSUD BANYUMAS

Periode Praktik 04-30 Desember 2023

Disusun Oleh:

1. Elyana Wahyu Prastika P27226021099

2. Ika Nisa Risyanti P27226021108

3. Nabila Saputri P27226021169

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Rehab Medis

__________________________

NIP.

ii
VISI RSUD BANYUMAS

Menjadi rumah sakit pendidikan yang bermutu tinggi, seimbang, dan

komperhensif.

MISI RSUD BANYUMAS

Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan, dan riset bidang kesehatan yang

bermutu tinggi, manusiawi, dan terjangkau bagi masyarakat.

Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan, dan riset bidang kesehatan yang

seimbang, komperhensif, dan terintegrasi.

Mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia, meningkatkan kesehatan

pihak-pihak terkait.

FILOSOFI RSUD BANYUMAS

Keselamatan, kesembuhan, dan kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami.

MOTTO RSUD BANYUMAS

Memberikan pelayanan terbaik yang “CEMERLANG” (Cepat, Efektif. Mudah,

Efisien, Ramah, Lancar, Aman, Nyaman, dan Gairah).

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................................2

C. Tujuan Masalah .........................................................................................2

D. Manfaat Makalah.......................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................4

A. Deskripsi Kasus.........................................................................................4
a. Definisi ...............................................................................................4

b. Anatomi Anterior Cruciatum Ligament .............................................5

c. Patofisiologi .......................................................................................6

d. Etiologi ...............................................................................................6

e. Tanda dan gejala .................................................................................7

f. Klasifikasi ..........................................................................................7

BAB III LAPORAN STATUS KLINIS ......................................................................9

I. KETERANGAN UMUM PASIEN ............................................................9

II. DATA – DATA MEDIS RUMAH SAKIT.................................................9

A. DIAGNOSIS MEDIS .........................................................................9

B. CATATAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG ............9

C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT) ...............................10

iv
III. SEGI FISIOTERAPI ..............................................................................10

A. ANAMNESIS ..................................................................................10

B. PEMERIKSAAN .............................................................................11

C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI ...........................................................17

D. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI .......................................18

E. PROGNOSIS ...................................................................................19

F. PELAKSANAAN FISIOTERAPI ...................................................20

G. EVALUASI ......................................................................................23

H. HASIL TERAPI AKHIR ..................................................................26

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................27

A. Kesimpulan ...........................................................................................27

B. Saran .....................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................29

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anterior curicate ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada

sendi lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran

ke depan yang berlebih dari tulang tibia terhadap tulang femur (Amin et al.,

2018). ACL membentang antara kondilus lateral femur dan area interkondilus

anterior pada tibia. Ligamen ini tersusun dari pita yang kuat yang terbuat dari

jaringan ikat dan serat kolagen yang berasal dari aspek anteromedial interkondilus

tibialis dan memanjang ke posteromedial untuk melekat pada kondilus femoralis

lateral (Palumean, 2021).

ACL adalah ligament yang paling sering mengalami cedera pada lutut.

Penyebab utama terjadinya ACL adalah aktivitas olahraga berat. Olahraga yang

sering menyebabkan cedera adalah olahraga dengan fisis foot terfiksir dan badan

berubah arah dengan cepat, misalnya pada pemain sepak bola atau basket.

Ruptur ACL adalah robeknya atau koyaknya Anterior Cruciate Ligament

yang merupakan bagian dari empat ligamen utama yang menstabilisasi sendi lutut

yang diakibatkan oleh trauma. ACL adalah salah satu ligamen yang berfungsi

untuk mencegah tulang tibia bergeser kearah depan dari tulang femur dan untuk

mengontrol gerakan rotasi dari lutut (Imam, 2017).

Sekitar 200.000 cedera ACL terjadi setiap tahun di Amerika Serikat,

dengan sekitar 95.000 rupture ACL. Sekitar 100.000 rekonstruksi ACL dilakukan

1
setiap tahun. Prevalensi kejadian cedera ACL lebih besar ditemukan pada wanita

dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi cedera ACL diamati lebih tinggi pada

wanita daripada laki-laki, pada tingkat 2,4-9,7 kali lebih besar pada wanita.

Sedangkan cedera lutut di Indonesia sendiri merupakan diagnosa terbesar setelah

nyeri punggung, dengan prevalensi sebesar 48 per 1000 pasien dengan 9% adalah

cedera ACL (Dhuhairi et al., 2021).

Penanganan cedera ACL dapat diberikan intervensi berupa metode operatif

dan non-operatif. Metode operatif dilakukan ketika lutut dalam keadaan yang

tidak stabil atau mengalami rupture. Metode operatif dilakukan dengan melakukan

rekonstruksi pada ACL. Metode non-operatif dilakukan dengan menggunakan

modalitas terapi seperti ultrasound, pemakaian brace lutut, serta program terapi

latihan, dengan syarat stabilisasi pada lutut masih sangat baik dalam melakukan

kegiatan aktivitas sehari-hari tanpa adanya keterbatasan gerak dan nyeri (Herman

& Komalasari, 2022).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

makalah ini adalah bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cedera

ACL?

C. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana

penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cedera ACL.

2
D. Manfaat penulisan

1. Bagi penulis dan fisioterapis

Makalah ini diharapkan dapat menjadikan sumber referensi dan

menambah wawasan mengenai kasus cedera ACL.

2. Bagi pembaca

Makalah ini dapat memberikan informasi pembaca tentang cedera anterior

cruciatum ligament (ACL) serta penangannya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi kasus

1. Definisi

Anterior Cruciate Ligament (ACL) berasal dari kata cruciate berasal dari

kata crux yang artinya (menyilang) dan crucial (sangat penting). ACL adalah

stabilitator untuk knee joint pada aktivitas pivot (Free, 2017).

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah salah satu dari empat ligamen

yang terdapat pada sendi lutut. Fungsi utama ligamen ini sebagai stabilisator yang

mencegah tulang tibia bergeser ke depan yang berlebih dari tulang femur (Ikhwan

Zein, 2015). ACL memanjang dari area luas anterior dan antara eminensia

intercondylar tibia ke daerah setengah lingkaran pada bagian posteromedial dari

condilus femoralis lateral. Lokasi melekatnya ACL bersilangan dengan PCL

(posterior cruciate ligament) (Sustiwi, 2018). ACL akan mengendur bila lutut

ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Bila sendi lutut

berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah tibia

tertarik ke posterior (Lumongga, 2004).

Ruptur anterior cruciate ligament (ACL) dapat disebabkan karena kontak

langsung maupun tidak langsung pada lutut. Kontak langsung dapat terjadi karena

gaya dari samping atau luar seperti benturan langsung pada lutut. Kontak tidak

langsung contohnya seperti mendarat setelah melompat dengan lutut dalam

keadaan hiperekstensi dengan rotasi panggul dan kaki yang berlebihan. Hal ini

4
dapat mengakibatkan sendi lutut menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia

bergerak terlalu bebas (Santoso et al., 2018). Individu yang mengalami cedera

ACL memiliki 7 konsekuensi jangka panjang terhadap penurunan aktivitas sehari-

hari, risiko cedera berulang dan cacat jangka panjang karena osteoarthritis pasca-

trauma jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat (Palumean, 2021).

Robekan anterior cruciate ligament (ACL) lebih dari 50 % atau robekan

total dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi lutut (Kusuma & Fatmarizka,

2022). Robeknya ligamen penyokong pada ACL membuat kartilago dalam sendi

menjadi longgar yang menyebabkan lutut tidak bisa berfungsi dengan baik, karena

terjadinya pergeseran tulang tibia (Melyana et al., 2021). Dengan rupturnya

anterior cruciate ligament (ACL) salah satu tindakan yang bisa dilakukan untuk

memulihkan adalah dengan tindakan non operatif. Tindakan yang dapat dilakukan

dengan proses rehabilitasi post ACL agar atlet mampu return to sport sesuai

dengan protokol.

2. Anatomi anaterior cruciate ligament (ACL)

Secara struktur tulang pembentuk lutut ada 4 buah yaitu femur, tibia,

fibula dan patella. Setiap tulang yang berhubungan dibungkus oleh kartilago

articular yang keras, namun harus dan didesign untuk mengurangi resiko cidera

antar tulang (Lesmana, 2020).

Ligamen ACL melewati anterior, medial dan distal dari femur ke tibia.

Anterior Cruciate Ligament (ACL) membentang secara miring dari posterior dan

lateral tulang femur, berorigo pada medial dari condylus lateral femur dan

5
berinsersio pada area intercondylar tibia di belakang dari meniscus lateral.

Ligament ini memiliki panjang kira-kira 31 hingga 38mm (Hewison, 2015).

ACL akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan.

ACL tidak hanya mencegah anterior translasi dari tibia pada femur tetapi juga

memungkinkan untuk mencegah kemungkinan untuk patologi meniscal (Free,

2017).

Fungsi utama ACL yaitu sebagai stabilisasi lutut dalam mencegah

pergerakan tulang tibia bergeser kedepan dan mengontrol gerakan saat rotasi lutut.

3. Patofisiologi

Secara mekanis, cedera ACL terjadi ketika ada gaya tegangan yang

berlebihan pada ACL. Cedera ACL non-kontak terjadi ketika seseorang

menghasilkan kekuatan besar atau momen di lutut sehingga terdapat beban

berlebih pada ACL (Sustiwi, 2018). Cedera pada sendi lutut bisa terjadi akibat

benturan saat terjatuh, adanya kontak fisik ataupun akibat gerakan penghentian

dan perubahan arah mendadak kearah depan, kebelakang atau pun berputar yang

dilakukan secara berlebihan sehingga terjadi robekan pada ligamen (Syafaat,

2019). Cedera ACL dapat terjadi dalam olahraga sepak bola saat pemain membuat

gerakan berhenti secara tiba-tiba untuk berbalik badan. Kekuatan berlebihan dari

gerakan mendadak tersebut dapat menyebabkan cedera (Milan, 2013).

4. Etiologi

Diperkirakan bahwa 70 persen dari cedera ACL terjadi melalui mekanisme

non -kontak sementara 30 persen adalah hasil dari kontak langsung dengan

6
pemain lain atau object. Mekanisme cedera sering dlikaitkan dengan perlambatan

dikuti dengan pemotongan, berputar atau "side stepping manuver pendaratan

canggung atau "out of control play".

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa atlet wanita memiliki insiden

yang lebih tinggi cedera acl dari alet laki-laki diolahraga tertentu, telah diusulkan

bahwa ini adalah karena perbedaan kondisi fisik, kekuatan otot, dan kontrol

neuromuscular.

5. Tanda dan gejala

Ketika terjadi cedera ACL kebanyakan akan merasa atau mendengar bunyi

"pop" di lutut dan terjadi ketidakstabilan mendadak di lutut (lutut terasa goyah).

Hal ini bisa terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau setelah pukulan

langsung ke sisi lutut. Terasa nyeri di bagian luar dan belakang lutut, lutut

bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. Hal ini kemungkinan

merupakan tanda adanya perdarahan dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi

tiba-tiba biasanya merupakan tanda cedera lutut serius. Gerakan lutut terbatas

(ROM terbatas) karena pembengkakan dan atau rasa sakit (Sustiwi, 2018).

6. Klasifikasi

Ruptur adalah robek atau putusnya jaringan lunak yang disebabkan karena

trauma Dimana dapat terjadi secara parsial maupun komplit.

Menurut William E. Prentice2016, Rupture anterior cruciate ligament

dapat digolongkan menjadi:

7
a. Derajat I serat dari ligament yang meregang tetapi tidak robek ada

pembengkakan sedikit dan nyeri ringan. Tidak meningkatkan

kelemahan dan ada end feel.

b. Derajat II serat ligament yang robek sebagian atau robek lengkap

dengan pendarahan. Ada peembengkakan yang moderat dan

kehilangan beberapa fungsi. Sendi mungkin terasa semakin tidak

stabil selama beraktivitas. Nyeri dan sakit meningkat dengan Lachman

dan anterior drawer test.

c. Derajat III serat-serat ligament benar-benar robek (ruptured).

Ligament telah robek sepenuhnya dan menjadi dua bagian. Nyeri

terasa berat jika ligament tidak rupture, namun akan ada nyeri yang

signifikan hingga bengkak tapi kurang dari yang diharapkan pada

stress test. Nyeri pada akhir gerakan pada robek parsial dan nyeri tidak

ada pada rupture total maka tidak bisa untuk menahan beban, tidak

dapat fleksi 90 derajat, progress bengkak menjadi cepat dan meluas

kurang dari 24 jam, pasien tidak stabil dan disarankan untuk

konsultasi operasi.

8
BAB III

LAPORAN STATUS KLINIS OLAHRAGA

Tanggal Pemeriksaan: 8 Desember 2023

Kondisi / kasus FT Olahraga

I. KETERANGAN UMUM PASIEN

Nama: Sdr. B

Umur: 20 Tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

Agama: Islam

Pekerjaan: Pelajar

Alamat : Sampang, Cilacap

II. DATA – DATA MEDIS RUMAH SAKIT

A. DIAGNOSIS MEDIS

Partial Tear ACL Sinistra (non-operrative)

B. CATATAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil MRI Genu Sinistra (20 Juli 2023):

 Cutis dan subcutis dalam batas normal

 Bone marrow dalam batas normal

 Pada T2W tampak lesi hyperintense pada articuler dan periarticuler

 Pada proton density anterior cruciate ligament tampak thickening dan

blurring

 Meniscus medialis dan lateralis hypointense reguler

 Posterior cruciate ligament hypointense intak

9
 Patellar ligament dan popliteal ligament normal joint space dalam

batas normal

 Kesan: Tear ACL dengan articuler oedema

Hasil Rontgen:

Genu Sinistra, AP/Lat, Kondisi baik

 Struktur dan trabekulasi tulang baik

 Tak tampak diskontinuitas

 Eminentia intercondylaris runcing

 Joint space tak melebar/menyempit

 Sistem tulang yang tervisualisasi intak

C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT): (medical mentosa,

pembedahan, radioterapi, dan terapi lain)

Medical mentosa:

 Natrium Diklofenac 50 mg, 10 tablet, 2 x 1 sesudah makan

 Vitamin B Complex, 10 tablet, 1 x 1 sesudah makan

 Calcium Lactate 500 mg, 10 tablet, 2 x 1 sesudah makan

III. SEGI FISIOTERAPI

Tanggal: 8 Desember 2023

A. Anamnesis (Auto/Hetero*)

1. KELUHAN UTAMA:

Pasien mengeluh kaki kiri lebih mudah lelah

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:

10
Awalnya yaitu pada bulan Mei lutut kiri pasien tertendang dari sisi

medial dan terdengar bunyi klek, lalu dipijit dan istirahat 1 minggu,

kemudian bermain futsal lagi dan saat menggeser kaki kiri terdengar

lagi bunyi klek kemudian dibawa ke puskesmas dan hanya diberi obat,

setelah istirahat sebulan, pasien bermain bola lagi dan saat melempar

bola terdengar bunyi klek dari lutut kiri dan akhirnya ke RSUD

Banyumas, setelah dirontgen dan MRI didapati robekan parsial pada

ACL sinistra serta mulai fisioterapi pada bulan Agustus.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Tidak ada

4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA:

Tidak ada

5. RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM PENDERITA):

Pasien merupakan seorang pelajar SMA yang tergabung dalam ekskul

futsal dan akademi futsal di daerah Cilacap serta seringkali mengikuti

turnamen futsal antar daerah, berposisi sebagai penjaga gawang.

B. PEMERIKSAAN

1. PEMERIKSAAN FISIK

1.1 TANDA-TANDA VITAL:

a) Tekanan Darah: 130 / 80 mmHg

b) Denyut Nadi: 86 kali per menit

c) Pernapasan: 24 kali per menit

d) Temperatur: 36° C

11
e) Tingi Badan: 181 cm

f) Berat Badan: 75 Kg

1.2 INSPEKSI:

- Statis: tungkai atas kiri pasien terlihat sedikit lebih kecil dari

tungkai atas sebelah kanan

- Dinamis: pasien mampu berjalan, berlari kecil, dan melompat

kecil tanpa kendala maupun nyeri

1.3 PALPASI

Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat spasme otot

1.4 GERAKAN DASAR

a) Gerak Aktif

Knee Sinistra

Gerakan ROM Nyeri

Fleksi Full ROM -

Ekstensi Full ROM -

b) Gerak Pasif

Knee Sinistra

Gerakan ROM Nyeri End Feel

Fleksi Full ROM - Soft End Feel

Ekstensi Full ROM - Hard End Feel

12
c) Gerakan Melawan Tahanan

Knee Sinistra

Gerakan Nyeri Tahanan

Fleksi Full ROM Sedang

Ekstensi Full ROM Sedang

1.5 KOGNITIF, INTRAPERSONAL, DAN INTERPERSONAL:

- Kognitif: Baik, pasien mampu menjelaskan kronologi kejadian

dengan baik serta mampu mengikuti arahan terapi.

- Intrapersonal: Baik, pasien memiliki semangat tinggi untuk

latihan dan motivasi penuh untuk return to sport.

- Interpersonal: Baik, pasien mampu berkomunikasi dengan

lancar dan baik.

1.6 KEMAMPUAN FUNGSIONAL DAN LINGKUNGAN

AKTIVITAS

a) Kemampuan Fungsional Dasar:

Pasien mampu berjalan, jongkok, lompat kecil dari lari kecil

tanpa kendala dan nyeri.

b) Aktivitas Fungsional:

Pasien mampu berpakaian secara mandin tanpa kendala, dan

mampu BAB dengan WC jongkok tanpa kendala.

13
c) Lingkungan Aktivitas:

Lingkungan rumah dan sekolah pasien tidak terdapat tangga

dan menggunakan WC jongkok.

2. PEMERIKSAAN SPESIFIK

 Pengukuran Lingkup Gerak Sendi

Gerak Dextra Sinistra

Aktif S = 0° – 0 – 135° (normal) S = 0° – 0 - 135° (normal)

Pasif S = 0° – 0 - 140° S = 0° – 0 -140°

 Pengukuran Kekuatan Otot dengan MMT

Nama Otot Nilai Otot

Dextra Sinistra

Hamstring 5 4

Quadriceps 5 4

 Pengukuran Antropometri

Lingkar Segmen / Panjang Segmen Hasil

Dextra Sinistra

Lingkar tungkai atas

Dari SIAS ke distal 15 cm 62 cm 59 cm

20 cm 60 cm 57 cm

Lingkar tungkai bawah

14
Dari tuberositas tibia ke proximal 5 cm 41 cm 40 cm

Dari tuberositas tibia ke proximal 8 cm 43 cm 41 cm

Dari tuberositas tibia ke distal 3 cm 39 cm 38 cm

Dari tuberositas tibia ke distal 5 cm 40 cm 39 cm

Lingkar kaki

Dari malelous lateral ke proximal 3 cm 23 cm 23 cm

Dari malelous lateral ke proximal 5 cm 25 cm 25 cm

Panjang Segmen

True Length (SIAS-Malleolus medial) 96 cm 96 cm

Bone Length (Throchanter major- 52 cm 52 cm

tuberositas tibia)

Apperence Length (Umbilicus- 105 cm 105 cm

Malleolus lateral)

Tungkai Anatomis (Throchanter 91 cm 91 cm

major-malleolus medial)

Tungkai fungsional (Umbilicus- 107 cm 107 cm

malleolus medial)

 Pengukuran Kemampuan Fungsional dengan Lower Extremity

Functional Scale

Activities Score

a Any of your usual work, housework, or school activities. 4

b Your usual hobbies, re creational or sporting activities. 2

15
c Getting into or out of the bath. 4

d Walking between rooms. 4

e Putting on your shoes or socks. 4

f Squatting. 4

g Lifting an object, like a bag of groceries from the floor. 4

h Performing light activities around your home. 4

i Performing heavy activities around your home. 3

j Getting into or out of a car. 4

k Walking 2 blocks. 3

l Walking a mile. 3

m Going up or down 10 stairs (about 1 flight of stairs). 4

n Standing for 1 hour. 3

o Sitting for 1 hour. 4

p Running on even ground. 3

q Running on uneven ground. 3

r Making sharp turns while running fast 3

s Hopping. 2

t Rolling over in bed. 4

Total Score 70/80

Total score: 70/80 (minimal functional limitation)

Keterangan:

- Extreme Difficulty or Unable to Perform Activity = 4

16
- Quite a Bit of Difficulty = 3

- Moderate Difficulty = 2

- A Little Bit of Difficulty = 1

- No Difficulty = 0

 Pengukuran Kelincahan dengan Side Step Test

- Peralatan: permukaan yang datar, meteran, stopwatch

- Prosedur: Pasien berdiri di garis tengah lalu melompat ke 30

cm ke kanan atau kiri lalu kembali ke tengah lalu melompat 30

cm ke sisi lain lalu kembali ke tengah, dilakukan selama 1

menit lalu dihitung berapa banyak lompatan ke kanan dan kiri.

- Hasil tes: 41 x (fair)

 Pengukuran Daya Tahan Otot Tungkai dengan Squat Jump Test

- Peralatan: stopwatch

- Prosedur: Pasien dalam posisi squat dengan kaki dibuka selebar

bahu dan paha dalam posisi rata-rata air, lalu meloncat hingga

tungkai lurus dan kembali ke posisi squat, hasil yang dihitung

adalah gerakan yang benar selama 30 detik.

- Hasil tes: 20 x (kurang)

C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

a) Impairment

 Adanya penurunan kekuatan otot hamstring dan quadriceps

 Adanya penurunan daya tahan otot tungkai

 Adanya penurunan kelincahan

17
b) Functional Activity

Pasien belum mampu lari cepat dan melompat tinggi dan belum

mampu akselerasi-deselerasi.

c) Participation Restriction

Pasien belum dapat mengikuti latihan futsal maupun pertandingan

futsal.

D. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI

1. TUJUAN:

a) Tujuan jangka pendek:

- Meningkatkan kekuatan otot

- Meningkatkan daya tahan otot tungkai

- Meningkatkan kelincahan

b) Tujuan jangka panjang:

- Return to sport

2. TINDAKAN FISIOTERAPI

a) Teknologi Fisioterapi:

- Ultrasound Therapy

- Exercise

b) Edukasi

Pasien diedukasi untuk melakukan pemanasan sebelum latihan dan

stretching atau peregangan setelah latihan, pasien juga dianjurkan

untuk menerapkan gizi seimbang dengan mencukupi kebutuhan

18
energi dan meningkatkan konsumsi protein dan memenuhi

kebutuhan cairan tubuh yang optimal.

c) Home Program

Home program yang diberikan pada pasien yaitu mengulang

latihan yang sudah diberikan di rumah setiap hari serta ditambah

latihan menggunakan elastic band yaitu gerakan seated knee

extensions, standing hip flexion with resistance, standing single leg

hip extension with resistance, standing single leg hip abduction

with resistance, masing-masing 12 repetisi sebanyak 3 set.

3. RENCANA EVALUASI

a) Pengukuran kekuatan otot dengan MMT

b) Pengukuran kemampuan fungsional dengan LEFS

c) Pengukuran antropometri

d) Pengukuran kelincahan dengan side step test

e) Pengukuran daya tahan otot tungkai dengan squat jump test

E. PROGNOSIS

Temuan utama dari penelitian ini adalah penyembuhan spontan dari ruptur

ACL terjadi pada 14% pasien. Khususnya pasien dengan ruptur ACL

parsial karena lesi satu bundel femur tanpa faktor risiko tulang

menunjukkan ACL yang sembuh secara artroskopi setidaknya 6 minggu

setelah trauma. Fungsi lutut secara keseluruhan memuaskan pada tindak

lanjut tengah semester setelah penyembuhan ACL dikonfirmasi. Namun,

pasien dengan ACL yang sembuh secara spontan menunjukkan penurunan

19
stabilitas yang signifikan dibandingkan dengan sisi yang tidak cedera

(Blanke, et al., 2022).

F. PELAKSANAAN FISIOTERAPI

1. Ultrasound Therapy

Penghitungan dosis:

d: 9 cm²

f: 1 MHz

Intensitas final: 0,8 W/cm²

Intensitas incident: ?

Treatment time: ?

- Attenuation = attenuation coefficient x d x f

= 0,5 x 9 x 1

= 4,5 dB
4,5

- Value of dB = 10 10 = 0,35 = 35% (sisa yang masuk ke jaringan)

- Intensitas final = Intensitas incident x value of Db

0,8 = Intensitas incident x 0,35

0,8
Intensitas incident =
0,35

Intensitas incident = 2,3 W/cm²

- Treatment time = luas area terapi : luas ERA

= 9 cm² : 4,4 cm²

= 2 menit

a) Persiapan Alat

20
- Pastikan kabel aman dan tidak berkelupas, pasang kabel pada

stopkontak.

- Hidupkan alat dan atur dosis.

Dosis:

Treatment time: 2 menit, Intensitas : 2,3 W/cm², Mode

continous

- Siapkan gel ultrasound.

- Siapkan handuk kecil untuk membersihkan tranduser dan area

terapi agar bersih dari gel ultrasound.

b) Persiapan Pasien

- Posisikan pasien tidur terlentang dan nyaman serta terjangkau

alat.

- Bebaskan area terapi dari kain yang menutupi.

- Beri penjelasan pada pasien terkait efek dan tujuan terapi yang

akan diberikan.

c) Penatalaksanaan

- Oleskan gel ultrasound secukupnya pada area yang akan

diterapi.

- Gerakkan tranduser secara lembut (tidak terlalu kencang

maupun lambat) dan jangan sampai berhenti di satu titik hingga

waktu terapi habis.

- Bersihkan area terapi dan tranduser dari gel menggunakan

handuk kecil yang sudah disiapkan.

21
2. Exercise

a) Static Cycling

Tahanan pertama level 2 selama 2 menit. tahanan selanjutnya

level 4 selama 5 menit.

b) Calf Raise

Pasien berdiri dipinggir box dengan tumit mengambang lalu jinjit

turun dilakukan sebanyak 2 set.

c) Lunges

Posisi pasien berdiri tegak dengan salah satu kaki di depan dan

kaki lainnya di belakang, kemudian tekuk kedua lutut diikuti tubuh

turun hingga lutut belakang hanya beberapa centimeter dari lantai.

Pada kaki yang paling dekat dengan lantai, paha depan harus

sejajar dengan lantai dan knee belakang mengarah ke lantai.

Pindahkan beban tubuh secara merata di antara kedua kaki. Dorong

kembali badan ke atas, pertahankan beban di bagian tumit kaki

depan. Ulangi untuk semua tahapannya sebelum berpindah sisi.

Dilakukan 10 repetisi untuk masing-masing sisi.

d) - Box drop land

Pasien berdiri dipinggir box bagian depan dengan posisi kaki

satu menapak dibox, sedangkan kaki satunya mengambang

diluar box. Kemudian pasien diminta untuk turun secara

besamaan (bukan dengan lompat) dengan posisi squat. Setelah

dilakukan selama 10 repetisi setiap sisi.

22
- Box Jump Exercise

Pasien berdiri di depan box kemudian pasien diminta untuk

melompat ke atas box dengan mendaratnya posisi squat.

Dilakukan sebanyak 10 repetisi.

e) Squat walk

Posisi pasien squat lalu pasien diminta berjalan dengan

mempertahankan posisi squat sepanjang 8 meter. Dilakukan 10

repetisi.

f) Ladder drill

Posisi pasien berdiri tegak di luar ladder drill. Kemudian

langkah kedua kaki ke setiap kotak sebelum maju ke kotak

berikutnya, mulai dengan kaki yang sama setiap kali maju ke kotak

berikutnya. Lakukan selama 10 repetisi.

G. EVALUASI

1. Pengukuran Lingkup Gerak Sendi dengan Goniometer

Gerak T1 T2

Aktif S = 0° – 0 – 135° S = 0° – 0 - 135°

Pasif S = 0° – 0 - 140° S = 0° – 0 -140°

2. Pengukuran Kekuatan Otot dengan MMT

Nama Otot T1 T2

Hamstring 4 4

23
Quadriceps 4 4

3. Pengukuran Antropometri

Lingkar Segmen T1 T2

Dextra Sinistra Dextra Dextra

Lingkar tungkai atas

Dari SIAS ke distal 15 cm 62 cm 59 cm 62 cm 59 cm

20 cm 60 cm 57 cm 60 cm 57 cm

Lingkar tungkai bawah

Dari tuberositas tibia ke 41 cm 40 cm 41 cm 40 cm

proximal 5 cm

Dari tuberositas tibia ke 43 cm 41 cm 43 cm 41 cm

proximal 8 cm

Dari tuberositas tibia ke 39 cm 38 cm 39 cm 38 cm

distal 3 cm

Dari tuberositas tibia ke 40 cm 39 cm 40 cm 39 cm

distal 5 cm

4. Pengukuran Kemampuan Fungsional dengan Lower Extremity

Functional Scale

Activities T1 T2

A Any of your usual work, housework, or 4 4

school activities.

24
B Your usual hobbies, re creational or 2 2

sporting activities.

C Getting into or out of the bath. 4 4

D Walking between rooms. 4 4

E Putting on your shoes or socks. 4 4

F Squatting. 4 4

G Lifting an object, like a bag of groceries 4 4

from the floor.

H Performing light activities around your 4 4

home.

I Performing heavy activities around your 3 3

home.

J Getting into or out of a car. 4 4

K Walking 2 blocks. 3 3

L Walking a mile. 3 3

M Going up or down 10 stairs (about 1 flight 4 4

of stairs).

N Standing for 1 hour. 3 3

O Sitting for 1 hour. 4 4

P Running on even ground. 3 3

Q Running on uneven ground. 3 3

R Making sharp turns while running fast 3 3

25
S Hopping. 2 3

T Rolling over in bed. 4 4

Total Score 70/80 71/80

5. Pengukuran kelincahan dengan side step test

T1 T2

41 x (fair) 44 x (average)

6. Pengukuran daya tahan otot tungkai dengan squat jump test

T1 T2

20 x (kurang) 23 x (kurang)

H. HASIL TERAPI AKHIR

Seorang pasien Sdr. B berusia 20 tahun terdiagnosa Partial Tear ACL

Sinistra, dengan 2 kali pertemuan terapi belum ada perubahan di

pengukuran kekuatan otot, pengukuran antropometri, namun di

pengukuran kemampuan fungsional terdapat perubahan pada item hopping

dari skor 2 menjadi 3, dan pada tes kelincahan meningkat dari fair menjadi

average, untuk tes daya tahan otot tungkai terdapat kenaikan jumlah

loncatan 3 kali dari sebelumnya namun masih tetap dalam kategori kurang.

26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anterior Cruciate Ligament (ACL) berasal dari kata cruciate berasal dari

kata crux yang artinya (menyilang) dan crucial (sangat penting). ACL adalah

stabilitator untuk knee joint pada aktivitas pivot. Ruptur anterior cruciate

ligament (ACL) dapat disebabkan karena kontak langsung maupun tidak langsung

pada lutut. Kontak langsung dapat terjadi karena gaya dari samping atau luar

seperti benturan langsung pada lutut. Kontak tidak langsung contohnya seperti

mendarat setelah melompat dengan lutut dalam keadaan hiperekstensi dengan

rotasi panggul dan kaki yang berlebihan.

Menurut William E. Prentice 2016, Rupture anterior cruciate ligament

dapat digolongkan menjadi: derajat I serat dari ligament yang meregang tetapi

tidak robek ada pembengkakan sedikit dan nyeri ringan, derajat II serat ligament

yang robek sebagian atau robek lengkap dengan pendarahan. Ada pembengkakan

yang moderat dan kehilangan beberapa fungsi, derajat III serat-serat ligament

benar-benar robek (ruptured) nyeri terasa berat jika ligament tidak rupture, namun

akan ada nyeri yang signifikan hingga bengkak tapi kurang dari yang diharapkan

pada stress test.

Setelah diberikan intervensi selama 2 kali berupa ultrasound dan exercise

didapatkan hasil belum ada perubahan di pengukuran kekuatan otot, pengukuran

antropometri, namun di pengukuran kemampuan fungsional terdapat perubahan

27
pada item hopping dari skor 2 menjadi 3, dan pada tes kelincahan meningkat dari

fair menjadi average, untuk tes daya tahan otot tungkai terdapat kenaikan jumlah

loncatan 3 kali dari sebelumnya namun masih tetap dalam kategori kurang.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk mendapatkan hasil yang

optimal dalam penanganan Partial Tear ACL Sinistra (non-operrative), adalah (1)

terapi harus dilakukan secara rutin ketika bersama terapis maupun keluarga sesuai

dengan arahan yang diberikan, (2) terapis harus mempunyai pengetahuan yang

luas mengenai penanganan Partial Tear ACL Sinistra (non-operrative), (3)

perlunya kerjasama antar fisioterapis, pasien, dan keluarga sangatlah peting dalam

mendukung keberhasilan latihan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Perdana, H. S., & Sudijandoko, A. (2019). Analisis Kebugaran Jasmani pada Unit

Kegiatan Mahasiswa Bolatangan Universitas Negeri Surabaya. Jurnal

Kesehatan Olahraga, Vol. 07, No. 02, hal 331-353. Diakses dari

https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-kesehatan-

olahraga/article/view/28211

Ramadan, et al,. (2023). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post Operation

Anterior Cruciate Ligament Reconstruction: Case Report. Journal of

Innovation Research and Knowledge, Vol. 3, No. 1.

Blanke, et al,. (2022). Spontaneous Healing of Acute ACL Ruptures: Rate,

Prognostic Factors and Short-Term Outcome. Archives of Orthopaedic

and Trauma Surgery. Diakses dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10293391/

Amin, A.A., Amanati S., Novalanda W. (2018). Pengaruh Terapi Latihan,

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation Dan Kinesiology Taping

Pada Post Rekonstruksi Anterior Cruciatum Ligamen. Jurnal Fisioterapi

dan Rehabilitasi (JFR) 2.2.

Herman, M., Komalasari D.R. (2022). Penatalaksanaan Fisioterapi Post

Operative Anterior Cruciate Ligament: Studi Kasus. PhysioHS, 4.

Melyana, B., Purnawanti S., Lesmana S.I., Mahadewa T.G.B., Muliarta I.M.,

Griadhi I.P.A. (2021). Terapi Latihan Fungsional di Air Meningkatkan

29
Kekuatan Kontraksi Isometrik Otot Paha Pasien Post Rekonstruksi Cedera

Anterior Ligamentum Cruciatum Phase 2 Di RSPAD Gatot Soebroto

Jakarta. Sport and Fitness Journal. Vol. 9. No 1.

Palumean, C.I. (2021). Perbandingan Hasil Fungsional Pasien Pasca Rekonstruksi

Anterior Cruciate Ligament Yang Dilakukan Segera Dan Terlambat.

Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Makassar.

Santoso, I., Sari I. D. K., Noviana M., Pahlawi R. (2018). Penatalaksanaan

Fisioterapi Pada Post Op Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra

Grade III Akibat Ruptur Di RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi

Indonesia. Vol. 6. No 1.

Sustiwi, R. (2018). Efektivitas Program Terapi Rehabilitasi Cedera Terhadap

Peningkatan Rom Dan Penurunan Bengkak Pasca Rekonstruksi ACL Di

Jogja Sports Clinic. Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Syafa’at, F.A., Rosyida E. (2020). Upaya Pemulihan Pasien Pasca Rekonstruksi

Anterior Cruciate Ligament (ACL) Dengan Latihan Beban. Jurnal

Kesehatan Olahraga. Vol. 8. No 1

30

Anda mungkin juga menyukai