Anda di halaman 1dari 13

Modul

Pediatri
Neurodevelopmental
Treatment/Bobath Concept

Disusun Oleh:

Nahdiah Purnamasari, S.Ft., Physio., M.Kes


KEGIATAN BELAJAR

NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT/BOBATH

A. Deskripsi Singkat

Pada modul ini, peserta kuliah akan mempelajari tentang Teknik Bobath atau

Neurodevelopmental Treatment yang diterapkan pada anak. Peserta kuliah

diharapkan untuk membaca modul ini sebelum memulai perkuliahan dan

menjawab soal-soal latihan yang telah disediakan setelah proses pembelajaran

selesai.

B. Relevansi

Modul ini berisi materi lanjutan dari modul sebelumnya (modul 1-6). Modul ini

memaparkan tentang salah satu penanganan kasus pediatri, dalam hal ini teknik

Bobath. Dalam modul ini, peserta kuliah tidak hanya akan mendapatkan

pengetahuan terkait teori tetapi juga keterampilan dalam melakukan tindakan

fisioterapi.

C. Capaian Pembelajaran MK

1. Uraian

a. Perkembangan Konsep Bobath

Neurodevelopmental Treatment (NDT) atau Bobath adalah suatu teknik

yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode

ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan system saraf pusat pada

bayi dan anak-anak. NDT merupakan sebuah pendekatan holistic yang


mempengaruhi kualitas pola dan koordinasi dan bukan hanya mengenai

gangguan muscular pada suatu individu. Metode ini melibatkan keseluruhan

dari seseorang, bukan hanya gangguan sensomotoris tapi juga melibatkan

masalah tumbuh kembang, perbaikan kognitif-preseptual, emosional, serta

perbaikan fungsi social dan Aktivitas harian.

Konsep terbentuknya NDT didasarkan oleh adanya beberapa fakta :

1. Lesi pada otak muncul sebagai gambaran adanya abnormalitas yang

mengganggu pola koordinasi .

2. Pola gerakan, secara abnormal mempengaruhi grup otot secara luas baik

pada grup fleksor maupun ekstensor secara sinergis. Pada awalnya pola

abnormal ini dapat berubah tetapi sepanjang waktu berjalan, mereka dapat

menjadi semakin parah akibat stimulasi, usaha, dan tekanan. Aktifitas tonus

postural (sebagai akibat reaksi asosiasi) menambah terjadinya pola

abnormalitas yang memberikan kontribusi terhadap terjadinya kontraktur

dan deformitas pada masa tumbuh kembang.

3. Lesi pada otak menghalangi berkembangnya postur tubuh normal. Lesi

tidak bisa disembuhkan tetapi perkembangan motoric dan postur bisa

ditingkatkan dengan cara mempelajari dan menanamkan pola gerakan

normal.
4. Dibandingkan dengan postur tubuh normal, ditemukan adanya tonus

abnormal: terlalu tinggi (spastisitas), terlalu rendah (hipotonik), atau

berubah (athetoid)

5. Dibandingkan adanya interaksi reciprocal yang normal, di sini ditemukan

co-kontraksi secara berlebihan, atau tiba-tiba terinhibisi dari otot antagonis

yang menimbulkan kurangnya kemampuan untuk melakukan gerakan

secara berlanjut.

6. Dibandingkan dengan munculnya pola gerakan otomatis pada kondisi lurus,

seimbang, dan reaksi proteksi secara normal, disini ditemukan pola postural

stereotip dan tonus reflex yang sedikit.

b. Metode Pengaplikasian Bobath/NDT

Metode ini dimulai dengan mula-mula menekankan reflek-reflek abnormal

yang patologis menjadi penghambat terjadinya gerakan-gerakan normal. Anak

harus ditempatkan dalam sikap tertentu yang dinamakan Reflek Inhibiting

Posture (RIP) yang bertujuan untuk menghambat tonus otot yang abnormal.

Handling digunakan untuk mempengaruhi tonus postural, mengatur

koordinasi, menghinbisi pola abnormal, dan memfasilitasi respon otomatis

normal. Dengan handling yang tepat, tonus serta pola gerak yang abnormal

dapat dicegah sesaat setelah terlihat tanda-tandanya.

Key Point of Control (KPoC) yaitu titik yang digunakan terapis dalam inhibisi

dan fasilitasi. KPoC harus dimulai dari proksimal ke distal/bergerak mulai dari
kepala-leher-trunk-kaki dan jari kaki. Dengan bantuan KPoC, pola inhibisi dapat

dilakukan pada penderita dengan mengarahkan pada pola kebalikannya.

c. Prinsip-prinsip dalam NDT/Bobath

1. Kemampuan motoric setelah mengalami lesi dengan menggunakan

penanganan yang tepat memungkinkan untuk diperbaiki.

2. Lesi pada susunan saraf pusat menyebabkan gangguan fungsi secara

keseluruhan namun focus NDT adalah peningkatan kemampuan motorik.

3. Spastisitas dalam NDT dipandang sebagai gangguan dari kontrol gerakan.

4. Pembelajaran pola gerakan yang normal merupakan dasar utama

5. Mekanisme Postural Reflex yang normal merupakan dasar gerakan yang

normal. Postural reflex merupakan salah satu poin utama dalam

meningkatkan kemampuan motoric anak. Reflex ini berguna dalam

mempertahankan kemampuan postural seperti mengangkat kepala,

mempertahankan otot core saat duduk, berdiri, dst.

6. Otot tidak tahu fungsinya masing-masing tetapi “mempelajari pola

geraknya” melalui sensasi gerakan. Focus utama adalah menanamkan pola

gerakan yang benar untuk masing-maisng grup otot sehingga

memungkinkan munculmya sinaps-sinaps baru.

7. Gerakan dicetuskan di sensoris dilaksanakan oleh motorik dan dikontrol

oleh sensoris.

d. Tujuan konsep NDT


1. Memperbaiki, mencegah postur dan pola gerakan abnormal

2. Mengajarkan postur dan pola gerak yang normal.

e. Prinsip terapi dan penanganan pasien

1. Simetris dalam sikap dan gerakan seaktif mungkin mengikuti sertakan sisi

yang sakit pada segala kegiatan.

2. Pemakaian gerakan-gerakan ADL dalam terapi.

3. Konsekuensi selama penanganan (ada tahap-tahap dalam terapi).

4. Pembelajaran bukan diarahkan pada gerakannya, tetapi pada perasaan

atau sensasi gerakan.

5. Terapi dilakukan secara individu

f. Teknik Metode NDT

1. Inhibisi. Inhibisi adalah suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan

tonus otot. Tekniknya disebut Reflex Inhibitory Patern (RIP). Perubahan

tonus postural dan patern menyebabkan dapat bergerak lebih normal

dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang

normal dengan menggunakan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”.

2. Stimulasi. Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan

tonus otot melalui proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan

reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh

gaya gravitasi secara automatic. Tapping: ditujukan pada group otot


antagonis dari otot yang spastic. Placing dan Holding: Penempatan

pegangan. Placcing Weight Bearing: Penumpuan berat badan.

3. Fasilitasi. Fasilitasi adalah upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi

automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal.

Tekniknya disebut “Key Point of Control” yang bertujuan untuk:

a) Untuk memperbaiki tonus postural yang normal.

b) Untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal.

c) Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam

aktifitas sehari-hari.

Tahapan teknik dasar latihan gerak pada anak Terdiri dari 4 tahapan yaitu :

1. Tahap I : Latihan mengontrol kepala dan tangan.

Latihan mengontrol kepala dan tangan sangat penting sebagai tahap awal

dari latihan selanjutnya. Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui

penumpuan tangan berguna untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk.

Latihan mengontrol kepala bisa dilakukan dengan cara memposisikan anak tidur

terlentang kemudian orangtua atau terapis memberikan fasilitas mainan yang

berwarna-warni atau bunyi-bunyian di sebelah kiri atau kanan anak agar mereka

terdorong untuk menoleh ke kanan dan ke kiri.

Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui penumpuan tangan

berguna untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk. Latihan berguling bisa
dilakukan dengan cara memposisikan anak dalam keadaan terlentang, kemudian

mulai bujuk anak untuk berguling tanpa bantuan. Dalam hal ini orangtua atau

terapis bisa menjadikan mainan sebagai salah satu penarik bagi anak agar mereka

berusaha meraih mainan tersebut

2. Tahap II : Latihan mengontrol badan untuk duduk

Pada tahap ini, anak diajarkan untuk mempertahankan badannya tetap tegak

sewaktu ia bergerak dari dan hendak bersandar pada tangannya. Posisi duduk

akan membuat sang anak mampu melihat kedua tangannya dan

mempergunakannya. Tujuan latihan pada tahap ini yaitu agar anak anak dapat

beraktivitas ke segala arah pada saat duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri

dan jongkok dari posisi duduk, dan beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.

3. Tahap III : Latihan untuk mengontrol tungkai untuk berdiri dan berjalan.

Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini yaitu agar anak dapat

mempersiapkan tungkainya dari duduk berlutut untuk selanjutnya berdiri.

4. Tahap IV : Informasi umum untuk keluarga

Yaitu dengan menginformasikan kepada keluarga untuk senantiasa melatih

anak dengan teratur dan penuh kasih saying agar anak lebih cepat mandiri.

Keluarga atau orang tua diajarkan untuk menggerakkan sendi secara penuh

setiap hari sekitar 3 kali per sendi tanpa disertai dengan gerakan paksaan. Hal ini

untuk memelihara jarak gerak sendi anak dan untuk mencegah kekakuan.

5. Latihan Aktifitas Sehari – hari


Ketika keseimbangan anak mulai terjaga, maka selanjutnya orangtua atau

terapis bisa mengajarkan anak untuk perlahan-lahan melakukan aktivitas sehari-

hari secara mandiri. Misalnya saja mengeringkan badannya setelah mandi,

belajar makan, mandi, serta mengenakan pakaiannya sendiri.

Aplikasi Klinikal dari teori konsep Bobath

1. Motor Control

Konsep Bobath melibatkan keseluruhan pasien, sensoris, preseptual dan

perilaku sifat yang adaptif yang sesuai dengan masalah motoris mereka, yang

penanganannya disesuaikan dengan kebutuhan individual pasien (Lennon 1996;

Raine 2007). Pada konsep Bobath proses yang interaktif antara pasien dan terapis

harus tereksplorasi. Hal ini menjadi essensial bagi terapis untuk meningkatkan skill

pada analisis gerakan dan memahami komponen penggerak pada manusia. Setiap

pasien dinilai dalam hal lesi mereka, ekspresi gerakan individu dan potensi untuk

memaksimalkan efisiensi gerakan mereka. Pengobatan tidak dapat diprediksi,

stereotip, atau berulang, karena harus terus-menerus beradaptasi dengan

respons individu yang berubah


Konsep Bobath berorientasi pada tujuan dan ditentukan oleh tugas, dan

berupaya mengubah dan membangun lingkungan internal (proprioseptif) dan

eksternal (exteroceptive) di mana sistem saraf dan karenanya individu dapat

berfungsi secara efisien dan efektif (Raine 2007). Perawatan adalah interaksi antara

terapis dan pasien di mana fasilitasi mengarah pada peningkatan fungsi. Peran

terapis adalah untuk mengajarkan gerakan dan membuat gerakan menjadi mungkin

dengan memanfaatkan lingkungan dan tugas dengan tepat. Terapi bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi gerakan ke potensi maksimum individu daripada gerakan

normal.

Terapis tidak menormalkan tonus tetapi mereka dapat mempengaruhi

hipertonia pada tingkat non-saraf dengan memengaruhi panjang dan rentang otot

(Lennon 2003). Terapis dapat mencapai pengurangan tonus dalam beberapa cara
seperti mobilisasi otot dan sendi yang kaku, peregangan otot, praktik pola gerakan

yang lebih normal, dan melalui kinerja tugas fungsional yang lebih efisien dan

mudah dilakukan (Mayston 2002). Weight bearing dapat membantu memengaruhi

tonus abnormal hanya jika pasien mampu beradaptasi dan mengubah

penyelarasan otot secara aktif (Raine 2007). Terapis bekerja pada tonus untuk

meningkatkan gerakan, bukan untuk menormalkan tonus untuk kepentingannya

sendiri (Lennon et al. 2001).

2. Sistem Sensoris

Sistem sensorik memberikan informasi penting tentang lingkungan internal dan

eksternal yang menjadi dasar pergerakan dan penyempurnaan. Pada akhirnya,

dalam terapi, tujuannya adalah untuk mendidik kembali sistem referensi internal

pasien sendiri untuk memberikan masukan aferen yang akurat, memberikan

pasien kesempatan terbaik untuk menjadi efisien,spesifik dan memiliki pilihan

gerakan (Raine 2007). Stimulasi spesifik mungkin diperlukan untuk mendorong

lokalisasi gerakan, misalnya jari, tetapi stimulasi sensoris sendiri bukanlah

gambaran keseluruhan. Itu harus dikombinasikan dengan gerakan aktif (Raine

2007). Gerakan sukarela adalah salah satu bentuk yang paling kuatstimulasi

sensorik di mana gerakan yang lebih halus dapat dibangun (Leonard 1998).

3. Sistem Muskuloskeletal

Otot membutuhkan aktivitas yang cukup untuk menghasilkan kekuatan untuk

bertindak (Mayston 2001). Sebagai bagian dari perawatan, penting untuk


membuat panjang dan keterlibatan yang tepat dari otot dan jaringan lunak untuk

memiliki jangkauan sendi yang cukup untuk mencapai komponen gerakan

fungsional yang diperlukan. Juga penting untuk mencapai panjang yang tepat

untuk aktivasi otot yang efisien (Mayston 2001). Mengoptimalkan panjang otot

harus melibatkan hubungan kompleks komponen stabilitas dan mobilitas untuk

bekerja (Mayston 2001). Untuk mencapai keseimbangan otot yang tepat untuk

fungsi, perawatan mungkin memerlukan latihan kekuatan selektif dan spesifik

(Raine 2007). Berat dan gravitasi tubuh dapat digunakan untuk menguatkan otot

sebaik latihan tahanan (Raine 2007).

Pendekatan sistem untuk kontrol motor memberikan landasan teori saat ini

yang menopang Konsep Bobath. :

1. Terapi adalah proses interaktif antara individu, tugas, dan lingkungan.

2. Persiapan tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri, tetapi harus dimasukkan ke

dalam aktivitas fungsional yang bermakna bagi pasien, untuk mempromosikan

carry-over.

3. Plastisitas mendasari semua pembelajaran keterampilan dan merupakan

bagian dari fungsi sistem saraf.

4. Terapis perlu menyadari prinsip-prinsip pembelajaran motorik: partisipasi aktif,

peluang untuk latihan dan tujuan yang bermakna.

5. Konsep Bobath dapat dilengkapi dengan modalitas dan tambahan lainnya

seperti praktik terstruktur, penggunaan orthotic, dan penguatan otot.


DAFTAR PUSTAKA

Raine, Sue. Meadows, Linzi. And Lynch-Ellerington, Mary. Bobath Concept

Theory and Clinical Practice in Neurological Rehabilitation. 2009. Blackwell Publishing:

USA

D. Rangkuman

Bobath merupakan suatu konsep dalam penanganan cedera atau lesi

neurologis. Bobath lebih dikenal dengan istilah Neurodevelopmental Treatment di

beberapa negara. Konsep dasarnya adalah perbaikan kemampuan motoric dan

postural melalui inhibisi pola abnormal dan penanaman pola gerakan normal

melalui fasilitasi stimulasi. Focus diberikan pada kemampuan tubuh untuk

merasakan sensasi gerakan untuk meningkatkan keterlibatan fungsi integrasi

sensomotorik

E. Tugas

Bukalah menu TUGAS pada laman SIKOLA mata kuliah ini.

Seorang ibu datang dengan keluhan anaknya belum bisa berdiri dan berjalan. Saat ini
kemampuan anak sudah bisa bangun dari baring ke duduk tanpa bantuan dan duduk
sendiri namun masih dengan menyangga dengan tangan. Untuk merangkak masih
harus dilatih dan dikontrol, bangun dari posisi duduk ke berdiri belum bisa, belum
mampu berdiri sendiri. Dan untuk saat ini belum mampu berbicara, hanya bisa bilang
“mama” dan “papa”. Anak juga cenderung hiperkatif.
Kemukakan masalah kemampuan motoric dan postural yang menjadi focus utama
pemberian terapi NDT/Bobath serta teknik NDT/Bobath yang sesuai (merujuk pada
video).

Anda mungkin juga menyukai