Anda di halaman 1dari 16

CANDI BOROBUDUR

KELOMPOK 9:
TIARAHAYU PRIDHISTY 16220078
ANNISA ANANDA 16220039
FATHUR RAHMAN 162200
SEJARAH BOROBUDUR
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak
di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terletak
kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah
barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi
berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan
wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di
dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi
dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca
Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan
terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus
memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk
bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma). Monumen ini
merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci
untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah
untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju
pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan
berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik
ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi
Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud).
Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan
tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang
terukir pada dinding dan pagar langkan.Menurut bukti-bukti sejarah,
Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh
kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh
Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan
1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai
Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah
mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek
pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas
upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs
bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia. Borobudur kini
masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di
Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata,
Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak
dikunjungi wisatawan.
Acara
keagamaan

Memperingati
Tri Suci
Waisak.
NAMA BOROBUDUR
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala
disebut candi; istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk
merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa
Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan
(kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak
jelas, meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di
Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam
buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis
mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada
dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama persis.
Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai
adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada
Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu
Prapanca pada 1365.
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan
ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa
terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro);
kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa
tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur'
mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang
berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba". Akan tetapi arkeolog
lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari
istilah bhudhara yang berarti gunung
Tahapan pembangunan Borobudur:
• Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak
diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M).
Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit
diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya
Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian
bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga
menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa
bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada
awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya
dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian
diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli
piramida berundak.

• Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar


langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung
dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
• Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran
dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak
lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada
pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di
tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki
tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief
Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula
dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-
batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat
sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut
diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada
bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga
Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk
membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya
dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil
berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding
candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang
membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi
bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan
runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada
bagian Kamadhatu
• Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief,
penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung
atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
Borobudur ditelantarkan
Meletusnya Gunung Merapi  diduga sebagai penyebab utama
diterlantarkannya Borobudur.
Borobudur tersembunyi dan telantar selama berabad-abad
terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian
ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu
benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab
Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak
diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi
menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006,
Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke
kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi;
tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan
Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga
bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode
ini. Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun
1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang
ditulis pada masa kerajaanMajapahit. Ia menyebutkan adanya
"Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan
pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan
sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad
ke-15.
Penemuan kembali
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa,
Jawa di bawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811
hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur
Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia
mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan
membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang
dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat
dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya
diSemarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah
monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa
Bumisegoro. Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur
Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu
dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk
menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan,
Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan
semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan
lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia
tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia
melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan
berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini
hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa
atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian
Pemugaran
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan
prinsip anastilosis dan dipimpin Theodor van Erp. Tujuh bulan
pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar monumen
untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu.
Van Erp membongkar dan membangun kembali tiga teras
melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya Van
Erp menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia
mengajukan proposal lain yang disetujui dengan anggaran
tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp melakukan
rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti
merekonstruksi chattra (payung batu susun tiga) yang
memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama,
Borobudur telah pulih seperti pada masa kejayaannya. Akan
tetapi rekonstruksi chattra hanya menggunakan sedikit batu asli
dan hanya rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar
sendiri bagian chattra. Kini mastaka atau kemuncak
Borobudur chattra susun tiga tersimpan di Museum
Karmawibhangga Borobudur.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai