Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Candi Borobudur

Membahas tentang asal usul dan sejarah Candi Borobudur diketahui memuat kisah yang
panjang. Dilansir dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Candi
Borobudur diyakini didirikan kali pertama pada tahun 750-842 masehi oleh pemerintahan
Dinasti Syailendra. Proses pembangunan Candi Borobudur ini diperkirakan dilakukan secara
gotong royong dan tahap demi tahap sebagai bentuk kebaikan ajaran agama Buddha.

Sementara itu, menurut situs Balai Konservasi Borobudur, Sejarawan J.G. de Casparis
menyatakan bahwa pendiri Candi Borobudur adalah Raja Samaratungga yang memerintah
pada periode 782 – 812 masehi, masa Dinasti Syailendra. Candi Borobudur ini didirikan
untuk memuliakan agama Budha Mahayana.

Namun, menurut jurnal Pesona Candi Borobudur Sebagai Wisata Budaya Di Jawa Tengah
karya Reza Ayu Dewanti, Candi Borobudur pada dasarnya dibangun sebagai wujud untuk
memuliakan raja-raja Syailendra (775 – 850 M) yang sudah bersatu kembali dengan dewa
yang merupakan asalnya.

Sejarah Peter Carey mengatakan bahwa Candi Borobudur merupakan sebuah monumen
keagamaan yang digunakan sebagai tempat kontemplasi. Ditambah lagi, Candi Borobudur
merepresentasikan perjalanan dari sang Buddha serta menjadi simbol hubungan antara
seorang raja dengan rakyatnya.

Sampai saat ini, belum ada sumber-sumber tertulis yang menyebutkan kapan Candi
Borobudur didirikan hingga berapa lama proses pembangunannya. Penentuan kapan
pendirian Candi Borobudur masih merupakan hasil interpretasi dari prasasti berangka yang
diyakini dibuat pada tahun 824 masehi. Ditambah lagi, ada prasasti Sri Kahulunan yang
diperkirakan dibuat pada tahun 842 Masehi.

Menurut Balai Konservasi Borobudur, susunan bangunan Candi Borobudur terdiri dari
sembilan teras berundak dan sebuah stupa induk pada bagian puncak. Sembilan teras tersebut
terdiri dari enam teras berdenah persegi dan tiga teras berdenah lingkaran. Berdasarkan
legenda, arsitek yang merancang Candi Borobudur adalah seorang bernama Gunadharma.
Namun, secara historis hal itu belum dapat diketahui secara pasti kebenarannya.
Proses pembangunan Candi Borobudur memakan waktu yang sangat panjang selama ratusan
tahun hingga akhirnya selesai pada masa kekuasaan Raja Samaratungga, 825 Masehi. Candi
Borobudur dibangun dalam lima tahapan. Sesuai dengan catatan sejarah yang ada, Candi
Borobudur menjadi lambang sebuah alam semesta.

Bentuk arsitektur Candi Borobudur yang berbentuk setengah bola merepresentasikan ajaran
agama Buddha

Kamadhatu (Kaki Candi)


Bagian paling bawah dari Candi Borobudur adalah Kamadhatu sebagai kaki candi yang melambangkan
kehidupan manusia di dunia yang penuh dengan keburukan, nafsu dan dosa,Pada bagian bawah terdapat
banyak tumpukan batu yang diperkirakan sebagai penopang dari badan candi. Terdapat 160 relief yang
menjelaskan Karmawibhangga Sutra yaitu hukum sebab akibat.

Rupadhatu (Tubuh Candi)


Bagian tengah dinamakan Rupadhatu yang menggambarkan kehidupan manusia yang terbebas dari hawa
nafsu namun masih terikat dengan hal duniawi. Struktur rupadhatu berupa empat teras berbentuk persegi.
Pada bagian dinding terdapat hiasan relief.

Arupadhatu (Atas Candi)


Bagian paling atas Candi Borobudur dinamakan Rupadhatu yang menggambarkan kehidupan manusia
yang telah terbebas dari urusan duniawi dan spiritual paling tinggi. Tingkatan ini menjadi simbol Sang
Buddha yang telah mencapai kesempurnaan.

Tiga tingkat tersebut dapat dilihat pada Candi Borobudur berdasarkan beberapa relief yang
ada. Relief yang ada memiliki panjang sampai 3 meter. Selain itu, ada 1.460 pigura yang
diselingi dengan beberapa bidang pemisah sekitar 1.212 buah.

Pada bagian atas deretan pigura memiliki semacam pelipit yang membujur dan memanjang
hingga mencapai satu setengah kilometer. Pelipit ini sendiri memiliki hiasan yang berbentuk
seperti rangkaian bunga teratai.

Di samping itu, pada bagian atas juga terdapat dihias dengan simbar yang memiliki bentuk
segitiga berjumlah 1.476 buah. Tingkat kamadhatu dan rupadhatu terdapat 1.472 stupa dan
432 arca Buddha yang mengelilingi Candi Borobudur dari seluruh penjuru mata angin.
Kemudian, pada tingkat terakhir terdapat 72 buah stupa yang mengitari stupa induk di bagian
puncak.

Berdasarkan situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan


bahwa ada beberapa tafsiran lain yang menuturkan bahwa Candi Borobudur tidak hanya
semata-mata berlatar agama Buddha. Bangunan dari Candi Borobudur diyakini banyak
terpengaruhi oleh konsep pemujaan leluhur yang diwujudkan dalam bentuk bangunan
berteras.
Maka dari itu, candi yang diperkirakan pembangunannya membutuhkan sekitar dua juta
potongan batu ini memiliki banyak fungsi, mulai dari sebagai monumen untuk memuliakan
leluhur pendiri Dinasti Syailendra dan memuliakan agama Buddha.

Candi Borobudur Terbengkalai


.

Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,


Provinsi Jawa Tengah. Kemegahan Candi Borobudur sendiri sempat ditinggalkan dan hilang
akibat terkubur tanah dan debu vulkanik erupsi Gunung Merapi.

Para ahli menduga bahwa Candi Borobudur sempat ditinggalkan akibat bencana Gunung
Merapi yang meletus pada sekitar tahun 1006 M. Pada saat itu Raja Mpu Sindok sedang
berfokus untuk memindahkan ibu kota Kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur. Tak heran,
apabila Candi Borobudur diperkirakan terlantar sekitar 928 M dan 1006 M.

Perpindahan ibu kota tersebut menjadikan masyarakat meninggalkan Candi Borobudur.


Sampai pada sekitar tahun 1365 M, Mpu Prapanca dalam sebuah naskah berjudul
Negarakertagama yang ditulis ketika Kerajaan Majapahit. Naskah tersebut menyebutkan
“Wihara di Budur.”

Seiring berjalannya waktu hingga abad ke-18, Candi Borobudur sudah tidak digunakan.
Dalam banyak naskah Jawa, salah satunya yang berjudul Serat Centhini menyebutkan lokasi
candi ini sebagai sebuah bukit atau tempat yang bisa memberikan kematian atau kesialan. Hal
itu menandakan bahwa tempat ini sudah ditinggalkan sebagai tempat suci agama Buddha.

Berdasarkan catatan sejarah, Candi Borobudur ditemukan kembali pada tahun 1814. Pada
saat itu, Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Inggris. Dikutip dari situs Balai
Konservasi Borobudur menyebutkan, Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jendral Inggris
ketika berkunjung ke Semarang mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu ditemukan
bebatuan bergambar pada bukit sekitar Desa Bumisegoro.

Selanjutnya, Raffles memerintahkan seorang Belanda yang bernama Cornelius untuk


memimpin pembersihan situs yang masih tertutup oleh tanah, semak belukar, dan pepohonan.
Cornelius pun mengajak 200 orang masyarakat sekitar untuk menebangi pohon dan
memotong semak belukar. Penggalian dilakukan selama dua bulan, hanya saja ada beberapa
bagian yang tidak bisa digali karena bisa jadi runtuh.
Dimulai pada tahun 1817, ada banyak penggalian kecil yang dilakukan, akan tetapi hasilnya
tidak pernah didokumentasikan. Sampai pada tahun 1835, pembersihan situs sejarah Candi
Borobudur tampak setelah dilanjutkan oleh Residen di wilayah Kedu yang bernama CL
Hartman. Tak hanya itu, Hartman juga melakukan kegiatan penelitian mengenai situs
tersebut. Hanya saja, laporan terkait penelitian tersebut tidak pernah terbit.

Sejarawan dan arkeolog sekaligus Ketua Pemugaran Candi Borobudur yang Kedua,
Soekmono menyebutkan dalam bukunya berjudul Satu Abad Usaha Penyelamatan Candi
Borobudur (1991), upaya pemotretan relief Borobudur sebenarnya telah dilakukan sejak 1845
oleh juru foto yang bernama Schaefer.

Hanya saja, dikarenakan hasil foto karya Schaefer dianggap tidak memuaskan, dokumentasi
relief Borobudur digambar secara langsung oleh tangan seorang tentara yang bernama FC
Wilsen. Sementara itu, tulisan yang menjelaskan tentang Borobudur ditulis oleh Brumund
disunting hingga disempurnakan oleh Leemans menjadi monografi resmi pada 1873.

Pemugaran Candi Borobudur

Berdasarkan informasi dari Balai Konservasi Borobudur, pemugaran Candi Borobudur secara
besar-besar tercatat pernah dilakukan sebanyak dua kali. Pemugaran kali pertama
dilaksanakan oleh Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Van Erp. Selanjutnya,
pemugaran kedua dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono.

Penemuan batuan berukir di bukit daerah Kedu tersebut diyakini sebagai bekas Wihara di
Budur. Hal tersebut pun menarik perhatian Raffles melalui asistennya, seorang insinyur asal
Belanda yang bernama Christian Cornelius. Sampai pada tahun 1907 hingga 1911, seorang
ahli purbakala dan pemugaran kelahiran Ambon, Theodoor Van Erp menjadi orang pertama
yang melakukan pemugaran pada Candi Borobudur.

Dana yang dihabiskan pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan pemugaran Candi
Borobudur perdana ini ditaksir mencapai 48.00 gulden. Van Erp memulai pekerjaan
pemugaran candi yang pertama ini dengan mengumpulkan batu-batu yang terpisah terlebih
dahulu. Selanjutnya, dia menggali di sekitar candi sampai menemukan banyak ornamen.

Pada 1908, pemerintah Belanda menyetujui anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden guna
melakukan pemugaran yang lebih besar. Pemugaran ini meliputi pembenahan stupa induk
dan stupa teras. Tidak hanya itu, pembenahan beberapa dinding lorong dan pagar langkan
(Rupadhatu) serta pembenahan selasar juga dilakukan. Pemugaran perdana ini selesai tepat
pada tahun 1911.

Pada pemugaran pertama ini, Van Erp belum menyentuh kemiringan dinding yang semakin
membahayakan. Van Erp lebih berfokus pada pembenahan dan perataan lantai pada Candi
Borobudur. Menurut hasil kajian Balai Konservasi Borobudur, ada kemiringan pada tanah
dasarnya yang tidak stabil. Hal tersebut dikarenakan terlalu banyak infiltrasi air yang masuk
pada bagian dasar candi.

Pemugaran Candi Borobudur yang kedua dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan UNESCO
pada tahun 1973 hingga 1983. Pemugaran yang diketuai oleh Soekmono ini memakan waktu
hingga sekitar 10 tahun yang dimulai pada 10 Agustus 1973. Proyek kolosal ini pun secara
resmi usai tepat pada 23 Februari 1983 dengan pembongkaran lantai Rupadhatu, pemasang
struktur penguat sebagai dasar dinding lorong, pembersihan hingga pengawetan batuan candi.

Pada tahun 1955, dilansir dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan bantuan kepada UNESCO untuk
menangani masalah Candi Borobudur, terutama terkait pemugaran. Pada tahun 1955.
Kemudian, UNESCO menunjuk seorang tenaga ahli yaitu Prof. Dr, P. Coremans, Kepala
Laboratoire Central des Musees de Belgique. Kedatangan Coremans pun memberikan
dampak yang sangat berarti bagi Candi Borobudur. Coremans menyatakan bahwa Candi
Borobudur menderita penyakit “kanker batu”. Apabila tidak segera dilakukan ditangani,
maka batuan candi akan hancur secara perlahan.

Pada tahun 1960, Candi Borobudur dinyatakan dalam keadaan darurat. UNESCO pada
akhirnya terlibat lebih aktif dalam upaya pelestarian situs bersejarah ini. Kemudian, pada
1971 dilakukan upaya penyelamatan Candi Borobudur secara besar-besaran. UNESCO secara
resmi telah menyetujui pemberian bantuan pemugaran untuk Candi Borobudur.

Pada 23 Februari 1983, pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai. Presiden Soeharto
pun secara resmi membuka Candi Borobudur bagi masyarakat luas. Sebelumnya, Candi
Borobudur bersamaan dengan Candi Pawon dan Candi Mendut ditetapkan sebagai Warisan
Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Nama Borobudur Temple Compounds
diberikan UNESCO untuk situs sejarah yang dimiliki Indonesia ini.

Seiring berjalannya waktu, pengembangan Candi Borobudur semakin diperhatikan oleh


pemerintah negara. Pada 2008, kawasan Candi Borobudur ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional. Penetapan Kawasan Strategis Nasional sendiri akan diikuti dengan
peninjauan dan penataan kembali zonasi kawasan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai