Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS MANAJEMEN FISIOTERAPI KOMPREHENSIF

PRA-KLINIK POST RAKTUR 1/3 DISTAL FIBULA SINISTRA

DISUSUN OLEH :

Asma Zainab T (C041171020)

Yustika Wulandari S (C041171323)

Nurul Huda (C041171506)

Muh. Hidayat Ashari (C041171319)

Ferial Imran Nur (C041171515)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
BAB I
PATOLOGI
1.1 Definisi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya .Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Fracture pathway
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang
akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian
tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan
diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.

Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan


fraktur. Penyembuhan fraktur berkisaran antara tiga minggu sampai
empat bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu
penyembuhan daripada dewasa.

Umur penderita Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih

cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan

karena aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan

endosteum, serta proses remodeling tulang. Pada bayi

proses penyembuhan sangat cepat dan aktif, namun

kemampuan ini makin berkurang apabila umur bertambah.

Lokalisasi dan Lokalisasi fraktur memegang peran penting. Fraktur

konfigurasi fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis.

Di samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur


transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan

dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

Pergeseran awal Pada fraktur yang tidak bergeser di mana periosteum tidak

fraktur bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat

dibandingkan pada fraktur yang bergeser.

Vaskularisasi pada Apabila kedua fragmen mempunya vaskularisasi yang

kedua fragmen baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi.

Namun, apabila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya

buruk, maka akan menghambat atau bahkan tidak terjadi

tautan yang dikenal dengan non-union.

Reduksi serta Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk

mobilisasi vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya.

Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan

kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam

penyembuhan fraktur.

Waktu imobilisasi Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu

penyembuhan sebelum terjadi tautan (union), maka

kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.

Ruangan di antara Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum

kedua fragmen maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan
serta interposisi

menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.


oleh jaringan lunak

Factor adanya Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses


infeksi dan inflamasi lokal yang akan menghambat proses
keganasan lokal
penyembuhan dari fraktur.

Cairan sinovia Pada persendian, di mana terdapat cairan synovial,

merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.

Gerakan aktif dan Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan

pasif anggota meningkatkan vaskularisasi darah fraktur, tetapi gerakan


gerak
yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang

baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

Nutrisi Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai

kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan

tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asupan

nutrisi yang optimal.

Vitamin D Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang.

Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan

absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormone

paratiroid yang tinggi. Vitamin D dalam jumlah yang

sedikit akan membantu kalsifikasi tulang (membantu kerja

hormone paratiroid), antara lain dengan meningkatakan

absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

Tabel 1. Faktor-faktor penyembuhan fraktur

Adapun beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu:


1. Inflamasi

Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons


apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan
yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah.
Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih
besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini
terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung
beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

2. Proliferasi sel

Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi.


Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan
osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid).
Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan
tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang.
Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang
sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.

3. Pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh


mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran
tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen
tulang tak bisa lagi digerakkan. Pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses
penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat
elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan
memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.

4. Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati


dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres
fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih
cepat dari pada tulang kortikal kompak, khusunya pada titik kontak
langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan pada
tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan
pemeriksaan sinar X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya
kalus tampak pada gambaran sinar X.

Gambar 10. Fase Penyembuhan Tulang

1.2 Epidemiologi
Penelitian menunjukkan bahwa patah tulang dialami 1 orang per 800 orang
setiap tahun dan sebagian besar dirasakan oleh laki-laki usia muda dan wanita
lansia yang terkena osteoporosis. Fraktur ini terjadi pada sekitar 9% dari
semua fraktur. Dalam sebuah penelitian yang menganalisis penyebab patah
tulang pergelangan kaki, kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab
paling umum dari patah tulang pergelangan kaki (67,34%) pada orang muda,
kegiatan olahraga 8,2% angka jatuh pada lansia. 61,57% adalah pengendara
sepeda motor dan 3,1% adalah pengemudi truk (Chiodo, 2017)
Pada Sebuah penelitian tentang epidemiologi patah tulang pergelangan kaki.
Pada populasi sekitar 200.000 orang, tingkat kejadian menunjukkan patah
tulang per 1 tahun pada usia 50 dan patah tulang pergelangan kaki lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Dalam penelitian ini
ditunjukkan bahwa penyebab utama patah tulang adalah karena jatuh (87%).
Terdapat 137 kasus patah tulang pergelangan kaki yang terjadi pada olahraga
seperti bermain atau kegiatan santai lainnya (55%). Akibat berjalan atau
berlari sebagian besar (64%) (Jensen et al., 1998). Namun, pada penelitian lain
yang dilakukan dalam kurun waktu dua tahun, menunjukkan bahwa 739 patah
tulang pergelangan kaki terjadi pada semua usia. 383 pasien tersebut
mengalami patah tulang pergelangan kaki, 17 lebih tinggi pada pria dengan
insiden spesifik usia hingga usia 60 dibandingkan pada usia spesifik hingga di
atas usia 50 (Bengnér et al., 1986).
Insiden dalam penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa dari 71 hingga 87
per 100.000 orang per tahun mengalami insiden patah tulang pergelangan
kaki,dan semakin meningkat, karena angka lansia yang hidup lebih banyak
dan wanita dibandingkan pria (Juto et al., 2018). Pada penelitian lain, dapat
diketahui bahwa kejadian patah tulang pergelangan kaki antara tahun 2005
dan 2014 dirasakan oleh 168 per 100.000 orang per tahun. Insiden lebih
banyak pada laki-laki, yaitu 157,1 per 100.000 orang per tahun, dibandingkan
dengan perempuan sekitar 179,5 per 100.000 orang per tahun. Setelah usia 19,
insiden pria menurun seiring bertambahnya usia. Para wanita mengalami
peningkatan insiden setelah mereka berusia 40 tahun (Elsoe et al., 2018).
1.3 Etiologi
Fraktur fibula dapat terjadi akibat adanya daya putar atau puntir pada tulang
kaki (Helmi, 2013). . Fraktur ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan
dan tiba-tiba, dapat berupa pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun
penarikan antara tendon dan ligament sehingga bias berakibat tulang
terpisah. Fraktur kelelahan atau tekanan, fraktur dimana disebabkan oleh
tekanan berulang-ulang. Fraktur patologi, fraktur ini disebabkan oleh
beberapa factor seperti penyakit tulang yang umum dijumpai, keadaan local
benigna, tumor ganas primer dan tumor metastase.
1.4 Klasifikasi
Fraktur 1/3 distal fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula bagian
distal. Fraktur dibagi ke dalam 3 klasifikasi sebagai berikut :
a. Klasifikasi Jenis
Jenis fraktur pada jenis ini adalah fraktur transversal yaitu fraktur yang
arahnya melintang pada tulang (Helmi, 2013).
b. Klasifikasi Penyebab
Penyebab fraktur pada kasus ini karena fraktur traumatik, yaitu fraktur yang
disebabkan trauma yang mengenai tulang secara tiba-tiba dan tulang tidak bisa
menahan sehingga terjadi fraktur (Helmi, 2013).
c. Klasifikasi klinis
Fraktur pada laporan ini menurut klasifikasi klinis adalah fraktur tertutup,
yaitu fraktur yang tidak memiliki luka pada kulit dan jaringan lunak di sekitar
area fraktur.
1.5 Prognosis
Fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali fragmen-fragmen
tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang sulit
disatukan kembalifragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang
radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput
femur dan cruris dapat menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut
dilewati saraf besar yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang.
Prognosis fraktur tergantung dari jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat
keparahan, cepat dan tidaknya penanganan.
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah
sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan,
bentuk dan jenis perpatahan sederhana, kondisi umum pasien baik, usia
pasien relatif muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah
lancar. Pemberian terapi latihan yang tepat akan memberikan prognosis yang
baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini tidak mengancam
jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan, usia pasien
relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad fungsionam baik
jika pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang
disebut juga dengan proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas
tulang. Dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama
dalam mencegah komplikasi dan melatih aktivitas fungsionalnya.
1.6 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala klinis fraktur diantaranya nyeri akut, oedema, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas dan krepitasi. Tetapi tidak semua
tanda tersebut ada dalam setiap kasus fraktur (Frood & Johnson, 2010).
Disebutkan pula oleh (Azlar et al.) bahwa fraktur memiliki tanda dan
gejala sebagai berikut:
- Putusnya kontinuitas tulang
- Nyeri dan bengkak di bagian fraktur
- Deformitas (rotasi, diskrepansi, angulasi)
- Gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri
- Riwayat trauma
- Gangguan neurovaskuler
1.7 Diagnosa Banding
Diagnosa banding fibula fracture adalah kasus acute compartment syndrome,
tibia fracture, ankle fracture, ankle soft tissue injury, child abuse, knee
fracture, pediatric limp, peripheral vascular injuries, dan soft tissue knee
injury.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Ankle and Foot
1) Struktur Tulang
Ankle Joint adalah tipe sinovial dan engsel yang sangat kongruen. Ankle
Joint memiliki sendi sinovial yang bergerak bebas antar kaki. Sendi
pergelangan kaki dibentuk oleh permukaan artikular dari ujung distal
fibula, tibia yang dilapisi oleh tulang rawan hialin dan tulang talus
superior. Ankle joint terdiri dari tiga artikulasi utama: permukaan bagian
dalam medialmalleolus tibia dengan permukaan medial talus; tibialis distal
dengan kubah talar, dan permukaan medial malleolus lateral fibula dengan
prosesus lateral talus. Selain itu, juga terdapat artikulasi tibia distal dengan
fibula distal sajaproksimal ke talus, membuat sendi tibiofibular distal
(Rasmussen, 1985)
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis, diaphysis
dan epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu
condilus medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan proksimal
terdapat permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut
facies articularis superior yang ditengahnya terdapat peninggian disebut
eminentia intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi
yagng menghadap ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi
dengan tulang fibula.
Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis, dan
crista interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu
facies medialis, facies posterior dan facies lateralis. Margo anterior di
bagian proksimal menonjol disebut tuberositas tibia.
Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan yang disebut
malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap lateral
untuk bersendi dengan talus disebut facies malleolus lateralis. Epiphysis
distalis mempunyai dataran sendi lain yaitu facies articularis inferior untuk
dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk bersendi dengan tulang
fibula.
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian yaitu
epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis
proksimalis membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal
meruncing menjadi apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai
dataran sendi yaitu facies artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan
tulang fibula.
Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis, Krista meedialis,
Krista anterior, Krista interosea. Mempunyai tiga dataran yaitu facies
medialis, facies lateralis, facies posterior.
Epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar disebut
malleolus lateralis. Disebelah dalam mempunyai dataran sendi yang
disebut facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu
suleus disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot
peroneus longus dan peroneus brevis.

Gambar 1. Anatomi Fibula Tibia


Ankle dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula (yang kompleks
terdiri dari 3 artikulasi: sendi talocrural, sendi subtalar, dan tibiofibular)
yang bersendi langsung dengan: Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus
paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian
lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa.
Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah (Bonnel et al., 2010).
Pada ankle terdiri atas pengelompokan, diantaranya: Fore foot, terdiri dari:
Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea, pada anterior segmen. Mid foot,
terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa Cuneiforme, pada
middle segmen. Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus
(Subtalar joint/Talo calcanel joint), posterior segmen. (Gambar 2)

Gambar 2. Anatomi Pergelangan


2) Sistem Otot
No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi
1 m. - Planum - Plantar
gastrocnemius
popliteum fleksi
- Caput
di atas kaki
mediale - Bagian N. tibialis
condilus belakang (VS1, VS2) pada
- Caput
medialis os.calcane sendi
lateral
- Bagian atas us - Fleksi
dan sendi
condylus lutut
lateralis
femoralis
2 m. soleus - Bagian - Bagian N. tibialis - Plantar
belakang posterior (VS1, VS2) fleksi
capitallum calcaneus kaki
fibulae dan pada
bagian atas sendi
facies pergelan
pasterior gan kaki
capitullum
fibulae dan
septum
intermus
culare
posterior
3 m. tibialis - Membrana - Tuberosi N.tibialis - Plantar
posterior - Interossea tas os. (VL5, fleksi
- Fibula Naiculari VS1) kaki
- Tibia s
pada
- Os.
sendi
Coneifor
pergelan
me os.
gan kaki
Cuboideu
- Inversi
m basis
kaki
metatarsa
l
2,3,4
4 m. plantaris - Bagian - Bagian - N. - Plantar
tibialis
bawah linea posterior fleksi
(VL5,
supracondil os. VS1) sendi
aris dan os. Calcaneu pergelan
planum s gan kaki
popliteum - Fleksi
sendi
femoris lutut
Tabel 2. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian belakang

No Otot Origo Insertio Ivervasi Fungsi


1 - M. - Condylus - sisi N.peroneus - Planta
peroneus lateralis lateral superificial r
longus tibiae os. is (VL4, fleksi
- Capitulum cuneifor VS1) kaki
fibulae me - Eversi
- 2/3 mediale
bagian - basis
atas os.
lateralis metatars
corpus al
tibulae ke I
2 m.peroneus - 2/3 bagian - n. peroneus - Pla
bawah
brevis tuberosit superficialis ntar
fibulae
lateralis as os. (VL4, VS1) flek
Metatarsa si
l - Eversi
ke 5 kaki
Tabel 3. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian lateral

No Otot Origo Insertio Invervasi Fungsi


1 m. extensor - Sisi lateral - keempat N.peroneus - ekstensi
tibiae
digitorum jari kaki profundus jari kaki
- ¾ facies
longus lateral
anterior
corpus
fibulae
- membr
ana
interosse
a
2 m. tibialis - bagian - sisi N.peroaeus - ekstensi
anterior lateral medial profundal kaki
condylus cuneifor pada
lateralis me semi
tibia medialis pergela
- 2/3 corpus - basis os I ngan
tibia kaki
bagian atas - inversi
- membrana
medial
3 m. extensor - pertengahan - facies N.profundus - ekstensi
hallucis longus medial superior (VL4-VS1) ibu jari
facies basis kaki
anterior phalanx- - ekstens
fibularis phalanx i pada
distalis pergela
ibu ngan
jari kaki kaki
- inversi
kaki
Tabel 4. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian depan
Otot penggerak sendi lutut
a) Otot penggerak fleksi lutut antara lain : musculus biceps femoris,
musculus semi tendi nosus, semi membranosus.
b) Otot penggerak ekstensi lutut antara lain : musculus vastus
lateralis, vastus intermedius, musculus vastus medialis, musculus
rectus femoris.
c) Otot penggerak eksorotasi lutut antara lain : musculus biceps
femoris, musculus extensor fascialata, musculus gastrocnemius
caput medialis.
d) otot penggerak endorotasi lutut antara lain : musculus
semitendinosus, musculus semimembranosus, musculus gracilis,
musculus popliteus, musculus gastrocnemius caput lateral.
Otot penggerak sendi ankle.
a) Otot penggerak plantar fleksi antara lain : musculus gastrocnemius,
musculus soleus, musculus plantaris, musculus fleksor hallucis
longus , musculus tibialis posterior, musculus peroneus longus,
musculus peroneus brevis.
b) Otot penggerak dorsi fleksi antara lain : musculus Tibialis anterior,
musculus extensor digitorum longus, musculus peroneus tertius,
musculus extensor hallucis longus.
c) Otot penggerak inversi antara lain : musculus Tibialis anterior,
musculus Tibialis posterior, musculus fleksor hallucis brevis.
d) Otot penggerak eversi antara lain : musculus peroneus longus,
musculus peroneus brevis, musculus peroneus tertius.

Gambar 3. Sistem Otot

3) Sistem Sendi
a) Sendi Lutut
Sendi lutut adalah sendi yang komplit yang melibatkan empat tulang yaitu
os femur, os tibia, os patella, serta os fibula. Lutut terdiri dari dua
persendian yang berada dalam satu kapsul yaitu sendi tibiofemoral dan sendi
patellofemoral (Norkin & White, 2016) tibiofemoral dibentuk oleh condylus
femoralis lateralis dan medialis yang berbentuk cembung dengan tibia plateu
yang berbentuk cekung. Sendi patellofemoral dibentuk oleh facies patellaris
tulang femur dengan tulang patella. Pada sendi lutut terdapat meniscus yang
berbentuk bulan sabit. Berfungsi sebagai penyebar pembebanan, ada dua yaitu
meniscus lateralis dan meniscus medialis. Terdapat bursa yang merupakan
suatu kantong yang berisi cairan yaitu bursa suprapatellaris, supra
subtendinosus, bursa intrapatellaris dan bursa prepatellaris subcutanea.
Ligament yang memperkuat sendi lutut yaitu ligament collateral mediale,
ligament collateral lateral, ligament cruciatum posterior dan ligament
cruciatum anterior. LGS lutut secara pasif umumnya antara 130˚ dan 140˚.
Hiperekstensi antara 5˚ sampai 10˚ masih dalam batas normal. Secara aktif
untuk fleksi 120 sampai 130 dan ekstensi 0.

Disamping sendi tibiofemoral dan sendi patellofemoral masih ada sendi


ketiga yaitu sendi tibiofiburalis proksimal. Sendi ini tidak termasuk kedalam
sendi lutut karena secara fungsional lebih cendrung termasuk sendi
pergelangan kaki.

b) Sendi Pergelangan Kaki


Distal Tibio Fibular Joint merupakan syndesmosis joint dengan satu
kebebasan gerak kecil. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament
dan interroseum membran. Arthokinematik dan osteokinematik adalah gerak
geser dalam bidang sagital sangat kecil dan gerak angulasi dalam bidang
frontal sebagai membuka dan menutup garpu (Kisner & Colby, 2012).
Ankle Joint (Talo Crural Joint)/Rear Foot Talocrural, atau tibiotalar, secara
fungsional talocrural joint dapat dianggap sebagai synovial hinge joint,
dibentuk oleh cruris (tibia dan fibula) dan os. Talus, maleolus medial, dan
maleolus lateral. Gerakan-gerakan yang terjadi fleksi dorsal dan fleksi plantar.
Arthrokinematik dan osteokinematiknya adalah gerakan dari posisi netral
terdiri dari gerakan bidang sagital 28°- 30° 13 plantar fleksi atau (ROM: 40–
500 ) loose –packed position, dorsal fleksi (ROM: 20–300 ) , close-packed
position. Traksi terhadap talus selalu kearah distal. Translasi untuk gerak
dorsal fleksi kearah posterior dan gerak plantar fleksi kearah anterior. 1°
gerakan melintang (internal rotasi) 9° dan gerakan (rotasi eksternal), dan 4°
gerakan bidang frontal (inversi) dan 2° gerak eversi (Kisner dan Colby, 2012)
Subtalar Joint (Talo Calcaneal Joint)/Rear Foot Subtalar joint merupakan jenis
sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Arthrokinematik dan
osteokinematik adalah gerakan yang terjadi berupa adduksi (valgus) dan
abduksi (varus), yang ROM keduanya adalah ha 1.
4) Sistem Saraf
a) Nervus femoralis
Merupakan cabang tersebut dari cabang plexus lumbalis. Nervus ini
bersisi dari tiga bagian plexus anterior yang berasal dari n. Lumbalis (L2,
3 dan L4). Nervus tersebut muncul dari tepi lateral musculus Psoas di
dalam abdomen dan berjalan kebawah diantara m. Psoas dan M Iliacus. Ia
terletak dibelakang fascia iliaca dan memasuki paha lateral terhadap
arteri femoralis dan selubung femoral dibelakang ligamen inguinale dan
berakhir dibawah ligamen inguinale dan pecah menjadi divisi anterior dan
posterior. Nervus femoralis mensyarafi semua otot ruas anteroir paha
(Sneel, 1997).
b) Nervus obturatorius
Nervus obturatorius berasal dari plexus lumbal (L2, 3 dan 4) dan muncul
pada tepian m. Psoas didalam abdomen ia berjalan kebawah dan kedepan
pada dinding lateral pelvis untuk mencapai bagian atas foramen
obturatorium, hal ini pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi
anterior memberi cabang-cvabang muscular pada m. Brachialis, m.
Adductor brevis dan adductor longus. Sedang devisi posterior mensarafi
articularis genus dan memberi cabang-cabang muscular kepada m.
Obturatorius externus, adductor magnus (Chusid, 1991).
c) Nervus gluteal superior dan inferior
Nervus gluteal superior dan inferior, cabang plexus sacralis meninggalkan
pelvis melalui bagian atas dan bawah foramen ischiadicus majus diatas
musculus piriformis. Dan bagian bawah foramen isciadicus mensarafi
tensorfacialata, m. Gluteus minimus serta gluteus meximus (Sneel,
1993).
d) Nervus ischiadicus
Nervus ischiadicus merupakan cabang plexus sacralis (L4, 5 dan S1, 2, 3)
meningggalkan regio glutealis menuju kebawah sepanjang caput longum
m. Biceps femoris. Setelah sampai pertengahan paha pada bagian
posterior ditutupi oleh tepian m. Biceps femoris dan m. Semimembranosus
yang berdekatan. Nervus ini terletak pada apex posterior m. Adductor
magnus pada sepertiga pada bagian paha bawah kemudian berahkir dan
pecah menjadi n. Tibialis dan n. Peroneus communis. Nervus ischiadicus
pecah menjadi terminal pada bidang lebih tinggi pada bagian atas paha,
regio gluteal bahkan didalam pelvis (Chusid, 1991).rd end feel. Semakin
besar posisi kaki dalam fleksi plantar, semakin besar kemiringan varusnya.
Diperkuat oleh talocalcaneal ligamen. Biomekanik sendi subtalar sangat
penting dalam stabilitas pergelangan kaki, terutama gerakan inversi dan
eversi dalam upaya untuk menjaga kaki stabil di bawah pusat gravitasi
(Kisner dan Colby, 2012).

Gambar 4. Sistem Saraf

2.2 Biomekanik Ankle and Foot


Gerakan ankle and foot terbagi menjadi 3 bidang, yaitu bidang sagital, bidang
frontal, dan bidang horizontal. Namun, gerakan kompleks sendi pergelangan
kaki adalah dorsofleksi dan fleksi plantar yang berputar pada bidang sagital.
Kemudian gerakan abduksi dan adduksi berputar pada bidang horizontal dan
gerakan inversi dan eversi berputar pada bidang frontal.Pergerakan sendi Ini
bisa menjadi kombinasi gerakan dari sendi tibiotalar dan sendi subtalar untuk
membuat gerakan 3 dimensi. Hal Ini juga dapat disebut dengan gerakan
pronasi dan supinasi. Pronasi terjadi karena kombinasi gerakan dorsofleksi,
eversi dan abduksi menyebabkan posisi satu-satunya wajah kesamping. Pada
gerakan supinasi dilakukan dengan kombinasi fleksi plantar, inversi dan
gerakan adduksi bersama-sama bertindak sebagai sol menghadap medial.

Gambar 5. gerakan pada ankle joint

Secara gerakan sendi ankle dapat melakukan gerakan dorsofleksi,


plantarfleksi, inversi dan eversi. ROM (Range of Motion) dalam keadaan
normal untuk dorsofleksi adalah 20˚, plantarfleksi adalah 50˚, gerakan
eversi adalah 20˚, dan gerakan inversi adalah 40˚. Penulisan yang
disesuaikan dengan standar ISOM (Internaional Standard Orthopaedic
Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan plantarfleksi akan tertulis (S)
20-0-50 dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0-40.
Berdasarkan dari bentuk persendiannya sendi ankle diklasifikasikan sendi
ankle sebagai dengan gerakan yang mungkin terjadi adalah dorsofleksi
(fleksi) dan plantarfleksi (ekstensi) dengan jangkauan gerakan yang
bervariasi untuk dorsofleksi antara 13-33˚ dan plantarfleksi 23-56˚.
Jangakauan gerak sendi ankle adalah dorsofleksi 20˚ dan plantarfleksi 50˚.
Ada dua jenis rantai kinetik pada sendi pergelangan kaki, yaitu terbuka
dan tertutup. Pertama, pada rantai kinetik terbuka, pronasi terdiri dari
dorsofleksi, eversi dan rotasi external, sedangkan supinasi terdiri dari
fleksi plantar, inversi dan rotasi internal. Sedangkan yang kedua, pada
rantai kinetik tertutup akan berlawanan, dimana pronasi terdiri dari fleksi
plantar, eversi dan gerakan rotasi eksternal sendi pergelangan kaki,
sedangkan supinasi terdiri dari dorsofleksi, inversi dan gerakan rotasi
internal pergelangan kaki (Brockett & Chapman, 2016)
Jika kita lihat pada gambar di bawah, terlihat sumbu rotasi sendi
pergelangan kaki. Gambar Ini menunjukkan kombinasi antar bidang yang
berbeda, yang pertama, bidang sagital terjadi di sekitar garis yang
melewati malleolus medial dan malleolus lateral. Lalu yang kedua, sumbu
rotasi bidang koronal terjadi melalui titik potong antara malleolus dan
sumbu tulang tibia pada bidang frontal. Terakhir, rotasi sumbu bidang
transversal terjadi di sekitar sumbu tulang tibia yang memotong garis
tengah kaki (Moore & Dalley, 2018).

Gambar 6. Bidang Ankle Joint


Ankle joint merupakan bentuk sendi hinge uniaxial dengan satu pasang
gerakan (1 DKG) yaitu plantar fleksi dan dorso fleksi ankle. Otot yang
bekerja pada gerakan tersebut adalah otot gastrocnemius dan soleus, yang
dibantu oleh otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum
longus, serta 26 otot peroneus longus dan brevis. Pada saat plantar fleksi
ankle, talus juga akan terjadi adduksi dan sedikit inversi disekitar axis
oblique sehingga gerakan plantar fleksi selalu disertai dengan adduksi dan
inversi. Otot yang bekerja pada gerakan tersebut adalah otot tibialis anterior
(juga invertor ankle), ekstensor hallucis longus, ekstensor digitorum longus
(juga ekstensor jarijari kaki), dan peroneus tertius. Ketika dorso fleksi ankle,
talus juga akan terjadi abduksi dan sedikit eversi sehingga gerakan dorso
fleksi selalu disertai dengan abduksi dan eversi.
Permukaan sendi yang konkaf dibentuk oleh ujung distal tibia (malleolus
medialis) dan ujung distal fibula (malleolus lateralis), dimana malleolus
lateralis sedikit lebih panjang dibandingkan malleolus medialis. Permukaan
sendi yang konveks adalah corpus talus yang berbentuk sudut melebar pada
sisi anterior dan juga berbentuk konus yang ujungnya menghadap ke medial.
Untuk menghasilkan gerakan fisiologis ankle, maka corpus talus akan slide
dalam arah yang berlawanan dengan gerakan fisiologisnya (gerak angular).
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI
3.1 Assesment
1) Data Pasien (Anamnesis Umum)
Nama : Fairuz
Umur : 28 Tahun
JK : Perempuan
Alamat : BTP Kejayaan
Hobi : Browsing Internet
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 120 kg
Tekanan Darah: 110/80
Suhu Tubuh : 36,3°C
2) Anamnesis Khusus (CHARTS)
a. C (Chief of Complain
Nyeri di kaki bagian kiri
b. H (Histoy Taking)
1. Kapan terjadinya hal tersebut ?
= Sejak 6 bulan yang lalu
2. Bagaimana kronologi kerjadian tersebut?
= Pada saat itu saya Ingin ke WC tetapi lantai di depan WC
basah sehingga saya kepleset dan terjatuh
3. Penanganan apa yang telah dilakukan baik pada saat kejadian
ataupun setelahnya?
= Setelah kejadian saya langsung mengkompres kaki saya
menggunakan es batu, lalu saya diamkan dengan memberikan
bantal dibawah kaki saya agar nyaman selain itu saya juga
mengonsumsi vitamin D
4. Posisi seperti apa yang membuat kaki anda semakin terasa
nyeri?
= Pada saat berdiri atau berjalan
5. Posisi seperti apa yang membuat nyeri pada kaki anda terasa
berkurang?
= Pada saat baring atau istirahat
6. Apakah anda pernah ke dokter?
= Iya, sudah
7. Apa yang dikatakan oleh dokter mengenai kondisi anda?
= dokter mengatakan bahwa saya mengalami patah tulang di
dekat mata kaki bagian kiri
8. Apakah anda diberi obat?
= Tidak, saya hanya meminum vitamin D dari apotek
9. Apakah anda telah foto rontgen?
= iya, sudah
10. Apakah keadaan anda sekarang mengganggu pekerjaan sehari-
hari anda?
= iya, karena saya sulit untuk berjalan
11. Apakah anda merasa cemas?
= awalnya iya, sekarang sudah lebih baik
12. Apakah anda telah ke fisioterapi?
= iya, sudah di RS
13. Apakah ada keluhan lain?
= Tidak ada.
c. A (Assymetric)
1.Statis
Bagian 1/3 distal fibula kiri tampak bengkak.
2.Dinamis
Pasien menggunakan alat bantu jalan berupa kruk
3.Tes Orientasi
Dapat berjinjit sesuai dengan arahan yang telah diberikan.
4. PFGD
Gerakan AKTIF PASIF TIMT
Ankle and Foot Sinistra
Dorso Mampu, full Mampu, full Mampu,
ROM, nyeri ROM, nyeri Nyeri
fleksi
Plantar Tidak mampu, Tidak mampu, Tidak
tidak full tidak full ROM, mampu,
fleksi
ROM, nyeri nyeri tidak full
ROM, nyeri
Inversi Mampu, full Mampu, full Mampu,
ROM, nyeri ROM, nyeri Nyeri
Eversi Mampu, full Mampu, full Mampu, full
ROM, nyeri ROM, nyeri ROM, nyeri

5. Palpasi
a) Suhu
Normal
b) Oedem
Ada oedem di sekitar 1/3 distal fibula sinistra.
c) Spasme
Tidak terdapat spasme pada otot-otot di sekitar distal fibula
d) Tenderness
Tidak ada nyeri pada 1/3 distal fibula sinistra saat di tekan.
d. R (restrictive)
1.ADL : Berjalan
2.Pekerjaan : Tidak terganggu sebagai mahasiswa
3.Rekreasi : Tidak terganggu saat browsing internet
4.ROM : Tidak terbatas
e. T (Tissue Impairment and Psikogenik Prediction)
1.Neurogenik :-
2.Musculotendinogenik: Kelemahan otot tibialis anterior
3.Osteoartrogenik :-
4.Psikogenik : Takut untuk menapakkan kaki ke lantai
lalu berjalan
f. S (Spesific Test)
1. VAS
a. Nyeri Diam :0
b.Nyeri Tekan :8
c. Nyeri Gerak :4
2. MMT (Manual Muscle Testing)
Gerakan Nilai MMT
Fleksi jari 4
Ekstensi jari 4
Dorsal fleksi ankle 4
Plantar fleksi ankle 3
Inversi 4
Eversi 4

3. Pitting oedem : Masih terdapat oedem karena tidak


menggerakkan kaki dalam beberapa hari

3.2 Problem
a. Problem primer : Takut berjalan
b. Problem sekunder : Nyeri
c. Problem kompleks :-

3.3 Intervensi
Problem Modalitas Fisioterapi Dosis

F: setiap pasien terapi


I: pasien fokus
Kecemasan Komunikasi Terapeutik T: Interpersonal
Aproach
T: selama terapi

F: 2x seminggu
Mengurangi Nyeri Ultrasound I: 0,2 watt/cm
T: Arus Continous
T: 5 menit

F: 1x sehari/tiap hari
I: 8 hit/ 3 repetisi
T: Pumping Action
Exercise
Mengurangi Oedem dan
T: 5 menit
Melancarkan sirkulasi Exercise Therapy
darah

F: 2x seminggu
Gangguan ADL Berjalan Gait Training I: Selama pasien mampu
T = Gait walking exc
T = 5 menit

F: 2x seminggu
Weakness Stregthening exc I: 8 hitungan 3 repetisi
T = Isometric
T = 10 menit
3.3 Evaluasi
Problematik Intervensi Pertama
No Parameter Ket.
Fisioterapi Sebelum Sesudah

1. Nyeri VAS Diam : 0 Diam : 0 Ada penurunan


nyeri
Tekan : 8 Tekan : 5

Gerak : 4 Gerak : 3

3.4 Modifikasi
Pada kedatangan pasien selanjutnya akan diberikan komunikasi terapeutik yang
lebih, dan penguatan pada otot kaki.
3.5 Kolaborasi
Pasien telah diberikan interfensi oleh dokter spesialis orthopedic, dirawat oleh
perawat, dan minum vitamin untuk tulang yang diberikan oleh apoteker.

Daftar Pustaka
Azlar, N. B. M., Nelwan, D. A., & Rad, S. (n.d.). FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR.

Bengnér, U., Johnell, O., & Redlund-Johnell, I. (1986). Epidemiology of ankle


fracture 1950 and 1980: Increasing incidence in elderly women. Acta
Orthopaedica Scandinavica, 57(1), 35–37.

Bonnel, F., Toullec, E., Mabit, C., & Tourné, Y. (2010). Chronic ankle instability:
Biomechanics and pathomechanics of ligaments injury and associated lesions.
Orthopaedics & Traumatology: Surgery & Research, 96(4), 424–432.

Brockett, C. L., & Chapman, G. J. (2016). Biomechanics of the ankle.


Orthopaedics and Trauma, 30(3), 232–238.

Chiodo, C. P. (2017). Understanding the Anatomy and Biomechanics of Ankle


Tendons. Foot and Ankle Clinics, 22(4), 657–664.

Elsoe, R., Ostgaard, S. E., & Larsen, P. (2018). Population-based epidemiology of


9767 ankle fractures. Foot and Ankle Surgery, 24(1), 34–39.

Frood, J., & Johnson, T. (2010). Improving measures of hip fracture wait times: A
focus on Ontario. Surgery, 32(81), 71.

Jensen, S. L., Andresen, B. K., Mencke, S., & Nielsen, P. T. (1998).


Epidemiology of ankle fractures: A prospective population-based study of 212
cases in Aalborg, Denmark. Acta Orthopaedica Scandinavica, 69(1), 48–50.

Juto, H., Nilsson, H., & Morberg, P. (2018). Epidemiology of Adult Ankle
Fractures: 1756 cases identified in Norrbotten County during 2009–2013 and
classified according to AO/OTA. BMC Musculoskeletal Disorders, 19(1), 441.

Kisner, C., & Colby, L. A. (2012). Therapeutic Exercise: Foundation and


techniques 6 th edition, FA Davis Company. USA.

Moore, K. L., & Dalley, A. F. (2018). Clinically oriented anatomy. Wolters


kluwer india Pvt Ltd.

Norkin, C. C., & White, D. J. (2016). Measurement of joint motion: A guide to


goniometry. FA Davis.

Rasmussen, O. (1985). Stability of the ankle joint: Analysis of the function and
traumatology of the ankle ligaments. Acta Orthopaedica Scandinavica,
56(sup211), 1–75.

Anda mungkin juga menyukai