Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASKEP SISTEM MUSKULOSKELETAL

Disusun oleh :
Musta’in Billah
(04416016024)

AKADEMI KEPERAWATAN BUNTET PESANTREN CIREBON


Jl.Buntet Pesantren, Kec, Astanajapura, Kab. Cirebon
Telp/fax : (0231) 635747/636985
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul Askep
Sistem Muskuloskeletal dalam rangka memenuhi tugas Individu. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan atau petunjuk maupun pedoman bagi yang membaca
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan hati terbuka
agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapan penulis sampaikan. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih.
 
 

Cirebon, Juli 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Skeletal............................................................... 3
B. Definisi................................................................................................................ 4
C. Klasifikasi........................................................................................................... 4
D. Etiologi................................................................................................................ 5
E. Patofisiologi........................................................................................................ 5
F. Gejala Klinis....................................................................................................... 7
G. Diagnosis............................................................................................................. 7
H. Penatalaksanaan.................................................................................................. 8
I. Prinsip Legal Etik Keperawatan......................................................................... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................................... 11
B. Saran................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Visi Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia dimasa
depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat, mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat, serta mampu untuk menyediakan dan memanfaatkan
(menjangkau) pelayanan kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2003:04).
Arah kebijakan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1999 tentaang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia dan
lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang
memberi prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut
(Depkes RI, 2003:01).
Tulang merupakan alat penopang sebagai pelindung tubuh. Tanpa tulang
tubuh tidak akan tegak berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek
mekanikal maupun aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal tulang membina rangka
tubuh badan dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh sedangkan dari
aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru
dan lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma.
Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat dan garam magnesium.
Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan tertentu tulang dapat
mengalami patah sehingga menyebabkan gangguan fingsi tulang terutama pada
pergeakan.
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
rudapaksa (Masjoer, A, 2007).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degenerative juga
dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008).

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu Asuhan Keperawatan Pada Tn. K dengan kasus fraktur klavikula
Di ruang bedah RSUD Raden Mattaher Jambi.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penerapan
asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur khususnya pada fraktur diruang
Bedah rumah Sakit Raden Mattaher Jambi serta membandingkannya secara
teoritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada klien dengan fraktur klavikula dan
membandingkannya secara teoritis
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur
klavikula dan membandingkannya secara teoritis
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Fraktur
klavikula dan membandingkannya secara teoritis
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur
klavikula dan membandingkannya secara teoritis
e. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan pada
klien dengan fraktur klavikula dan membandingkannya secara teoritis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Skeletal


Sistem skeletal adalah sistem yang terdiri dari tulang (rangka) dan struktur
yang membangun hubungan (sendi) di antara tulang-tulang tersebut. Secara umum
fungsi dari sistem skeletal adalah:
 Menyediakan bentuk untuk menopang tubuh,
 Sebagai alat gerak pasif,
 Melindungi organ-organ internal dari trauma mekanik,
 Menyimpan dan melindungi sumsum tulang selaku sel hemopoietic (red bone
marrow),
 Menyediakan tempat untuk menyimpan kelebihan kalsium, dan
 Menyimpan lemak (yellow bone marrow).
Pada manusia, rangka dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu rangka
aksial (membentuk sumbu tubuh, meliputi tengkorak, kolumna vertebra, dan toraks)
dan rangka apendikular (meliputi ekstremitas superior dan inferior).
Berdasarkan bentuknya dan ukurannya, tulang dapat dibagi menjadi beberapa
penggolongan:
 Tulang panjang, yaitu tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai, dan kaki
(kecuali tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki). Badan tulang ini disebut
diafisis, sedangkan ujungnya disebut epifisis.
 Tulang pendek, yaitu tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki.
 Tulang pipih, yaitu tulang iga, bahu, pinggul, dan kranial.
 Tulang tidak beraturan, yaitu tulang vertebra dan tulang wajah
 Tulang sesamoid, antara lain tulang patella dan tulang yang terdapat di metakarpal
1-2 dan metatarsal 1.
Rangka aksial
1. Tengkorak
Tengkorak tersusun atas tulang kranial dan tulang wajah. Tulang kranial
tersebut meliputi:
a. Tulang frontal
b. Tulang temporal

3
c. Tulang parietal
d. Tulang oksipital
e. Tulang sphenoid
f. Tulang ethmoid

B. Defenisi
Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas (kerusakan), biasanya
mendadak, dari setiap struktur yang dihasilkan ketika stress internal, yang disebabkan
oleh beban, melebihi batas kekuatannya. Kompleksitas dan perpindahan dari fraktur
tergantung secara besar pada tenaga yang terbangun pada struktur mendahului fraktur.
Bentuk bidang fraktur (fraktur transversal, fraktur split, avulsi, impaksi, dsb)
berhubungan dengan sifat beban, yang mana bisa bersifat penekanan, pembengkokan,
torsional, pemotongan, atau setiap kombinasi dari hal-hal tersebut. Klavikula adalah
satu satunya tulang penopang yang menghubungkan tulang belakang ke bahu dan
lengan. Fraktur klavikula atau klavikula yang fraktur adalah tulang kerah yang rusak.
Clavicula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada
masa fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial
dan lateral clavicula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin.
Kernudian ossifikasi sekunder pada epifise medial clavicula berlangsung pada usia 18
tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu pada usia 25 tahun sampai 26
tahun.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada
sepertiga tengah atau proksimal klavikula.

C. Kliasifikasi
Pengklasifikasian fraktur clavicula didasari oleh lokasi fraktur pada clavicula
tersebut. Ada tiga lokasi pada clavicula yang paling sering mengalami fraktur yaitu
pada bagian midshape clavikula dimana pada anak-anak berupa greenstick, bagian
distal clavicula dan bagian proksimal clavicula. Menurut Neer secara umum fraktur
klavikula diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu :
Tipe I : Fraktur pada bagian tengah clavicula. Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur.

4
Tipe II : Fraktur pada bagian distal clavicula. Lokasi tersering kedua mengalami
fraktur setelah midclavicula.
Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi dari semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.
Ada beberapa subtype fraktur clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3 yaitu :
Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana ligament tidak
mengalami kerusakan.
Tipe : merupakan fraktur pada daerah medial ligament coracoclavicular.
Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament coracoclavicular dan
melibatkan permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.

D. Etiologi
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat
kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun
kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa
penyebab pada fraktur clavicula yaitu :
 Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis
pubis selama proses melahirkan.
 Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
 Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya
pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
 Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi,
keganasan clan lain-lain.

E. Patofisiologi
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996
: 356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper
mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang
patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari,
2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur

5
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 :
2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy
konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan
pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka,
fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi
internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang
disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi,
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang
dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan

6
lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong
atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan
nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).
Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi
atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang
tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, keeelakaan
olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor.
Pada daerah tengah tulang clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun
ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal clavicula. Clavicula
bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian
medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur
dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.

F. Gejala Klinis
Diagnosis dari fraktur clavicula biasanya didasari dari mekanisme kecelakaan
dan lokasi adanya ekimosis, deformitas, ataupun krepitasi. Pasien biasanya mengeluh
nyeri setelah terjadinya kecelakaan tersebut dan sulit untuk mengangkat lengan atau
bahu. Fraktur pada bagian tengah clavicula, pada inspeksi bahu biasanya asimetris,
agak jatuh kebawah, lebih kedepan ataupun lebih ke posterior.

G. Diagnosis
Diagnosis pasti untuk fraktur clavicula ialah berdasarkan pemeriksaan
radiologi. Secara praktis diagnostik dibuat berdasarkan anamnesis misalnya apakah
ada riwayat trauma, dan pemeriksaan fisik bias kita dapatkan pembengkakan daerah
clavicula atau aberasi, diagnosanya akan lebih mudah apabila yang terjadi adalah
fraktur terbuka. Pneumotoraks biasa didapatkan pada pasien dengan fraktur clavicula
terutama yang mengalami multiple traumatik, dilaporkan sekitar lebih dari 3% dengan
fraktur clavicula mengalami pneumotoraks. Pneumotoraks diakibatkan masuknya
udara pada ruang potensial antara pleura viseral clan parietal. Dislokasi fraktur
vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru
merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.

7
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan
bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment,
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap
menempel sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses
penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat.
Proses penyembuhan pada fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup
lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan pemasangan saling selama 6
minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan.
Setelah sembuh, tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi.
Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau
mobilisasi pada tulang untuk mempercepat penyembuhan. Patch tulang lainnya harus
benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi). Imobilisasi bisa dilakukan
melalui:
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang
yang patah Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka
delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik
bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap
klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera
kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf
kedua lengan harus dipantau.
Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota,
gerak pada tempatnya.
Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate)
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction
with internal fixation (ORIF).
Fiksasi eksternal Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi
lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.

8
I. Prinsip Legal Etik Keperawatan
Praktik keperawatan dipengaruhi oleh hukum, terutama yang berhubungan
dengan hak pasien dan kualitas asuhan. Pengetahuan tentang hukum meningkatkan
kebebasan baik bagi perawat maupun pasien.
1. Peran legal perawat
Perawat memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal :
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai pekerja, dan
perawat sebagai warga negara. Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan
antara hak dan tanggung jawab ini. Penilaian keperawatan professional
memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan keperawatan,
kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan dan alternatif yang mungkin
dilakukan perawat.
2. Pertimbangan Etik
Prinsip legal etik yang dapat diterapkan dalam keperawatan pasien dengan
kretinisme dapat meliputi :
a. Autonomi
Otonomi merupakan suatu kebebasan dalam menentukan pilihan
tentang kehidupan seseorang. Pada pasien kretinisme, prinsip otonomi sangat
penting. kewenangan atau kebebasan dari klien maupun dari pihak keluarga
harus diberikan. Peran perawat disini harus menghargai harkat dan martabat
manusia sebagai individu yang dapat memutuskan hal yang terbaik buat
dirinya.
Perawat harus melibatkan klien dan keluarga atau orang terdekat klien
untuk berpartispasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan klien, yakni kebebasan memilih apakah klien mau
dirawat, dioperasi demi keselamatan klien atau justru tidak ingin ada program
perawatan ataupun pengobatan. Hal tersebut adalah hak klien dan keluarga
dalam mengambil keputusan.
b. Kemurahan Hati
Prinsip ini mengharuskan perawat bertindak dengan cara
menguntungkan klien. Dalam arti, tanggung jawab untuk melakukan kebaikan
yang menguntungkan. Peran perawat disini menasihati klien ataupun keluaga
tentang program pengobatan untuk meperbaiki kesehatan secara umum.

9
c. Non-Maleficience
Prinsip ini mengharuskan perawat bertindak dengan cara yang tidak
menimbulkan bahaya bagi klein.
d. Kejujuran
Perawat harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi terkait apapun
status kesehatan klien, baik dalam kondisi baik maupun pada keadaan terminal
yang menyangkut kematian kien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya
hubungan saling percaya antara perawat-klien.
e. Kerahasiaan
Perawat ataupun tenaga medis tidak boleh memberikan informasi
mengenai penyakit kretinisme yang klien derita dan semua informasi yang
telah dipercayakan kepadanya.
f. Keadilan
Klien kretinisme berhak mendapat pengobatan yang adil, pantas dan
tepat. Ini berarti kebutuhan kesehatan klien yang sederajat harus menerima
sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding.
g. Kesetiaan
Perawat dan tenaga medis harus tanggung jawab untuk tetap setia pada
suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-klien
meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan
memberikan perhatian/kepedulian sepenuhnya. Kesetiaan perawat terhadap
janji-janji tersebut mungkin tidak mengurangi penyakit atau mencegah
kematian, tetapi akan mempengahui kehidupan klien serta kualitas
kehidupannya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otot dan rangka adalah bagian penting untuk bergerak bagi manusia, manusia
tidak bisa bergerak tanpa adanya rangka, dan rangka tidak bisa bergerak tanpa adanya
otot. Hal ini semua berkaitan. Dengan adanya kerjasama antara rangka dan otot,
manusia dapat berjalan, melompat, berlari dan sebagainnya.

B. Saran
Untuk semua mahasiswa keperawatan disarankan agar belajar lebih
memahami dan mendalami lagi tentang sistem muskuloskeletal. Karena, lebih banyak
belajar kita lebih banyak tau lagi tentang struktur tubuh manusia atau penyusunan
tubuh manusia. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://ayoncrayon5.blogspot.co.id/2012/11/anatomi-fisiologi-muskuloskeletal.html?m=1

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai