Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR

EKONOMI INDONESIA

KELOMPOK 1 :

Nama : 1. TIARAHAYU PRIDHISTY


2. JULIA RAISA PUTRI
3. MIFTHA SARIANDA
4. DIKI ANANDA S
5. IDUL E SINAGA

UNIVERSITAS HARAPAN MEDAN


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2018
1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan tanda rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ANALISIS PERTUMBUHAN DAN
STRUKTUR EKONOMI INDONESIA. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas dari Perekonomian Indonesia.
Penulis menyadari bahwa didalam penyelesaian makalh ini masih terdapat
banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan data dan kemampuan
penulis yang masih dalam tahap belajar. Untuk itu penulis sangat menghargai
setiap saran dan kritik untuk perbaikan dan pengembangan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna untuk
mahasiswa/i Universitas Harapan Medan pada khususnya dan pihak yang akan
menggunakan makalah ini untuk berbagai hal pada umumnya, dan sekaligus dapat
bermanfaat untuk mahasiswa/i Universitas Harapan Medan

Medan, 02 Desember 2018

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
1.1. Latar Belakang.................................................................................................2
1.2. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Indonesia.................................5
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi...................................................................................6
2.1.2. Teori dan Model Pertumbuhan Ekonomi.................................................12
2.1.3. Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia..................13
2.1.4. Struktur perekonomian.............................................................................16
2.1.5. Perubahan Struktur Ekonomi...................................................................21
BAB III...........................................................................................................................28
PENUTUP.......................................................................................................................28
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................28
3.2. Saran...............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................30

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian global yang tidak sesuai harapan, di tengah topangan
struktur ekonomi domestik yang belum kuat dan belum seimbang, berkontribusi
pada menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013. Bank Indonesia dan
Pemerintah menempuh berbagai kebijakan antisipatif guna membawa
perekonomian lebih seimbang sehingga dapat mendukung keberlanjutan
pertumbuhan ekonomi ke depan. Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan
Pemerintah telah mulai memberikan hasil sesuai harapan pada triwulan IV 2013.
Meskipun perlambatan ekonomi berdampak pada tertahannya tren perbaikan
tingkat pengangguran dan kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi tidak jatuh terlalu
dalam, bahkan masih lebih tinggi daripada peer countries dengan sumber
pertumbuhan ekonomi yang mulai seimbang.
Perubahan ekonomi global yang tidak sesuai harapan di tengah topangan
struktur ekonomi domestik yang belum kuat memberikan dampak kurang
menguntungkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013. Ekonomi global
2013 yang ditandai melambatnya pertumbuhan, menurunnya harga komoditas dan
berbaliknya arus modal, telah memberikan tekanan kepada ekonomi Indonesia
baik melalui jalur perdagangan maupun finansial. Pada saat bersamaan, struktur
domestik kurang dapat menopang perubahan eksternal tersebut sehingga
penyesuaian ekonomi menjadi terhambat. Di satu sisi, impor tetap besar
mengingat kapasitas sektor industri domestik yang belum cukup memadai dalam
memenuhi kuatnya permintaan domestik dari kelas menengah yang terus
meningkat. Di sisi lain, investasi, khususnya investasi nonbangunan, berada dalam
tren menurun mengingat ada keterkaitan erat antara investasi nonbangunan
dengan kinerja ekspor dan juga ketidakpastian ekonomi yang meningkat.
Dengan perkembangan ekonomi global dan domestik yang kurang
menguntungkan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama sampai
dengan triwulan III 2013, berada dalam tren menurun dan dibarengi kurang
berimbangnya sumber pertumbuhan. Penurunan pertumbuhan ekonomi tidak
terlepas dari pengaruh kinerja ekspor riil yang masih terbatas dan menurunnya

2
investasi, khususnya investasi nonbangunan. Di tengah terbatasnya kinerja ekspor
riil, konsumsi rumah tangga masih cukup tinggi sehingga mendorong impor riil
tetap tumbuh positif, bahkan meningkat pada triwulan III 2013. Secara
keseluruhan, kondisi tidak berimbangnya sumber pertumbuhan ekonomi
kemudian berkontribusi pada meningkatnya defisit transaksi berjalan sampai
dengan triwulan III 2013. Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena berdampak
pada meningkatnya tekanan pada nilai tukar rupiah yang akhirnya dapat kembali
memberikan tekanan kepada investasi dan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Bank Indonesia dan Pemerintah menempuh berbagai kebijakan guna
mengendalikan perekonomian domestik yang tidak sesuai harapan tersebut.
Sinergi kebijakan diarahkan untuk membawa perekonomian kembali stabil dan
lebih seimbang sehingga dapat mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi
ke depan. Respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta Pemerintah
secara garis besar terdiri dari tiga kelompok bauran kebijakan. Bauran kebijakan
pertama terkait dengan bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, yang
tidak hanya dengan menggunakan kebijakan suku bunga, tetapi juga diperkuat
dengan mengoptimalkan berbagai kebijakan lainnya seperti nilai tukar, operasi
moneter, makroprudensial dan kerjasama dengan bank sentral. Bauran kebijakan
kedua ialah bauran kebijakan antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dalam
mengelola permintaan domestik agar dapat menekan impor yang berlebihan dan
menurunkan defisit transaksi berjalan. Dalam kaitan ini, kebijakan fiskal
menempuh kebijakan pengurangan subsidi BBM dan instrumen pajak untuk
menekan impor. Bauran kebijakan ketiga terkait dengan kebijakan yang bersifat
siklikal jangka pendek dan kebijakan struktural seperti perbaikan iklim investasi
dan upaya-upaya mendorong kemandirian ekonomi yang pada gilirannya dapat
menopang NPI dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Respons kebijakan antisipatif yang ditempuh Bank Indonesia serta
Pemerintah pada triwulan IV 2013 mulai tertransmisi sesuai harapan.
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 berada pada arah yang yang lebih
berimbang seperti tergambar pada permintaan domestik yang mengalami
moderasi sejalan perlambatan konsumsi dan investasi, khususnya investasi
nonbangunan. Impor mengalami kontraksi sejalan dengan permintaan domestik

3
yang menurun dan nilai tukar rupiah yang melemah. Sementara itu, ekspor
kembali meningkat ditopang permintaan dari negara maju seperti AS dan Jepang
yang meningkat dan nilai tukar rupiah yang cukup kompetitif. Perkembangan
tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 sebesar 5,7% (yoy),
sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2013.
Sumber pertumbuhan ekonomi yang mulai seimbang juga berdampak pada
menurunnya defisit transaksi berjalan pada triwulan IV 2013 sehingga menjadi
2,0% dari PDB, dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,9% dari PDB.
Secara keseluruhan tahun 2013, bauran kebijakan yang ditempuh Bank
Indonesia dan Pemerintah dapat pula menopang penyesuaian pertumbuhan
ekonomi sehingga tetap terkendali di tengah gejolak global yang belum mereda.
Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012,
pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 tercatat 5,8% sehingga masih lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi peer countries. Namun demikian,
pertumbuhan ekonomi yang melambat memang mengakibatkan tertahannya
proses penurunan tingkat pengangguran yang terjadi sejak 2005. Tingkat
kemiskinan juga sedikit meningkat pada September 2013 dibandingkan dengan
level pada Maret 2013.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sektor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
2. Menganalisis struktur ekonomi Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Indonesia

Kesejahteraan masyarakat dari aspek ekonomi dapat diukur dengan tingkat


pendapatan nasional per kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional,
maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang
harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya
perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan.
Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar
dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa
penduduk Indonesia di bawah garis kemiskinan juga besar, maka pertumbuhan
ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dibandingkan
dengan  laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat per
kapita dapat tercapai.

Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan


dengan menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan jumlah pekerja yang
cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan
program pembangunan sosial .

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan


total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya
pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk
suatu negara.

Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan


ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong

5
pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi
memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Dalam GBHN, tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk mengukur kesejahteraan adalah
National Income.

Awal pembangunan ekonomi suatu Negara dengan prioritas:

a)   Pertumbuhan ekonomi

b)   Distribusi pendapatan

Proses pembangunan ekonomi merubah struktur ekonomi secara mendasar:

a)   Sisi permintaan agregat, pendalaman struktur ekonomi didorong oleh


peningkatan national income yang berpengaruh terhadap selera masyarakat
yang terefleksi dalam pola konsumsinya.

b)   Sisi penawaran agregat, faktor pendorong utamanya adalah perubahan


teknologi, peningkatan SDM, dan penemuan material baru untuk produksi.

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan penambahan GDP, sehingga


terjadi peningkatan national income.

National income dapat merujuk pada GDP, GNP atau NNP (Net national
Product)

GNP = GDP + F, dimana F = pendapatan neto atas faktor luar negeri

NNP = GNP – D, dimana D = depresiasi

NP = NNP – Ttl, dimana Ttl = pajak tidak langsung neto.

GDP = NP + Ttl + D – F

NP = GDP + F – D- Ttl

6
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir
William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional
negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia
menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan
penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat
tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut
pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur
dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama
sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto
(Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga
pasar pada suatu negara.

Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional

Produk Domestik Bruto (GDP)

Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan


jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit
produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu
tahun.Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang
dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di
wilayah negara yang bersangkutan.Barang-barang yang dihasilkan
termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya,
karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat
bruto/kotor.

Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu


negara

Produk Nasional Bruto (GNP)

Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB


meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh
penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil

7
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada
di luar negeri,

tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah
negara tersebut.

Pendapatan Nasional Neto (NNI)

Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah


pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh
masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat
diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak
tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak
lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.

Pendapatan Perseorangan (PI)

Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah


pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk
pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan
perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment).
Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan
balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan
nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial
bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan
sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI
harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap
badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba
yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu
misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang
dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan

8
maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi
bekerja).

Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)

Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah


pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi
investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI)
dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak
yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus
langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.

Jasa perbankan turut mempengaruhi besarnya pendapatan nasional

Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

Ø  Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan


(upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi
dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas
faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.
Ø  Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk
yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa,
dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan
pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau
barang setengah jadi).
Ø  Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh
pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini
dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat
pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption),
pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih
antara nilai ekspor dikurangi impor (X-M)

9
Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :

g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%

g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB
riil tahun kemarin

Contoh soal :

PDB Indonesia tahun 2008 = Rp. 467 triliun, sedangkan PDB pada
tahun 2007 adalah = Rp. 420 triliun. Maka berapakah tingkat pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada
pada tahun 2007 ?

jawab :

g = {(467-420)/420}x100% = 11,19%

Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu


negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh
barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode,
perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain,
diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian
nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk
menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau
negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional
dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris,
Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang
unggul di sektor jasa, dan sebagainya.

Di samping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan


untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian
terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan,
industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya.Data tersebut juga digunakan
untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu,

10
membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai
landasan perumusan kebijakan pemerintah.

Pendekatan pengukuran GDP:

a)      Pendekatan sisi penawaran agregat yang mencakup:

·   Pendekatan produksi. PDB=jumlah nilai output (NO) dari semua sektor
ekonomi atau lapangan usaha

BPS membagi ekonomi nasional dalam sektor:

a)               Pertanian

b)               Pertambangan dan penggalian

c)               Industri manufaktur

d)              Listrik, gas, dan air bersih

e)               Bangunan

f)                Perdagangan, hotel dan restoran

g)               Pengangkutan dan komunikasi

h)               Keuangan, sewa dan jasa perusahaan

i)                 Jasa-jasa

·   Pendekatan pendapatan. PDB=jumlah pendapatan yang diterima FP untuk


proses produksi disetiap sektor yg mencakup gaji untuk TK, bunga untuk
pemilik modal, sewa untuk pemiik tanah, profit untuk pengusaha sebelum
dipotong pajak dan mencakup penyusutan.

PDB = NTB1 + NTB2 + … + NTB9, dimana NTB= nilai tambah bruto 9 sektor

b)      Pendekatan sisi permintaan agregat yakni pendekatan pengeluaran

PDB=C +  I + G + X – M

Sumber pertumbuhan:

11
a)      Permintaan agregat

Kurva AD bergeser ke kanan berarti peningkatan permintaan C, I, G (X-


M).

PDB=C +  I + G + X - M

C = cY + Ca

I = -ir + Ia

G = Ga, Pengeluaran pemerintah berifat otonom, besar kecilnya tidak ditentukan


oleh faktor dalam model, tapi oleh faktor lain spt politik.

X = Xa, pertumbuhan ekspor ditentukan oleh faktor eksternal

M = mY +Ma

b)      Penawaran agregat.

 Pertumbuhan output disebabkan oleh peningkatan volume FP (Tenaga kerja,


Kapital, Tanah) sebagai akibat dari peningkatan produktivitas.

Q = f (X1, X2, .. Xn), dimana X = FP

2.1.2. Teori dan Model Pertumbuhan Ekonomi


 a)      Teori dan model pertumbuhan Neoklasik.

Memfokuskan pada efek akumulasi K dan penambahan TK.

Semakin meningkat jumlah FP (TK dan Kapital) pada tingkat produktivitas tidak
berubah, maka semakin meningkat pertumbuhan output.  Persentase pertumbuhan
output dapat:

·      Lebih besar daripada persentase pertumbuhan jumlah FP (increasing


return to scale)

12
·      Sama dengan persentase pertumbuhan jumlah FP (constant return to
scale)

·      Lebih kecil dari persentase pertumbuhan jumlah FP (decreasing return to


scale)

Asumsi: teknologi, ilmu pengetahuan, dan peningkatan kualitas input tidak


diperhatikan (dianggap konstan)

Teori ini tidak berlaku untuk Jepang, Korea Selatan dan lain-lain yang memiliki
SDA sedikit dapat menunjukkan laju pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan
output mereka sebagai akibat dari produktivitas yang semakin meningkat.

Nafziger (1997) menyatakan bahwa Taiwan, Hongkong, Korea Selatan dan


Singapura menunjukkan K per TK terhadap pertumbuhan eonomi mencapai 50% -
90% dan peran teknologi sebesar 10% - 50%.

b)      Teori modern (model pertumbuhan Endogen)

Teori moderan menyatakan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi:

·      FP yang mencakup TK, K, T, kewirausahaan, BB dan material,


·      Faktor lain yang mencakup infrastruktur,  hukum dan peraturan,
stabilitas politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar
internasional.

Ketiadaan/rendahnya FP dan faktor lain tersebut menyebabkan pembangunan


ekonomi di negara-negara di afrika  terhenti

Teori Neoklasik Teori Moderen

Kuantitas faktor produksi L dan K FP yang berpengaruh:


berpengaruh terhadap pertumbuhan
§  Kualitas TK dalam bentuk
ekonomi
pendidikan dan kesehatan
(tingkat harapan hidup).
TK menjadi variable
endogen mengikuti

13
perkembangan IPTEK.
§  Kualitas T dalam bentuk
kemajuan teknologi. T
menjadi variable endogen
yang dinamis.
§  Kualitas kewirausahaan
dalam bentuk kemampuan
berinovasi

Laju pertumbuhan PDB Indonesia sampai pada tahun 2012 meningkat sebesar
6,23% terhadap tahun 2011 dan terjadi pada semua sektor. Hal ini menunjukkan
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup baik berdasarkan angak
penyumbang PDBnya.

Kualitas IPTEK dan SDM berpengaruh terhadap produktivitas untuk


memproduksi dan akhirnya bermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan kualitas SDM dan Kemajuan IPTEK di Indonesia telah mendorong


pertumbuhan ekonomi selama 30 tahun.

2.1.3. Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan


pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut
dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non
ekonomi.

Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan


pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber
daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti
kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil
laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama

14
dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian
dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam,
menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai
proses produksi).

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan


pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah
penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-
hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar
produktivitas yang ada.

Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk


mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi
ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal
berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan
kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat
meningkatkan produktivitas.

Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di


masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang
dan berlaku.

Faktor penentu pertumbuhan ekonomi:

a)      Faktor internal yang mencakup factor ekonomi dan non ekonomi
(politik, social dan keamanan).
Faktor ekonomi mencakup: pengendalian terhadap inflasi, cadangan devisa, rasio
hutang Ln terhadap PDB, dan kondisi perbankan, serta kesiapan dunia usaha.
b)      Faktor eksternal adalah faktor-faktor ekonomi yang mencakup
perdagangan internasional dan

= tahun tertentu

Metode Perhitungan Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari:

15
a.    Nilai absolute
b.   Nilai relative (persentase)

Pertumbuhan dalam % dihitung:

∆GDPt = [GDPt – GDPt-1]/GDP t-1

Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun selama tahun tertentu digunakan
rumus:

r = [ x 100% atau dengan faktor penggabungan

tn = t0 (1+r)n-1, dimana r=laju pertumbuhan GDP rata-rata pertahun

                                                n=jumlah tahun

                                                tn =tahun terakhir

                                                t0=tahun awal

                                                (1+r)n-1 = factor penggabungan

Pertumbuhan ekonomi dengan nilai absolute dapat dinyatakan dalam:

a.    Nilai nominal berdasarkan harga berlaku: kenaikan harga turut dihiitung
termasuk inflasi
GDPHB(t) = [GDPHK(t) x IHKt]/100

b.   Nilai rill berdasarkan harga konstan: nilai produk dihitung berdasarkan
harga pada tahun dasar
GDPHK(t) = [100/IHKt]XGDPHB(t)

Dimana

HKt= harga konstan

HBt= harga berlaku

16
IHKt= Indeks harga konsumen

100=IHK tahun dasar

2.1.4. Struktur perekonomian

Struktur Ekonomi Indonesia adalah besar share lapangan usaha


terhadap total PDRB baik atas dasar harga yang berlaku maupun harga
konstan. Dengan mengetahui struktur perekonomian, maka kita dapat
menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada suatu
daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk
suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus
mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang
ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari
waktu ke waktu terhadap total PDRB.

Dalam kaitannya dengan transformasi struktural, beberapa hal yang perlu


mendapat perhatian adalah :

1.      Kenaikan riil share pada sektor primer dapat saja dipahami apabila
diikuti dengan peningkatan produktvitas yang ikut membawa dampak
positif pada upah rata-rata, khususnya di sektor pertanian.
2.      Perlu diupayakan peningkatan nilai tambah pada sektor sekunder, yakni
industri pengolahan, khususnya industri skala kecil dan menengah yang
dibangun dengan basis pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa industri
yang hendak dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap hasil
dari sektor pertanian.
3.      Berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya pengembangan sektor
perdagangan harus terus dikembangkan dalam rangka memperluas pasar
pada sektor primer dan sekunder, termasuk perdagangan yang bersifat
ekspor (keluar daerah dan ke luar negeri). Sementara perkembangan sektor
hotel, restoran harus dipadukan dengan pembangunan pariwisata guna
menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung wisata lainnya,

17
seperti: transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan. Di samping
itu, pengembangan sub sektor tersier yang produktif harus terus
ditingkatkan, misalnya melalui pembangunan pariwisata yang lebih
intensif, transformasi dan revitalisasi sektor informal menjadi sektor
formal yang lebih menekankan skill dan pengetahuan.

Struktur ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari berbagai sudut


tinjauan. Dalam hal ini, struktur ekonomi dapat dilihat setidak-tidaknya
berdasarkan empat macam sudut tinjauan yaitu:

1.    Tinjauan makro-sektoral


2.    Tinjauan keruangan
3.    Tinjauan penyelenggara kenegaraan
4.    Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan

Dua yang disebut pertama merupakan tinjauan ekonomi murni,


sedangkan dua yang disebut kemudian merupakan tinjauan politik.

Berdasarkan tinjauan makro-sektoral sebuah perekonomian dapat


berstruktur, misalnya agraris (agricultural), industrial (industrial), atau
niaga (commercial); tergantung pada sektor produksi apa/mana yang
menjadi  tulang punggung perekonomian yang besangkutan. Berdasarkan
tinjauan keruangan (spasial), suatu perekonomian dapat dinyatakan
berstruktur kedesaan/tradisional dan  berstruktur kekotaan/modern. Hal itu
bergantung pada apakah wilayah perdesaan dengan teknologinya yang
tradisional yang mewarnai kehidupan perekonomian itu, ataukah wilayah
perkotaan dengan teknologinya yang sudah relatif modern yang
mewarnainya.

Orang dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggaraan


kenegaraan, menjadi perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter, atau
borjuis. Predikat struktur ini tergantung pada siapa atau kalangan mana
yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan,
apakah pemerintah/negara, ataukah rakyat kebanyakan, ataukah kalangan

18
pemodal+usahawan (kapitalis). Bisa pula struktur ekonomi dilihat
berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya. Dengan sudut
tinjauan ini, dapat dibedakan antara struktur ekonomi yang sentralis dan
yang desentralis.

Tinjauan Makro-Sektor 

Dilihat secara makro-sektoral [berdasarkan kontribusi sektor-sektor


produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto]
perekonomian Indonesia - yang hingga tahun 2012 sudah berstruktur
industrial.Berdasarkan data laju pertumbuhan dan distribusi PDB Tahun
2008-2012 menurut BPS telah menunjukkan bahwa sektor pertanian hanya
menyumbang 14,44% terhadap PDB sehingga Indonesia tidak bisa lagi
dikatakan negara agraris. Hal penting yang patut dicatat ialah bahwa
penurunan peran sektor pertanian bukanlah cerminan kemunduran absolut
sektor itu. Sektor pertanian  hanya menurun secara relatif.

Keindustrian struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya belum


sejati, masih sangat dini. Keindustriannya barulah berdasarkan kontribusi
sektoral dalam membentuk produk domestik bruto atau pendapatan
nasional. Keindustrian yang ada belum didukung dengan kontribusi
sektoral dalam menyerap tenaga atau angkatan kerja. Apabila kontribusi
sektoral dalam menyumbang pendapatan dan dalam menyerap pekerja ini
dihadapkan atau diperbandingkan, maka struktur ekonomi Indonesia
secara makro-sektoral ternyata masih dualistis. Mengapa? Karena dari segi
penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian hingga saat ini masih merupakan
sektor utama sumber kehidupan rakyat.

Sampai dengan tahun 2012 bulan februari , sebagian besar rakyat


Indonesia (39,96 dari penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja)
masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian (lihat Tabel 1.2).
Sementara sektor industri pengolahan hanya menyerap 14,78% tenaga
kerja. Fakta ini agaknya membenarkan kembali tesis Boeke, seorang
ekonom Belanda, yang pernah menyatakan bahwa perekonomian

19
Indonesia berstruktur dualistis. Hanya saja, dualisme yang berlangsung
sekarang tidak sepenuhnya identik dengan dualisme yang dulu
dikemukakannya.

Jadi, ditinjau secara makro-sektoral struktur ekonomi Indonesia


sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian
besar penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur
tersebut masih agraris akan tetapi, penyumbang utama pendapatan
nasional adalah sektor industri pengolahan. Dalam kaitan ini berarti
struktur tersebut sudah industrial. Semua itu berarti bahwa secara makro-
sektoral ekonomi Indonesia baru bergeser dari struktur yang agraris ke
struktur yang industrial.

Tinjauan Lain

Pergeseran struktur ekonomi secara makro-sektoral ini senada


dengan pergeserannya secara spasial. Ditilik dengan kacamata spasial,
perekonomian telah bergeser dari semula berstruktur kedesaan/tradisional
menjadi kini berstruktur kekotaan/modern. Hal ini bukan saja dapat
dilihat, akan tetapi juga dapat dirasakan sehari-hari. Kemajuan
perekonomian di kota-kota jauh lebih pesat daripada di desa-desa. Porsi
penduduk yang tinggal di kawasan perdesaan menjadi lebih sedikit bukan
semata-mata karena urbanisasi, tetapi juga karena mekar dan
berkembangnya kota-kota. Kehidupan sehari-hari yang semakin modern
tercermin tidak saja dari perilaku konsumsi masyarakat, tapi juga dari
teknologi produksi yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan .

Dilihat dengan kacamata politik, sejak awal orde baru hingga


pertengahan dasawarsa 1980-an perekonomiaan Indonesia berstruktur
etatis. Pemerintah atau negara, dengan BUMN- BUMN dan BUMD-
BUMD sebagai kepanjangan tangannya, merupakan pelaku utama
ekonomi. Baru mulai pertengahan dasawarsa kemarin peran pemerintah
dalam perekonomian berangsur-angsur berkurang, sesudah pemerintah

20
secara eksplisit-melalui GBHN 1983/ Pelita IV-mengundang kalangan
swasta untuk berperan lebih besar dalam perekonomian nasional. Arahnya,
untuk sementara ini, adalah ke perenomian yang berstruktur borjuis, belum
mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan
pemodal dan usahawanlah yang dapat cepat menanggapi “undangan”
pemerintah tersebut.

Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya,


beralasan untuk mengatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia
selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralistis.
Pembuatan keputusan (decision making) lebih banyak ditetapkan oleh
pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau
kalangan bawah pemerintahan, apalagi rakyat dan mereka yang tidak
memiliki acces ke pemerintahan, lebih cenderung menjadi pelaksana atau
(dalam hal perencanaan) sekadar sebagai “pendengar “. Mengapa struktur
birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara rapi,
alasannya adalah karena budaya atau kultur masyarakat Indonesia yang
paternalistik.

Struktur ekonomi yang etatis dan sentralistis, berkaitan erat.


Argumentasi yang sering dijadikan legilitimasinya adalah karena sebagai
sebuah negara berkembang, kita baru memulai proses panjang perjalanan
pembangunan. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan peran sekaligus
dukungan pemerintah sebagai agen pembangunan, sehingga
menjadikannya etatis, sekaligus dibutuhkan pemerintah pusat yang kuat,
sehingga menjadikannya sentralistis. Namun demikian patut dicatat, sejak
awal era pembangunan jangka panjang tahap kedua struktur ekonomi yang
etatis dan sentralistis ini mulai berkurang kadarnya. Keinginan untuk
desentralisasi dan demokratisasi ekonomi kian besar akhir- akhir ini.

Sementara itu, pembangunan ekonomi yang memang sengaja


diarahkan ke industrialisasi tentu saja mengurangi kadar agraritas struktur
perekonomian. Ini memang tak perlu disesalkan, karena perekonomian
yang industrial sudah menjadi konsensus nasional. Hal yang barangkali

21
agak disayangkan ialah belum semua lapisan dan golongan masyarakat
kita siap menghadapinya. Akibatnya, tatkala  pemerintah mengajak
masyarakat luas untuk bermitra dalam pembangunan, hanya kaum
pemodal dan pengusaha yang bisa berperan serta aktif. Sebagian besar
rakyat terpaksa harus puas menjadi “supporter”. Oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika kini perekonomian kita, dilihat dengan kacamata
politik, cenderung berstruktur borjuis.

Struktur ekonomi yang tengah kita hadapi saat ini sesungguhnya


merupakan suatu struktur yang transisional. Kita sedang beralih dari
struktur yang agraris ke industrial; dari struktur yang etatis ke borjuis; dari
struktur yang kedesaan/tradisional ke kotaan/modern; sementara dalam hal
birokrasi dan pengambilan keputusan mulai desentralistis.

2.1.5. Perubahan Struktur Ekonomi


Pembangunan ekonomi jangka panjang (PDB/PN) merubah
struktur ekonomi dari pertanian menuju industri (sektor non primer)
terutama industri manufaktur dengan increasing return to scale.

Semakin cepat pertumbuhan ekonomi, semakin meningkat


pendapatan perkapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi.

Perubahan struktur ekonomi/transformasi struktural merupakan


serangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam
agregate demand, perdagangan LN, dan aggregate supply untuk
mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Teori perubahan struktur ekonomi:

a. Teori Arthur Lewis (Teori migrasi)


Teori ini membahas pembangunan di pedesaan (perekonomian tradisional dengan
pertanian sebagai sektor utama) dan perkotaaan (perekonomian modern dengan
industri sebagai sektor utama).

Di pedesaan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi, sehingga kelebihan


supply TK dan tingkat hidup yang subsistence, sehingga produk marjinalnya sama

22
dengan nol dengan upah yang rendah.  Produk marjinal = 0 berarti fungsi produksi
sektor pertanian telah optimal.

Jika jumlah TK > dari titik optimal, maka produktivitas menurun dan upah
menurun.

Dengan mengurangi jumlah TK yang terlalu banyak dibandingkan tanah dan


kapital tidak merubah jumlah outputnya.

Diperkotaan, sektor industri kekurangan TK, sehingga produktivitas TK menjadi


tinggi dan nilai produk marjinalnya positif yang menunjukkan fungsi produksinya
belum mencapai titik optimal, sehingga upahnya juga tinggi.

Perbedaan upah ini menyebabkan migrasi/urbanisasi TK dari desa ke kota,


sehingga upah TK meningkat dan akhirnya pendapatan Negara meningkat.

Pendapatan yang meningkat meningkatkan permintaan makanan (output


meningkat) dan dalam jangka panjang perekonomian pedesaan tumbuh dan
permintaan produk industri dan jasa meningkat yang menjadi motor utama
pertumbuhan output dan diversifikasi produk non pertanian.

b. Teori Hollis Chenery (Teori transformasi struktural/pattern of


development)
Teori ini memfokuskan pada perubahan struktur ekonomi di LDCs yang
mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai
penggerak utama pertumbuhan. Penelitian Chenery menunjukkan peningkatan
pendapatan perkapita merubah:

·      pola konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk


manufaktur dan jasa
·      Akumulasi capital secara fisik dan SDM
·      Perkambangan kota dan industri
·      Penurunan laju pertumbuhan penduduk
·      Ukuran keluarga yang kecil
·      Sektor ekonomi didominasi oleh sektor non primer terutama industri

23
Chenery menyatakan bahwa proses transformasi struktural dapat dipercepat jika
pergeseran pola permintaan domestik ke arah produk manufaktur dan diperkuat
dengan ekspor.

Yi = Di + (Xi-Mi) + ij

            Dimana         : Yi     = output bruto industri manufaktur

                                    Di     = permintaan domestik untuk konsumsi

                                    X-M = perdagangan neto (ekspor-impor)

Yij    = penggunaan produk oleh perusahaan menufaktur


sebagai input

Kenaikan produksi sektor manufaktur merupakan kontribusi 4 faktor:

a. Kenaikan permintaan domestik


b. Peningkatan ekspor
c. Substitusi impor
d. Perubahan teknologi
Kelompok LDCs mengalami proses transisi ekonomi yang pesat dengan pola dan
proses yang berbeda-beda sebagai akibat dari perbedaan antar negara:

a. Kondisi dan struktur awal ekonomi DN (memiliki industri dasar atau


tidak)
b. Besar pasar DN (tergantung pada pertumbuhan penduduk)
c. Pola distribusi pendapatan (merata atau tidak)
d. Karakteristik industrialisasi (strategi pembangunan industri apakah ada
industri yang diunggulkan)
e. Keberadaan SDA (keberadaan kualitas dan kuantitas SDA)
f. Kebijakan perdagangan LN (kebijakan tertutup/protektif industri DN atau
terbuka/promosi ekspor).

Faktor Penentu Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi serta


Investasi Suatu Negara.

24
Faktor-Faktor Pertumbuhan struktur Ekonomi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan struktur ekonomi adalah:

1. Faktor Sumber Daya Manusia

Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi


juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses
pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusianya
selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk
melaksanakan proses pembangunan.

2. Faktor Sumber Daya Alam

Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya


alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian,
sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan
ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya
manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber
daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral,
tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.

3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin


pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola
kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-
mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas
serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada
akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.

4. Faktor Budaya

Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap


pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai
pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga

25
menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong
pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet
dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses
pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan
sebagainya.

5. Sumber Daya Modal

Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan


meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang
modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan
ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan
produktivitas.

6. Sistem sosial Dan Sikap Masyarakat

Sistem sosial dan sikap masyarakat terhadap perubahan akan


sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Penduduk yang terdidik dan modern bersikap sangat mendukung
terlaksananya pembangunan karena memiliki sifat lebih bersikap positif
dalam pembangunan. Sebaliknya, masyarakat tradisional dan tidak
terdidik bersikap apatis ( masa bodoh) terhadap pembangunan. Masyarakat
tradisional cenderung tidak menyukai perubahan-perubahan dan sukar
memanfaatkan teknologi sehingga menghambat pembangunan.

Perubahan struktur ekonomi

Perubahan struktur ekonomi, umum disebut transformasi


struktural, dapat didefisinikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang
saling tekait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan
luar negri (ekspor dan inpor), AS ( produksi dan menggunakan faktor-
faktor produksi yang diperlukan mendukung proses pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan)

Perubahan struktur ekonomi yang demikian coraknya disebabkan oleh beberapa


faktor, yaitu:

26
1. Sifat manusia dalam kegiatan konsumsi

Hukum Engels mengatakan bahwa makin tinggi pendapatan


masyarakat, maka akan makin sedikit proporsi pendapatan yang digunakan
untuk membeli bahan pertanian, sedangkan proporsi pendapatan yang
digunakan untuk membeli produksi barang-barang industri menjadi
bertambah besar.

2. Perubahan teknologi

Kemajuan teknologi akan mempertinggi produktivitas kegiatan-


kegiatan ekonomi yang akan memperluas pasar serta kegiatan
perdagangan.

Kemajuan teknologi juga menyebabkan perubahan dalam struktur


produksi nasional yang bersifat kemajuan tersebut menciptakan barang-
barang baru yang menambah pilihan barang-barang yang dapat
dikonsumsi masyarakat.

3. Faktor-faktor dari sisi permintaan agregat (AD)

Faktor yang paling dominan adalah perubahan permintaan


domestik, sebagai akibat dari kombinasi antara peningkatan pendapatan
riil per kapita dan perubahan selera masyarakat (konsumen). Perubahan
permintaan bukan hanya pada peningkatan jumlah (konsumsi), tapi juga
perubahan komposisi barang-barang yang dikonsumsi.

4. Faktor-faktor dari sisi penawaran agregat  (AS)

Faktor-faktor ini adalah pergeseran keunggulan komparatif


.Chenery (1992) dalam kaitan ini  proses transformasi struktural akan
mengemukakan bahawa   terjadi berjalan lambat bahkan adakalanya
mengalami kemunduran. Artinya  penurunan kontribusi output industri
manufaktur  pada pembentukan PDB, jika keunggulan komparatif tidak
berjalan sesuai dengan arah pergeseran pola permintaan domestik ke arah

27
output industri manufaktur dan pola perubahan dalam komposisi ekspor.
Terjadi di Indonesia dan Venezuela dan negara penghasil mineral lainnya.

5. Intervensi pemerintah di dalam kegiatan ekonomi dalam negeri

Dari  sisi   AD , Kebijakan yang berpengaruh langsung  misalnya


pajak penjualan yang menjadikan harga jual barang yang bersangkutan
mengalami  kenaikan harga akibatnya akan mengurangi permintaan
terhadap barang  tersebut dan tergantung pada elastisitas harga terhadap
permintaan.

Kebijakan tidak langsung misalnya pengurangan pajak


pendapatan.  Secara teoritis, dengan asumsi bahwa faktor-faktor
berpengaruh lainnya  tetap dapat meningkatkan permintaan masyarakat
(konsumsi) tidak berubah,   terhadap produk-produk dari sektor-sektor
tertentu, seperti manufaktur dan jasa.

6. Sumber Internal (domestik) dan Sumber Eksternal (dunia)

Sumber internal meliputi faktor-faktor dari sisi AD dan sisi AS


serta kebijakan pemerintah seperti tersebut.

Sumber eksternal adalah perubahan teknologi dan struktur


perdagangan global sebagai akibat peningkatan pendapatan dunia  dan
peraturan-peraturan mengenai  perdagangan internasional. Misalnya
perubahan struktur ekspor indonesia selama masa Orde Baru dari
komoditas primer ke ekspor manufaktur.

28
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dilihat secara makro-sektoral [berdasarkan kontribusi sektor-sektor
produksi(lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto]
perekonomian Indonesia - yang hingga tahun 2012 sudah berstruktur industrial.
Berdasarkan data laju pertumbuhan dan distribusi PDB Tahun 2008-2012 menurut
BPS telah menunjukkan bahwa sektor pertanian hanya menyumbang 14,44%
terhadap PDB sehingga Indonesia tidak bisa lagi dikatakan negara agraris. Hal
penting yang patut dicatat ialah bahwa penurunan peran sektor pertanian bukanlah
cerminan kemunduran absolut sektor itu. Sektor pertanian  hanya menurun secara
relatif.
Keindustrian struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya belum sejati,
masih sangat dini. Keindustriannya barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam
membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional. Keindustrian yang
ada belum didukung dengan kontribusi sektoral dalam menyerap tenaga atau
angkatan kerja. Apabila kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan dan
dalam menyerap pekerja ini dihadapkan atau diperbandingkan, maka struktur
ekonomi Indonesia secara makro-sektoral ternyata masih dualistis. Mengapa?
Karena dari segi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian hingga saat ini masih
merupakan sektor utama sumber kehidupan rakyat.

Sampai dengan tahun 2012 bulan februari , sebagian besar rakyat


Indonesia (39,96 dari penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja) masih
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian . Sementara sektor industri
pengolahan hanya menyerap 14,78% tenaga kerja. Fakta ini agaknya
membenarkan kembali tesis Boeke, seorang ekonom Belanda, yang pernah
menyatakan bahwa perekonomian Indonesia berstruktur dualistis. Hanya saja,
dualisme yang berlangsung sekarang tidak sepenuhnya identik dengan dualisme
yang dulu dikemukakannya.

Jadi, ditinjau secara makro-sektoral struktur ekonomi Indonesia


sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian besar

29
penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut masih
agraris akan tetapi, penyumbang utama pendapatan nasional adalah sektor industri
pengolahan. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut sudah industrial. Semua itu
berarti bahwa secara makro-sektoral ekonomi Indonesia baru bergeser dari
struktur yang agraris ke struktur yang industrial.

3.2. Saran
1. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah teerhadap perusahaan dibergai
sektor untuk meningkatkan kualitas produksinya sehingga permintaan
ekspor dapat meningkat.

30
DAFTAR PUSTAKA

Dumairy ,1996: Perekonomian Indonesia,Penerbit Erlangga,Yogyakarta

www.bps.go.id

www.google.co.id

www.wikipedia.com

29

Anda mungkin juga menyukai