Anda di halaman 1dari 17

TEORI DAN SISTEM PENGUPAHAN

Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia I Kelas A

Dosen Pengampu :

Fivien Muslihatinningsih, S.E., M.Si.

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Desy Sukma Wijayanti Pradana 200810101057


2. Moch. Faris Fauzi 20081001063
3. Ratna Yuliawati 200810101052
4. Reibica Meyrista Ardella 200810101054
5. Siti Lutafifa Nuraena 200810101056

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Upah atau gaji merupakan hal yang paling penting dalam pekerjaan karena tujuan orang yang
bekerja adalah untuk menerima upah yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika nilai
upah yang ditawarkan oleh perusahaan dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pekerja, pekerja tersebut akan menolak posisi yang ditawarkan. Salah satu alasan yang umum
digunakan dan menimbulkan citra buruk pekerja adalah rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Jika melihat data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), antara tahun 2001 hingga 2010
produktivitas tenaga kerja Indonesia cenderung meningkat %. Melihat solusi yang ditengahi
pemerintah, sepertinya masalah perburuhan di Indonesia tidak akan pernah selesai. Buruh
Nasional selalu mempertanyakan kelayakan upah minimum, yang tidak pernah disepakati antara
buruh dan pengusaha.

Pemberian upah yang adil dan setimpal akan memicu motivasi kerja yang tinggi sehingga
kinerja para pekerja menjadi lebih baik dan tentunya pengaruh terhadap pendapatan perusahaan.
Pemberian upah berguna untuk meningkatkan output dan efisien, kita haruslah menyadari akan
berbagai kesulitan yang timbul dari sistem pengupahan insentif. Bagi pemerintah, upah dianggap
sebagai standar hidup masyarakat, sehingga pemerintah berupaya untuk merumuskan gaji agar
dapat menciptakan iklim usaha yang baik di satu sisi dan menciptakan kehidupan sosial yang
sejahtera di sisi lain, sehingga perusahaan dapat berkembang secara alami dan pekerja dapat
hidup dengan bermartabat.

Bagi pengusaha, upah dipandang sebagai biaya produksi. Jadi jika ingin mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya, upah pekerja dijaga serendah mungkin. Bagi pekerja, upah
dipandang sebagai komponen/elemen kunci dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga
dapat mempertahankan martabatnya sebagai manusia pada umumnya di masyarakat sekitar. Oleh
karena itu, pekerja cenderung menginginkan gaji yang setinggi-tingginya atau selalu meningkat
sesuai dengan kebutuhannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan upah ?
2. Apa saja macam-macam upah?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi upah ?
4. Apa saja indikator upah?
5. Apa saja macam sistem pembayaran upah?
6. Bagaimana sistem pengupahan di indonesia?
7. Apa saja kebijakan pemerintah dalam masalah upah?
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian upah
2. Untuk mengetahui macam-macam upah
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi upah
4. Untuk mengetahui indikator upah
5. Untuk mengetahui sistem pembayaran upah
6. Untuk mengetahui sistem pengupahan di indonesia
7. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam masalah upah
BAB II

ISI

Teori dan Sistem Pengupahan

2.1 Pengertian sistem upah

Sistem secara etimologi berasal dari kata sistem yang berasal dari bahasa latin
system atau bahasa yunani sustema yang memiliki arti suatu kesatuan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia upah adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai balas
jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.
Sedangkan upah secara terminologi adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang, yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan atau peraturan per UU, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja
antara pengusaha dan buruh pekerja.
Dalam teori ekonomi, upah secara umum dimaknai sebagai harga yang
dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi
lainnya. Tenaga kerja diberikan imbalan atas jasanya yang disebut upah. Sementara
Sadono Soekirno mendefinisikan upah sebagai pembayaran yang diperoleh berbagai
bentuk jasa yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha.
Sedang T. Gilarso memaknai upah sebagai balas karya untuk faktor produksi tenaga kerja
manusia, yang secara luas mencakup gaji, honorarium, uang lembur, tunjangan, dan lain-
lain. Secara lebih jelas pengertian tentang upah dipaparkan dalam Undang Undang nomor
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 1 Undang-Undang tersebut
dikatakan bahwa upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Upah harus mencerminkan nilai jabatan yang dipangku seseorang di suatu
organisasi perusahaan dan organisasi-organisasi pada umumnya dalam suatu industri.
Nilai jabatan yang lebih tinggi akan memberikan besaran upah yang lebih tinggi.
Besarnya upah yang diterima seseorang atau perbedaan nilai jabatan harus mencerminkan
rasa keadilan dalam organisasi itu (equity) dan nilai jabatan yang ada di pasar
(kompetitif). Tidak ada kenaikan upah tanpa kenaikan nilai jabatan kecuali bagi
perusahaan yang mampu dapat melakukan penyesuaian atau pemberian insentif untuk
mempertahankan karyawan yang baik. Mekanisme penyesuaian diatur dalam ketentuan
perusahaan dengan mempertimbangkan prestasi kerja yang telah dicapai secara individu.

2.2 Macam – Macam Upah


1. Sistem Upah Menurut Waktu
Dalam pembayaran upah berdasarkan waktu, upah dibayarkan berdasarkan lamanya
seseorang melakukan pekerjaannya. Upah menurut system waktu dapat ditentukan 
dalam bentuk upah per jam, upah per hari, upah perminggu, atau upah per bulan.
2. Sistem upah borongan.
Upah borongan adalah upah yang diberikan pada awal pengerjaan suatu hal sampai
dengan hal tersebut selesai, tanpa adanya penambahan upah jika ada penambahan
pekerjaan.
3. Sistem Co-Partnership.
Sistem ini memberikan upah kepada pekerjanya berupa saham atau obligasi
perusahaan. Dengan memberikan obligasi atau saham, perusahaan berharap pekerja
mempunyai rasa memiliki kepada perusahaan sehingga bisa lebih produktif.
4. Sistem Upah Premi.
Sistem ini memungkinkan pekerja untuk mendapatkan upah khusus karena prestasi di
luar kelaziman, misalnya bekerja pada hari libur, melakukan pekerjaan yang sangat
berbahaya, atau memiliki suatu keterampilan yang sangat khusus.
5. Sistem Upah Berkala. 
Upah ditentukan dari tingkat kemajuan atau kemunduran hasil penjualan, jika
penjualan meningkat maka upah akan meningkat, begitu pula sebaliknya.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Upah

Faktor-faktor yang dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan besar kecilnya


upah antara lain:

a. Ketetapan pemerintah
Yaitu setiap pekerja memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup
tidak buat dirinya saja melainkan juga keluaranya
b. Tingkat upah dipasaran
Yaitu besarnya upah dibayarkan perusahaan lain yang sejenis dan peroperasi pada
sektor atau industri yang sama, dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
besarnya upah pada perusahaan tersebut.
c. Kualifikasi SDM yang digunakan
Yaitu sesuai perkembangan zaman teknologi yang digunakan oleh perusahaan
menentukan tingkat kualifikasi sumber daya manusianya. Semakin canggih
teknologinya akan semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.
d. Tuntunan pekerja
Faktor lain juga meentukan besar-kecilnya upah adalah adanya tuntutan para
pkerja dan kemauan perusahaan, biasanya dilakukan dengan cara negosiasi atau
tawar-menawar.
2.4 Indikator Upah

Adapun indikator sistem pengupahan:

a. Menurut Lamanya Kerja


Sistem upah menurut lamanya kerja juga disebut sabagai upah
berdasarkan waktu, yaitu pembayaran upah berdasarkan suatu anggapan bahwa
dalam waktu yang sama, maka produktivitas kerja adalah sama, anggapan ini jelas
kurang tepat, karena belum tentu tiap karyawan dalam waktu yang sama
memperoleh hasil yang sama. Hal ini dapat saja disebabkan kemampuan
karyawan yang berbeda, serta pengaruh lainya yang dapat mempengaruhi
produktivitas kerja. Dengan sistem ini, umumnya karyawan yang mempunyai
prestasi kerja yang baik menyesuaikan dengan karyawan lain yang prestasinya
lebih lambat atau lebih rendah.
b. Menurut Lamanya Dinas
Upah yang diperhitungkan lamanya dinas ini didasarkan pada masa kerja,
seorang karyawan dalam perusahaan. Pemberian upah ini bertujuan untuk
memupuk kesetian karyawan terhadap perusahaan. Pada umunya pemberian upah
ini beranggapan bahwa semakin meningkat pula pengalaman dan kemampuan
karyawan tersebut dalam menentukan tugasnya, tetapi upah yang berdasarkan
pada ukuran pengalaman dan kesetiaan serta kemampuan karena masa kerja
seorang karyawan belum tentu menjamin prestasi kerjanya. Hal ini disebabkan
mungkin selama bekerja pada perushaan, karyawan tersebut acuh tak acuh
terhadap pekerjaannya atau mungkin juga karyawan telah lanjut usia, sehingga
walaupun telah lama bekerja atau dinas dalam perusahaan produktivitas kerjanya
rendah.
c. Menurut Kebutuhan
Sistem upah ini berusaha menyesuaikan dengan besarnya kebutuhan
karyawan beserta keluarganya. Sistem upah ini berdasar pada suatu anggapan
bahwa apabila kebutuhan karyawan dan keluarganya terpenuhi, maka diharapkan
karyawan tersebut dapat mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya pada tugas
yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi, sebenarnya anggapan ini kurang benar.
Hal ini disebabkan oleh kebutuhan seseorang sangat relatif dan bervariasi dan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan karyawan tersebut sangat
terbatas, sehingga dengan sistem upah minimpun belum tentu dapat menjamin
meningkatnya produktivitas karyawan.

d. Menurut Banyaknya Produk


Sistem upah ini didasarkan pada kemampuan dari masing – masing
karyawan dalam berprestasi serta memberikaan kesempatan pada karyawan yang
mempunyai kemampuan kerja untuk meningkatkan produktivitas kerjanya
Terdapat indikator lain yang mempengaruhi tingkat tinggi rendahnya upah adalah sebagai
berikut:

 Penawaran dan permintaan tenaga kerja


Untuk pekerjaan yang mempengaruhi keterampilan yang tinggi dan jumlah tenaga
kerja yang langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan-jabatan
yang mempunyai penawaran yang melimpah upah cnderug turun.
 Oraganisasi buruh
Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya akan mempenguri tingkat upah.
Adanya serikat buruh yang kuat akan meningkatkan tingkat upah .
 Pemberian upah
Adalah tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan. Bagi perusahaan,
upah merupakan salah satu komponen biaya produksi, tingginya upah akan
mengakibatkan tinginya biaya produksi, yang akhirnya akan mengurangi keuntungan.
 Produktivitas kerja
Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasu kerja karyawan, semakin tinggi
prestasi kerja karyawan semakin tinggi tingkat upah yang diterima. Prestasi diukur
dengan produktivitas kerja.
 Biaya hidup
Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi. Biaya hidup
juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan.
 Pemerintah
Pemerintah dengan peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya upah.Ada tidaknya
organisasi buruh serta kuat lemahnya akan mempengaruhi tingkat upah. Adanya
serikat buruh yang kuat akan meningkatkan tingkat upah demikian sebaliknya.

2.5 Sistem Pembayaran Upah

 Sistem Upah Menurut Waktu

Yang menentukan bahwa besar kecilnya upah yang akan dibayarkan kepada masing-
masing tenaga kerja, tergantung pad banyak sedikitnya waktu kerja mereka.

- Keuntungan sistem upah menurut waktu yaitu:


1. Para tenaga kerja tidak perlu terburu-buru di dalam menjalan kan pekerjaan,
karena banyak-sedikitnya unit yang mampu mereka selesaikan tidak
terpengaruh pada besar-kecilnya upah yang mereka terima. Dengan demikian
kualitas barang yang diproduksi akan dapat terjaga.
- Kerugian sistem upah menurut waktu yaitu:

1. Para tenaga kerja yang terampil akan mengalami kekecewaan, karena


kelebihan mereka tidak dapat dimanfaatkan untuk memperoleh upah yang
lebih besar dibandingkan para tenag kerja yang kurang terampil, sehingga
tenaga kerja yang terampil kurang bersemangat dalam bekerja.

2. Adanya kecenderungan para pekerja untuk bekerja lamban, karena besar-


kecilnya unit yang dihasilkan tidak berpengaruh pada besar-kecilnya upah
yang mereka terima.

 Sistem Upah Menurut Unit Hasil

Yang menentukan besar-kecilnya upah yang diterima tenaga kerja , tergantung


pada banyaknya unit yang dihasilkan. Semakin banyak unit yang dihasilkan , semakin
banyak upah yang diterima.

- Keuntungan sistem upah menurut unit hasil yaitu:


1. Para tenaga kerja yang terampil akan mempunyai semangat kerja yang tinggi,
dan akan menunjukkan kelebihan keterampilannya, karena besar-kecilnya unit
yang dihasilkan akan menetukan besar-kecilnya upah yang akan mereka
terima. Akibatnya produktivitas perusahaan meningkat.
2. Adanya kecenderungan pekerja untuk bekerja labih semangat, agar
memperoleh upah yang lebih besar.
- Kerugian sistem upah menurut unit hasil yaitu:
1. Para pekerja akan bekerja terburu-buru, sehingga kualitas barang kurang
terjaga.
2. Para pekerja yang kurang terampil akan selalu memperoleh upah yang rendah,
akibatnya mereka kurang mempunyai semangat kerja.
 Sistem Upah Dengan Insentif,

Yang menentukan besar-kecilnya upah yang akan dibayarkan kepada masing-


masing tenaga kerja tergantung pada waktu lamanya bekerja, jumlah unit yang
dihasilkan ditambah dengan insentif (tambahan upah) yang besar-kecilnya didasarkan
pada prestasi dan keterampilan kerja pegawai. Sistem upah dengan insentif sering
dianggap sebagai gabungan antara sistem upah menurut waktu dengan sistem upah
menurut unit hasil. Sistem ini juga memilki kerugian, yaitu sistem ini memerlukan
sistem administrasi yang rumit, sehingga memerlukan tambahan pegawai di bagian
administrasi.

2.6 Sistem Pengupahan Di Indonesia


Sistem pengupahan disuatu negara biasanya didasarkan kepada falsafah atau teori
yang dianut oleh negara itu. Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di
Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi dari tingkat kemakmuran, dengan kata lain
berbasiskan angka Kehidupan hidup layak (KHL) dan tingkat inflasi. Artinya, sistem
pengupahan diIndonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah yaitu :
1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya
2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang
3. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja Upah
pada dasar nya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, maka upah
harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup karyawan dan keluarganya.

Definisi penghasilan atau imbalan yang diterima karyawan atau pekerja ada empat yaitu:
1. Upah atau gaji dalam bentuk uang
2. Tunjangan dalam bentuk natura
3. Fringe Benefit
4. Kondisi Lingkungan Kerja.
Sistem pengupahan di Indonesia juga mendasarkan penentuannya melalui mekanisme
konsultasi tripartit dalam menetapkan upah minimum antara wakil pengusaha, wakil
pekerja dan wakil dari pemerintahan.

2.7 Kebijakan Pemerintah dalam Masalah Upah


a) Peran pemerintah dalam ekonomi

Keterlibatan pemerintah dalam bidang ekonomi telah lama menjadi topik


penting dalam sejarah pemikiran ekonomi. Mazhab klasik dengan semboyan laissez-
faire laissez-passer menekankan atau menghendaki minimalisir campur tangan
pemerintah dalam ekonomi negara. Mazhab ini berpendapat hendaknya masalah
ekonomi sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, tanpa campur tangan
pemerintah. Sejak dirumuskan oleh Adam Smith di awal abad ke-18, mazhab klasik
sangat dominan dalam pemikiran ekonomi dunia, sampai terjadi depresi ekonomi
hebat pada tahun 1930-an. Depresi ekonomi ini telah membongkar logika laissez-
faire dan melahirkan mazhab Keynesian. Logika bahwa mekanisme pasar akan selalu
bisa mempertahankan ekonomi dalam tingkat yang ideal, sebagaimana keyakinan
mazhab klasik, diruntuhkan oleh pandangan Keynes yang membenarkan campur
tangan pemerintah. Bahkan muncul ke permukaan pemikiran bahwa perekonomian
yang hanya mengandalkan mekanisme pasar semata, bisa terjerumus ke dalam
depresi yang berkepanjangan, dan tidak secara otomatis mampu bangkit menuju
kondisi kesempatan kerja penuh. Hal ini terjadi, antara lain, karena pasar persaingan
sempurna sebagaimana yang dibayangkan selama ini tidak akan pernah terwujud.

Namun demikian, konsensus Keynesian ini memiliki kelemahan logika yang


sama dengan pemikiran klasik. Kalau konsensus sebelumnya meletakkan seluruh
beban realisasi tujuan pada pasar, Keynesian meletakkan beban tersebut pada pundak
pemerintah, yang di dalamnya tidak ada ruang bagi peran nilai dan etika dalam
merealisasikan tujuan-tujuan sosial. Beban yang berlebihan pada pundak pemerintah
tersebut, ternyata pada akhirnya mengakibatkan pula defisit fiskal dan inflasi yang
tinggi pada dasawarsa 1970-an, tanpa adanya penyelesaian secara signifikan terhadap
masalah pengangguran.

Dengan demikian, dalam bidang ekonomi, Islam menawarkan pemikiran


berbeda dari dua pemikiran mainstream ekonomi konvensional. Menurut Islam,
campur tangan pemerintah di bidang ekonomi tidak hanya terbatas pada kebijakan
fiskal dan moneter sebagaimana dianjurkan oleh Keynesian. Campur tangan
pemerintah dalam Islam juga meliputi keterlibatan penuh dalam menjaga dan
mengembangkan moral pelaku ekonomi. Hal ini disebabkan oleh penekanan Islam
pada pelaku ekonomi atau manusia dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi,
bukan pada mekanisme pasar sebagaimana mazhab klasik, juga bukan pada negara
sebagaimana mazhab Keynesian. Moral dan etika dalam berekonomi, merupakan
kunci dari perilaku pasar dan perilaku pemerintah yang tercipta. Tanpa moral dan
etika, perilaku pasar dan pemerintah tidak akan terkendali.

Pengembangan dimensi moral dari sistem ekonomi ini menurut Islam


merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah mempunyai peran penting dalam
menerapkan norma dan etika di bidang ekonomi dan muamalah. Pemerintah
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan dan kebijakan serta
menjatuhkan sanksi kepada yang melanggarnya. Pemerintah bertugas menegakkan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap individu dan mencegah setiap
pelanggaran terhadap kewajiban tersebut. Demikian juga, peran pemerintah sangat
kokoh dalam menjaga norma dan kewajiban dalam bidang produksi, konsumsi,
distribusi dan transaksi tanpa kecuali.

Peran negara tersebut diantaranya adalah:


(1) Menyediakan lapangan pekerjaan dengan melakukan pelatihan dan pembinaan
kepada masyarakat serta mendorong para investor untuk melakukan investasi dalam
kegiatan- kegiatan ekonomi demi tercapainya kemaslahatan Bersama
(2). Mengawasi jalannya kegiatan ekonomi, baik hubungan karyawan dan pengusaha,
menciptakan suasana kondusif bagi proses produksi dan menentukan tingkat upah
serta waktu pembayarannya
(3) Mempunyai wewenang terhadap pihak tertentu untuk melakukan kegiatan
ekonomi yang bersifat krusial bagi kehidupan masyarakat ataupun melarang kegiatan
ekonomi yang merusak tatanan sosial ekonomi masyarakat.

b) Kebijakan Pemerintah dalam masalah upah


Negara mempunyai peran dalam mengatur dan mengawasi jalannya kegiatan
ekonomi. Akan tetapi peran tersebut tidak berhubungan dengan intervensi atas
kebebasan individu untuk memilih jenis pekerjaan yang diminati, bidang usaha yang
dilakukan oleh masyarakat dan penetapan upah pekerja oleh pengusaha, kecuali jika
kebutuhan umum menuntut adanya intervensi dalam masalah tersebut. Ibn Taymiyah
mislanya menyatakan bahwa ketika masyarakat sangat membutuhkan pertanian
tertentu, tekstil, maupun kontruksi bangunan, maka Negara mempunyai kewenangan
untuk melakukan pemaksaan pihak tertentu untuk merealisasikannya dengan tetap
ada kompensasi. Begitu juga ketika tingkat upah yang ada di masyarakat rendah,
pemerintah bisa menetapkan upah yang standar.
Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya
atau tidak sesuainya pendapatan (upah) yang diperoleh dengan tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Faktor ini, yakni kebutuhan
hidup semakin meningkat, sementara upah yang diterima relatif tetap, menjadi salah
satu pendorong gerak protes kaum buruh. Sementara di sisi lain, rendahnya upah
buruh justru menjadi penarik bagi para investor asing. Kondisi ini menyebabkan
pihak pemerintah lebih sering memihak investor/kapitalis, dibanding dengan buruh.
Untuk membantu mengatasi problem gaji, pemerintah Indonesia membuat kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Kebijakan yang melindungi
pekerja/buruh ini sebagaimana termaktub dalam pasal 88 undang-undang no 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, meliputi:
(a) Upah minimum
(b) Upah kerja lembur
(c) upah tidak masuk kerja karena halangan
(d) upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
(e) upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
(f) bentuk dan cara pembayaran upah
(g) denda dan potongan upah
(h) hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
(i) struktur dan skala pengupahan yang proporsional
(j) upah untuk pembayaran pesangon
(k) upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

c) Kebijakan upah minimum


Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah
ketenagakerjaan di banyak negara modern. Sasaran dari kebijakan ini adalah untuk
menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan
demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk
(a) menjamin penghasilan pekerja agar tidak lebih rendah dari tingkat tertentu
(b) meningkatkan produktivitas pekerja
(c) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang
lebih efisien. Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan
pada awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada
tahun-tahun tersebut. Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih
terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980an. Hal ini
terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia internasional sehubungan dengan isu-
isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Kondisi
ini memaksa pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk memberikan perhatian lebih
terhadap kebijakan upah minimumnya dengan menaikkan upah minimum sampai
dengan tiga kali lipat dalam nilai nominalnya (dua kali lipat dalam nilai riil).
Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para
pengusaha dan pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan
atau buruh di lingkungan usaha atau kerjanya. Upah minimum merupakan upah yang
ditetapkan secara minimum regional, sektor regional maupun sub sektoral. Dalam hal
ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Sedang upah pokok minimum
adalah upah pokok yang ditetapkan secara minimum regional, sektor regional
maupun sub sektoral. Dalam peraturan pemerintah, yang diatur hanyalah upah
pokoknya saja tidak termasuk tunjangan. Selanjutnya pada Pasal 89 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa: (1) upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a
dapat terdiri atas: a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau
kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan
kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. (3) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. (4)
Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Mengacu pada indeks konsumen yang berhubungan dengan inflasi,
pemerintah senantiasa mengevaluasi tingkat upah minimum yang biasanya dilakukan
setiap tahun. Dengan demikian, walaupun setiap tahun juga terjadi inflasi, diharapkan
tetap terjadi peningkatan taraf hidup pekerja karena peningkatan upah diupayakan di
atas tingkat inflasi yang ada. Walaupun pemerintah telah melakukan pemantauan
terus menerus terhadap pelaksanaan upah minimum, namun kenyataannya masih
banyak perusahaan yang membayarkan upah buruh dibawanya. Kondisi ini seringkali
memicu timbulnya ketidakpuasan para pekerja. Pengusaha selalu berdalih bahwa
tingkat pendapatan perusahaan tidak memungkinkan untuk menaikkan upah
karyawannya. Masalah upah masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian
serius dalam Hubungan Industrial di negara kita. Untuk memberikan saran,
pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh
pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan
Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, yang keanggotaannya terdiri
dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/-serikat buruh,
perguruan tinggi, dan pakar. Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan
Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur/
Bupati/Walikota.
Penetapan Upah Minimum Propinsi dilakukan oleh Gubernur dengan
berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL) dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan upah minimum
sebagaimana di atas Gubernur harus membahas secara simultan dan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: a).nilai KHL yang diperoleh dan
ditetapkan dari hasil survei; b). produktivitas makro yang merupakan hasil
perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan
jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; c). pertumbuhan ekonomi, yang
merupakan pertumbuhan nilai PDRB; d). kondisi pasar kerja, yang merupakan
perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah
tertentu pada periode yang sama; e). kondisi usaha yang paling tidak mampu
(marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal
di daerah tertentu pada periode tertentu.
Kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah adalah
standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik
untuk kebutuhan 1(satu) bulan. KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan
pokok hidup yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menakertrans RI no 13 tahun
2012 yang terdiri dari 60 komponen, yang meliputi makanan dan minuman, sandang,
perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan.
Menurut Setiawan Budi Utomo, kebijakan pemerintah tentang upah minimum
sebagaimana di atas sangat diperlukan, yang mana peran upah minimum tersebut
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a). Memberikan perlindungan bagi pegawai/buruh berpenghasilan rendah yang
dianggap rentan dalam pasar kerja
b). Menjamin pembayaran upah yang dianggap wajar, yang tidak terbatas pada
kategori pembayaran upah terendah
c). Memberikan perlindungan dasar pada struktur upah sehingga merupakan jaring
pengaman terhadap upah yang terlalu rendah
d). Sebagai instrumen kebijakan makro ekonomis untuk mencapai tujuan nasional
berupa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, serta pemerataan penghasilan
e). Pada umumnya untuk menjamin agar pegawai/buruh menerima pada waktu dan
tempat tertentu upah yang dianggap layak
f). Menghapuskan eksploitasi
g). Memelihara daya beli
h). Pengentasan kemiskinan
i). Menghapuskan persaingan yang tidak jujur
j). Menjamin pembayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama
k). Pencegahan konflik industrial
l). Mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Penetapan Upah Minimum Propinsi dilakukan oleh Gubernur dengan
berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL) dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan upah minimum
sebagaimana di atas Gubernur harus membahas secara simultan dan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
a). Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei
b). produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang
sama
c). pertumbuhan ekonomi, yang merupakan pertumbuhan nilai PDRB
d). kondisi pasar kerja, yang merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja
dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama
e). kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh
perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode
tertentu.
Kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah adalah
standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik
untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan
pokok hidup yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menakertrans RI Nomor 13
Tahun 2012 yang terdiri dari 60 komponen, yang meliputi makanan dan minuman,
sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Upah secara terminologi adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha
kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang, yang ditetapkan menurut suatu persetujuan
atau peraturan per UU, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha
dan buruh pekerja. Dalam teori ekonomi, upah secara umum dimaknai sebagai harga
yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor
produksi lainnya. Tenaga kerja diberikan imbalan atas jasanya yang disebut upah.
Adapun macam-macam upah yaitu sistem upah menurut waktu, sistem upah borongan,
sistem co-partnership, sistem upah premi, dan sistem upah berkala. Selain itu, faktor-
faktor yang mempengaruhi upah antara lain ketetapan pemerintah, tingkat upah
dipasaran, kualifikasi SDM yang digunakan,serta tuntunan pekerja.
Jika membahas mengenai upah,terdapat juga indikator upah antara lain dibagi
menjadi :
 Menurut Lamanya Kerja
 Menurut Lamanya Dinas
 Menurut Kebutuhan
 Menurut Banyaknya Produk
Terdapat indikator lain yang mempengaruhi tingkat tinggi rendahnya upah adalah
sebagai berikut:
 Penawaran dan permintaan tenaga kerja
 Organisasi buruh
 Pemberian upah
 Produktivitas kerja
 Biaya hidup
 Pemerintah
Sistem pembayaran upah antara lain :
 Sistem Upah Menurut Waktu
 Sistem Upah Menurut Unit Hasil
 Sistem Upah Dengan Insentif,

Sistem Pengupahan Di Indonesia


Sistem pengupahan disuatu negara biasanya didasarkan kepada falsafah atau teori yang
dianut oleh negara itu. Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia
adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per
Kapita sebagai proksi dari tingkat kemakmuran, dengan kata lain berbasiskan angka
Kehidupan hidup layak (KHL) dan tingkat inflasi. Artinya, sistem pengupahan diIndonesia
pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah yaitu :
1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya
2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang
3. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja
REFERENSI

Sistem Pengupahan T, Pengertian S, Pengupahan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya:


Arkol,1998),H.609 30 Rocky Arbun.; 2010.
http://repository.uin-suska.ac.id/20641/8/12.BAB%20III.pdf
Artikel DosenPendidikan.CO.ID. Dosenpendidikan.co.id. Published March 30, 2022. Accessed
April 29, 2022. https://www.dosenpendidikan.co.id/sistem-upah/

Lestari, V. N. S., D. Cahyono, dan M. B. N. Wajdi. 2017. Sistem Pengupahan Di Indonesia.


Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam. 8(2) : 144-154.

Seno Aji. Macam Sistem Upah di Indonesia | Ekonomi Kelas 11. Ruangguru.com. Published
2020. Accessed April 29, 2022. https://www.ruangguru.com/blog/macam-sistem-upah-di-
indonesia

Yuliana, N. (2016). pengaruh Tingkat Upah Terhadap Kinerja Buruh Dalam Perseoektif
Ekonomi Islam (studi kasus pada CV. Tedmond Fibre Glass Jl. Ahmad Yani Kabupaten
Banyuasin Km.20). Radefatah, 14–22. http://eprints.radenfatah.ac.id/537/1/Nova
Yuliana_FebEkoIsl.pdf

Paramita, P. (n.d.). Maimun, 2004, hukum ketenagakerjaan. penerbit. PT.Pradnya Paramita.


Jakarta, hlm. 42 1. 1–9.

Anda mungkin juga menyukai