SKENARIO B BLOK 24
Disusun oleh:
KELOMPOK G3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Skenario B Blok 24” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial;
2. Drs. Eddy Roflin, M. Si, selaku tutor kelompok G3; dan
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017.
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.
Penulis
Kegiatan Diskusi.................................................................................................... 4
Skenario ................................................................................................................. 5
V. Sintesis ................................................................................................... 47
dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk 4500
jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah tangga
dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan sampah yang
jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi yang berada di
pinggiran Desa serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan sampah ini belum
bisa mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-mana dikarenakan
masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan walaupun Sebagian
masyarakat memiliki kebiasaan membakar sampah jika musim kering. Mayoritas penduduknya
adalah petani, oleh karena itu di dalam Desa banyak area persawahan irigasi yang drainasenya
mengarah ke sungai. Drainase dari aliran Desa banyak terhambat karena sampah, sehingga
membentuk genangan-genangan air. Selain itu didalam desa terdapat banyak rawa-rawa.
Melihat permasalahan yang ada, dr. Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama, kader
Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah Masyarakat
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staf Dinas Kesehatan
Kabupaten karena kegiatan surveillance DBD tidak jalan.
dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan
membuat program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
1. dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah
tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan
sampah yang jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi
yang berada di pinggiran Desa serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan
sampah ini belum bisa mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-
mana dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan
walaupun sebagian masyarakat memiliki kebiasaan membakar sampah jika musim kering.
Mayoritas penduduknya adalah petani, oleh karena itu di dalam Desa banyak area
persawahan irigasi yang drainasenya mengarah ke sungai. Drainase dari aliran Desa banyak
terhambat karena sampah, sehingga membentuk genangan-genangan air. Selain itu didalam
desa terdapat banyak rawa-rawa.
a. Bagaimana kriteria MCK yang baik?
Kakus/Jamban
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut: (Depkes RI, 2004)
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-
15 meter dari sumber air bersih,
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus,
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitarnya,
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya,
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung dinding kedap air dan berwarna,
6. Cukup penerangan,
7. Lantai kedap air
b. Bagaimana status demografi di kecamatan Mangga?
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 34 tahun 2015 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli
Hak Asasi Manusia
2. Gangguan pernapasan
Ketika zat-zat berbaya hasil membakar sampah sudah masuk ke tubuh, maka
organ yang terlebih dahulu terdampak adalah sistem pernapasan. Masalah
kesehatan yang mungkin derita akibat paparan asap pembakaran sampah
adalah asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga pneumonia.
3. Penyakit kardiovaskuler
Penyakit yang dimaksud mulai dari serangan jantung hingga stroke. Hal ini
disebabkan oleh masuknya partikel polusi ke dalam tubuh, terutama bila
terjadi secara masif dan berulang.
4. Kanker
Dioksin, salah satu partikel polusi yang paling banyak ditemukan dalam hasil
membakar sampah, adalah zat berbahaya yang bersifat karsinogen atau
memicu kanker. Dioksin juga merupakan racun yang berbahaya bagi ibu
hamil, anak-anak dan orang lanjut usia.
Dioksin yang masuk ke tubuh juga bisa bertindak sebagai pengganggu kerja
endokrin sehingga menyebabkan terganggunya sistem reproduksi manusia.
j. Bagaimana dampak sumber air yang digabung antara MCK dan sumber air
rumah tangga?
Air yang tidak aman dan sanitasi yang buruk terkait dengan penularan
penyakit seperti kolera, penyakit diare, disentri, hepatitis A, tipus dan polio, dan
keracunan timbal dari jalur layanan air minum timah, atau timbal solder, atau
perlengkapan kuningan atau bertimbal. Penyakit diare saja diperkirakan
berjumlah 3,6% dari total beban penyakit DALY global dan bertanggung jawab
atas kematian 1,5 juta orang setiap tahun. Diperkirakan 58% dari beban itu, atau
842.000 kematian per tahun, disebabkan oleh kurangnya pasokan air, sanitasi
dan kebersihan, sebagian besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
Apabila sumber air rumah dan tangga dan MCK digabung, maka sumber
air rumah tangga akan terkontaminasi dengan bakteri E. Coli atau bakteri-bakteri
Pemberian air pada padi sawah dalam jaringan irigasi, terdapat 3 sistem, yaitu
sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotasi, dan sistem irigasi berselang.
Kebanyakan jaringan irigasi yang ada di Indonesia, menerapkan sistem irigasi
terus menerus (continous flow).
- Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih
luas
- Mengurangi kerebahan
l. Berapa idealnya jumlah wilayah kerja yang dipegang oleh satu puskesmas?
Mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam Puskesmas dengan
wilayah kerja tingkat Kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah
penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa.
Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih
dari 1 (satu) Puskesmas. Kondisi tertentu ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas.
2. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga belum
terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang menggambarkan
kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak
Sekolah Dasar yang didiagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit.
Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi
peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu.
a. Apa saja kriteria kelengkapan SDM di puskesmas berdasarkan akreditasi?
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, dalam Pasal 17 Ayat 1-3 menyatakan bahwa jenis
Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
1. Dokter atau dokter layanan primer
2. Dokter gigi
3. Tenaga kesehatan lainnya (perawat, bidan, tenaga sanitasi lingkungan,
nutrisionis, tenaga apoteker atau tenaga teknis kefarmasian, dan ahli
teknologi laboratorium medik)
4. Tenaga non kesehatan (tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku)
1. Jumlah kasus baru DBD dalam periode bulan tertentu menunjukkan kenaikan
dua kali lipat atau lebih dibandingkan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya;
2. Timbulnya kasus DBD pada suatu daerah yang sebelumnya belum pernah
terjadi; atau
3. Angka kematian DBD dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan di instusi pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren,
2. Bina Suasana
Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukan oleh para pendidik,
juga oleh para pemuka masyarakat (khususnya pemuka masyarakat bidan
pendidikan dan agama), pengurus organisasi anak didik seperti OSIS dan
sejenisnya, Pramuka dan para kader. Para pendidik, pemuka masyarakat,
pengurus organisasi anak didik, Pramuka dan kader berperan sebaai panutan
dalam mempraktekkan PHBS di pendidikan tersebut. Bina suasana juga
dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti billboard di halaman,
poster di kelas, pertunjukan film, pembuatan makalah/berita di majalah
dinding atau majalah sekolah, serta penyelenggaraan
seminar/simposium/diskusi, pakar atau alim-ulama atau publik untuk
berceramah, pemanfaatan halaman untuk taman obat/taman gizi dan lain-
lain.
d. Apa penyakit yang dapat disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti, Aedes
albopictus dan Anopheles?
- Aedes aegypti: zika, chikungunya, DBD, yellow fever
- Aedes albopictus: zika, DBD, chikungunya, yellow fever, encephalitis
- Anopheles: malaria, dan beberapa bias menyebabkan encephalitis
4. Melihat permasalahan yang ada, dr. Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama, kader
Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah
Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit Demam
berdarah Dengue di Kecamatan “Mangga” dan membuat program pengolahan sampah dan
vector control untuk masyarakat desa.
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staf Dinas Kesehatan Kabupaten
karena kegiatan surveillance DBD tidak jalan.
1. Persiapan SMD
Menyusun daftar pertanyaan, Menyusun lembar observasi untuk meng-
observasi rumah, halaman dan lingkungan, Menentukan kriteria responden,
termasuk cakupan wilayah dan jumlah Kepala Keluarga (KK). Dalam survey
mawas diri ini akan diidentifikasi dan dibahas:
- Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalahkesehatan, baik dari
sisi teknis kesehatan maupun dari sisiperilaku.
- Potensi yang dimiliki Puskesmas untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan
tersebut.
2. Interpretasi
Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan DKK,
informasi juga harus disebarluaskan kepada stakeholder yang lain seperti
Camat dan lurah,lembaga swadaya masyarakat, Pokja/Pokjanal DBD dan
lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat berbentuk laporan rutin
mingguan wabah dan laporan insidentil bila terjadi KLB.
3. Implementasi
Data surveilans DBD didapatkan dari Ditjen PP & PL Depkes RI tahun
2009 yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik yang menjelaskan
penyebaran penyakit DBD di Indonesia. Penyebaran kasus DBD dilihat
dari tahun 1968 – 2009 di seluruh provinsi di Indonesia yang disajikan
dalam bentuk tabel. Dari data surveilans tersebut juga dapat dilihat Angka
Insiden ( AI ) / Insident Rate ( IR ) berdasarkan 100.000 penduduk dari
tahun 1968 – 2009. JIka terjadi peningkatan kasus DBD tiap tahunnya
maka harus dilakukan program pengendalian DBD dan menjadi perhatian
utama pada tingkat Kota/Kabupaten maupun Puskesmas.
Selain itu, dengan menggunakan data surveilans, Angka Insiden pada
tahun 2009 di setiap Provinsi dapat diketahui. Hasil analisi ini dapat
disajikan menggunakan grafik sehingga dapat diketahui Provinsi mana
saja yang mengalami kasus DBD tertinggi maupun terendah. Selain
Analisis data surveilans DBD menurut tempat dan waktu, analisis juga
dilakukan menurut orang dengan menghitung Angka Insiden berdasarkan
kelompok umur dan Jenis Kelamin. Dari data yang ada, dapat dihitung
pula Angka Kematian / Case Fatality Rate ( CFR ) berdasarkan provinsi
di Indonesia.
2. Tahap Advokasi
Tahap advokasi yakni melakukan penyiapan bahan perencanaan,
monitoring & evaluasi, koordinasi pelaksanaan advokasi dan fasilitasi
kejadian luar biasa, serta wabah dan bencana (BBTKLPP,
2013). Advokasi dilakukan kepada Bupati / Walikota dan DPRD.
Contohnya seperti yang tertera pada Buletin Jendela Epidemiologi tahap
advokasi yang telah dilakukan yaitu :
a. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes
No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh
RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus.
b. Pada provinsi yang belum mencapai target dalam menurunkan AK maka
dilakukan
pelatihan manajemen kasus terhadap petugas, penyediaan sarana da
n prasarana untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat dan cepat.
C. TAHAP EVALUASI
5. dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan membuat
program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
a. Apa saja faktor risiko DBD?
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan
3. Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas pada saat
itu ditemukan pemeriksaan di kulit dan dilakukan uji Tourniquet.
pencegahan, - - Textbook,
tatalaksana Internet.
1. DBD
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Patofisiologi
Perdarahan kulit pada penderita DBD umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, sedangkan perdarahan masif terjadi
akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks lagi, yaitu trombositopenia, gangguan
faktor pembekuan darah dan kemungkinan oleh Disseminated Intravascular Coagulation
(Ramandari, 2009).
1.4 Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melewati gigitan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ RES yang meliputi
dari sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru
- paru. Data dari berbagai penelitian yang ada menunjukkan bahwa sel - sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto, 2002).
Pada infeksi dengue terbentuk antibodi yang terdiri atas imunoglobulin G yang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing
antibody dan neutralising antibody. Dikenal 2 tipe antibodi berdasarkan virion determinant
specificity yaitu kelompok monoklonal reaktif yang mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus dan antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai
daya memacu replikasi virus. Antibodi non-netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer
akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis
(Ramandari, 2009).
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Oleh rangsang
monosit yang telah terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit manusia
dapat mengeluarkan interferon (IFN) alfa dan gamma. Pada infeksi sekunder oleh virus
1.5 Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh
virus dengue, yang termasuk kelompok Arthropoda Virus (Arbovirosis) dan termasuk
famili Flaviviridae (Flavivirus). Ada 4 serotipe yang diketahui yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak menunjuikkan manifestasi klinis yang berat (Hadinegoro. dkk, 2006).
Menurut (Vyas et. Al, 2014), gejala awal yang dimiliki oleh demam berdarah
dengue yang mirip dengan demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang
terinfeksi menjadi mudah marah, gelisah, dan berkeringat. Terjadi perdarahan yaitu
muncul bintik-bintik kecil seperti darah pada kulit dan patch lebih besar dari darah di
bawah kulit. Luka ringan juga dapat menyebabkan perdarahan.
Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan, pemulihan dimulai
setelah masa krisis.
• Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama
2-7 hari.
• Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o Uji bendung positif
o Petekie, Ekimosis, Purpura
o Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o Hematemesis dan atau melena
• Pembesaran hati
• Syok, ditandai dengan adanya nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi (20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.
1.7 Klasifikasi
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue atau demam berdarah dengue
menurut WHO yaitu :
Sumber: WHO
1.8 Komplikasi
1.9 Penatalaksanaan
1. Beritahu pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan banyak istirahat.
2. Beritahu pasien untuk mengambil antipiretik untuk mengontrol suhu mereka. anak-anak
dengan dengue beresiko untuk demam kejang selama fase demam.
3. Peringatkan pasien untuk menghindari aspirin dan nonsteroid lainnya, obat anti
inflamasi karena mereka meningkatkan risiko perdarahan.
4. Memantau hidrasi pasien selama fase demam
5. Mendidik pasien dan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi dan pantau output urine
6. Jika pasien tidak dapat mentoleransi cairan secara oral, mereka mungkin perlu cairan
IV.
7. Kaji status hemodinamik dengan memeriksa denyut jantung, pengisian kapiler, nadi,
tekanan darah, dan Output urine.
1.10. Pencegahan
Kedua yaitu pencegahan sekunder dilakukan upaya diagnosis dan dapat diartikan
sebagai tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat
permulaan sehingga tidak akan menjadi lebih parah (Prasetyani, 2015).
• Melakukan diagnosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang tepat bagi
penderita demam berdarah dengue.
2. Surveillance epidemiologi
2.1 Pengertian
Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan
tepat.
Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah : a. Memantau kecenderungan penyakit DBD
b. Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta penanggulangannya c.
Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta melakukan
penanggulangan seperlunya, d. Memantau kemajuan program pengendalian DBD
1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data
Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan
data dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan
terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen
2. Pengolahan data Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,
selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk
(transform) dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil
pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis
kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut
disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau
masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang
informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan
yang disajikan.
2. Infeksi yang bersifat KLB menurut waktu dan tempat dan jumlah karkterisitik orang
terkena.
2.6 Penyelenggara
o menganalisis terjadinya kondisi luar biasa penyakit menular dan masalah kesehatan
lainnya yang dihadapi;
o menganalisis potensi ancaman penyakit, sumber dan cara penularan, serta faktor-faktor
yang berpengaruh; dan/atau
§ menyusun rancangan rencana tindak dan respon cepat terhadap faktor risiko, penyakit,
serta masalah kesehatan lainnya
c. sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk pemanfaatan teknologi tepat guna.
3.Kesehatan lingkungan
2. Keadaan Udara
Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat yang diperlukan, contohnya
oksigen dan di dalamnya tidka tercear oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2
(zat carbondioksida).
3. Keadaan tanah
Tanah yang sehat adalah tamah yamh baik untuk penanaman suatu tumbuhan, dan tidak
tercemar oleh zat-zat logam berat.
b. Membersihkan Sampah Non OrganikSampah non organik adalah sampah yang tidak
dapat hancur (dimakan oleh zat organik) dengan sendirinya, maka sampah non organik
dapat dibersihkan dengan membakar sampah tersebut dan lalu menguburnya.
4. Pengendalian vektor. (pengendalian vektor ialah segala macam usaha yang dilakukan
untuk menurunkan atau mengurangi populasi vektor dengan maksud mencegah atau
memberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan vektor.)
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10.Pengendalian kebisingan
14.Pencegahan kecelakaan
Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup
kesehatan lingkungan sebagai berikut :
1. Penyehatan Air dan Udara
2. Pengamanan Limbah padat/sampah
3. Pengamanan Limbah cair
4. Pengamanan limbah gas
Jika definisi itu diterapkan di Puskesmas, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut:
Promosi Kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan
kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga) dan masyarakat di DBK, agar
(2) individu sehat, keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat, melalui
(3) pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1)
sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.
1. Sasaran Primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.Mereka ini
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social
pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public
opinion).Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat
diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan
berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.
2. Sasaran Sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas
3. Sasaran Tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut
serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara: Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan
masyarakat. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi promosi
kesehatan paripurna yang terdiri dari
1. pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab
itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan individu,
(b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan kelompok/masyarakat.
1. bina suasana
upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk
mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah,
organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/ karyawan, orang-orang yang menjadi
terdapat dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu (1) setiap petugas kesehatan dan
(2) petugas khusus promosi kesehatan (disebut penyuluh kesehatan masyarakat).
1. Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu sehat (misalnya
dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium dan lain-lain) wajib
melaksanakan promosi kesehatan. Namun demikian tidak semua strategi promosi
kesehatan yang menjadi tugas utamanya, melainkan hanya pemberdayaan
2. Petugas khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu para petugas kesehatan
lain dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu dengan:
- Menyediakan alat bantu/alat peraga atau media komunikasi guna memudahkan petugas
kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan.
- Menyelenggarakan bina suasana baik secara mandiri atau melalui kemitraan dengan
pihak-pihak lain.
Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dengan
mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan
desa/kelurahan. Data dasar yang perlu dikaji berkaitan dengan pengenalan kondisi wilayah,
sebagai berikut:
Data Geografi dan Demografi : Peta wilayah dan batas-batas wilayah, jumlah
desa/kelurahan, jumlah RW, jumlah RT, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat
pendidikan, mata pencaharian/jenis pekerjaan.
Data Kesehatan : Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit (Diare, Malaria, ISPA,
Kecacingan, Pneumonia, TB, penyakit Jantung, Hipertensi, dan penyakit lain yang umum
dijumpai di Puskesmas). Jumlah kematian (kematian ibu, kematian bayi, dan kematian
balita). Jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi baru lahir dan balita.
Cakupan upaya kesehatan (cakupan pemeriksaan kehamilan, persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, cakupan Posyandu, imunisasi dasar lengkap, sarana air bersih dan
jamban). Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia (Poskesdes, Puskesmas
Pembantu, klinik). Jumlah dan jenis Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peran serta masyarakat, perlu
diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah survai sederhana oleh para pemuka
masyarakat dan perangkat desa/ kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas. Selain untuk mendata ulang masalah kesehatan, mendiagnosis penyebabnya
dari segi perilaku dan menggali latar belakang perilaku masyarakat, survai ini juga
bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para pemuka masyarakat
terhadap kesehatan masyarakat desa/kelurahan, khususnya dari segi PHBS.
Musyawarah desa/kelurahan
Perencanaan Partisipatif
Pelaksanaan Kegiatan
Pemberdayaan
6.PHBS
6.1 Definisi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya memberikan suatu
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok
Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap tatanan;
diperlukan pengelolaan manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian,
perencanaan, penggerakan pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian.
Selanjutnya kembali lagi ke proses semula.
Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan
perilaku yang dapat menciptakan tempat kerja ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan
dengan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah ditempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak
meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.
Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga dan lain-
lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan tempat umum
ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah ditempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak
meludah disembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.
Tujuan utama dari adanya gerakan PHBS adalah meningkatkan kualitas kesehatan
melalui proses penyadartahuan yang menjadi awal dari kontribusi individu–individu dalam
menjalani perilaku kehidupan sehari – hari yang bersih dan sehat.
Manfaat PHBS yang paling utama adalah terwujudnya masyarakat yang sadar kesehatan
dan memiliki bekal pengetahuan dan kesadaran untuk menjalani perilaku hidup yang menjaga
kebersihan dan memenuhi standar kesehatan.
L. Mutftika dkk, 2012. Survei Jentik sebagai Deteksi Dini Penyebaran Demam Berdarah
Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat dan Berkelanjutan. FKM Universitas Diponegoro.