Anda di halaman 1dari 1

Nama: Nabila Saputri

NIM: P27226021169
1. Fenomena Candi Borobudur
Diperkirakan, Candi Borobudur dibangun pada 750-850 M. Dalam situs resmi Kemendikbud,
tertulis bahwa pembangunan Candi Borobudur diduga dilakukan secara bertahap oleh tenaga
kerja sukarela yang bergotong royong demi kebaktian ajaran agama pada masa pemerintahan
Dinasti Syailendra. Borobudur merupakan candi yang tersusun dari dua juta balok andesit. Untuk
pengerjaannya diperkirakan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Pasalnya, untuk
mengangkat satu batu setidaknya butuh tenaga empat orang. Kemungkinan besar, mereka yang
membangun candi hidup di sekitaran candi hingga turun temurun, mengingat waktu yang
dibutuhkan dalam pembuatannya tidak cukup 1 umur manusia. Proses
pembangunan Borobudur membutuhkan waktu setengah abad, mulai dikerjakan saat masa
pemerintahan raja Mataram Kuno, Samaratungga, dan selesai saat Pramudyawardani, anaknya,
bertahta. Berdasarkan penelitian sejarah dipercaya Borobudur dibangun dengan teknik kunci batu
melalui lubang yang saling berkaitan. Metode itu berbeda dengan teknik pembangunan candi-
candi di Jawa Timur. Di Jawa timur, batu yang digunakan adalah batu bata dan teknik pelekatan
antar batu menggunakan adonan yang disebut wajralepa. Adonan itu berasal dari getah, akar-
akaran, dan putih telur

Awalnya, pembangunan candi ini dimulai dengan meratakan daratan dan dipadatkan dengan
batu. Batu-batuannya itu tidak sembarang batu. Material yang digunakan berkualitas dan sangat
kuat, malah diperkirakan berat pula. Dari kacamata zaman sekarang, sulit dipercaya orang-orang
zaman dahulu mampu membangun bangunan megah macam itu lewat cara yang sederhana,
seperti dengan dibawa oleh tangan. Teori terdekat yaitu batu-batu itu diangkut dan ditarik oleh
sapi memakai pedati dari sungai yang terdekat. Sedangkan untuk pahatan-pahatan aksara yang di
dindingnya, semuanya buatan tangan yang dibantu alat pahatan. Satu-satunya yang tidak bisa
dijelaskan adalah bagaimana mengangkat dan menumpuk batu-batu yang besar. Jika yang kecil,
itu bisa dilakukan secara perlahan-lahan. Tetapi itu tidak berlaku untuk patung pahatan besar
mengingat beratnya bisa mencapai 200kg. Diduga patung itu dipindahkan dengan cara ditarik
atau dipikul beramai-ramai. Setelah itu, didirikanlah tata seperti piramida. Namun, bentuknya
diubah lagi. Langkah berikutnya, dibangunlah undakan persegi lalu ditambah undak melingkar.
Setelah itu, terjadi lagi perubahan dengan menambahkan undakan melingkar dan memperlebar
undakan pondasi. Pembangunan terakhir dilakukan sebagai penyempurnaan. Pada langkah ini,
tangga diubah, pagar ditambahkan, dan kaki candi dilebarkan.

2. Fenomena Kerajaan Majapahit

Pada masa lalu sungai seramai jalan raya, kemungkinan juga Majapahit yang berkomunikasi
dengan para penguasa daerah-daerah kekuasaannya dengan menggunakan jalur air, yakni
menitipkan surat atau utusan prajurit atau orang kepercayaan raja untuk menyampaikan sesuatu
hal. Terkadang juga lewat jalur darat, tergantung ke wilayah apa juga yang memungkinkan
menggunakan jalur air atau darat. Jika jalur darat kemungkinan menggunakan kuda atau kereta
kuda, namun hanya orang tertentu saja yang bisa menaiki kereta kuda.

Anda mungkin juga menyukai