Anda di halaman 1dari 24

Bab I PENGERTIAN UPAH, GAJI, PENDAPATAN DAN IMBAL JASA Literatur ataupun

organisasi menggunakan banyak nama atau termi- nologi untuk menjelaskan pembayaran yang
diberikan oleh Pemberi Kerja (majikan) kepada Pelaku Kerja sebagai "penukar" atas jasa atau
pekerjaan yang dilakukannya. Istilah-istilah yang banyak dipakai ialah Remunerasi, Pendapatan,
Kompensasi dan Ganti Rugi. Selanjutnya apa- bila istilah-istilah itu dipakai berganti-ganti maka
yang dimaksud adalah sama yaitu "Penukar" untuk "Jasa/Kerja". Kita akan mencoba meng-
uraikan komponen-komponen utama imbal jasa yang bersifat finansil. t. eh an da rta dis 1.1.
Istilah Upah dan Gaji Istilah Upah dan Gaji mencerminkan variasi dalam cara pembayaran. Dalam
pengertian populer "upah" adalah pembayaran yang ditetapkan secara harian, per-jam atau
mingguan, walaupun pembayarannya mung- kin seminggu sekali atau dua minggu sekali. Gaji
adalah pembayaran yang ditetapkan bulanan misalnya untuk pegawai administrasi, supervi- sor,
manajer dan lain-lain, walaupun mungkin cara pembayarannya diatur 2x dalam sebulan.
Pengertian Upah dan Gaji sebenarnya tidak dibedakan oleh Peraturan Perundang-undangan
(Hukum Perburuhan) di Indonesia. Undang-undang dan peraturan-peraturan Pemerintah mem-
berikan pengertian (batasan) mengenai Upah sebagai berikut: ra 1.1.1. Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 1981 Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, 1
1.1.2. Peraturan Menteri Perburuhan No. 9 Tahun 1964 dan PERMEN No. 4/1986 Dengan upah
untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diartikan: a.
Upah pokok. b. Segala macam tunjangan yang diberikan kepada buruh secara ber. kala dan secara
teratur c. Harga pembelian dari catu yang diberikan kepada buruh dengan cuma-cuma. Apabila
catu harus dibayar olech buruh dengan harga subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara
harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh buruh. d. Penggantian perumahan yang
diberikan secara cuma-cuma dan besarnya ditetapkan 10 % dari upah berupa uang. e. Penggantian
untuk pengobatan dan perawatan yang diberikan secara cuma-cuma, besarnya ditetapkan 5 % dari
upah berupa uang. 1.1.3. Undang-undang No. 2 Tahun 1951 mengenai kecelakaan kerja a. Tiap
pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan. b. Perumahan, makan,
bahkan makanan dan pakaian dengan cuma- cuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum di
tempat itu. 1.1.4. Dewan Penelitian Pengupahan Nasional tanggal 11 Juni 1970 Upah ialah suatu
penerimaan, sebagai imbalan (remunerasi) dan pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai kelangsungan keh dupan
yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dini- lai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu persetujuan, Undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar
suatu perjan- jian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
1.1.5. Peraturan Pemerintah R.I. No. 33 Tahun 1977 mengenai Asuransi Sosial Tenaga Kerja Upah
adalah penghasilan dalam bentuk uang dan bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang yang
diterima tenaga kerja secara teratur. 1.1.6. Konvensi ILO No. 195 Tahun 1949 Upah berarti balas
jasa atau pendapatan bagaimana pun juga dinama- kannya atau dihitungnya yang bisa dinyatakan
dalam bentuk uang dan ditetapkan oleh perjanjian timbal balik atau oleh perundang-undangan atau
peraturan nasional, yang dibayarkan berdasarkan perjanjian kerja tertulis ataupun tidak tertulis
oleh seorang pengusaha kepada seorang yang dipekerjakan, untuk pekerjaan yang sudah atau akan
dipekerjakan atau jasa-jasa yang sudah atau akan diberikan. 1.2. Pendapatan Yang dimaksud
dengan pendapatan total dalam Administrasi Peng- upahan dan Penggajian adalah upah pokok
ditambah dengan segala macam tunjangan yang diterima pegawai. Menurut P.P. No. 8/1981 "pen-
dapatan" ini diartikan sebagai upah. Dengan demikian, untuk Peraturan Pemerintah, khususnya
P.P. No. 8/1981, tidak dibedakan antara Upah dan/atau Pendapatan. 1.3. Take Home Pay" Istilah
lain yang banyak dipakai di perusahaan-perusahaan adalah "Take Home Pay", yang pada dasarnya
terdiri dari upah pokok ditambah dengan "penerimaan" lain, seperti insentif dan tunjangan lainnya
untuk satu bulan tertentu. Kadang-kadang dibedakan pula antara "Gross THP" dan "Nett THP".
Yang kedua yaitu THP setelah dikurang Pajak Pengha- silan menurut Ketentuan Pemerintah.
Kalau dibandingkan dengan butir 1.2 di atas maka THP dengan Pendapatan" pada dasarnya sama
saja. 1.4. "Imbal Jasa" (Remunerasi) Imbal Jasa, sebenarnya mempunyai arti yang lebih luas dari
upah atau gaji. Imbal Jasa justru mencakup upah/gaji, tunjangan-tunjangan baik berupa uang
maupun natura, fasilitas/kemudahan, dan hak-hak istimewa lainnya seperti tunjangan representasi
untuk eksekutif, rumah dinas,
Bab II SASARAN KEBIJAKAN IMBAL JASA 2.1. Mengapa perusahaan dan organisasi lainnya
memerlukan suatu Kebijakan Imbal Jasa dan khususnya, Sistem Penggajian yang baik Dalam
masa tiga puluh tahun terakhir ini para "Industrial Psycholo- gist" (ahli ilmu jiwa industri dan
organisasi) berargumentasi, bahwa upah, gaji dan segala tunjangan bukanlah faktor utama yang
mempenga- ruhi tingkat kegairahan kerja dan bahwa kebutuhan lain termasuk "Job Satisfaction"
lebih penting daripada upah dan gaji. Dalam kenyataannya, kita masih sering melihat upah dan
gaji yang dianggap layak atau wajar sangat penting bagi sebagian terbesar orang yang menjual
tenaga untuk mendapatkannya. Jika upah dan gaji telah dirasakan relatif cukup atau layak barulah
kebutuhan-kebutuhan lain dirasa penting pula. Selama upah dan gaji belum dirasakan cukup atau
layak maka gaji akan tetap dianggap sebagai faktor yang paling dapat menurunkan kegairahan
kerja dan menimbulkan keresahan. Apabila tingkat upah/gaji dan jaminan lainnya terlalu rendah
dibandingkan dengan upah/gaji rata-rata di "pasaran"- khususnya dibanding- kan dengan
perusahaan-perusahaan sejenis, maka Pimpinan Perusahaan akan memperoleh kesulitan untuk
menarik dan mempertahankan tenaga langka seperti teknisi, profesional, dan manajer. Kebijakan
(policy) mengenai pengupahan dan penggajian yang baik bukan hanya penting pada taraf
penarikan tenaga kerja (recruitment) tetapi kebijakan mengenai kenaikan pangkat (promosi) yang
baik misal- nya, harus menjamin pula bahwa besarnya gaji/imbal jasa untuk tiap-tiap pekerjaan
harus didasarkan pada "nilai" (harga) dari pekerjaan itu
kenail sehingga dengan demikian setiap promosi akan memberikan 1 Dengan demikian, wajar bila
Pimpinan Perusahaan memberikan poc hatian yang cukup kepada kebijakan pengupahan dan
penggajian ya baik. Kebijakan (policy) imbal jasa adalah bagian dan seluruh kebijak di bidang
ketenaga kerjaan. Tanggung jawab Pimpinan Perusaha upah atau gaji di samping status dan
fasilitas lainnva dalam bidang ini meliputi: 2.1.1. Penetapan tingkat upah dan gaji Tingkat upah
dan gaji dalam perusahaan harus dibandingkan denga tingkat upah/gaji di perusahaan-perusahaan
sejenis di sektor indust yang sama atau di daerah operasi sendiri. Perubahan dari waktu ke wakt
harus pula diperhatikan. 2.1.2. Administrasi pengupahan dan penggajian a. Menerapkan dan
memelihara hubungan intern yang memuaskan antara besarnya pembayaran untuk satu pekerjaan
dengan pem- bayaran untuk pekerjaan lain. b. Mengatur tata cara perubahan (kenaikan) upah/gaji
untuk tiap pega wai 2.1.3. Tata cara pembayaran upah dan gaji Apakah atas dasar waktu (per-jam),
per-hari, per-minggu atau per- bulan), atau atas dasar hasil kerja (out-put) seperti "piece rate
system d sistem pembayaran upah dengan "bonus perangsang" Asal mula mengapa suatu sistem
pengupahan dan penggajian diperlu kan adalah bila suatu organisasi (perusahaan) mempunyai
lebih dari s orang pegawai. Pegawai-pegawai ini akan mulai membandingkan up gaji masing-
masing dan memperhatikan apa yang dilakukan oleh pega- wai lain sehingga memperoleh
upah/gaji seperti yang diterimanya dalam mengerjakan pekerjaan itu. Pada kenyataannya Sistem
Imbal Jasa yang canggih tidak terlalu mutlak diperlukan bagi perusahaan yang hanys mempunyai
pegawai belasan orang, kecuali bila organisasi ini merupakan bagian dari organisasi yang lebih
besar misalnya kantor cabang suatu perusahaan besar Perusahaan kecil yang mempunyai pegawai
belasan orang barangkali cukup menggunakan semacam instuisi atau taksiran sebagai misalnya.
sistemnya. Pemilik perusahaan mungkin akan bertukar pikiran dengan pemilik-pemilik perusahaan
sejenis atau dengan asosiasinya. Untuk perusahaan yang lebih besar prosesnya akan lebih ruwet
dan memerlu- kan pengumpulan dan analisa data dari banyak sumber dari dalam Orga- nisasi
Perusahaan itu sendiri dan dari luar organisasi. 2.2. Sasaran-sasaran yang harus dicapai oleh
kebijakan dan sistem penggajian Ada dua sasaran dominan yang harus dicapai oleh suatu sistem
peng- gajian yang baik. Yang pertama adalah "perimbangan" (equity) dan yang kedua adalah
kuatnya "Daya Saing" perusahaan di pasaran tenaga kerja. Tentunya ada sasaran lain yang harus
dicapai dan akan dibahas juga nan- ti, tetapi itu hanya merupakan "hasil sampingan" dari kedua
sasaran yang dominan tersebut. 2.2.1. Pertimbangan (Equity) Suatu sistem penggajian yang
"berimbang" akan menghasilkan suatu keadaan, di mana ketetapan mengenai besarnya
pembayaran upah atau gaji yang diterima oleh seorang buruh/pegawai secara relatif akan dapat
dipertahankan kebenarannya apabila dibandingkan dengan upah atau gaji pegawai-pegawai
lainnya, baik di dalam perusahaan sendiri maupun dengan pegawai-pegawai di perusahaan lain.
Dengan kata lain upah/gaji seorang pegawai dari suatu bagian dengan upah/gaji pegawai di bagian
lain yang mengerjakan pekerjaan yang sama bobotnya, relatif akan sama besarnya. Suatu sistem
penggajian yang baik harus seminimal mungkin mengurangi keluhan-keluhan atau ketidakpuasan
yang timbul karena seorang pegawai mengetahui bahwa upahnya tidak sama dengan yang lain.
Sistem yang "berimbang" (equitable) akan menyajikan penjelasan atau alasan yang rasional
mengenai perbedaan tersebut. Seorang tukang sapu akan mengetahui bahwa ia mendapat upah
lebih rendah dari seo- rang tukang listrik misalnya, tetapi ia pun tahu faktor-faktor yang dijadi-
kan pertimbangan untuk mengadakan perbedaan tersebut. Ia mungkin tidak menyukai perbedaan
tersebut tetapi akan mampu menjelaskan sen- diri sebab-sebabnya. Contoh di atas memang
sederhana, dan persoalannya memang seder- hana bila tingkat keterampilan-keterampilan jelas
berbeda. Sistem Peng- upahan/Penggajian yang baik harus mampu menghasilkan keadaan sama
dalam hal jabatan pekerjaan yang berbeda, baik dalam jenis kegiatan yang dilakukannya maupun
dalam "nilai/harganya", walaupun untuk jabatan-jabatan itu mungkin diperlukan keterampilan
yang kelihatannya sama, misalnva jabatan Account Assistant" dengan "Materials As ant 22.2
Imbal Jasa yang Kompetitif Perusahaan yang mempunyai tingkat "imbal jasa" yang "kompeat
berarti bahwa perusahaan tersebut membayar gajifupah yang cuku untuk dapat menarik calon
pegawar memenuhi persyaratan ma malahan yang jauh melebihi persyaratan minimum untuk
meng jabatan-jabatan yang lowong. Hal ini juga berarti, bahwa mereka yang sudah bekerja di
perusahaan itu bila membandingkan upah/gaji mereks dengan orang-orang di perusahaan lain
yang melakukan pekerjaan samu tidak akan tertarik untuk pindah pekerjaan, walaupun di-"iming-
iming dengan syarat-syarat dan kondisi yang mungkin lebih baik 2.2.3. Sasaran-sasaran lain
Sebagai tambahan dari kedua sasaran yang dominan tersebut di ata ada sasaran-sasaran lain yang
oleh Pimpinan Perusahaan seharus diharapkan dari suatu sistém Administrasi Pengupahan dan
Penggajian yaitu 223.1. Pengawasan atas "Labour Cost (Biaya Tenaga Kerja) Untuk banyak
perusahaan, menghubungkan upah dan gaji dengan produktivitas tenaga kerja mungkin
merupakan penentu sukses atau gagalnya perusahuan. Untuk sejumlah perusahaan, hal ini
mungkin merupakan perbedaan antara rugi dan laba. Perusahaan-perusahaan yang usananya
sangat tergantung pada tender-tender atau pesanan pesanan, perkiraan yang tepat mengenai Labour
Cost merupakan unr yang menentukan. Pada maya,perusahaan mana pun, baik yang sudah ada
SPSI dan KKB ataupun yang belum, tidak mungkin membiarkan "biaya tenage kerjanya
meningkat terus melampaui batas yang dapat diterima apabila tidak ingin mengalami kesulitan
yang mungkin berakibat jauh. Oleh karena itu, pada dasarnya, sasaran yang ingin dicapai oleh
suatu sistem imbal jasa yang baik adalah mengusahakan stabilitas dan pengendalian atas biaya-
biaya tersebut melalui "penilaian" (evaluasi) dan "penetapan harga" dari jabatan-jabatan dengan
cara yang cukup "ilmiah"
2.2.3.2. Motivasi Di beberapa negeri (termasuk Indonesia) masih banyak ditemui upah atau gaji
yang dibayarkan mencakup pula pembayaran untuk dan dida- sarkan pada faktor-faktor yang tidak
ada hubungannya dengan pekerja- an, seperti: jumlah anak, koneksi, hubungan kelluarga (dengan
Direksi) dan faktor lain yang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja, atau tidak ada
sumbangannya kepada usaha mencapai tujuan perusahaan. Suatu sistem yang dibuat dengan tepat,
akan menghasilkan sistem Administrasi Pengupahan dan Penggajian yang "membalas jasa"
(meng- hadiahi) prestasi yang baik, mendorong produktivitas yang tinggi dar kontribusi atas
tercapainya tujuan. Sebaliknya, sistem ini akan mengura ngi (atau menghentikan sama sekali)
Imbal Jasa itu kepada mereka yan kontribusinya sedikit.
Bab III LANGKAH-LANGKAH DALAM MERENCANAKAN DAN MEMILIH SISTEM
PENGGAJIAN YANG AKAN DIGUNAKAN Bila dirasakan bahwa sistem administrasi
pengupahan/penggajian dan imbal jasa yang sekarang digunakan ternyata tidak menolong dalam
mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan oleh perusahaan seperti diuraikan dalam Bab II, maka
langkah-langkah perbaikan perlu segera dipikirkan. Ciri-ciri atau gejala-gejala yang dapat dilihat
atau dirasakan dapat berbentuk di bawah ini. - perusahaan memperoleh kesulitan menarik tenaga-
tenaga kerja yang "qualified" dan profesional karena gaji yang diminta mereka "jauh" di luar
jangkauan "standard gaji" yang berlaku. - terdapat keresahan karena gaji pejabat yang sebenarnya
satu tingkat, atau menurut mereka satu tingkat ternyata sangat jauh berbeda satu sama lain terdapat
banyak kejanggalan dalam gaji yang dibayarkan. Golongan gaji seorang bawahan bisa melewati
atasannya. - aturan yang tidak jelas, berapa standar gaji untuk orang baru, dan ber- apa gaji
maksimum yang boleh dibayarkan untuk orang lama? Pimpinan perusahaan yang mempunyai
kebebasan untuk meninjau kembali dan merubah sistem penggajian dan imbal jasa yang sudah ada
atau menciptakan suatu sistem baru sama sekali, sebaiknya mengikuti pola berikut, yang
mencakup beberapa langkah yang cukup berbeda- beda. 3.1. Mulai dengan meninjau kembali dan
menetapkan secara jelas garis garis besar kebijakan (policy) pokok dalam bidang imbal jasa
Kebijakan perusahaan yang dianut mungkin misalnya menggariskan bahwa upah/gaji yang
dibayar perusahaan harus cukup "kompetitif" (ber saing), atau gaji yang dibayar harus berada pada
tingkat di atas rata-rata sektor industri. Kebijakan yang dianut mungkin pula menggambarkan
bahwa imbal jasa akan dihubungkan dengan "hasil kerja" (out-put), kon tribusi, atau masa kerja.
Kebijakan yang diambil mungkin akan menje laskan hubungan-hubungan antara struktur upah dan
gaji serta menjelas kan perbedaan sistem untuk kelompok-kelompok kerja yang berbeda 3.2.
Menegaskan batas-batas dari kelompok penerima imbal jasa Sistem imbal jasa dan penggajian
untuk buruh-buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja misalnya harus tunduk kepada garis-
garis besar kebijakan yang ditetapkan oleh hasil perundingan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Sistem imbal jasa untuk golongan manajemen mungkin berbeda dengan sistem imbal jasa untuk
salesmen, supervisor atau pega wai administrasi lainnya. 3.3. Menilai harapan dan keinginan
penerima imbal jasa Setelah kelompok-kelompok yang disebut dalam 3.2. di atas ditetap- kan
maka langkah berikutnya adalah mencari, menetapkan dan menilai harapan/keinginan penerima
imbal jasa di samping memperhatikan pula praktek yang berlaku di sektor industri di mana
perusahaan beroperasi. Atas dasar penilaian dan penafsiran di atas, dapat diciptakan suatu sistem
imbal jasa yang dapat memaksimumkan pengaruh atas perilaku (komitment) penerima imbal jasa.
3.4. Memilih sistem yang akan digunakan Pada langkah ini, Pimpinan harus mempertimbangkan
biaya-biaya yang akan dikeluarkan perusahaan untuk bermacam-macam sistem yang tersedia dan
membandingkannya dengan efektifitas dari sistem-sistem itu. Ia harus menetapkan "harga-harga"
dari pilihan yang tersedia. Ia mungkin harus membandingkan harga-harga atau biaya-biaya ini
dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan apabila jasa tertentu diperoleh dari sumber lain.
Misalnya, ia mungkin dapat mengontrakkan jasa dimaksud, seperti urusan keamanan pabrik,
perusahaan angkutan, dan lain-lain. Ia dapat pula mempertimbangkan penggunaan mesin-mesin
modern untuk mengurangi jumlah tenaga kerja (misalnya otomatisasi di pabrik dan atau di bagian
administrasi).
3.5. Menganalisa hubungan antara biaya dari sistem yang digunakan dan manfaat yang akan
diperoleh dari sistem itu Langkah yang sama sulitnya adalah menganalisa hubungan "biaya dan
manfaat" (cost/benefit analysis) dari imbal jasa "finansil" dan "non- finansil" (penghargaan,
perjalanan ke luar negeri, dan lain-lain). Pertanyaan lain yang harus dijawab, apakah sasaran yang
ingin die pai pimpinan dapat lebih baik dicapai dengan "imbal jasa langsune (upah/gaji/tunjangan)
dan "tidak langsung" (asuransi, THR, dan lain lain) atau dengan memperbaiki hubungan antara
atasan dan bawahanke arah yang lebih efektif. Dalam menganalisa biaya imbal jasa, secara
realistis harus diaku bahwa sebagian pengeluaran itu dapat dianggap sebagai "investments" atas
Sumber Daya Manusia. Sebagian dari biaya ini mempunyai efek pengembangan yaitu menyiapkan
penerima biaya itu untuk jabatan yane akan datang dengan tanggung jawab yang lebih besar.
Argumentasi ini dipersukar dengan kenyataan adanya "turn over" (ke luar masuk). Bagi banyak
perusahaan, sebagian investment itu praktis tidak akan kembali lagi (merupakan kerugian). 3.6.
Merumuskan suatu "paket imbal jasa" (Remuneration Package) Hasil akhir dari program 3.1.
sampai dengan 3.5. adalah suatu "paket imbal jasa" (Remuneration Package) yang mungkin
merupakan cam- puran antara imbal jasa finansil dan nonfinansil Sebenarnya dalam praktek sudah
terdapat sistem-sistem yang lang- sung bisa diterapkan. Dalam hal ini, masalah yang dihadapi
bukanlah menerapkan sesuatu yang baru tetapi memilih sistem mana yang akan dipakai. Cara
yang paling mudah, meniru sistem yang sudah banyak dipa- kai di sektor Industri atau sektor
Pemerintah yang selama itu dianggap memuaskan. Tetapi perkembangan dunia usaha
membuktikan bahwa kebiasaan yang sudah ada belum tentu memuaskan. Salah satu cara untuk
mendahului yang lain (menang dalam persaingan) melalui komi men dan produktivitas tenaga
kerja, ialah dengan memakai sistem lebin baik dari yang sudah ada. Oleh karena itu sistem itu
harus terus meners dites dan diperbaiki. Berikut ini adalah pertimbangan-pertimbangan yang harus
diguna kan dalam memilih suatu sistem yang rasional:
a Perlunya "Varias dalam sistem yang digunakan Untuk suatu organisasi besar misalnya, perlu
sistem-sistem khusus ag berbeda untuk karyawan tingkat; Direksi Manajer Staf Non-Staff, dan
lain-lain b. Sistem harus dinamis Sistem tidak boleh "mati", tetapi harus mempunyai
"kemampuan" dam "fleksibilins" untuk mengalami perubahan. Program atau sistem ang
digunakan harus terus menerus ditinjau untuk mencegah terjadinya "ketinggalan zaman"
cHubungan yang "Non-Linear Hubungan antara kenaikan gaji dan kenaikan prestasi tidak akan
near. Artinya, kenaikan upah x % mungkin akan menaikkan prestasi kerja cukup memuaskan
tetapi kenaikan sebanyak 2 x % tidak berarti bahwa prestasi akan meningkat 2 kali pula. d. Sistem
campuran Imbal jasa finansil yang langsung dinikmati hanyalah satu dari bebe- rapa macam
insentif yang tersedia untuk golongan manajer. Macam yang lain seperti imbal jasa yang
"ditangguhkan" (bonus tahunan dan lain- lain) mungkin lebih disukai. Sebaliknya, balas jasa yang
"nonfinansil" mungkin malahan lebih efektif atau sama efektifnya tetapi tidak mahal. Misalnya
dengan memperbaiki hubungan antara manajemen dan pekerja dalam komunikasi yang lebih baik.
Menentukan sistem (jenis paket imbal jasa dan metode) mana yang akan digunakan, merupakan
salah satu jenis keputusan manajerial. Kembali lagi bahwa keputusan ini sangat dipengaruhi oleh
falsafah dan policy" perusahaan. Bila pemilik atau pimpinan perusahaan misalnya masih
menganut falsafah bahwa produktivitas tenaga kerja akan sangat dipengaruhi oleh bonus
perangsang, maka ia akan memilih paket imbal Jasa yang dirasanya tepat untuk itu. Tentu saja
para pejabat personalia akan banyak berperan dengan memberikan pendapat dan saran-saran
mereka.
Bab IV BAGAIMANA MENETAPKAN TINGKAT UPAH/GAJI DI PERUSAHAAN Dalam
praktek, di tiap perusahaan selalu ditemui dua macam upah gaji bagi setiap pegawai. Yang
pertama adalah "upah/gaji awal" wage/salary) yang biasanya dibayarkan kepada tenaga-tenaga
baru masuk dengan nol pengalaman. Yang kedua adalah "upah jabatan" (co reer wage/salary) yaitu
tingkat upah yang dibayarkan kepada tenaga- tenaga yang sudah lama, yang biasanya lebih tinggi
dengan kenaikan upah karena prestasi, masa kerja, maupun karena kenaikan pangkat (promosi).
Baik "upah awal" maupun "upah jabatan" akan dipengaruhi pula oleh faktor ekstern yang secara
relatif tidak bisa dipengaruhi oleh perusahaan itu, seperti, Ketetapan Pemerintah tentang Upah
Minimum untuk sektor industri yang bersangkutan dan persetujuan antara perusahaan dengan
Serikat Pekerja yang mungkin dituangkan dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Bagaimanapun keadaannya, perusahaan harus mene- tapkan berapa besar upah yang dibayarkan
kepada pegawainya baik itu "upah awal" maupun "upah jabatan". (starting 4.1. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam menetapkan tingkat Upah/Gaji Dalam hal ini perusahaan dapat membuat
keputusan dengan mem- pertimbangkan hal-hal di bawah ini: Tingkat upah umum dalam
masyarakat khususnya di sektor industri yang bersangkutan. Misalnya suatu perusahaan tekstil
yang baru dibuka akan menyelidiki bagaimana tingkat upah umum yang ber- laku di sektor
industri tekstil di daerah tempat dia akan beroperasi. b. Kebutuhan pokok tenaga kerja dan tingkat
biaya hidup standar hidup beserta statistik perubahan-perubahannya, (KFM dan IHK) Kualitas
tenaga kerja yang diperlukan oleh perusahaan untuk ber- operasi secara efektif. d. Persaingan dari
perusahaan-perusahaan lain dalam usaha mempero- leh tenaga kerja dengan kualitas yang
diinginkan. Kemampuan perusahaan untuk membayar upah dan gaji yang cukup untuk dapat
menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang dibu- tuhkannya. Faktor terakhir ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi keuangan perusahaan yaitu kemampuannya secara finansil. Dalam
kenyataannya, faktor ini juga mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pemerintah dan badan-
badan lainnya yang bukan bersifat men- cari laba. Lebih jauh lagi pemerintah melalui
kebijaksanaan upah minimum menetapkan upah terendah yang harus dibayar oleh pe- rusahaan-
perusahaan, per-sektor industri maupun per-daerah. C. e. Masalah yang dihadapi oleh suatu
perusahaan bukanlah hanya dalam menetapkan besarnya "upah awal" dan "upah jabatan", tetapi
justru menetapkan perbedaan upah antara jabatan yang satu dengan jabatan yang lain di dalam
lingkungan organisasi perusahaan itu sendiri. Secara logika besarnya gaji yang dibayarkan pada
seseorang tentunya akan dipe- ngaruhi oleh bobot tanggung jawab dan wewenang yang diserahkan
oleh perusahaan atau organisasi tempat ia bekerja kepadanya. Mungkin juga ada hal-hal logis lain
yang mempengaruhi seperti masa kerja di perusa- haan itu, prestasi kerjanya dari waktu ke waktu
dan lain-lain. Di dalam organisasi baik swasta maupun pemerintahan yang belum menggunakan
sistem administrasi pengupahan/penggajian yang "cang- gih", kadang-kadang jabatan yang ada
ditetapkan bobot atau derajat pentingnya dengan mengikuti hierarki organisasi yang berlaku,
misalnya: 1. Direktur Utama (atau nama jabatan lain dari pimpinan puncak per- usahaan itu) 2.
Direktur -sebagai tingkat kedua (di bawah yang tertinggi). 3. Kepala Biro dan yang dipersamakan
sebagai tingkat ketiga (di bawah Direktur). 4. Kepala Bagian dan yang dipersamakan sebagai
tingkat keempat (di bawah Kepala Biro). 5. Kepala Seksi sebagai tingkat kelima (di bawah Kepala
Bagian). sebagai golongan tertinggi.
Catatan: 1. Grade tidak mutlak harus dengan angka; mungkin memakai abjad (A, B, C, dan
seterusnya). 2. Dalam bahasa Indonesia istilah yang mungkin lebih tepat adalah "Golongan" yang
telah umum dipakai. Banyak perusahaan besar yang memakai pula istilah-istilah "Job Class" atau
"Job Group". Yang penting harus diketahui, bahwa dalam konteks Sistem Imbal Jasa, "Grade",
"Class", "Group" ataupun "Golongan" menunjuk kepada peringkat (rank) yang diberikan kepada
jabatannya, bukan kepada manusianya (pemegang jabatannya).
5.4. Menyusun skala upah atau skala gaji Setelah usaha menyusun sistem penggajian melewati
tahap penyu- sunan struktur golongan jabatan, maka tahap berikutnya adalah menyu- sun skala
upah atau gaji. Yang dimaksud dengan skala upah atau gaji ialah suatu daftar atau tabel yang
memperlihatkan "harga" dalam nilai uang (rupiah) untuk setiap jabatan yang ada atau untuk
sekelompok jabatan Biasanya setiap perusahaan yang sudah beroperasi, bagaimana sederha- nanya
pun pasti sudah mempunyai "skala" gaji tersebut. Ada bermacam- macam skala gaji yang dapat
ditemui dalam praktek. diwakili oleh apa yang dinamakan "grade" (golongan) itu.
(i) Skala ini hanya mempunyai satu angka (sebenarnya kurang tepat disebut skala) untuk tiap
golongan, yang mungkin menunjukkan upah per-jam, per-hari, per-minggu atau per-bulan.
Misalnya: Skala Gaji dengan angka tunggal atau "Single Fixed Rate" Grade: 8-Rp
100.000.00/bulan; Rp 4.000,00/hari atau Rp 500,00/jam 1- Rp 25.000,00/bulan; Rp 1.000,00/hari
atau Rp 125,00/jam Angka ini dapat dikatakan "fixed" (tetap) dan hanya berubah bil. terdapat
kenaikan upah umum (General Increase) dan otomatic menaikkan skala atau karena tuntutan
buruh (Serikat Pekerja). Lihat lampiran D (ii) "Single Fixed Rates hanya sebagai upah awal" Skala
ini adalah modifikasi dari no. (i) di mana ditetapkan gaji per mulaan, kemudian diberikan
kenaikan berkala otomatis setiap pe riode tertentu sampai mencapai usia pensiun, berhenti atau
mening- gal. Contohnya adalah Sistem PGPN/PGPS (lihat lampiran D). (ii "Single Fixed Rates"
dengan"Kemungkinan" kenaikan yang "fixed" pula (Fixed increments) setiap tahunnya, tetapi
tergantung prestasi kerja sampai mencapai batas tertentu dalam masa kerja. Tidak ada aturan pasti
mengenai batas (plafond) untuk mendapat kenaikan tersebut, logikanya, bahwa kalau seseorang
berada pada sesuatu Grade (Group) terus menerus selama masa 8 tahun dan tidak ada
kemungkinan naik pangkat (naik golongan), maka ia harus menca- pai "batasnya". Seperti contoh
di bawah ini.
Group A. Group B
Tahun ke-I Rp 76.250,00/bulan
Tahun ke-II Rp 76.040,00/bulan
Tahun ke-III Rp 77.560,00/bulan
Tahun ke-IV Rp 78.080,00/bulan
Tahun ke-V Rp 78.600,00/bulan
Tahun ke-VI Rp 79.120,00/bulan
Tahun ke-VII Rp 79.640,00/bulan Rp 82.030,00/bulan Rp 82.790,00/bulan Rp 83.550,00/bulan
Rp 84.320,00/bulan Rp 85.090,00/bulan Rp 85.865,00/bulan Rp 86.640,00/bulan Dalam contoh di
atas terlihat bahwa kenaikan tahunan ditetapka dalam Rupiah yaitu Rp 520,00 untuk Group A dan
Rp 760,00 untuk Group B. (iv) Skala yang mempunyai "Rate Minimum" (Upah/Gaji awal) dan
"Rate Maximum" (Upah/Gaji terakhir) untuk setiap Grade-nya
Model ini sudah benar-benar mencerminkan sebuah "skala" Dalam skala model ini besarnya
kenaikan (increments) yang "mungkin" diperoleh seorang pegawai setiap tahunnya tidak dite-
tapkan. Model ini biasanya dipakai untuk pegawai-pegawai staff- administrasi dan supervisor ke
atas. Tidak semua orang akan men- dapat kenaikan gaji setiap tahun karena betul-betul tergantung
pada penilaian prestasi kerjanya (Merit Rating atau Performance Appraisal), kecuali kenaikan
yang bersifat umum serta berlaku untuk semua pegawai, misalnya kenaikan karena inflasi. Dalam
hal terakhir ini, skala (rate ranges) biasanya di "up date" pula menurut besarnya kenaikan umum
yang diberikan. Jarak (Gap) antara Rate Minimum dan Maximum biasanya ditetap- kan dalam%
dan besarnya tergantung kepada "Policy" manajemen dalam memberikan kesempatan untuk
"maju" (progressing), baik dalam gaji maupun dalam jenjang karir: Apabila ditetapkan bahwa
kenaikan karena prestasi (merit award) yang dianggap wajar bagi seorang pegawai yang
berprestasi "sangat baik" adalah 8 % per- tahun dan ditetapkan bahwa pegawai ini baru akan
mencapai "rate maximumnya setelah 6 tahun, maka "gap" antara minimum dan maximum akan
berkisar kira-kira 50 %. Tetapi, untuk golongan "bawah" di mana kesempatan naik pangkat
biasanya sangat kecil, maka jarak antara minimum dan maksimum dibuat cukup "jauh", misalnya
100%. Artinya maksimum skala mungkin 2x dari mini- mumnya. "Salary Range" atau "Skala yang
simetris" (v) Skala ini mirip dengan no. (iv) yaitu mempunyai Rate Minimum dan Rate Maximum,
tetapi Skala ini mempunyai pula "Rate Tengah" (mid point values) yang ditetapkan dengan tegas.
Rate minimum adalah upah awal bagi pegawai baru yang belum berpe- ngalaman dalam status
Trainee atau percobaan dan ditetapkan gaji permulaan sebesar 80% dari Rate Minimum (80 % x
80 % ) bagi mereka yang betul-betul berstatus Trainee kemudian menaikkan- nya ke Rate
Minimum pada waktu diangkat sebagai pegawai tetap. Rate Mid point berlaku bagi pegawai-
pegawai yang sudah mencapai taraf kompetent, yaitu telah mampu melakukan tugasnya sesuai
dengan standard yang ditetapkan perusahaan. Rate mid point ini dianggap sebagai 100% dari
"nilai" (values) pegawai yang menjabat pekerjaan itu.
Rate Maximum ditetapkan sebagai 120% dari mid-point values dan ini adalah batas (plafond)
yang dapat dicapai oleh seorang pegawai kalau ia terus menerus berprestasi baik. Dengan
demikian, maka maximumnya 150 % dari minimum dan minimumnya 66,5% dari maximum.
Contoh: "Symetrical Salary Range" Monthly Salary
GRADE MIN 80% MID POINT 100% MAX 120%
8 Rp. 80.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 120.000,00
Seperti juga dalam skala no. (iv), seorang pegawai yang terus mene- rus berprestasi paling sedikit
bertaraf "baik" akan memperoleh kesempatan maju bergerak mengikuti skala, mendapat kenaikan
gaii karena prestasi. (merit award). Normalnya seorang pegawai yang mendapat kenaikan rata-rata
6% setiap tahun akan mencapai maximum dalam waktu 7 tahun. Seorang yang "istimewa",
biasanva dapat mencapai maximum dalam waktu 5 tahun. Apabila perusahaan memutuskan untuk
memakai sistem (v) "skala simetris" ataupun sistem (iv) "Rate Minimum dan Maximum" maka
Scatter Diagram yang dibuat harus disesuaikan (lihat 5.1.). Garis "konversi" yang telah ditarik
kemudian dianggap menjadi "Garis mid-point" merupakan Garis kebijakan (policy line) Peng-
upahan/Penggajian. Dua garis lain harus ditarik pula yaitu Garis Maximum yang terletak 120 % di
atas garis "Mid-point", dan garis minimum yang terletak 80% di bawah garis mid-point. Semua
titik- titik yang terletak di atas garis maximum menunjukkan gaji yang sudah melewati plafond
yaitu kelompok "Red circles" dan titik-titik yang di bawah Garis minimum menunjukkan gaji-gaji
yang bawah batas terendah yaitu "underpaid" atau "blue circles". di Terhadap mereka yang
termasuk kelompok "Blue Circle" hanya ada dua pilihan: 1. Gaji mereka harus dinaikkan minimal
ke batas minimum. 2. Kalau mereka dianggap tidak cakap atau tidak mungkin mampu
melaksanakan tugasnya sesuai dengan harapan, mungkin mereka harus dibiarkan untuk sementara
dalam status "Blue Circle", atau diturunkan ke jabatan yang lebih rendah.
5.5. Skala gaji mana yang harus dipilih? Dalam bagian 5.4, telah disajikan beberapa contoh skala
gaji dan dalam bagian 5.6. akan diuraikan cara menyajikan skala gaji, lengkap dengan suatu Tabel
Gaji. Sekarang, barangkali pertanyaan yang harus dijawab lebih dulu adalah skala gaji model
mana yang harus dipilih dan dianggap paling cocok untuk perusahaan Anda? Sebagaimana telah
dikatakan pada bagian-bagian sebelumnya, tidak ada aturan yang pasti mengenai skala model
mana yang cocok untuk perusahaan tertentu. Yang sering ditemui dalam praktek adalah ehiasaan
pepinggalan lama atau mencontoh dari perusahaan lain, tidak tahu cocok atau tidak. Beberapa
perusahaan yang berstatus PMA, ter- utama yang datang dari Amerika Serikat, Inggris, Eropa
Barat atau Aus- tralia, biasanya menggunakan skala gaji yang ditetapkan oleh sistem administrasi
pengupahan/penggajian yang mereka gunakan. Sebenarnya, model skala gaji juga mencerminkan
falsafah dan policy dianut oleh perusahaan itu. yang Skala angka tunggal (Single Fixed Rates)
dapat mencerminkan hal berikut: Perusahaan tidak melihat perlunya kenaikan upah "berkala", baik
karena masa kerja maupun karena prestasi. Perusahaan hanya akan menaikkan skala bila mereka
menganggap perlu dinaikkan atau karena "terpaksa" menaikkan (sesuai KKB misalnya).
"Kelemahan" skala ini sudah jelas, misalnya, seorang karyawan yang baru masuk (atau lulus masa
percobaan) akan memperoleh upah yang sama dengan karyawan yang sudah bekerja 20 tahun.
Dapat diduga bagaimana suasana yang ter- jadi, walaupun beberapa belas tahun yang lalu,
karyawan "generasi tua" yang tidak kritis mungkin bersikap menerima saja. Skala angka tunggal
sebagai upah awal (üi) menunjukkan, bahwa per- usahaan memberikan pengakuan pada senioritas.
Jadi orang yang bekerja lebih lama akan memperoleh gaji yang lebih besar dibandingkan dengan
orang baru. Tetapi, kritik yang agak keras terhadap sistem ini jus- tru banyak datang dari karyawan
generasi muda dan dari pengusaha. Si A dan si B pekerjaannya sama dan tanggung jawabnya
sama, tetapi si A memperoleh gaji hampir dua kali dari yang diperoleh si B, hanya karena si A
telah bekerja 10 tahun lebih lama dari si B. Banyak karyawan yang tnenganggap bahwa keadaan
itu justru tidak adil, dengan alasan karena besarnya tanggung jawab sama saja, baik bagi A
maupun B. Skala model Ii juga dikritik karena tidak menghargai prestasi kerja yang menonjol
dengan pemberian kenaikan gaji khusus sehingga cenderung tidak men- Jadi dorongan (motivasi)
untuk berprestasi lebih tinggi lagi. Dengan adanya kritikan terhadap skala model (0) dan model
maka diciptakanlah skala model (ii) yaitu skala angka Tunggal (Sing Fixed Rates) dengan
"kemungkinan" kenaikan yang fixed pula (mode ), kemudian model (iv) dan akhirnya model (v).
Ketiga model terakh ini sudah mencerminkan adanya pengakuan atas pengaruh prestasi kerja
bukan hanya masa kerja, terhadap kenaikan gaji/upah Ada beberapa perusahaan yang penulis
ketahui, menggunakan leb dari satu jenis skala gaji/upah, misalnya untuk karyawan yang tercak
oleh KKB digunakan "Skala angka Tunggal yang tetap" (single fixe rates) baik model (i). (i) atau
(ii) sedangkan untuk karyawan yane d but karyawan staf, exempt staf atau "manajemen staf"
digunakan skal model (iv) atau (v). Ada pula perusahaan yang membagi pegawainya dalam tiga
kelom. pok; kelompok yang dibayar dengan upah per-hari (model (i)), kelompot pegawai bulanan
non-staf, dan pegawai bulanan golongan staf serta bebe rapa variasi lainnya. Dengan demikian,
sekali lagi, pilihan tentang model skala mana yang ingin digunakan, sesuaikan dengan falsafah,
keinginan dan kebijakan perusahaan. 5.6. Menyusun "Tabel Gaji" lengkap Yang dimaksud dengan
"Tabel Gaji" sebenarnya adalah suatu daftar lengkap yang memuat gaji patokan atau skala gaji
(bukan gaji yang sebe- narnya dibayarkan) untuk tiap golongan jabatan (grade/class) secara ber-
urutan. Pada bagian 5.4. dibahas mengenai beberapa jenis skala gaji yang umum digunakan. Tetapi
contoh yang diberikan terutama skala gaji untuk tiap grade. Persoalannya sekarang bagaimana
menyusun skala lengkap yang mencakup semua grade yang digunakan. Pertanyaan prak- tis yang
paling sering harus diputuskan jawabannya adalah, berapa % bedanya antara skala suatu grade
dengan skala grade di atasnya atau di bawahnya? Tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan-
pertanyaan di ats Tiap perusahaan, seperti yang penulis ketahui, mempunyai rumusan ter sendiri,
walaupun biasanya berkisar antara 10 % sampai 20%. Misalnya suatu perusahaan menggunakan
sebanyak 10 (sepuluh) grade denga grade I yang terendah kemudian seterusnya sampai grade 10.
Kemudian, bila grade I mempunyai skala dengan gaji minimum Rp 50.000,00 1 "jarak" antara tiap
grade 10 %, maka angka minimum untuk grade II adalah 110% x Rp 50.000,00 Rp 55.000,00
sedangkan untuk grade 1II adalah 110% X Rp 55.000,O00 Rp 60.500,00 dan seterusnya Kembali
kepada masalah jarak, pertama-tama tergantung pada falsa fah dan kebijakan perusahaan yang
tercermin dalam jumlah "grade (job class) yang digunakan dan "jarak" (jurang) antara pegawai
terendah dengan yang tertinggi. Di negara-negara maju jarak antara pegawai te rendah dan
tertinggi biasanya tidak terlalu "lebar" (jauh) mungkin antara 1:10atau 1:20. Tetapi di negara
berkembang misalnya di negara kita, jarak ini bisa 1: 50 atau bahkan lebih. Dengan kata lain, bila
"rate" mini mum seorang tukang sapu Rp 50.000,00 per bulan, rate minimum pim- pinan tertinggi
mungkin Rp 2.500.000,00 atau lebih per bulan Setelah jumlah "grade" ditetapkan dan diputuskan
pula "garis kebija- a ai" yang akan digunakan, kemudian jarak antara skala tiap "grade dapat
segera ditentukan. Faktor lain yang mempengaruhi jarak itu adalah ketentuan mengenai tenaikan
gaji karena promosi. Dalam hal ini tidak ada yang pasti berapa % sebenarnya kenaikan gaji layak
bagi seseorang yang naik pang- kat, artinya pindah dari grade yang lebih rendah ke grade yang
lebih ting- gi. Bila hanya 8-10 % tentunya sama saja dengan kanaikan tahunan karena prestasi.
Bila lebih besar dari 20 % mungkin "terlalu besar" Jarak antara skala untuk tiap grade biasanya
berkisar antara 10 sampai 20%. Faktor lain yang menentukan "jarak" ("progression" atau "spread"
tersebut merupakan tingkat gaji di pasaran tenaga kerja. Keputusan pim- pinan perusahaan akan
menetapkan pada tingkat mana skala gaji akan berada. Setelah skala "jabatan kunci" ditetapkan,
maka skala jabatan di atas atau di bawah "jabatan kunci" secara otomatis akan mengikuti.
Kemudian, dalam contoh skala gaji model simetris (no. iv dan v) ter- lihat, bahwa skala tiap-tiap
grade ternyata tumpang tindih satu sama lain dalam arti; angka maksimum satu grade melewati
(lebih besar) daripada angka minimum dari grade yang di atasnya. Dalam hal ini, tumpang tin- dih
tentu saja tidak bisa dihindarkan karena "jarak" antara skala tiap grade lebih kecil dari jarak antara
angka minimum dan angka maksimum. Skala yang terdiri dari angka tunggal (single rate) tidak
akan pernah tum- nditetapi bila skala angka tunggal ini memberikan kemungkinan tuk
memperoleh "kenaikan berkala", maka akan terjadi gaji perseo- dgyang saling memotong.
Keadaan seperti ini dapat digambarkan dengan diagram berikut.
Bab VI PERANAN TUNJANGAN-TUNJANGAN SEBAGAI KOMPONEN IMBAL JASA
Seringkali kita mendengar saran-saran dan pendapat terutama dari pihak pemerintah, agar
perusahaan-perusahaan memakai sistem "clean wage", dengan maksud supaya dapat dicapai suatu
keadaan di mana ter- jamin "equal pay for equal work", yaitu pembayaran upah/gaji didasar- kan
pada "harga" yang ditetapkan untuk jabatan tertentu. Pada praktek- nya pertimbangan "politis",
"sosial" dan juga "ekonomis" telah menjadi- kan "clean wage system" sulit tercapai, malahan
dapat dikatakan tidak mungkin, paling sedikit sekarang ini. "Clean wage" mungkin dapat dilak-
sanakan dengan mudah di negara-negara yang sudah maju di mana stan- dar hidup pokok sudah
ditetapkan, dan sebagian terbesar program kese- jahteraan sosial ditangani langsung oleh
pemerintah mereka. Di negara- negara berkembang, khususnya di negara kita sendiri, kita dapat
melihat, bahwa pendapatan atau penghasilan mereka yang bekerja di perusahaan juga di instansi
pemerintah) bukan hanya terdiri dari upah atau gaji, etapi ditambah juga dengan bermacam-
macam tunjangan, baik berupa uang, barang, maupun jaminan-jaminan yang tidak langsung
dinikmati. Tunjangan-tunjangan ini dapat dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok besar. 6.1.
Tunjangan yang bersifat insentif (perangsang) Tunjangan ini dikaitkan dengan usaha untuk
mendorong orang bekerja lebih rajin, lebih cepat dan sebagainya seperti: bonus kehadiran, bonus
insentif, dan lain-lain.
Tunjangan yang lebih menjurus kepada "penghasilan tambahan walaupun bisa pula dikaitkan
dengan (a) di atas. Seperti, tunjangan transport, tunjangan makan (berupa uang) da lain-lain. 6.2.
Penghasilan tambahan 6.3. Tunjangan khusus Tunjangan yang dikaitkan dengan situasi khusus,
sebagai kompensasi atas situasi khusus yang dihadapi oleh pegawai seperti - tunjangan shift (kerja
malam), tunjangan lapangan (hutan, laut, dan sebagainya),-tun- jangan kotor, tunjangan acting
(pejabat sementara). 6.4. Tunjangan status Tunjangan status hanya diberikan kepada sekelompok
pegawai ter tentu, karena status mereka dalam organisasi misalnya: keanggotaan dalam club (golf,
dan lain-lain) yang dibayar perusahaan, liburan ke tem- pat asal tiap 6 bulan, asuransi khusus,
mobil, rumah, tilpun, dan lain-lain 6.5. Tunjangan-tunjangan yang berupa kemudahan-kemudahan
(fasilitas) Pengobatan (baik cuma-cuma seluruhnya maupun sebagian) ii. i. Angkutan gratis ii.
Makan di kantor iii. Pakaian kerja iv. Hasil produksi perusahaan cuma-cuma vi. iv. V. Bantuan
pendidikan vii. Piknik, rekreasi, kegiatan olah raga yang dibantu perusahaan viii. Perumahan
cuma-cuma Dan lain-lain ix. Mungkin masih diperlukan waktu yang lama bagi tercapainya suatu
keadaan di mana jaminan-jaminan sosial seperti pensiun, perumahan, kesehatan dan lain-lain
dapat disediakan oleh negara, sehingga tidak menjadi beban yang sangat berat bagi perusahaan.
(Tunjangan ini dapat mencapai 70-80% dari upah/gaji pokok). Dewasa ini Pemerintah telan mulai
dengan program seperti ASTEK, PERUMNAS (BTN), dan lain- lain, tetapi beban perusahaan
dalam bidang kesejahteraan sosial pegaw masih tetap besar. Contoh Analisa Pendapatan per-bulan
seorang buruh pada suatu perusahaan asing di daerah Jabotabek. Jabatan Pendidikan
minimum : :Operator SLP Unsur Pendapatan A. Gaji Pokok(Gross) B. Tunjangan Tunai 1.
Tunjangan aplus (shift) 2. Transport 22 hari X Rp 500,00 Rp 72.500,00 Rp 12.500,00 Rp
11.000,00 + Total Pendapatan Tunai Rp 96.000,00 C. Tunjangan Natura 1. Makan gratis 22 x Rp
750,00 2. Susu gratis 22 x Rp 150,00 Rp 16.500,00 Rp 3.300,00+ Rp 115.800,00 Total pendapatan
tunai + natura D. Tunjangan lain 1. Hadiah Lebaran (THR) 1 bulan gaji 2. Jaminan hari tua 3.
Jaminan Kematian dan cacad total selama- lamanya 4. Jaminan pengobatan sekeluarga rata-rata
Rp 20.000,00/bulan 5. Program ASTEK E. Fasilitas-fasilitas 1. Pakaian kerja + sepatu kerja -
setahun 3 stel +1 pasang 2. Piknik/hari keluarga - setahun 1 X Contoh di atas memperlihatkan,
bahwa nilai tunjangan baik berupa uang, natura dan jaminan pengobatan lebih kurang 50% dari
gaji pokok. Berapa seharusnya besar tunjangan (yang ideal) dibandingkan dengan upah/gaji
pokok, agak sukar dijawab. Beberapa perusahaan yang mencoba menerapkan sistem "clean wage"
dengan cara menghapuskan tunjangan-tunjangan (menggabungkannya ke dalam upah/gaji pokok)
beberapa tahun kemudian ternyata mendapat tekanan dari buruh atau Serikat Buruh untuk kembali
memberikan tunjangan-tunjangan yang dulu pernah diberikan.
Banyak perusahaan mencoba menerapkan sistem upah/gaji pokok yang rendah tetapi memberikan
bermacam-macam tunjangan hingga mencapai 60-80% dari upah/gaji pokok. Harapan semula,
tunjangan- tunjangan itu akan menjadi perangsang kerja keras karena dikaitk dengan "kehadiran"
ataupun "prestasi". Di samping itu, sebagian besar tunjangan tidak termasuk perhitungan upah
lembur, THR, dan Pensin (kalau ada). Tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang
terbaru (No. 8 tahun 1981), maka keuntungan yang terakhir menjadi hilang. Di samping itu sistem
yang "pincang" ini, ternyata banyak menimbulkan keresahan dan keluhan. Contohnya dapat
dibaca dalam surat-surat kabar dalam 11/½ tahun terakhir (salah satu contoh kasus Garuda pada
masa manajemen lama). Bagaimana peranan tunjangan dalam penyusunan paket imbal jasa total
digambarkan dalam "diagram pie" di bawah ini.
Bab VIII PENILAIAN PRESTASI KERJA SEBAGAI DASAR UNTUK KENAIKAN GAJI
Dalam Bab V telah disinggung mengenai kenaikan gaji yang dikaitkan dengan prestasi kerja
seorang karryawan pada periode tertentu. Mereka yang berkecimpung dalam bidang personalia di
perusahaan swasta dan karyawan perusahaan swasta yang "besar", umumnya mengenal jenis
kenaikan gaji ini dengan sebutan "Merit increase". Pada Bab ini penulis akan menguraikan sedikit
mengenai Penilaian Prestasi Kerja, karena untuk membahasnya secara lengkap mungkin perlu
ditulis satu buku khu- sus. 8.1. Riwayat penilaian prestasi kerja Penilaian Prestasi Kerja kadang-
kadang disebut juga Penilaian Tenaga Kerja, walaupun sebenarnya antara kedua hal itu ada
bedanya Penilaian Prestasi Kerja menekankan pada prestasi kerja seorang karya- wan sebagai
objek yang dinilai dan bukan manusianya. Sebaliknya, Peni- laian Tenaga Kerja, cenderung
mengarah pada manusianya. Perbedaan pengertian dan tekanan ini mempunyai konsekuensi dalam
cara yang digunakan. Perlu dicatat bahwa istilah dalam bahasa Inggris yang diguna- kan adalah
"Performance Appraisal" yang artinya "penilaian prestast Penilaian prestasi pegawai, dan
perusahaan adalah bagian dari peker jaan me"manage". Secara gamblangnya, adalah hampir tidak
mung membuat keputusan mengenai pegawai tanpa menilai atau mengukur hasil kerja mereka
dengan cara apa pun. Penilaian Prestasi Kerja menu- rut arti yang formal, sama umurnya dengan
konsep manajemen itu sen- diri tetapi menurut arti informal, barangkali sama umurnya dengan
umur umat manusia sendiri.
8.2. Melaksanakan penilaian prestasi kerja Sampai sekarang ini, semua pelaksanaan Penilaian
Prestasi Kerja didasarkan pada pandangan bahwa atasan langsung pegawai yang dinilai adalah
orang yang paling tepat dan kompeten untuk menilai pegawai ter- sebut baik prestasi kerjanya
maupun tingkah lakunya. Oleh karena itu, program penilaian pegawai selalu menekankan aspek
hubungan atasan dan bawahan di mana atasan berperan sebagai seorang yang "superior" dalam
menilai dan "menentukan nasib" sang bawahan. Karena penekanan pada aspek "hierarki" tersebut,
maka kebanyakan program penilaian prestasi kerja yang tradisional lebih tepat disebut sebagai
program "penilaian tenaga kerja". Dengan kata lain yang dinilai adalah manusianya yaitu sifat dan
pe- rilakunya dalam hubungan kerja. Cara ini mirip dengan "rapor" anak sekolah dasar sampai
menengah di mana murid hanya dapat menerima apa yang ditetapkan oleh guru-guru. Buku-buku
mengenai Manajemen atau Personnel/Human Resources Management yang sebagian terbesar
datang dari Amerika Serikat meng- kritik cara tradisional ini, yang dikatakan tidak efektif dalam
usaha ngkatkan motivasi dan dalam mendorong pengembangan pegawai. Walaupun demikian,
cara ini masih tetap banyak digunakan oleh perusa- haan-perusahaan, paling sedikit untuk tenaga
kerja tingkat "bawah"
Cara "tradisional" ini biasanya dilaksanakan dengan cara, pertama menetapkan sejumlah faktor
yang akan dinilai. Faktor ini biasanya meng gambarkan sifat, sikap dan perilaku tenaga kerja
seperti: Penampilan Sopan santun Rasa percaya diri Inisiatif Kualitas pekerjaan Kuantitas
pekerjaan Dan lain-lain Suatu contoh lengkap dari Formulir Penilaian Pegawai yang seder. hana
dan biasa dipakai dapat dilihat di halaman berikut. Dari contoh i dapat terlihat bahiwa cara
penilaian di atas lebih bersifat subjektif artinya lebih banyak menyerahkan proses penilaian pada
pihak atasan. Para peneliti (di Amerika Serikat) seperti R. Likert dalam bukunva "New Pattern of
Management" menyimpulkan, bahwa cara penilaian sub- jektif dan otoriter dapat mengakibatkan
menurunnya motivasi dan menghambat pengembangan pribadi. Sebaliknya, mereka menganjur
kan agar dipakai cara yang lebih bersifat partisipatif dan supportif karena akan meningkatkan
motivasi dan mendorong pengembangan dan per- tumbuhan pribadi. Atas dasar hasil penemuan
dan anjuran para peneliti tersebut, maka terlihat kecenderungan untuk meninggalkan cara peni-
laian pegawai yang tradisional. Cara-cara baru yang dianjurkan sebenar- nya banyak berasal dari
buah pikiran para cendekiawan dan penulis buku manajemen terutama Peter Drucker dalam
bukunya "The Practice of Management" (Harper & Row, New York, 1954) dan Douglas Mc Gre-
gor dalam artikelnya yang berjudul "An Uneasy Look at Performance Appraisal" dalam Harvard
Business Review vol. 35 no. 3, May-June 1957 page 88-94 Perkembangan terakhir dari cara baru
Penilaian Prestasi Kerja in banyak didasarkan pada konsep "Management by Objectives" yang
juga dicetuskan oleh Peter Drucker tapi kemudian dipopulerkan oleh John Humble dan George S.
Odiorne pada pertengahan tahun enampuluhan. Cara baru ini menekankan pada pandangan, bahwa
yang harus dinilai adalah prestasi kerja atau karya pegawai dan bukan manusianya ata sifatnya.
Sama halnya dengan cara tradisional, cara "baru" ini pun mes gunakan formulir yang khusus
dibuat untuk keperluan tersebut. Contoh- nya dapat dilihat pada halaman berikut.
Cara kerja atau mekanisme program Penilaian Prestasi Kerja ini secara ringkas dapat digambarkan
sebagai berikut: Tahap ke-I Atasan dan bawahan membicarakan berdua bidang-bidang kerja,
bawahan di mana hasilnya harus diperoleh. Pada saat bersamaan juga ditetapkan; urutan prioritas
bidang-bidang tersebut, sasaran (objectives) dan prestasi standar serta tolok ukur yang akan
digunakan untuk periode akan datang. Pembicaraan ini biasanya dilakukan selama kwartal ke-IV
(akhir tahun) sewaktu membuat rencana kerja tahun mendatang. Hasil pembi caraan tersebut
(yaitu prioritas bidang hasil, sasaran, dan lain-lain kemudian dimasukkan (dicatat) dalam formulir
Penilaian yang telab dibuat khusus untuk keperluan ini. Tahap ke-I1-Penilaian Interim Pada saat
ini atasan dan bawahan bersama-sama menilai prestasi yang telah dicapai oleh bawahan
dibandingkan dengan prestasi standar yang telah disetujui bersama. Pada kesempatan ini, atasan
dan bawahan mem- bicarakan cara-cara menghilangkan hambatan yang dihadapi bawahan (bila
ada). Tahap ke-III-Penilaian Final Penilaian final dilaksanakan setelah tahun kerja berakhir.
Prosesnya sama dengan penilaian interim hanya bedanya hasil penilaian final benar- benar
menjadi hasil final. Hasil penilaian inilah yang akan menjadi pegangan atau dasar yang menjadi
keputusan untuk kenaikan gaji, pro- mosi atau pengembangan dan latihan. 8.3. Penilaian prestasi
kerja cara mana yang lebih "baik"? Sebagian besar "ahli" dan praktisi personalia berargumentasi,
bar cara penilaian prestasi kerja yang menekankan pada "prestasi" (perfor mance) adalah lebih
baik. Alasannya, telah dibahas dalam sub bagian ter dahulu (8.2.). Di samping itu, cara ini akan
lebih mudah dilaksanakan karena akan dianggap lebih "fair" dan lebih "obyektif". Dengan demiki-
an, kemungkinan terjadinya "friksi" (pertentangan) antara atasan sebagai penilai dan bawahan
sebagai yang dinilai akan sangat berkurang karena penilaian lebih banyak berkisar pada fakta,
bukan pada pribadi. Pendapat di atas ada benarnya dan penulis agak mendukungnya. Tetapi dalam
prakteknya, agak sulit untuk memilih salah satu secara kon- sisten. Telah kita ketahui bahwa cara
penilaian prestasi pada dasarnya didasarkan pada konsep "Management By Objectives (MBO)"
dan walaupun konsep ini sudah dicetuskan sejak awal enampuluhan, belum banyak perusahaan
yang benar-benar melaksanakannya secara penuh. Di samping itu, dalam perusahaan yang telah
menjalankan MBO secara penuh, pelaksanaannya tidak atau belum mencakup semua ting- atan
dalam organisasinya. Hampir dapat dipastikan bahwa MBO tidak aherlakukan untuk sebagian
besar tenaga operator atau karyawan ting- kat paling bawah dalam organisasi, karena beberapa
kesulitan tertentu, antara lain kesulitan dalam menetapkan sasaran individu bagi karyawan level
ini. Sehubungan dengan situasi dan kondisi tersebut di atas, banyak pe- rusahaan yang
menggunakan kedua cara penilaian tersebut secara bersa- maan. Cara yang tradisional digunakan
bagi karyawan operatif (biasanya di bawah level supervisor) dan cara yang didasarkan pada MBO
diguna- kan khusus untuk karyawan kelompok manajemen seperti eksekutif manajer dan biasanya
juga supervisor. Di samping itu, cara terakhir ini jarang diterapkan secara 100 % pada hasil kerja
(prestasi). Faktor-faktor kwalitatif tetap dipertimbangkan pula, walaupun dengan bobot lebih kecil
daripada prestasi seperti dapat dilihat pada contoh yang diberikan. 0.4. Bagaimana mengkaitkan
hasil penilaian prestasi dengan kenaikan gaji Pertama, perusahaan akan menetapkan klasifikasi
prestasi. Biasanya ditetapkan dalam predikat-predikat: 1. Istimewa (excellent/outstanding) 2.
Sangat Baik 3. Baik 4. Rata-rata atau cukup 5. Kurang (Poor/unsatisfactory). Bila sistem penilaian
prestasi kerja yang digunakan, hasilnya direflek- sikan dalam angka, baik angka mutlak maupun
persentase, biasanya kla- sifikasi-predikat dan angka akan dikaitkan sebagai berikut:
Predikat Angka yang dicapai Istimewa 1. 86-100 2. 76-85 3. 66-75 4. 55-65 5. Di bawah 55
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Pada banyak perusahaan, hanya mereka yang mencapai nilai
cukun ke atas baru berhak memperoleh kenaikan gaji karena prestasi. Mereka yang mendapat nilai
"Istimewa" atau "Sangat baik" yang pertama biasa- nya dipertimbangkan kalau ada kesempatan
naik pangkat. Sedangkan mereka yang masuk kelompok cukup berarti masih perlu mendapat per-
hatian khusus dan bimbingan baik berupa latihan ataupun nasihat Mereka yang masuk dalam
kelompok "Kurang/Tidak memuaskan" biasanya akan diberikan surat teguran atau surat
peringatan yang berisi permintaan untuk berusaha memperbaiki prestasi dalam masa misalnya 12
bulan mendatang. Bila tidak berhasil, mungkin akan dikeluarkan dari perusahaan itu. Untuk
keperluan pemberian kenaikan gaji, perusahaan harus menye- diakan anggaran, yaitu dana yang
biasanya ditetapkan berupa persentase dari total biaya gaji (total payroll). Untuk keperluan
menetapkan besar nya dana yang diperlukan, kita harus menetapkan suatu "kurva distribu- si yang
menggambarkan persentase dari jumlah karyawan yang "harus masuk dalam tiap klasifikasi
prestasi. Biasanya perusahaan mengingir kan agar yang (Kurang) adalah sama jumlahnya masing-
masing 5%. Kemudian dala kelompok "Sangat Baik (SB) dan Cukup (C) juga sama, biasanya
mase masuk dalam kelompok tertinggi (Istimewa) dan terendan masing 15% dan sisanya dianggap
masuk dalam kelompok Baik, yaitu 60%. Kurva tersebut akan kelihatan seperti di bawah ini.
Besarnya persentase untuk tiap klasifikasi tersebut di atas biasanya ditetapkan oleh perusahaan
dan merupakan kebijakan yang pasti. Keten- twan tersebut harus ditaati oleh semua bagian dari
perusahaan tersebut dan tidak ada kompromi. Dengan demikian bila dalam satu bagian terda- pat
100 orang karyawan, maka hanya 5 yang bisa memperoleh predikat Istimewa, 15 SB, 60 B, 15 C
dan 5 K. Kurva distribusi yang berbentuk lonceng itu ("Bell Curve") diperoleh dengan cara
sebagai berikut. Hasil penilaian prestasi berbentuk "score" atau jumlah angka yang diperoleh
karyawan, baik dalam bentuk angka mutlak maupun persentase. Setelah "score-score" itu
terkumpul dan dibuat daftarnya, maka dapat dibuat "peringkat"-nya dengan menerap- kan
persentase Kurva lonceng yang telah disebutkan di atas. Dengan asumsi bahwa score tertinggi
yang dapat diperoleh 100 dan yang terendah bawah 50, maka mungkin akan ditetapkan klasifikasi
sebagai berikut: Klasifikasi (Peringkat) Score (angka) Istimewa 86-100 76-85 66-75 55-65
Dibawah 55 Sangat Baik Baik Cukup Kurang/Di bawah standar Mengenai besarnya persentase
kenaikan gaji yang diberikan, biasa- nya berkisar antara 10-12% untuk Istimewa, 7-9% untuk SB,
4-6% untuk B dan 2-4% untuk C. Sedangkan dana yang disediakan perusa- haan untuk kenaikan
gaji karena prestasi atau "Merit increases" berkisar antara 2-4% dari "Total Payroll". 8.5.
Bagaimana dengan kenaikan merit dan performance appraisal untuk golongan yang disebut non
staf? Kalau perusahaan mempunyai kebijakan dalam memberikan kesem- patan kepada pegawai
golongan non staf untuk memperoleh kenaikan gaji karena prestasi kerja, tentunya harus diadakan
pula penilaian pres- tasi kerja yang periodik, misalnya 1 tahun sekali. Biasanya cara yang
digunakan sederhana seperti diuraikan dalam butir 8.2. Selain daripada itu, skala gaji yang
digunakan juga harus memberi kemungkinan untuk kenaikan merit. Skala angka tunggal yang
"fixed" sama sekali tidak mem- beri kesempatan pada kenaikan merit (lihat Bab V).
Bab IX ADMINISTRASI PENGGAJIAN DALAM PRAKTEK Dalam Bab ini, akan dibahas
beberapa hal yang menyangkut pelaksa- naan sistem Administrasi Penggajian dalam praktek di
perusahaan-per- usahaan, antara lain; peranan bagian personalia, kebijakan, tata cara kenaikan gaji
umum dan kenaikan perseorangan, tata cara penyesuaian skala gaji dan mengatasi masalah-
masalah yang menyangkut imbal jasa yang bersifat teknis dan atau kasus individu. Perusahaan
yang telah mempunyai Bagian Personalia, apakah peja- batnya disebut Direktur Personalia,
Kepala Bagian Personalia, Personnel Manager atau Personnel Officer, biasanya menyerahkan
tanggung jawab administrasi penggajian, baik sepenuhnya maupun sebagian, kepada pejabat
bagian personalia tersebut. Mengapa penulis mengatakan bahwa penyerahan tanggung jawab
dapat sepenuhnya atau sebagian, karena di dalam praktek banyak sekali ditemukan variasi ini.
Penulis masih mene- mukan di beberapa perusahaan, peranan bagian personalia dalam admi-
nistrasi penggajian lebih banyak mengarah kepada fungsi "pay-roll" yang sebenarnya adalah tugas
bagian keuangan, misalnya menghitung lembur dan menghitung pajak penghasilan. Selain dari
tugas-tugas itu, bagian personalia sama sekali tidak berperan dalam merancang sistem adminis-
trasi penggajian termasuk kebijakannya. Di pihak lain, banyak perusahaan besar yang bagian
personalianya telah secara penuh menjalankan segala fungsi manajemen imbal jasa. 9.1.Peranan
bagian personalia dalam administrasi penggajian
Bagian Personalia merekomendasikan kepada pimpinan puncak perusa haan hal-hal seperti;
sasaran kebijakan imbal jasa, sistem yang diguna kan, prosedur dan mekanisme sampai pada
besarnya kenaikan-kenaikan gaji dan/atau tunjangan. Biasanya perusahaan besar telah merasa
perly mempunyai tenaga spesialis untuk bidang imbal jasa di dalam lingkungan bagian
personalianya. Bila tidak, maka seluruh tanggung jawab dalam bidang ini biasanya dikerjakan
juga oleh Kepala Bagian Personalia atau Personnel Manager sendiri. Sebaliknya ada pula
perusahaan yang menyerahkan sepenuhnya soal. soal administrasi penggajian untuk kelompok
pegawai tertentu (biasanya disebut non-staf) kepada pejabat personalia, tetapi administasi penge
jian untuk golongan staf dipegang oleh pejabat atasan dari Personnl Manager, mungkin General
Manager atau Presiden Direktur Perusaha tersebut. Perbedaan-perbedaan peran tersebut di atas
dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama adalah sifat dan latar belakang perusahaan itu sendiri.
Misalnya, dalam perusahaan pribadi atau keluarga yang masih "tertutup", di mana pemilik
merangkap juga sebagai pimpinan perusaha- an, ia mungkin memutuskan untuk menangani sendiri
administrasi peng- gajian karyawannya. Sebab yang lain, bisa juga karena rasa kurang per- caya
dari pimpinan perusahaan kepada pejabat personalia baik kepada pribadinya ataupun kepada
kemampuannya. Dalam kasus yang pertama, tentunya sulit sekali mengubahnya. Walaupun bisa,
mungkin akan makan waktu lama. Dalam kasus yang kedua, maka pejabat personalia sendiri yang
harus mengintrospeksi diri. Apa pun sebabnya, maka usaha-usaha perbaikan harus dilakukan bila
hal itu diinginkan. Bagaimanapun juga, pejabat personalia yang belum pernah "mencicipi"
pengelolaan administrasi penggajian, belum- lah dapat disebut pejabat personalia yang penuh. Bila
dikaji kembali, maka tanggung jawab bagian personalia dalam bidang imbal jasa dapat
dirumuskan secara ringkas sebagai berikut: "Merumuskan, mengembangkan dan menilai terus
menerus suatu program imbal jasa yang tepat dan kompetitif untuk disetujui ole pimpinan
perusahaan, termasuk di dalamnya; gaji, tunjangan-tunja ngan, fasilitas, kesejahteraan umum dan
tunjangan hari tua". "Mengembangkan policy, sistem dan prosedur yang perlu untuk penerapan
paket imbal jasa yang disetujui".
Dengan perumusan di atas, maka sekarang terserah kepada para masing supaya mampu
mengemban tanggung jawab tersebut. pejabat persohalia untuk berusaha meningkatkan
kemampuan masing- 9.2. Kebijakan dan tata cara kenaikan gaji Pertama-tama perlu dicatat, bahwa
tidak ada Undang-undang atau Peraturan Pemerintah termasuk PP No. 8 tahun 1981, yang
mengatur kenaikan upah/gaji. Dengan kata lain, kenaikan upah/gaji adalah benar- benar
diserahkan pengaturannya kepada pihak pemberi kerja dan pene- rima kerja. Masalahnya,
kenaikan upah/gaji itu sudah dianggap sebagai t kewajiban, paling sedikit kewajiban moril
perusahaan dan sudah haan yang ada Serikat Pekerja (SPSI) dan telah mempunyai KKB, maka
masalah kenaikan upah/gaji itu biasanya sudah dicantumkan dalam KKB seperti; bila waktunya
peninjauan gaji, besarnya, dan aturan lain- nya. menjadi hak karyawan walaupun tidak tertulis di
mana pun. Pada perusa- Tetapi, Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang dirundingkan oleh
Pengusaha dan Serikat Pekerja biasanya hanya meliputi sekelompok karyawan tertentu yang
biasanya disebut non-staf atau non-management staff. Dengan demikian, untuk karyawan yang
tidak tercakup oleh KKB diperlukan kebijakan dan aturan-aturan khusus. Kebijakan dan aturan itu
juga diperlukan bagi perusahaan yang belum ada SPSI dan KKB sama sekali Yang dimaksud
dengan kebijakan dalam hal ini adalah pernyataan mengenai "sikap dan tindakan" yang akan
dilakukan perusahaan menge- nai soal kenaikan gaji tersebut. Kebijakan itu bisa saja berbunyi
sebagai berikut: Perusahaan akan meninjau tingkat gaji paling sedikit setahun sekali Kenaikan gaji
akan diberikan pada karyawan yang berhak dengan memperhatikan prestasi kerja karyawan yang
bersangkutan, kenaikan indeks biaya hidup dan kondisi keuangan perusahaan. Dan sebagainya.
rernyataan mengenai sikap tersebut perlu ada dan dijelaskan kepada semua yang berkepentingan
untuk menjadi pegangan mereka dalam mengambil tindakan yang perlu.
9.2.1. Tata cara kenaikan gaji umum (General Increases) Yang dimaksud dengan kenaikan gaji
umum adalah kenaikan ga yang diberikan kepada hampir semua orang. Dikatakan hampir, karena
kadang-kadang ada sejumlah karyawan yang karena alasan tertentu dike mas cualikan dari
kenaikan tersebut misalnya, karyawan yang dalam percobaan, yang mendapat sangsi (hukuman)
dan anggota Direksi. D perusahaan asing kenaikan gaji umum ini sering disebut "accross the board
increase", artinya kenaikan yang menyeluruh. Kenaikan gaji umum ini ada beberapa jenis:
Kenaikan gaji umum sebagai hasil perundingan antara Serika Pekerja dan Perusahaan pada saat
pembaharuan KKB. Kenaikan in a. hanya diberikan pada karyawan yang dicakup KKB b.
Kenaikan umum yang dikaitkan dengan kenaikan biaya hidup (Cou of Living). Banyak
perusahaan yang cukup "bijaksana" untuk mer ngankan beban biaya hidup karyawannya yang
cenderung naik da tahun ke tahun. Ada perusahaan yang sepenuhnya menggunakas statistik Indeks
Harga Konsumen (IHK) yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik sebagai patokan dalam
memberikan kenaikan upah gaji. Ada pula perusahaan yang hanya menggunakan angka-angka
IHK sebagai pedoman, tetapi angka kenaikan yang diberikan bisa lebih besar tapi bisa juga
kurang. Ada beberapa perusahaan multi nasional yang malahan melakukan sendiri survey
kenaikan biava kebutuhan pokok sendiri setiap periode tertentu dengan alasan bahwa komponen
IHK hanya menggambarkan kebutuhan sehari- hari buruh tingkat paling rendah. c. Kenaikan
umum insidentil Kenaikan ini diberikan oleh beberapa perusahaan biasanya setelah berbagai
peristiwa yang dianggap menambah berat beban hidup karyawan, misalnya setelah devaluasi.
Dalam praktek, kenaikan gaji umum jenis (b) dan (c) sering kali di- berikan secara diskriminatif,
artinya, pegawai golongan terbawah sampa golongan tertentu biasanya diberikan kenaikan lebih
tinggi (dalam per- sentase) daripada yang diberikan pada golongan staf. Adakalanya per usahaan
mengganti kenaikan gaji umum itu dengan suatu pemberian g "ekstra" satu atau dua bulan gaji
tergantung pertimbangan perusahaan. Tujuannya adalah agar gaji sebagai komponen biaya tetap
tidak naik tetap karyawan masih memperoleh manfaatnya. Setelah beberapa kali kenaikan yang
"diskriminatif", akan terlihat bahwa jarak antara maksimum dari skala upah/gaji karyawan non-
staf
Jeagan minimum dari skala gaji staf akan semakin dekat sehingga pada Uatur hari, skala gaji staf
mungkin harus di "up date" secara khusus. Soal Pelaksanaan kenaikan umum dapat dilakukan
dalam beberapa cara. Ada perusahaan yang mengumumkan secara terbuka kepada seluruh
Pegawai, ada pula (banyak) perusahaan yang tidak memberikan peng- wmuman apa-apa, tetapi
langsung memberikan kenaikan gaji secara diam-diam atau hanya diberitahukan pada Direktur
dan Manajer. Banyak pro dan kontra mengenai soal pengumuman tersebut, tetapi yang peaulis
amati banyak perusahaan yang memberikan kenaikan gaji umum secara diam-diam karena
berbagai alasan. ni akan kita bahas dalam bagian 9.3. 9.2.2. Tata cara kenaikan gaji perseorangan
Kenaikan gaji dalam kategori perseorangan biasanya hanya terdiri dari kenaikan atas dasar
prestasi (merit) atau kenaikan gaji karena mem- peroleh kenaikan pangkat (promosi). Pertama,
kita akan membahas kenaikan gaji karena prestasi. Yang sering kali menjadi topik diskusi dalam
soal kenaikan gaji arena prestasi ini salah satunya adalah masalah "timing" yaitu kapan tanzikan
itu diberikan. Ada perusahaan-perusahaan yang menetapkan secara tegas bahwa kenaikan gaji
karena prestasi hanya diberikan 12 bulan sekali dan diberikan pada tanggal masuk kerja
(aniversary date of employement) atau pada tanggal memperoleh promosi. Sehingga setiap bulan
selalu ada pegawai yang mendapat giliran memperoleh kenaikan gaji (bila dianggap berhak).
Sebaliknya banyak perusahaan yang melakukan peninjauan gaji per- angan secara serempak pada
saat tertentu misalnya pada bulan Januari, April atau Juli tergantung pada pertimbangan mereka.
Alasan mereka adalah, bahwa cara kenaikan seperti ini lebih sederhana dan fidak merepotkan.
Tetapi kelemahan cara ini adalah tertumpuknya "ke- legangan" pada satu waktu saja yaitu pada
saat pembagian "buku rapor". Menurut pengalaman penulis, beberapa minggu sebelum sampai
saat pemberitahuan siapa-siapa yang mendapat kenaikan gaji, suasana selalu tegang dan resah
sehingga moril dan suasana kerja agak terganggu. baan yang menggabungkan kenaikan gaji atas
dasar prestasi dengan kenaikan gaji karena prestasi atau mendapat kenaikan gaji hanya sedikit
Untuk mengurangi suasana tegang tersebut, maka banyak perusa- mum. Dengan demikian, mereka
yang tidak mendapat kenaikan gaji masih terhibur oleh kenaikan gaji umum yang diperolehnya.
Walaupu dalam teorinya, pegawai staf diharapkan akan merahasiakan gaji masing masing, dalam
kenyataannya, sukar sekali mencegah mereka unt saling tukar informasi. Ini berlaku sampai
mereka yang berkedudukas manajer pun. Mengenai besarnya kenaikan gaji karena prestasi telah
dibahas dala Bab VIII sehingga tidak akan disinggung kembali dan selanjutnya kit akan masuk
pada persoalan kenaikan gaji karena promosi (kenaikas pangkat). Pertama-tama, perusahaan harus
menetapkan dengan tegas bahwa kenaikan pangkat adalah pemindahan seorang pegawai dari suaty
jabatan ke jabatan lain yang mempunyai bobot tanggung jawab das wewenang lebih besar serta
biasanya diberikan "job grade" (golongan) yang lebih tinggi dari jabatan semula. Contoh paling
mudah adalah apa bila seorang karyawan menggantikan atasannya. Kemudian, berapa besar
kenaikan gaji yang boleh diberikan kepada nya? Dalam hal ini, akan diberikan contoh ketentuan
yang digunakan oleh suatu perusahaan, yang berbunyi sebagai berikut: Semua pegawai yang
dipromosikan ke jabatan yang lebih tinge (i) akan diberikan status "acting" (pejabat sementara)
sebagai mas percobaan, untuk waktu 3 bulan lamanya. Selama masa percobaan tersebut, pegawai
tidak akan memperoleh kenaikan gaji. (ii) Setelah masa 3 bulan tersebut berakhir dengan sukses,
pegawai akan diangkat secara penuh dan dapat memperoleh kenaikan gaj serta berhak atas
fasilitas yang berlaku untuk jabatan barunya. (i) Kenaikan gaji diatur sebagai berikut: Bila
perbedaan antara gaji yang sekarang dengan minimum dari skala gaji jabatan baru lebih besar dari
15%, maka kenai- kan gaji akan dilakukan 2 kali. Pertama sebesar 15% pada saat diangkat penuh
dan kedua 6 bulan kemudian sebesar sisanya. Tetapi perusahaan berhak menunda kenaikan kedua
bila ter nyata hasil kerja pegawai dianggap kurang memuaskan. b. Bila perbedaan antara gaji
sekarang dan minimum dari skala gaji yang baru hanya 10-15%, maka kenaikan gaji dapat dibe
rikan sekaligus untuk mencapai minimum dari skala gaji bagi jabatan baru. c. Bila perbedaan
tersebut dalam a can b kurang dari 10%, maka kenaikan gaji karena promosi paling tinggi
hanyalah 15% a.
d. Bagi pegawai yang gajinya sekarang sudah "jatuh" dalam skala gaji jabatan baru, besarnya
kenaikan gaji paling tinggi adalah 10% Catatan: Dalam Perusahaan ini jarak antara skala gaji tiap
Golongan adalah 15%. 9.3. Penyesuaian skala gaji Setiap kali perusahaan memberikan kenaikan
gaji umum, karena alasan apa pun, maka skala gaji harus disesuaikan. Yang dimaksud di sini
adalah dinaikkan angka-angkanya dengan besarnya kenaikan gaji umum yang diberikan. Ini
berlaku untuk semua skala gaji, baik skala gaji untuk karyawan "non-staf ataupun untuk "staf"
yang biasanya berupa skala simetris. Dalam hal skala simetris yang digunakan, semua angka
"mini- mum" id point", dan "maksimum" harus dinaikkan oleh anoka pet sentase yang sama.
Misalnya angka kenaikan gaji umum untuk pegawai staf adalah 10%, maka skala gaji juga harus
disesuaikan dengan 10%. Tujuannya yang pertama, agar skala gaji tetap "up to date" mengikuti
nerkembangan harga-harga. Kedua, agar posisi gaji individu dalam skala idak berubah. Misalnya,
gaji seorang pegawai yang pada saat sebelum kenaikan umum berada di bawah "mid-point"
setelah kenaikan umum mungkin menjadi tepat pada mid-point" apabila skala tidak disesuaikan.
Padahal harus diingat bahwa "kemajuan gaji" dalam skala harus 100% karena prestasi kerja.
Sekarang bagaimana bila perusahaan memberikan gaji ekstra sebagai ganti kenaikan gaji umum.
Dalam hal ini tidak perlu dilakukan penye- Suaian skala gaji karena pemberian itu pada dasarnya
tidak akan meng ubah gaji karyawan. 9,4. Masalah teknis administratif Dalam perusahaan yang
sudah menjalankan administrasi penggajian dengan cukup baik, pencatatan perkembangan gaji
tiap pegawai merupa- kan suatu yang sudah biasa dilakukan untuk keperluan tertentu. Pencatatan
itu dilakukan pada sebuah kartu yang khusus dibuat, biasanya disebut "Salary Records Card" atau
"Salary History Card" 4.1. Pencatatan perkembangan gaji individu

Masalah-masalah Legal dalam Kompensasi dan Tunjangan Terdaput sejumlah undang-undang


yang memengaruhi kompensasi dan tunjangan karyawan Kita sebelumnya telah membahas
FSL.A, yang selain membedakan karyawan pengecualtan dan nonpengecualian juga menentukan
upah mininum, jam kerja maksimum, dan ketentuan ketentuan tenaga kerja anak-anak.Undang-
undang kesetaraan pembayaran (equal puy act) tahun 1963, yang kini diawasi oleh EEOC,
melarang adanya pembayaran tidak setara antara pria dan wanita yang mengerjakan pekerjaan
yang sama. Pekerjaan yang sama artinya pekerjaan yang membutuhkan keahlian, usaha, dan
tanggung jawab yang sama serta dikerjakan dalam kondisi kerja yang serupa. Undang-andang
memang memberikan pengecualian ketika perbedaan pembayaran itu disebabkan oleh sistem
senioritas, sistem merit, sistem insentif yang didasarkan atas lcaantitas atau kualitas produksi, atau
faktor-faktor lain di luar jenis kelamin, seperti permintoan pasar. Meskipun kesetaraan
pembayaran untuk pekerjaan terdengar seperti sesuatu yang masuk akal, banyak perusahaan telah
menjadi korban dari peraturan ini dengan memandang laki-laki, yang menurat tradisinya sebagai
"pencari nafkah layak mendapat bayaran yang lebih besar daripada wanita atau dengan
memberikan mama yang berbeda untuk pekerjaan yang sama (asisten senior versus manajer
kantor) sebagai satu-satunya dasar diberikannya pembayaran yang berbeda. Satu kontroversi
menyangkut perbedaan pembayaran laki-laki dan wanita di dalam satu perusahaan yang sama.
Doktrin nilai sebanding (comparable-worth) memiliki arti bahwa wanita yang melakukan
pekerjaan yang berbeda dengan nilai yang sama seperti yang dilakukan oleh laki-laki seharusnya
mendapat upah yang sama. Berbeda dari pendapat "pembayaran yang setara untuk pekerjaan yang
setara", nilai sebanding mengusulkan bahwa untuk mendapat pembayaran yang sama, suatu
pekerjaan tidak-lah harus sama. Sebagai contoh. perawat (yang dominan wanita) ternyata dibayar
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pengrajin ahli (yang dominan laki-laki), bahkan
meskipun kedua pekerjaan itu memiliki nilai yang setara." Menurut Undang-Undang Kesetaraan
Pembayaran, hal ini tidak termasuk dalam diskriminasi pembayaran karena pekerjaannya
sangatlah berbeda. Namun, menurut konsep nilai-sebanding, temuan-temuan seperti ini akan
mengindikasikan adanya diskriminasi, karena kedua pekerjaan memiliki nilai yang sama. setara
bisa Hingga saat ini, tidak ada peraturan pemerintah yang mejadikan nilai sebanding sebagai
persyaraton, dan Mahkamah Agung juga belum memberilan putusan yang pasti mengenai masalah
ini. Meskipun demikian, beberapa negara bagian telah mulai mempertimbangkan untuk membuat
hukum nilai sebanding, dan beberapa negara bagian lain telah mengimplementasikan perubahan-
perubahan nilai sebanding, dengan menaikkan upah atas pekerjaan-pekerjaan yang didominasi
oleh wanita. Sebagai contoh, Minnesota memberlakukan hukum nilai sebanding bagi para
karyawan sektor publik setelah menemukan bahwa wanita rata-rata dibayar 25 persen lebih rendah
daripada laki-laki. Beberapa negara bagian lain telah memiliki nilai sebanding untuk karyawan
sektor publik, termasuk di antaranya lowa, Idaho, New Mexico, Washingtono dan Dakota Selatan.
Tunjangan Karyawan Seperti sistem pembayaran, program tunjangan karyawan juga menjadi
subjek regulasi Tunjangan karyaswan dibagi menjadi tunjangan yang diwajibkan oleh peraturan
dan tunjangan yang bersilat opsional bagi perusahaan Tiga tunjangan dasar yang disyaratkan
adalah kompensasi pekerja, jaminan sosial, das asuransi pengangguran. Kompensasi pekerja
memberikan bantuan keuangan bagi karyawa yang mengalami kecelakaan atau sakit yang
diakibatkan oleh pekerjaan. Jaminan sosial, sepers yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan
Sosial (social security act) tahun 1935, memberikan bantuan keuangan bagi para pensiunan; dan
dalam amandemen berikutnya, undang-undang ini juga diperluas hingga termasuk karyawan-
karyawan yang memiliki cacat tubuh. Dananys berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh
perusahaan, karyawan, dan pekerja-pelkers mandiri. Asuransi pengangguran memberikan bantuan
keuangan bagi para karyawan yang di PHK karena alasan-alasan yang di luar kendali mereka.
Perusahaan yang memutuskan hubungan kerja karyawannya dalam jumlah yang lebih sedikit akan
membayar jumlah yang lebih kecil ke dalam dana asuransi pengangguran; jadi, organisasi akan
memiliki insentif untuk menjaga PHK tetap pada tingkat minimum. Sejumlah besar tunjangan
tidak diharuskan untuk diberikan oleh perusahaan. Tunjangan yang paling umum adalah dana
pensiun dan asuransi kesehatan serta rumah sakit. Keduanya sat ini sedang mengalami perubahan.
Salah satu alasan utama adalah bahwa di dalam perekonomian global, tunjangan-tunjangan
tersebut membuat para perusahaan AS berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam
persaingan. Sebagai contoh, General Motors mengeluarkan sekitar $7 miliar setahun untuk
tunjangan kesehatan bagi para karyawan dan pensiunannya Perusalaan-perusahaan asing biasanya
tidak menanggung biaya-biaya yang biasanya didanai oleh pemerintah itu, dan akibatnya dapat
bersaing secara lebih efektif dalam harga. Sebagai akibatnya. 40 dengan pesatnya kenaikan biaya
kesehatan di Amerika, perusahaan telah mengurangi tunjangan kesehatan atau meminta karyawan
untuk memperbanyak bagiannya dalam biaya tersebut Perubahan besar dalam tunjangan pensiun
adalah pergeseran yang menjauh dari pensiun yang dijaminkan. Meskipun pensiun bulanan yang
dijanjikan sebelumnya telah menjadi suatu hal yang umum diberikan, saat ini hampir tidak ada
perusahaan yang memberikannya. Sebagai gantinya di banyak perusahaan, karyawan, perusahaan,
atau kedua-duanya ikut memberikan kontribusi pada rekening pensiun individu, yang kemudian
akan diinvestasikan. Ketika karyawan pensiu, a akan menerima saldo yang telah terakumulasi
dalam rekening tersebut. Oleh karena sangat beragamnya kemungkinan tunjangan dan besarnya
perbedaan preferensi dan kebutuhan karyawan, perusahaan sering menggunakan program
tunjangan kafetaria atau fleksibel. Dalam jenis program seperti ini, karyawan akan diberikan
kredit yang dapat mereka "belanjakan" untuk tunjangan-tunjangan yang mereka inginkan.
Kemudian.
Pengurangan Angkatan Kerja Sayangnya, keputusan penempatan staf tidak selalu berfokus pada
perekrutan karyawan Seiring dengan berubahnya organisasi dan pasar, permintaan atas karyawan-
karyawan tertest akan mengalami kenaikan dan penurunan. Beberapa karyawan juga mungkin
tidak memberian kinerja pada tingkat yang disyaratkan untuk menjustifikasi kelangsungan
hubungan kerja Ole karena alasan-alasan ini, para manajer kadang harus mengambil keputusan
yang sulit untuk mengakhiri hubungan kerja mereka. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sebagai
akibat dari restrukturisasi industri Amerika secara besar-besaran yang dibawa oleh penggabungan
usaha dan akuisisi, divestasi, dan meningkatnya persaingan, organisasi-organisasi telah melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK)-melakukan pemberhentian manajerial dan karyawan-karyawan
lain dalam jumlah b Memecat seorang karyawan adalah suatu hal yang berat, tetapi ketika sebuah
perusahaan men PHK bagian yang substansial jumlahnya dari tenaga kerja, maka hasil yang
terjadi akan dapat menggoyang pondasi organisasi. Korban restrukturisasi akan menghadapi
semua kesulitan yang diakibatkan oleh PHK-kehilangan harga diri, pencarian pekerjaan yang akan
merusak moral, dan stigma dari tidak memiliki pekerjaan. Penempatan ulang (outplacement)
adalah proses membantu orang-orang yang telah di-PHK dari perusahaan untuk mendapatkan
kembali pekerjaan di tempat lain. Hal ini pada tingkat tertentu dapat membantu, akan tetapi
dampak yang ditimbulkan akibat PHK bisa lebih luas dari karyawan yang meninggalkan
perusahaan saja. Bagi banyak karyawan yang masih bekerja untuk perusahaan, putus asa, rasa
tidak percaya, dan kemalasan akan membayangi kenyamanan akibat masih memegang jabatannya.
Dalam banyak hal, bagaimana manajemen menangani PHK akan memengaruhi produktivitas dan
kepuasan dari mereka yang masih tetap bekerja. Proses PHK yang dipikirkan dengan baik akan
mengurangi ketegangan dan membantu para karyawan yang masih bertahan dapat menyesuaikan
diri terhadap situasi kerja yang baru Organisasi dengan sistem evaluasi kinerja yang kuat akan
mendapat keuntungan karena para pegawai yang tersisa akan kecil kemungkinannya memiliki
keyakinan bahwa keputusan tersebut bersifat arbitrer. Lebih jauh, jika pada kenyataannya proses
PHK dilakukan se hati-hati-yaitu, jika para pekerja mendapat tawaran pesangon dan bantuan
dalam mencari pekerjaan baru-para pekerja yang masih bertahan akan merasa lebih tenang.
Perusahaan juga hendaknya menghindari melakukan PHK secara beruntun, atau melakukan
pemecatan pekerja satu per satu Pemberhentian Orang terkadang "dipecat" akibat kinerja yang
buruk atau alasan-alasan Tainnya. Apakah perusahaan seharusnya memiliki hak untuk memecat
pekerja? Pada tahun 1884. pengadilan Tennesse memutuskan: "Semua pihak dapat
memberhentikan karyawannya kapan saja karena alasan yang baik, tanpa alasan, atau bahkan
karena alasan yang secara moral salah. Konsep bahwa seorang karyawan dapat dipecat karena
alasan apa pun dikenal sebagai kebebasan memberikan pekerjaan
Sistem Insentif dan Pembayaran Variabel Sejumlah sistem insentif telah diciptakan untuk
mendorong dan memotivasi karyawan untuk menjadi lebih produktif.32 (Lihat Bab 13 untuk
diskusi lebih jauh tentang memberikan imbalan atas kinerja). Program insentif individu adalah
jenis program insentif yang paling umum. Sistem insentif individu terdiri dari satu standar tujuan
yang akan menjadi dasar pembanding kinerja seorang pekerja. Pembayaran akan ditentukan oleh
kinerja karyawan. Program insentif individu sering dipergunakan dalam pekerjaan-pekerjaan
bagian penjualan-sebagai contoh, seorang agen penjualan akan menerima kompensasi tambahan
apabila melampaui target penjualan. Bonus manajemen adalah alat insentif individual lain yang
luas penggunaannya. Jika dirancang secara efektif, program-program insentif individu dapat
memberikan motivasi. Beberapa perusahaan seperti Bank of America, bahkan mulai
menerapkannya untuk karyawan nonmanajer, dengan menggunakan insentif-insentif "pembayaran
atas kinerja" seperti bonus sebagai ganti dari kenaikan pembayaran tahunan untuk memberi
imbalan kepada karyawan.
Gambar faktor eksternal internal kombinasi upah

Studi Kasus SISTEM PENGGAJIAN PT BARAYA RAJA Masalah penyusunan dan penerapan
program imbal jasa pada perusahaan Indonesia*) Pada suatu hari dalam bulan Juni tahun 1981,
tuan SINARNO, Presi- den Direktur dan pemilik PT BR duduk di belakang meja kerjanya tetapi
matanya menerawang jauh melalui jendela kaca kantornya yang gorden- nya sengaja dibuka. Di
hadapannya duduk Drs. WINARDI, General Manager, yang baru saja melaporkan bahwa
Personnel Manager mereka secara resmi mengundurkan diri dengan alasan keluarganya ingin
kem- bali ke Jakarta. Tuan Sinarno mengetahui bahwa alasan itu sebenarnya dicari-cari saja.
Alasan yang sebenarnya, karena Personnel Manager mereka rupanya sudah tidak sanggup lagi
menyelesaikan kemelut yang terjadi dalam satu tahun terakhir ini. PT BR adalah sebuah
perusahaan nasional yang cukup besar yang bergerak dalam bidang industri dan juga real-estate.
Pertumbuhannya sangat pesat sehingga dalam waktu 5 tahun jumlah pegawainya telah ber-
kembang hampir 10 kali lipat. Sebagian besar pegawai tetap berada pada sektor industri. Pada
saat-saat awal pertumbuhan, sebagaimana perusa- haan nasional pada umumnya, pengelolaan
perusahaan dilaksanakan sepenuhnya oleh pemilik yang dibantu oleh beberapa orang rekan yang
setia. Pada tahap-tahap awal itu, pengelolaan perusahaan dilakukan secara tertutup dan semua
keputusan dibuat oleh pemilik. Setelah perusahaan tumbuh menjadi besar, Tuan Sinarno, pemilik,
memutuskan untuk mulai membagi wewenang dan kekuasaannya kepada rekan-rekan dan anak
buahnya yang setia. Beliau juga mengan- jurkan untuk melaksanakan "open management" dan
melibatkan bawahan dalam proses pembuatan keputusan. Perubahan-perubahan in dimulai setelah
Tuan Sinarno mulai banyak mengikuti seminar-seminar manajemen yang diselenggarakan oleh
KADIN. Akhirnya beliau juga mengundang beberapa orang ahli (Konsultan) yang berasal dari
suatu lembaga terkenal di luar negeri.
Sejak itu, perusahaan mulai menerapkan sistem perencanaan tahunan yang terbuka, mengubah
sistem penggajian dan sistem insentif, melaksanakan latihan-latihan bagi pegawai staf dan
manajer, mengem- bangkan Tim Manajemen yang kuat dan perubahan lain yang cukup besar.
Perubahan itu dimulai sejak 3 tahun yang lalu dan sejak itu keli- hatan laju perkembangan
perusahaan semakin cepat dan semua anggota Tim Manajemen merasa sangat puas. Tetapi, di
samping sukses dan kepuasan tersebut, ternyata ada masa- lah besar yang belum bisa diselesaikan
sejak setahun yang lalu. Masalah ini dianggap sangat serius karena sangat menyita waktu anggota
Team Manajemen dan menyangkut semua orang. Masalahnya justru muncul setelah terjadi
perubahan pada sistęm penggajian dan sistem insentif per- usahaan. Seperti telah diceritakan pada
permulaan kasus ini, Personnel Manager yang baru bergabung dengan perusahaan 11½ tahun yang
lalu ter- nyata tidak tahan lagi menghadapi situasi yang ada dan mengundurkan diri. Dari studi
yang kemudian diadakan, persoalan yang dihadapi PT BR dapat secara ringkas diuraikan sebagai
berikut: 1. Sistem penggajian sebelum tahun 1980 Semua keputusan mengenai gaji dibuat sendiri
oleh pemilik secara tertutup. Pemilik mencatat sendiri gaji semua pegawai dan perubahan-
perubahannya dalam sebuah buku kecil yang selalu disimpan di laci meja tulisnya. Pada dasarnya,
gaji adalah suatu rahasia dan tidak ada pegawai yang mengetahui berapa gaji temannya apalagi
atasannya. Apabila dike- tahui ada pegawai yang mengetahui gaji orang lain, maka ia akan dicuri-
gai oleh teman-teman dan atasannya. Besar gaji dan tunjangan ditetapkan sepenuhnya oleh
pemilik sendiri dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki, besarnya keluar- ga,
kerajinan, disiplin dan kesetiaan kepada perusahaan dan pemilik. Kenaikan gaji juga ditentukan
oleh pemilik, termasuk besarnya kenaikan dan waktunya. Ada pegawai yang menerima kenaikan
hampir 6 kali dalam setahun tetapi ada yang sama sekali tidak pernah memperoleh kenaikan
selama 2 tahun atau lebih. Mereka yang tidak memperoleh kenaikan gaji pun agak sungkan dan
malu untuk bertanya pada pemilik. Pada saat itu, jumlah karyawan masih sangat kecil dan semua
dikenal secara pribadi oleh pemilik. Sampai tahun 1980 hampir tidak pernah ada masalah yang
berarti dalam hal penggajian.
2. Sistem penggajian sejak tahun 1980 Pada awal tahun 1979 perusahaan menerima saran
konsultan untuk mengadakan perubahan dalam sistem penggajian dan sebuah Lembaga
Manajemen yang cukup terkenal diundang untuk mengadakan studi te tang sistem yang harus
digunakan dan kemudian melaksanakannya P ses perubahan dimulai dengan pembuatan "Job
Description" untuk semua pekerjaan yang ada dan kemudian semua dinilai oleh suatu team, terdiri
dari 5 pegawai staf dan dibimbing oleh konsultan yang dikirim ole Lembaga. Penilaian dilakukan
atas 16 faktor yang disarankan konsultan dan disetujui oleh pemilik (lihat lampiran I). Hasil akhir
dari penilaian tersebut adalah diklasifikasikannya jabatan-jabatan yang ada, dalam 16 klas atau
golongan. Kemudian, tiap klas mempunyai gaji minimum dan maksimumnya sendiri-sendiri
setelah melalui proses pembuatan scatter diagram dan sebagainya. Dalam sistem baru ini,
ditetapkan bahwa kenaikan gaji pegawai akan didasarkan pada inflasi tahunan, prestasi kerja
individu atau promosi. Tingkat inflasi ditetapkan oleh pimpinan perusahaan; demikian juga
patokan mengenai besarnya kenaikan Setelah memakan waktu kira-kira 8 bulan, proyek itu
dianggap selesai dan pemilik menganggap sudah waktunya mengumumkan sistem baru tersebut
kepada seluruh pegawai tanpa kecuali. Termasuk dalam peng- umuman itu adalah daftar golongan
jabatan dan skala gaji dari mulai ting- kat tukang sapu sampai Direktur. Mulai saat itu, maka
semua pegawai bisa mengira-ngira berapa gaji kawannya dan siapa saja! karena prestasi dan prom
3. Masalah yang dihadapi 3.1. Karyawan merasa penilaian jabatan yang dilakukan kurang meng-
gambarkan bobot yang sebenarnya dan kurang adil. 3.2. Karyawan tidak bersedia menerima tugas-
tugas tambahan kecuali ada tambahan gaji. 3.3. Moril rendah dan suasana kerja tidak sehat. 3.4.
Karyawan merasa pessimistis dan kawatir tentang masa depan mereka. 3.5. Karyawan merasa
bahwa perusahaan tidak memperhatikan mere ka. 3.6. Labour turn-over rate menjadi tinggi. 3.7.
Skala gaji ternyata di bawah "pasaran", sukar menarik tenaga an dan manajer yang cakap.
Walaupun Personnel Manager telah berusaha menjelaskan maksud dan tujuan perusahaan untuk
mengadakan perubahan, karyawan tetap aulit untuk dapat menerima perubahan itu. Personnel
Manager sendiri sebenarnya merasa kecewa karena ia sebenarnya tidak diikutsertakan dalam
proses penyusunan sistem penggajian yang baru itu. 4. Sistem Insentif Bonus 4.1. Sebelum tahun
1980 Perusahaan memberikan hadiah setahun sekali sebelum tahun Baru yang besarnya ditetapkan
sendiri oleh pemilik. Dana untuk hadiah (bo- mus) tersebut diambil dari keuntungan yang
diperoleh oleh perusahaan (pemilik) dan diberikan langsung kepada setiap karyawan oleh pemilik.
Resarnya bonus tersebut biasanya berkisar antara 2 bulan gaji sampai 20 bulan gaji. Pertimbangan
yang digunakan pemilik untuk menetapkan besarnya bonus antara lain adalah: kesetiaan, disiplin,
masa kerja dan iumlah keluarga. Dalam istilah bahasa Cina, pemberian bonus seperti itu disebut
"Ang Pau" (amplop merah). 4.2. Sesudah tahun 1980 Bersamaan dengan perubahan dalam sistem
penggajian, diadakan pula aturan pemberian insentif bonus: 4.2.1. Insentif bonus dibagi menjadi 2
macam terdiri dari:
(i) THR atau Tunjangan Hari Raya, yang besarnya didasarkan pada masa kerja sebagai berikut -
Masa kerja 2 tahun atau lebih, 2 bulan gaji -Masa kerja 1 tahun sampai kurang dari 2 tahun; 1
bulan gaji - Masa kerja 3 bulan sampai dengan 1 tahun -prorata (jum- lah bulan M. K. 12 x 1 bulan
gaji)
(ii) Bonus Tahunan yang besarnya dikaitkan dengan hasil peni- laian prestasi kerja pegawai yang
bersangkutan. Besarnya berkisar antara 1 sampai dengan 5 bulan gaji. Tujuan perubahan tersebut
adalah untuk merangsang karyawan untuk bekerja lebih giat dan lebih keras. Semua pegawai
diharuskan menilai prestasi kerjanya sendiri dan membicarakan hasil penilaian dengan atasannya.
Faktor-faktor yang digunakan dalam program penilaian jabatan 1. Tanggung jawab atas daya dan
dana perusahan. 2. Tanggung jawab atas hasil yang dicapai. 3. Tanggung jawab atas manusia. 4.
Pengetahuan yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas. 5. Pengetahuan tentang organisasi
dan lingkungan perusahaan. 6. Ketepatan (accuracy). 7. Kemampuan yang diperlukan untuk
membuat keputusan. 8. Kemampuan yang diperlukan untuk menilai situasi. 9. Kemampuan yang
diperlukan untuk berkonsentrasi. 10. Ketahanan mental. 11. Kemampuan berkomunikasi. 12.
Kemampuan yang diperlukan untuk mengkoordinir kegiatan moto- ris. 13. Ketahanan fisik. 14.
Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan. 15. Tempat dan lingkungan kerja yang berbahaya.
16. Jam kerja yang tidak normal.
Atasan menilai bawahannya atas dasar faktop-faktor yang telah dite tapkan lebih dahulu. Hasil
penilaian dinyatakan dalam angka dan kemu dian hasil tersebut dikelompokkan dalam kategori BS
(Bagus Sekali), B (Bagus), S (Sedang), K (Kurang), KS (Kurang Sekali). Hasil penilaian ini
kemudian dijadikan dasar bagi pemberian insentif bonus yaitu 1 bulan gaji untuk S, 2 bulan gaji
untuk B dan 5 bulan gaji untuk BS Perbedaan lain yang cukup besar adalah bahwa sejak 1980,
bonus dibagi langsung oleh bagian keuangan tidak lagi diserahkan secara pri- badi oleh
pemilik/pimpinan perusahaan. 4.3. Masalah yang timbul Karyawan menuduh bahwa: -hasil
penilaian tidak menggambarkan prestasi kerja sebenarnya - penilaian bersifat sangat subjektif dan
ada "like and dislike" (i) (ii) Sebagian besar atasan tidak mau memberikan rating KS ataupun BS
(ii) Setiap kali pembayaran bonus dilakukan, selalu ada protes kere- sahan dan ada karyawan yang
mengundurkan diri. Usaha pimpinan perusahaan melalui Personnel Manager untuk men- jelaskan
kebijakan dan sistem yang baru tidak berhasil meredakan sua- sana. Setelah termenung selama
beberapa menit, Tuan Sinarno memutus- kan, untuk menyetujui saran Drs. Winardi mencari
Konsultan lagi yang dianggap sudah lebih berpengalaman sambil juga mencari Personnel Manager
yang baru. Bila Anda adalah Konsultan yang ditunjuk, bagaimana analisa Anda tentang persoalan
yang dihadapi PT BR, dan apa rekomendasi Anda? Lampiran: 1. Daftar Faktor-faktor yang
digunakan dalam Program Penilaian Jabatan 2. Skala Gaji per 1 Januari 1981

Anda mungkin juga menyukai