Anda di halaman 1dari 37

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

REFERAT
“RUPTUR ACL”

Disusun oleh :
Ahmad Firdaus Firman Maulana
G4A021125

Pembimbing :
dr. Aris Handoko, Sp.OT (K) Hip-Knee

SMF ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2024
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
“RUPTUR ACL”

Disusun oleh :
Ahmad Firdaus Firman Maulana
G4A0220

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu syarat ujian
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Telah disetujui dan disahkan pada Februari 2024

Mengetahui :
Pembimbing,

dr. Aris Handoko, Sp.OT (K)-Hip-Knee

PAGE \* MERGEFORMAT 30
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan referat ini dengan judul
“Ruptur ACL”.
Laporan kasus ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna mengikuti
SMF Bedah sebagai Dokter Muda di RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo. Penulis
menyadri bahwa Referat ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah
sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya laporan kasus ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran
tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis mengungkapkan
rasa terima kasih dan penghargaan kepada dr.Aris Handoko, Sp.OT (K) Hip-Knee
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah
membantu penulis guna menyelesaikan Referat ini dengan melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya.
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sebagai masukan yang berharga bagi penulis. Semoga nantinya Referat ini bisa
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan masyarakat.

Purwokerto, Februari 2024

Penulis

PAGE \* MERGEFORMAT 30
BAB I
PENDAHULUAN

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah struktur ekstra-sinovial intra-


artikular yang mengontrol translasi anterior dan gerakan rotasi femur pada tibia.
Ligamen ini berfungsi untuk menjaga stabilitas, membantu gerakan sendi lutut dan juga
berkontribusi pada fungsi proprioseptif dari lutut (Standart et al, 2014). ACL merupakan
ligamen sendi lutut yang paling sering mengalami ruptur. Sebuah studi populasi di
Amerika Serikat selama 15 tahun menunjukkan angka kejadian cedera ACL sebanyak
68,6 per 100,000 orang per tahun (Magnusson et al., 2020).
Tren insidensi cedera ACL di Asia menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam beberapa tahun terakhir, khususnya pada populasi muda yang terlibat dalam
aktivitas olahraga intensif. Banyak faktor yang berkontribusi pada peningkatan insidensi
cedera ACL di Asia, termasuk perubahan gaya hidup, peningkatan aktivitas olahraga,
dan kemajuan dalam teknologi di bidang medis dan olahraga. Studi yang dilakukan di
Asia menunjukkan bahwa insidensi cedera ACL dapat berkisar antara 10 hingga 50 per
100.000 populasi, tergantung pada wilayah geografis dan populasi yang diteliti. Wanita
cenderung lebih rentan terhadap cedera ACL daripada pria, dengan rasio insidensi
wanita terhadap pria sekitar 2:1 (Chan et al., 2018).
Studi lain menunjukkan setengah dari kasus cedera dialami oleh kelompok usia
15 sampai 25 tahun, yang sering terjadi saat kegiatan olahraga dengankecepatan tinggi
seperti sepak bola, skiing,dan bola basket. 70% dari cedera ACLterkait olahraga terjadi
melalui mekanisme non kontak atau kontak minimal. Cedera non kontak terjadi saat
melompat, atau saat badan berubah arah dengan cepat pada aksis kaki terfiksir seperti
saat bermain bola basket, sepak bola dan senam. Atlet wanita memiliki 3-5 kali risiko
yang lebih besar dibandingkan laki-laki pada level olahraga yang sama. Beberapa
kondisi seperti perbedaan anatomi, kekuatan otot, fluktuasi hormonal dan kontrol
neuromuskular diduga terkait dengan peningkatan risiko kejadian ACL pada wanita.
Adanya cedera pada ACL dapat ditandai dengan instabilitas lutut dan gangguan
ambulasi (Neumann, 2002).
Diagnosis ruptur ACL dapat ditegakkan melalui anamnesis yang baik
mengenai mekanisme cedera dan pemeriksaan fisik yang benar termasuk beberapa tes

PAGE \* MERGEFORMAT 30
yang mendukung seperti “Lachman test”, “Pivot shift Test” dan “Drawer Test”.
Pemeriksaan penunjang radiologi juga dapat membantu (Canale & Beaty, 2013).
Penanganan cedera ACL tergantung pada sejumlah faktor, termasuk usia
pasien, tingkat aktivitas atau adanya cedera lain. Penyembuhan pada ruptur ACL sendiri
tidak berlangsung secara spontan sehingga umumnya ditangani dengan bedah
rekonstruksi (Fleming et al., 2022). Pembedahan adalah satu-satunya pengobatan
definitif ruptur ACL meskipun umumnya tidak diperlukan pada individu usia tua yang
tidak mengeluhkan ketidakstabilan lutut dengan kegiatan rekreasi atau bekerja.
Rekonstruksi ACL bertujuan untuk mengembalikan stabilitas lutut dan memaksimalkan
kapasitas fungsional agar memungkinkan individu kembali ke tingkat aktivitas fisik
sebelum cedera. Lutut dengan cedera ACL cenderung mengalami cedera atau
perburukan struktur lain di sekitarnya bahkan setelah rekonstruksi. Individudengan
riwayat ruptur ACL mengalami peningkatan risiko untuk kejadian osteoartritis lutut
(Canale & Beaty, 2013).
Tatalaksana rehabilitasi perlu dilakukan sebelum maupun setelah operasi.
Tujuan rehabilitasi sebelum operasi ataupun sebagai tatalaksana konservatif adalah
untuk meningkatkan fungsi, khususnya pada ambulasi, fleksibilitas sendidan kekuatan
otot. Pada tindakan pasca operatif, rehabilitasi medik berperan penting untuk melatih
pasien pada proses penyembuhan luka dan reconditioning kekuatan dan kapasitas
fungsional pasien (Reijman et al., 2021).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Secara anatomis knee joint dibentuk oleh tibia bagian proximal, femur bagian
distal dan patella. Knee joint terdiri dari tiga bagian persendian; medial dan lateral
antara condyle femur dan tibia serta persendian intermediate antara patela dan femur.
Femur distal terdiri dari medial condyle dan lateral condyle, femoral trochlear groove
dan intercondylar notcth. Ligamen tersebut melewati anterior, medial dan distal sendi
dari femur ke tibia. Ligamen berputar membentuk spiral yang sedikit mengarah ke luar
(lateral), melewati bawah ligamentum transverse meniscal di ujung tibialisnya.
Beberapa fasikula mungkin menyatu dengan perlekatan anterior dengan meniskus
lateral. Ikatan tibialis lebih lebar dan lebih kuat dari perlekatan femoralis (Blom et al.,
2018).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Gambar 1. Anatomi Anterior Cruciate Ligament (ACL)
1) Ligamentum Intra Capsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat
kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian
yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibia. Ligamentum ini
penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae (Blom et al., 2018).
a) Anterior Cruciate Ligament
ACL istilah cruciate berasal dari kata crux yang artinya (menyilang) dan
crucial (sangat penting). Cruciate ligament saling bersilangan satu sama yang lain.
Menyerupai huruf X. ACL adalah stabilizer untuk knee joint pada aktivitas pivot.
ACL berkembang pada minggu ke 14 usia gestasi, berukuran sebesar jari kita dan

PAGE \* MERGEFORMAT 30
panjangnya rata-rata 38 mm dan lebar rata-rata 10 mm, dan dapat menahan
tekanan seberat 500 pon sekitar 226 kg (Blom et al., 2018).
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berjalan ke arah atas, ke belakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior
permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur
bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ini tidak
hanya mencegah anterior translasi dari tibia pada femur tetapi juga memungkinkan
untuk helicoid biasa tindakan lutut, sehingga mencegah kemungkinan terjadinya
patologi meniscal. Ligamen ini terdiri dari dua bundel, sebuah bundel
anteromedial yang ketat di fleksi, dan bundel posterolateral, yang lebih cembung
dan ketat dalam ekstensi (Blom et al., 2018).
Suplai vaskuler ACL berasal dari arteri geniculate middle, serta dari difusi
melalui sheath sinovial nya. Persarafan dari ACL terdiri dari mechanoreceptors
yang berasal dari saraf tibialis dan memberikan kontribusi untuk proprioseptifnya,
serabut rasa nyeri dalam ACL hampir tidak ada, ini menjelaskan mengapa ada
rasa sakit yang minimal setelah ruptur ACL akut sebelum terjadinya hemarthrosis
yang menyakitkan (Blom et al., 2018).
b) Posterior Cruciate Ligament
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris
posterior dan berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada
bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat anterior
akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi
lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam
keadaan ekstensi (Blom et al., 2018). Ligamentum cruciatum posterior berfungsi
untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan
fleksi , ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior
(Standart et al., 2014).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Gambar 2. Anatomi Anterior Cruciate Ligament (ACL)
2) Ligamentum Extracapsular
a) Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat
pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan
dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari
membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia
oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan
ligamentum ini dari kulit (Blom et al., 2018).
b) Ligamentum Collaterale Fibulare
Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus
lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini
dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan
juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. Poplitei (Blom et al.,
2018).
c) Ligamentum Collaterale Tibiae

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat
dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat
pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul
sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo
infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a.
inferior medialis genu (Blom et al., 2018).
d) Ligamentum Popliteum Obliquum
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari
sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian
dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus
dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. Semimembranosus
(Blom et al., 2018).
e) Ligamentum Transversum Genu
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus,
terdiri dari jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam
perkembangannya, sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang (Blom et
al., 2018).
3) Cartilago Semilunaris (Meniscus)
Merlamella fibrocartilago berbentuk C, yang pada potongan melintang
berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat pada bursa. Batas
dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas (Blom et al., 2018). Permukaan atasnya
cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini
adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus
femoris yang cekung.
a) Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar
daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris
anterior tibiae dan berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui
beberapa serat yang disebut ligamentum transversum. Cornu posterior melekat
pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada
simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago
semilunaris relatif tetap (Blom et al., 2018).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
b) Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior
melekat pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia
intercondylaris. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat
di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar
dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus
medialis femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale
laterale oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada
cartilago ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilago semilunaris lateralis
kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan cartilago semilunaris
medialis (Blom et al., 2018).
4) Capsula Articularis
Capsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m. quadriceps
femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari femur diatas
tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran yang
dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari bagian
tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan ke bawah
melekat pada ligamentum cruciatum anterior. Selanjutnya capsula articularis ini
menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu lembaran dan
melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi medial dan lateral
dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial, plica alares yang
terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk suatu synovial villi
(Standart et al., 2014).
Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah
pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari
tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar pada
synovial membran (Standart et al., 2014). Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi
dua bagian, berhubungan dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae. Lipatan
capsul sendi pada bagian samping berjalan dekat pinggir tulang rawan. Sehingga
regio epicondylus tetap bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi permukaan
cartilago, dan bagian permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh
cartilago. Pada tibia capsul sendi ini melekat mengelilingi margo

PAGE \* MERGEFORMAT 30
infraglenoidalis, sedikit bagian bawah dari permukaan cartilago, selanjutnya
berjalan kebawah tepi dari masing-masing meniscus (Blom et al., 2018).
Bursa Anterior (Blom et al., 2018)
1. Bursa supra patellaris terletak di bawah m. quadriceps femoris dan
berhubungan erat dengan rongga sendi.
2. Bursa Prepatellaris terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan
bagian depan belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum
patellae.
3. Bursa infrapatellaris superficialis terletak pada jaringan subcutan
diantara kulit dan bagian depan belahan bawah ligamentum patellae
4. Bursa Infapatellaris Profunda terletak di antara permukaan posterior dari
ligamentum patellae dan permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah
dari cavum sendi melalui jaringan lemak dan hubungan antara
keduanya ini jarang terjadi.
Bursa Posterior (Blom et al., 2018)
1. Recessus Subpopliteus ditemukan berhubungan dengan tendon m. popliteus
dan berhubungan dengan rongga sendi.
2. Bursa M. Semimembranosus ditemukan berhubungan dengan insertio m.
semimembranosus dan sering berhubungan dengan rongga sendi.
3. Empat bursa lainnya ditemukan berhubungan dengan:
a) tendon insertio m. biceps femoris.
b)tendon m. sartorius , m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan
ke insertionya pada tibia.
c) di bawah caput lateral origo m. Gastrocnemius.
d)di bawah caput medial origo m. Gastrocnemius.

5) Persarafan Sendi Lutut


Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang - cabang dari nervus
yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan
pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh (Blom et al., 2018):
a. N. Femoralis
b. N. Obturatorius

PAGE \* MERGEFORMAT 30
c. N. Peroneus communis
d. N. Tibialis

6) Suplai Darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah
disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular
arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending
arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran
vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan
memasuki vena femoralis (Blom et al., 2018).

7) Sistem Limfe
Sistem limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia
subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymph node sub
inguinal superficialis. Sebagian lagi aliran limfe ini akan memasuki lymph node
popliteal, dimana aliran limfe berjalan sepanjang vena femoralis menuju deep
inguinal lymph node (Blom et al., 2018).

8) Fisiologi
Dari ligamen lutut, cruciates adalah yang paling penting dalam
menyediakan pengekangan pasif untuk anterior / posterior gerakan lutut. Jika salah
satu atau kedua cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin
terganggu (Blom et al., 2018). Fungsi utama dari ACL adalah untuk mencegah
translasi anterior dari tibia, dalam ekstensi penuh, ACL menyerap 75% muatan
anterior dan 85% antara 30 dan 90 ° fleksi. Selain itu, fungsi lain ACL
termasuk melawan rotasi internal tibia dan varus / valgus angulasi dari tibia
dengan adanya cedera ligamen kolateral, hilangnya ACL menyebabkan
penurunan magnitude pada coupled rotasi selama fleksi, dan lutut yang tidak
stabil. Kekuatan tarik ACL sekitar 2200 N tetapi berubah dengan usia dan beban
berulang (Standart et al., 2014).
B. Definisi
Ruptur ACL adalah robeknya anterior cruciatum ligamen yang menyebabkan

PAGE \* MERGEFORMAT 30
sendi lutut menjadi tidak stabil. ACL adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut.
Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran tulang tibia ke
arah depan yang berlebih terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran
ke belakang yang berlebih dari tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil
(Magnusson et al., 2020).
Mayoritas cedera yang terjadi adalah non-kontak dengan mekanisme valgus
lutut dan twisting (puntiran). Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau
salah posisi lutut ketika mendarat. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL,
terutama langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping (Nicholls et al., 2021).
Rekonstruksi ACL merupakan penggantian pada ligamen yang umum
dilakukan untuk mengembalikan stabilitas fungsional dari lutut. Pengambilan graft
dilakukan untuk mengganti ligamen yang putus dengan bagian tubuh yang lain seperti
tendon patella, tendon hamstring, dan tendon peroneous (Filbay et al., 2023). Beberapa
penelitian sebelumnya menyatakan penggunaan peroneous longus sebagai graft dari
ACL memiliki morbiditas seperti nyeri dan berkurangnya lingkup gerak sendi lebih
sedikit dibandingkan dengan pengambilan graft dari tendon patella (Reijman et al.,
2021).
Rekonstruksi ACL apabila dikombinasikan dengan rehabilitasi pasca operasi
dapat mengembalikan aktivitas pasien sama seperti sebelum terjadinya cedera. 6
Rekonstruksi ACL dapat memperbaiki struktur ligamen sedangkan rehabilitasi pasca
operasi sangat penting untuk memulihkan kembali fungsi dan dapat membantu
mengembalikan activity daily living (ADL) dan berolahraga dengan aman (Reijman et
al., 2021).

C. Epidemiologi
ACL merupakan ligamen sendi lutut yang paling sering mengalami
ruptur.Sebuah studi populasi di Amerika Serikat selama 15 tahun menunjukkan
angkakejadian cedera ACL sebanyak 68,6 per 100,000 orang per tahun. Studi lain
menunjukkan 70% dari cedera ACL terkait olahraga terjadi melalui mekanisme non
kontak atau kontak minimal. Cedera non kontak terjadi saat melompat, atau saat badan
berubah arah dengan cepat pada aksis kaki terfiksir seperti saat bermain bola basket,
sepak bola dan senam. Atlet wanita memiliki 3-5 kali risiko yang lebih besar

PAGE \* MERGEFORMAT 30
dibandingkan laki-laki pada level olahraga yang sama. Beberapa kondisi seperti
perbedaan anatomi, kekuatan otot, fluktuasi hormonal dan kontrol neuromuskular
diduga terkait dengan peningkatan risiko kejadian ACL pada wanita. Adanya cedera
pada ACLdapat ditandai dengan instabilitas lutut dan gangguan ambulasi (Magnusson
et al, 2020)

D. Etiologi
Kebanyakan robekan ACL terjadi pada atlet melalui mekanisme non-kontak,
cedera berputar non-kontak di mana tibia bergerak ke anterior sementara lutut sedikit
fleksi dan dalam posisi valgus. Pukulan langsung ke lutut lateral juga sering ditemui
sebagai mekanisme cedera. Atlet yang paling berisiko mengalami cedera non-kontak
termasuk pemain ski, pemain sepak bola, dan pemain bola basket. Atlet yang paling
berisiko mengalami cedera kontak adalah pemain sepak bola. Beberapa cedera intra-
artikular dan ekstra-artikular dapat dikaitkan dengan ruptur ACL akut (Filbay et al.,
2023).
Diantaranya adalah robekan meniskus; cedera meniskus lateral terjadi pada
lebih dari separuh kasus robekan ACL akut, sedangkan meniskus medial lebih banyak
terjadi pada kasus-kasus kronis. PCL, LCL, dan PLC juga dapat cedera sehubungan
dengan cedera ACL. Defisiensi ACL kronis tampaknya mempunyai efek buruk pada
lutut, dengan berkembangnya cedera kondral dan robekan meniskus kompleks yang
tidak dapat diperbaiki. Seperti robekan meniskus medial pegangan ember.. Diperkirakan
bahwa 70 persen dari cedera ACL terjadi melalui mekanisme non – kontak sementara
30 persen adalah hasil dari kontak langsung dengan pemain lain atau object. Mekanisme
cedera sering dikaitkan dengan perlambatan diikuti dengan pemotongan, berputar atau
“side stepping manuver”, pendaratan canggung atau "out of control play" (Chan et al.,
2017).
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa atlet wanita memiliki insiden yang
lebih tinggi cedera acl dari atlet laki-laki di olahraga tertentu, telah diusulkan bahwa ini
adalah karena perbedaan kondisi fisik, kekuatan otot, dan kontrol neuromuskular (Chan
et al., 2017).
Penyebab lain dari hipotesis ini adalah perbedaan kelamin yang berkaitan
dengan tingkat cedera acl yang termasuk keselarasan pelvis dan ekstremitas bawah

PAGE \* MERGEFORMAT 30
(kaki), peningkatan kelemahan ligamen, dan efek estrogen pada sifat ligamen. Jatuh dari
tangga atau hilang satu langkah di tangga adalah kemungkinan penyebab lainnya.
Seperti bagian tubuh lain, ACL menjadi lemah dengan usia. Jadi robekan terjadi lebih
mudah pada orang tua dari usia 40 (Magnusson et al, 2020).

Gambar 3. Etiologi Ruptur ACL

E. Patofisiologi
Berikut adalah gambaran umum mengenai patofisiologi ACL :

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Gambar 4. Patogenesis Ruptur ACL
Beberapa mekanisme cedera ACL antara lain mekanisme non kontak dankontak.
Mekanisme non kontak merupakan penyebab terbanyak cedera ACL,dimana terjadi
deselerasi tiba – tiba sebagai antisipasi terhadap perubahan arah (seperti gerakan pivot )
atau gerakan mendarat, melompat, ataucutting action (Canale & Beaty, 2013).
Saat posisi weight-bearing, posisi dari pinggul dan kaki akan
sangatmempengaruhi posisi tulang femur dan tibia. Gerakan adduksi dan rotasi
internaldari pinggul berkontribusi pada valgus yang berlebihan dan rotasi eksternal
darilutut. Berkurangnya aktivasi otot-otot abduktor dan rotator eksternal dari lutut
berperan pada posisi pinggul (Canale & Beaty, 2013).

Gambar 5. Sendi lutut setelah lompat


Gambar diatas menunjukkan posisi valgus yang berlebihan; dengan rotasi
internal yang berlebihan dari tulang femur. Pada 1/3 pasien dengan mekanisme kontak

PAGE \* MERGEFORMAT 30
yang menyebabkan cedera ACL, seringkali didapatkan riwayat hiperekstensi atau stress
valgus dari lututdengan popping yang dapat didengar atau diraba (Standart et al, 2014).
Mekanisme cedera ACL lainnya saat hiperekstensi lutut yang berlebihan pada
kaki terfiksasi kuat ke tanah. Saat gerakan ekstensi normal melibatkan pergeseran
posterior yang berlebihan dari tulang paha terhadap tibia. Saat lutut hiperekstensi,
pergeseran femur ke arah posterior mungkin meregangkan danmemutus ACL.
Seringkali, cedera ACL terkait hiperekstensi berhubungan dengan besar rotasi aksial
atau gaya penghasil valgus yang selanjutnya meningkatkantegangan dari ACL (Standart
et al, 2014).
Mekanisme loading pada ACL juga dapat terjadi karena gaya kompresif
sepanjang aksis longitudinal tibia yang mengakibatkan posterior tilted tibial plateau.
Dengan adanya slope posterior pada tibial plateau ( posterior tibial 7 plateau slope),
gaya kompresif dapat menghasilkan gaya shearanterior yangmengakibatkan terjadinya
translasi anterior tibia dan pembebanan pada ACL (Standart et al, 2014).
Kolaps valgus lutut diduga sebagai salah satu mekanisme utama cederaACL
terutama pada wanita. Hasil ini didapatkan dari studi analisa rekaman videocedera ACL.
Tetapi studi-studi kuantitatif tidak mendukung pendapat tersebut.Walaupun momen
valgus, varus dan rotasi internal mempengaruhiloadingACL, pengaruhnya hanya
memiliki efek bermakna jika disertai oleh gaya shearanterior yang bekerja pada lutut
(Blom et al., 2018).
Diangka 60.8% cedera ACL terjadi secara non-kontak (tanpa tumbukan
langsung ke sendi lutut) dan 32,9% lainnya terjadi secara kontak langsung dengan
pemain lain atau objek (Ahmad, 2016). Cedera ACL umumnya terjadi pada olahraga
yang melibatkan gerakan-gerakan zig-zag, perubahan arah gerak dan perubahan
kecepatan yang mendadak (akselerasi-deselerasi) seperti sepakbola, basket, bola voli,
dan futsal. Mayoritas cedera yang terjadi adalah non-kontak dengan mekanisme valgus
lutut dan twisting (puntiran). Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau
salah posisi lutut ketika mendarat. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL,
terutama langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping (Blom et al., 2018)

F. Klasifikasi

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Cedera ligamen diklasifikasikan menjadi 3 grade menurut Fischer, 2014 dalam
(Maralisa & Lesmana, 2020) yaitu :
1. Grade 1
Grade 1 yaitu ligamen telah sedikit teregang namun masih bisa menjaga
kestabilan sendi. Sedikit serabut yang putus disertai nyeri ringan dan bengkak
tetapi tidak ada perpanjangan kerusakan pada ligamen.
2. Grade 2
Grade 2 yaitu titik dimana regangan ligamen semakin lebar dan sudah
terjadi robekan partial ligamen. Ligamen biasanya akan sembuh tanpa operasi.
Dapat berfungsi terbatas dengan sedikit ketidakstabilan.
3. Grade 3
Grade 3 yaitu sudah terjadi robekan komplit ligamen. Ligamen telah
berpisah menjadi dua bagian dan sendi lutut menjadi tidak stabil dan seringkali
sangat sulit menyangga meskipun menggunakan tongkat, operasi sering
dilakukan untuk perbaikan.

G. Gejala Klinis
Pasien selalu merasa atau mendengar bunyi "pop" di lutut pada saat cedera. Hal
ini sering terjadi saat mengganti arah, pemotongan, atau pendaratan pada saat melompat
(biasanya kombinasi hiperekstensi /poros). Ketidakstabilan mendadak di lutut. Lutut
terasa goyah yang dapat terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau setelah
pukulan langsung ke sisi lutut. Nyeri di bagian luar dan belakang lutut (Canale & Beaty,
2013).
Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. Ini mungkin
merupakan tanda perdarahan dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi tiba-tiba
biasanya merupakan tanda cedera lutut serius. Gerakan lutut terbatas karena
pembengkakan dan / atau rasa sakit. Kebanyakan cedera pada ACL dapat didiagnosis
melalui anamnesis yang cermat menekankan mekanisme kejadian cedera ditambah
dengan pemeriksaan fisik yang sesuai. Pastikan anamnesis mencakup mekanisme
kejadian cedera sekarang dan kejadian sebelumnya jika ada (Blom et al., 2018).
Pasien dengan cedera ACL biasanya mengeluhkan adanya bunyi “pop” pada
lututnya saat lututnya terhentak dan merasakan lututnya seperti keluar pada saat cedera.

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan di antaranya nyeri tekan sepanjang garis sendi,
bengkak, dan adanya keterbatasan gerak dari sendi lutut serta kesulitan berjalan
(Purnaning & Zavitri, 2022).

H. Penegakkan Diagnosis
Ketika seorang pasien datang dengan cedera ACL pada awalnya untuk evaluasi
di klinik, yang harus ditanyakan adalah proses kejadiannya. Dua pertiga dari cedera
adalah hasil dari cedera non kontak (deselerasi atau berputar) dan sering dikaitkan
dengan bunyi "pop" dan bengkak, yang biasanya terlihat dalam waktu cedera 4-12 jam.
(Cedera lutut lain yang terkait dengan hemarthrosis yang meliputi robekan cruciatum
posterior, robekan meniskus perifer, fraktur osteochondral, cedera kapsuler, dan
dislokasi patella (Standart et al., 2014).
Cedera kontak langsung sering menimbulkan stres hiperekstensi atau valgus
pada lutut yang mengarah ke cedera cruciatum. Pertanyaan lainnya termasuk
kemampuan untuk menanggung berat badan. Apakah pasien terus bermain apakah ada
gejala ketidakstabilan pada persendian lutut? faktor lain yang perlu dipertimbangkan
termasuk sebelum cedera yaitu tingkat aktivitas, kegiatan kerja, dan rencana masa
depan, karena informasi ini akan membantu dalam pengambilan keputusan. Pasien
harus ditanya jika ada riwayat trauma di tempat yang sama sebelumya. Dokter harus
melakukan rontgen untuk mencari setiap fraktur yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
fisik harus segera dilakukan setelah cedera. Hasilnya biasanya lebih akurat
dibandingkan setelah timbulnya pembengkakan, rasa sakit, dan selanjutnya. Dari
observasi, ketidakselarasan dapat dianggap suatu fraktur. Pembengkakan biasanya
muncul dalam 4 jam (Standart et al., 2014)..
Tes khusus yang sering dilakukan adalah tes lachman untuk melihat apakah
ACL masih utuh. Pada tes lachman, pasien pada posisi supine, lutut difleksikan 30
derajat. Femur distabilasikan dengan satu tangan dan satu tangan mengerakkan tibia ke
anterior. Positif jika end point dari translasi anterior tibia tidak jelas dan infrapatellar
slope menghilang, yaitu jika ACL robek, pemeriksa akan merasakan gerakan ke depan
dari tibia meningkat (ke atas atau anterior) dengan hubungannya dengan tulang paha
(jika dibandingkan dengan kaki normal) dan gerakan lembut pada end point, (karena
ACL robek) saat ini gerakan berakhir (Blom et al., 2018).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Gambar 6. Lachman Test
Tes lain untuk cedera ACL adalah pivot shift test. Pada pivot shift test pasien
pada posisi supine, lutut difleksi 5 derajat dan valgus stres diberikan sambil memberi
gaya internal rotasi pada tibia, lutut kemudian difleksi 30 - 40 derajat, tes positif jika
lutut tereduksi ke posterior. Jika acl robek, tibia akan mulai maju ketika lutut
sepenuhnya lurus dan kemudian akan bergeser kembali ke posisi yang benar dalam
hubungannya dengan tulang paha ketika lutut dibengkokkan lebih 30 derajat (Blom et
al., 2018).

Gambar 7. Pivot Test


Selain itu, ada juga tes drawer, dimana pasien dalam posisi supine, lutut fleksi
90 derajat, kaki distabilasikan oleh pemeriksa dan tibia ditarik kearah anterior. Tes
positif apabila terdapat translasi lebih dari 6mm atau apabila tibia didorong ke posterior
akan terjadi translasi jauh ke posterior berarti positif (Blom et al., 2018).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Gambar 8. Drawer Test
Arthroscopi juga dapat dilakukan. Selama artroskopi, alat bedah akan
dimasukkan melalui satu atau lebih potongan kecil (sayatan) pada lutut untuk melihat
bagian dalam lutut. Ini adalah prosedur yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam
sendi dengan memasukkan tabung tipis (arthroscope) yang berisi kamera dan cahaya
melalui sayatan kecil di dekat sendi. Kamera mengirimkan gambar close-up video dari
sendi ke monitor, di mana dokter dapat melihat bagian dalam sendi (Blom et al., 2018).
Arthroscopi dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit sendi dan cedera
sendi dan untuk mengobati beberapa masalah bersama. Instrumen bedah juga dapat
dimasukkan melalui arthroscope untuk mengambil sampel jaringan atau untuk
memperbaiki luka atau kerusakan pada sendi. Secara umum, pemulihan setelah operasi
arthroscopic lebih cepat dan lebih mudah daripada setelah operasi tradisional yang
menggunakan sayatan yang lebih besar. Kebanyakan orang bisa pulang dari rumah sakit
hari yang sama. Pemeriksaan radiografi x-ray pada cidera ACL umumnya tidak
diperlukan. Namun pemeriksaan radiografi x-ray (anteroposterior dan lateral) pada lutut
bersama dengan axial view pada tulang patella dan trochlear groove adalah dibutuhkan
untuk mendeteksi perubahan – perubahan struktur tulang. Selain itu, foto lutut
digunakan menyingkirkan adanyafraktur osteokondral pada kondilus lateralis os femur
(Blom et al., 2018).
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pemeriksaan
penunjang yang aman dan valid untuk menegakkan diagnose ACL, dengan
nilaisensitivitas dan spesifisitas masing-masing 94%. MRI tidak memiliki nilai tambah
jika pada pemeriksaan fisik sudah membuktikan adanya instabilitas lutut
yangmenunjukkan adanya cedera ACL. Namun MRI tetap memiliki kelebihan untuk
mendeteksi lesi intraartikuler lainnya seperti cedera ligamen lain, meniskus, dan
kartilago sendi (Filbay et al., 2023).
I. Tatalaksana
Tatalaksana ruptur ACL tergantung pada keperluan pasien. Sebagai contoh, atlet
muda yang terlibat dalam aktivitas olahraga perlu dioperasi supaya fungsi dapat kembali

PAGE \* MERGEFORMAT 30
normal. Bagi individu yang lebih tua, dengan aktivitas yang lebih sederhana biasanya
tidak perlu dioperasi (Reijman et al., 2021).
Setelah 1-2 hari setelah cedera, pasien dapat berjalan seperti biasa. Keadaan ini
bukan berarti ACL sudah sembuh. Pada perkembangannya pasien akan merasakan
lututnya tidak stabil, gampang 'goyang' dan sering timbul nyeri. Dengan cedera ACL
pasien akan sulit sekali untuk melakukan aktifitas high-impact sports, seperti main bola,
futsal, basket atau badminton. Sebagian besar cedera ACL memerlukan tindakkan
operasi Arthroscopy agar pasien dapat pulih seperti sedia kala. Standar operasi
Arthroscopy ACL Reconstruction yang dipakai adalah Arthroscopic ACL Double
Bundle Reconstruction. Tehnik ini telah dilakukan lebih dari 200 kali sejak tahun 2007.
Tehnik operasi ini sangat populer di USA, Eropa dan Jepang karena dengan tehnik ini,
hasilnya sangat memuaskan pasien (Reijman et al., 2021).
Setelah luka bedah sembuh, selanjutnya dilakukan fisioterapi. Tujuan awal
utamanya adalah untuk mengurangi pembengkakan dan untuk mencegah pembentukan
jaringan parut. Tujuan berikutnya adalah untuk mengembalikan fungsi gerak, sekaligus
memperkuat otot-otot yang mendukung sendi lutut. Dengan berbagai peningkatan gerak
dan kekuatan. Rehabilitasi dilakukan dengan control grekan neuromuskular fungsional
yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari pasien (Nicholls et al., 2021).
Keberhasilan rekonstruksi ACL dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk di
dalamnya adalah teknik operasi, rehabilitasi pasca bedah dan ketidakstabilan sekunder
pada saat menghubungkan ligamen. Rekonstruksi ACL biasanya dilakukan dengan
bantuan arthroscopic. Graft mungkin diambil dari bagian lain dari ekstremitas pasien
(autograft), dari mayat (allograft) atau mungkin sintetis (Fleming et al., 2022).
Prosedur rekonstruksi ACL biasanya tidak dilakukan saat luka belum pulih Selama
prosedur, pasien dibius dengan anestesi umum atau tulang belakang/epidural. Pada
proses penyembuhan, pasien disarankan untuk beristirahat selama 3 atau 4 hari pertama,
usaha ini ditunjukan untuk meminimalisasi pembengkakan dan mengembalikan kembali
fungsi quadriceps. Dilakukan elevasi lutut serta penekanan pada kaki dan pergelangan
kaki utuk menambah aliran darah balik dari ekstremitas (e.g. pompa pergelangan kaki).
Dibiasakan berjalan dengan menggunakan tongkat. Menggunakan sepatu yang nyaman
(Fleming et al., 2022).
International Knee Documentation Committee:

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Level I : loncatan, berputar, dan lompat tinggi
Level II : kerja berat, olahraga berat
Level III : perkerjaan keras, olahraga ringan
Level IV : aktivitas yang tak banyak bergerak dan tanpa olahraga4
Pengobatan tanpa operasi mungkin dapat dipertimbangkan bagi pasien yang
memiliki aktivitas pada level III & IV. Atlet muda harus dipertimbangkan untuk operasi
untuk mencegah ketidakstabilan yang berulang (Fleming et al., 2022).
Rekonstruksi ACL direkomendasikan jika instabilitas lutut akibat cedera ACL tidak
berkurangsetelah diberikan terapi fisik/rehabilitasi maupun pengaturan aktivitas. Bila
cederaACL juga mempengaruhi struktur – struktur yang lain (meniskus, posterior
cruciate ligament, medial collateral ligament atau lateral collateral ligament),maka
tindakan rekonstruksi ACL dapat dibutuhkan (Chan et al, 2018).
a. Tindakan konservatif
Bagi individu yang memilih terapi konservatif, maka pemberian
terapifisik bertujuan untuk memperkuat otot – otot sekitar lutut, terutama
ototquadriceps femoris dan hamstring. Bagaimanapun, tanpa operasi pada ACL
yangcidera, lutut akan tetap tidak stabil dan cenderung terjadi cedera berulang.
Padacedera ACL yang mengalami penundaan tindakan operatif menunjukkan
peningkatan signifikan pada kerusakkan meniskus dan kartilago sendi yang
berhubungan dengan rekonstruksi ACL yang tertunda (Fleming et al., 2022).
Ruptur ACL tidak akan sembuh sendiri dan harus dioperasi. Namun,
terapi tanpa operasi efektif kepada pasien yang sudah tua dengan aktivitas
kehidupan yang sederhana. Jika stabilitas pada lutut intak, indikasinya adalah
tanpa operasi. Bracing dapat dapat digunakan untuk memproteksi lutut dari
ketidakstabilan. Selanjutnya bisa diteruskan dengan pemakaian tongkat yang
dapat mengurangi beban pada kaki. Terapi Fisikal dapat dilakukan jika oedem
berkurang, rehabilitasi dapat dimulai. Olahraga yang spesifik dapat
mengembangkan fungsi lutut dan menguatkan otot kaki. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan serta untuk
mempercepat proses penyembuhan diantaranya adalah (Fleming et al., 2022):
1) Memulai fisioterapi satu atau dua minggu setelah operasi. Proses
rehabilitasi akan disesuaikan dengan kerusakan yang dan dipengaruhi oleh

PAGE \* MERGEFORMAT 30
beberapa faktor, diantaranya adalah usia pasien, besarnya kerusakan serta
tipe operasi, etos kerja selama rehabilitasi, seni terapis dan perhatian
terhadap detail, dan secara keseluruhan kesehatan dan kondisi pasien.
2) Jogging ringan sekitar empat bulan setelah operasi dengan kekuatan dan
mobilitas yang belum sepenuhnya pulih sampai sekitar enam sampai
sembilan bulan setelah operasi. Kebanyakan dokter menyarankan pasien
tidak kembali ke aktivitas fisik sebelum setidaknya 90% kekuatan kakinya
kembali.
b. Tindakan operatif
Manajemen konservatif sering mengalami kegagalan, maka operasi tetap
menjadi pilihan terapi pada sebagian besar atlet yang ingin kembali aktif
berolahraga (Canale & Beaty, 2013).
Indikasi tindakan bedah (operatif):
1) Umur <40 tahun, atlet
2) Cedera lutut bilateral
3) Cedera kapsulo-ligamen
4) Fraktur avulsi
5) Robekan parsial ligamen
6) Kompensasi muskular defisiensi
Umur bukan merupakan faktor penting dalam mempertimbangkan
apakahseseorang dengan cedera ACL perlu dilakukan operasi rekonstruksi atau
tidak. Namun pasien muda lebih dipertimbangkan untuk dilakukan operasi
rekonstruksilebih dini oleh karena karena aktifitas mereka yang tinggi.
Penentuan waktuoperasi merupakan hal penting dalam penatalaksanaan cedera
ACL. Rekonstruksisebaiknya dilakukan setelah fungsi optimal lutut tercapai dan
reaksi sinovialsudah berkurang. Tindakan operasi tidak selalu membawa
keberhasilan. Beberapamasalah yang dapat muncul dari kegagalan operasi ACL
seperti graftimpingement pada intercondylar roof, graft tension, penempatan
femoral dantibial tunnel yang tidak sesuai secara anatomis dan replikasi ACL
intak yang tidak lengkap, khususnya posterolateral bundle (Chan, 2021).
Terdapat 2 macam graft yang paling sering digunakan pada
operasirekonstruksi ACL yaitu tendon patella dan 4 strand hamstring tendon

PAGE \* MERGEFORMAT 30
(tendon ototgracilis dan semitendinosus). Kedua autograft tersebut
menghasilkan stabilitaslutut yang fungsional pada lebih dari 95% operasi dengan
3% perbedaan absolut pada kegagalan graft yaitu 1,9% pada tendon patella dan
4,9% pada tendonhamstring (Canale & Beaty, 2013).
Beberapa keuntungan penggunaan tendon patella antara lain
mudahdiakses, memiliki properti struktur fiksasi yang baik dan potensial untuk
penyembuhan tendon to bone. Sedangkan kerugian penggunaan tendon
patellasebagai graft antara lain nyeri lutut anterior, hilangnya sensasi, fraktur
patella, dankontraktur patella inferior. Penggunaan tendon patella sebagai graft
jugadihubungkan dengan kelemahan otot ekstensor quadrisep paska rekonstruksi
ACL(Canale & Beaty, 2013).
Penggunaan tendon hamstring sebagai graft dapat bertahan dengan
tensionlebih besar dibandingkan dengan 10 mm tendon patella sebagai graft.
Beberapa peneliti menemukan bahwa penggunaan tendon hamstring sebagai
graft ACL akanmengurangi kekuatan dan endurance otot hamstring sampai 9
bulan paska operasi.Graft hamstring juga susah untuk ditanam saat operasi oleh
karena tendon hamstring memiliki diameter dan panjang yang bervariasi (Siegel,
2012). Secara keseluruhan, operasi rekonstruksi ACL dengan metode bone-
patellar-tendon-bonemaupun metode rekonstruksi hamstring sama-sama
memberikan hasil yang bagus,stabil dan komplikasi yang rendah. Tidak ada
kecenderungan dengan alasan tertentu dalam memilih kedua teknik tersebut
(Canale & Beaty, 2013).
Pembentukan ligament. Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di jahit
dan disambung seperti semula. Reparasi ACL yang diperbolehkan untuk
restorasi stabilitas lutut adalah rekonstruksi ligamen. Ligamen tersebut akan
diganti dengan graft jaringan ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar untuk
ligament yang baru yang akan tumbuh. Graft diambil dari beberapa sumber.
Biasanya dari tendon patella, yang merupakan sambungan ‘kneecap’ dan
‘shinbone’. Tendon hamstring pada posterior juga sering digunakan. Kadang
tendon kuadrisep yang insersinya dari ‘kneecap’’ ke paha dapat digunakan.
Graft dari kadever (allograft) juga dapat digunakan. Setelah terjadi

PAGE \* MERGEFORMAT 30
penyembuhan dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum atlet
dapat berolahraga (Canale & Beaty, 2013).
Tindakan operasi untuk rekonstruktif ACL dapat dilakukan menggunakan
artroscopi dengan insisi yang kecil. Kelebihan dari artroskopi adalah
tindakkannya yang kurang invasif, minimal nyeri, masa rawat inap lebih pendek
dan penyembuhan lebih cepat. Rekonstruktif ACL adalah terapi tidak selalu
harus dilakukan segera. Hal ini tujuannya adalah untuk memberi waktu pada
proses inflamasi yang berjalan, dan memberi kelonggaran bagi pergerakan
sebelum dilakukan operasi. Rekonstruktif ACL yang terlalu dini dapat
meningkatkan resiko artofibrosis atau pembentukan jaringan parut pada sendi
dan bisa meningkatkan resiko kehilangan fungsi gerak (Canale & Beaty, 2013).

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah resiko kegagalan graft karena
luka yang kambuh, hematom, serta risiko terjadinya infeksi pada luka. Operasi dapat
menyebabkan terjadinya radang sendi, lemah otot dan penurunan fungsi gerakan
(ROM). Jika nyeri bertambah karena inflamasi, drainase atau peningkatan pendarahan
pada lutut, segera konsul dengan spesialis (Nicholls et al., 2021).
Ada berbagai komplikasi yang dapat terjadi intraoperatif atau pascaoperasi.
1. Ketidakcocokan Terowongan Cangkok
Komplikasi intraoperatif seperti ketidakcocokan pada cangkok BPTB, jika
lebih panjang dari gabungan terowongan femoralis, terowongan tibialis, dan
bagian intra-artikular, akan mengakibatkan sumbat tulang tibialis menonjol dan
dapat mengganggu fiksasi distal. Hal ini dapat ditemui pada teknik allograft
BPTB, patella Alta dan non-transtibial. Namun, situasi ini dapat dihindari dan
diatasi dengan mengukur terowongan secara akurat dan menyesuaikan
cangkokan, yang dapat dicapai dengan memutar cangkokan untuk
memperpendeknya (Nicholls et al., 2021).
2. Malposisi Tunnel
Malposisi tunnel pada sisi femoralis, terowongan vertikal pada bidang koronal,
bukan yang lebih horizontal, akan mengakibatkan ketidakstabilan rotasi yang
persisten (uji pergeseran poros positif). Pada bidang sagital: misposisi anterior

PAGE \* MERGEFORMAT 30
menyebabkan lutut tegang saat fleksi dan longgar saat ekstensi, dan sebaliknya
dengan misposisi posterior. Membersihkan punggungan penduduk akan
memungkinkan pandangan yang jelas dan menghindari kesalahan penempatan
anterior-posterior. Pada sisi tibialis: kesalahan penempatan yang terlalu
anterior mengakibatkan lutut tegang pada saat fleksi dan pelampiasan atap pada
saat ekstensi. Kesalahan penempatan posterior akan mengakibatkan
pelampiasan cangkok ACL pada PCL (Nicholls et al., 2021).
3. Ledakan Dinding Posterior
Hal ini dapat diatasi dengan paparan dinding posterior yang memadai dan
evaluasi dinding setelah pengeboran. Selain itu, mengebor terowongan dengan
fleksi 70 hingga 90 derajat membantu menghindari komplikasi ini. Blowout
dinding posterior dapat ditangani dengan pengeboran ulang dengan lintasan
diarahkan ke anterior jika kerusakannya minimal dan dilanjutkan dengan
fiksasi terencana yang sama. Sebaliknya, jika terdapat cacat yang signifikan,
terowongan yang sama dapat digunakan dengan fiksasi suspensi dan sekrup
interferensi tambahan (Canale & Beaty., 2013).
4. Kegagalan cangkok karena berbagai masalah lain
Komplikasi lain seperti kegagalan perangkat keras, dapat disebabkan oleh
fiksasi yang tidak memadai, misalnya divergensi sekrup cangkok > 30 derajat
—kegagalan cangkok atrisi karena diameter cangkokan kecil (< 8 mm).
Pencabutan sumbat tulang femur intra-artikular pada cangkok BPTB
memerlukan operasi revisi. Diagnosis yang terlewat dari cedera ligamen terkait
atau ketidakselarasan tulang. Rehabilitasi yang tidak tepat dengan latihan yang
terlalu agresif seperti latihan rantai terbuka (Canale & Beaty., 2013).
5. Infeksi dan artritis septik
Jumlah kejadian infeksi <1% dari semua kasus yang terjadi dan sebagian besar
terjadi di permukaan, dengan S. epidermidis (staph koagulase-negatif) menjadi
patogen yang paling sering terlibat. Perendaman cangkok secara rutin dalam
vankomisin dapat menurunkan risiko infeksi. Faktor risiko infeksi termasuk
kontaminasi cangkok selama penanganan intraoperatif atau terjatuh ke lantai.
Cangkok yang jatuh ke lantai: hal ini dapat diatasi dengan beberapa kali

PAGE \* MERGEFORMAT 30
perendaman dalam berbagai larutan antibiotik dan tidak ada peningkatan risiko
infeksi yang dilaporkan (Nicholls et al., 2021).
6. Kekakuan dan artrofibrosis
Ini adalah komplikasi paling umum setelah rekonstruksi ACL, terutama karena
berkurangnya rentang gerak sebelum operasi. Pasien datang dengan
berkurangnya pergerakan patela. Penatalaksanaan dimulai sebelum operasi
dengan pencegahan dan menekankan pentingnya pra-hab untuk mendapatkan
kembali ROM penuh sebelum operasi—merencanakan operasi setelah resolusi
pembengkakan mengurangi kejadian artrofibrosis. Secara intraoperatif,
ketepatan dalam penentuan posisi terowongan sangat penting untuk mencapai
ROM penuh, dan cryotherapy serta fisioterapi agresif jika ditemui hingga 12
minggu pasca operasi. Namun, jika lebih dari 12 minggu pasca operasi, lisis
adhesi dan manipulasi dengan anestesi mungkin diindikasikan (Reijman et al.,
2021).
7. Sindrom kontraktur infrapatellar
Penyebab kekakuan pasca operasi yang jarang terjadi dengan berkurangnya
translasi patela. Pecahnya Patella Tendon: dengan bukti adanya patella Alta
pada radiografi. Sindrom nyeri regional kompleks Fraktur patela: pada cangkok
BPTB dan cangkok tendon paha depan dengan sumbat tulang. Mayoritas
fraktur akan terjadi 8 hingga 12 minggu pasca operasi. Osteolisis tunnel:
Kecuali terdapat kelemahan cangkok atau ketidakstabilan lutut, osteolisis
terowongan harus ditangani dengan observasi (Canale & Beaty, 2013).
8. Osteoartritis dalam jangka panjang
Mungkin terkait dengan cedera meniskus yang terkait. Peningkatan insiden
telah dilaporkan pada pasien berusia di atas 50 tahun pada saat rekonstruksi
ACL.Iritasi saraf safena telah dilaporkan dengan pengambilan autograft
hamstring.Lesi Cyclops: Ini adalah perluasan blok jaringan fibroproliferatif.
Bunyi klik mungkin terdengar pada ekstensi terminal (Nicholls et al., 2021).

K. Pencegahan
Pada tahun 2018 Arundale, Bizzini, Giordano dkk menerbitkan CPG (Clinical
Practice Guidelines) yang meninjau program pencegahan cedera saat ini untuk cedera

PAGE \* MERGEFORMAT 30
ACL dan ligamen lutut. Hasilnya sangat positif dan menyatakan bahwa “ada bukti kuat
mengenai manfaat program pencegahan cedera lutut berbasis olahraga, termasuk
pengurangan risiko semua cedera lutut dan khususnya cedera ACL, dengan sedikit
risiko efek samping dan biaya minimal” (Arundale et al, 2018).
Dokter harus merekomendasikan penggunaan program pencegahan cedera lutut
berbasis olahraga pada atlet untuk pencegahan cedera lutut dan ACL. Program
pencegahan cedera harus dilaksanakan sebelum sesi latihan atau permainan, yaitu
sebagai pemanasan. Program yang paling efektif mengharuskan peserta untuk aktif dan
bergerak serta mencakup berbagai komponen kekuatan proksimal dan distal, kekuatan
inti, keseimbangan, fleksibilitas, lari, pliometrik, dan ketangkasan. Semua cedera lutut
dihitung! Cedera lutut didefinisikan sebagai “ setiap kelainan sendi termasuk kerusakan
pada sendi (patellofemoral dan/atau tibiofemoral), ligamen, meniskus, atau tendon
patella” (Arundale et al, 2018).
CPG ini mengidentifikasi 3 populasi berisiko tinggi dan menguraikan program
berbeda yang paling sesuai untuk masing-masing populasi :
1) Atlet wanita berusia <18 tahun PEP, Sportsmetric, Knäkontroll, Harmoknee, Olsen
dkk, Petersen dkk (cedera ACL)
2) Pemain sepak bola, khususnya wanita PEP, Knäkontroll, Harmoknee (cedera
ligamen lutut) Caraffa dkk, Sportsmetric (cedera ACL)
3) Pemain bola tangan putra dan putri, khususnya berusia 15-17 tahun Olsen dkk,
Achenbach dkk (cedera ligamen lutut)
Untuk semua program, rekomendasinya adalah bahwa program tersebut harus
melibatkan banyak komponen, memiliki durasi sesi >20 menit, memiliki volume latihan
mingguan >30 menit, dimulai pada pramusim dan dilanjutkan sepanjang musim dengan
kepatuhan yang tinggi. Program yang paling didukung melibatkan banyak komponen
seperti Fleksibilitas - paha depan, paha belakang, adduktor pinggul, fleksor pinggul, &
otot betis Penguatan - jongkok dua kaki, jongkok satu kaki, lunge, latihan hamstring
nordik Plyometrics - melompat satu kaki ke anterior & posterior, pemain seluncur es,
melompat ke sundulan atau menangkap bola di atas kepala Keseimbangan &
ketangkasan Berlari - maju & mundur, lari zigzag, berlari maju & mundur Papan &
jembatan rawan inti.

PAGE \* MERGEFORMAT 30
CPG ini sebenarnya memberikan bukti kuat yang menunjukkan bahwa program
pencegahan berbasis olahraga mengurangi risiko semua cedera lutut, bukan hanya
cedera ACL. “Rasio tingkat insiden yang dikumpulkan menunjukkan bahwa program
pencegahan berbasis olahraga efektif dalam mengurangi kejadian cedera lutut (0,73,
interval kepercayaan 95%)”. Khusus untuk ACL, program ini juga efektif dalam
mengurangi cedera namun angka rasio gabungannya lebih rendah, berkisar antara 0,38-
0,49. (Arundale et al., 2018).
Berikut merupakan program CPG

PAGE \* MERGEFORMAT 30
PAGE \* MERGEFORMAT 30
PAGE \* MERGEFORMAT 30
PAGE \* MERGEFORMAT 30
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Cedera ACL (anterior cruciate ligament) atau ACL rupture adalah robekan di
salah satu ligamen lutut yang menghubungkan tulang kaki atas dengan
tulang kaki bagian bawah dengan 70% angka kejadiannya dipengaruhi oleh
mekanisme non-kontak.
2. Ruptur ACL dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
(tes lachman, pivot shift test, dan drawer test) serta pemeriksaan dengan
menggunakan arthroscopi, dan penunjang radiologi berupa rongent dan MRI.
3. Berdasarkan tingkat keparahannya, rupture ACL dapat diklasifikasikan menjadi
grade I, II, dan III.
4. Penatalaksaan pada kasus dapat dilakukan dengan tindakan operatif dan non-
operatif yang disesuaikan dengan usia dan derajat aktivitas pasien.
5. Dengan perawatan yang tepat dan rehabilitasi, prognosis ruptur ACL baik (ad
bonam).

PAGE \* MERGEFORMAT 30
DAFTAR PUSTAKA

Arundale, A. J., Bizzini, M., Giordano, A., Hewett, T. E., Logerstedt, D. S.,
Mandelbaum, B., ... & Beattie, P. (2018). Exercise-Based Knee and
Anterior Cruciate Ligament Injury Prevention: Clinical Practice
Guidelines Linked to the International Classification of Functioning,
Disability and Health From the Academy of Orthopaedic Physical
Therapy and the American Academy of Sports Physical Therapy.
Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 48(9), A1-A42.
Blom AW, Warwick D, Whitehouse MR, 2018. Apley and Solomon’s System
of Orthopaedics and Trauma: Tenth Edition. CRC Press: Boca Raton
Canale, ST & Beaty JH, 2013. Campbell’s Operative Orthopaedics Hand
Surgery. Elsevier: Philadelphia
Chan CX, Wong KL, Toh SJ & Krishna L. 2021. Epidemiology of patients
with anterior cruciate ligament injuries undergoing reconstruction
surgery in a multi-ethnic Asian population, Research in Sports
Medicine, 29(1): 12-24
Filbay SR, Roemer FW, Lohmander LS, et al. 2023. Evidence of ACL healing
on MRI following ACL rupture treated with rehabilitation alone may
be associated with better patient-reported outcomes: a secondary
analysis from the KANON trialBritish Journal of Sports
Medicine;57:91-99
Fleming, J.D., Ritzmann, R. & Centner, C. 2022. Effect of an Anterior Cruciate
Ligament Rupture on Knee Proprioception Within 2 Years After
Conservative and Operative Treatment: A Systematic Review with
Meta-Analysis. Sports Med 52, 1091–1102.
Magnusson K, Turkiewicz A, Hughes V, et al. 2020. High genetic contribution
to anterior cruciate ligament rupture: Heritability ~69%British Journal
of Sports Medicine
Nicholls, M., Ingvarsson, T. & Briem, K. 2021. Younger age increases the risk
of sustaining multiple concomitant injuries with an ACL rupture.
Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc 29, 2701–2708.

PAGE \* MERGEFORMAT 30
Reijman M, Eggerding V, van Es E, van Arkel E, van den Brand I, van Linge
J, Zijl J, Waarsing E, Bierma-Zeinstra S, 2021. Early surgical
reconstruction versus rehabilitation with elective delayed
reconstruction for patients with anterior cruciate ligament rupture:
COMPARE randomised controlled trial. BMJ;372:n375
Standart SC, Herzenberg JE, Conway JD, et al. 2014. The Art of Limb
Alignment: Third Edition. Rubin Institute of Advanced Orthopedics:
Maryland
Victor J, Bellemans J, Witvrouw E, Govaers K, Fabry G. 1997. Graft Selection
in Anterior Cruciate Ligament Reconstruction -- Prospective Analysis
of Patellar Tendon Autografts Compared with Allografts. International
Orthopaedics 21(2):93-7,

PAGE \* MERGEFORMAT 30

Anda mungkin juga menyukai