Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 24

Disusun oleh:

KELOMPOK G3

Tutor: Drs. Eddy Roflin, M. Si

Safira Ainun Syafri 04011381722172

M Rifky Meidiansyah 04011381722176

Fahira Nada Safira 04011381722178

Maurizka Juwita Siregar 04011381722185

Nafrah Ardita 04011381722189

M. Faishal Zamzami 04011381722191

Nanda Safira Alisa 04011381722192

Nursarah Salsabila Khansa 04011381722193

Libna Chyntia Amruri 04011381722197

Alessandro Syafei Rashid 04011381722201

Intan Marda Juwita 04011381722202

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Skenario B Blok 24” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial;
2. Drs. Eddy Roflin, M. Si, selaku tutor kelompok G3; dan
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017.
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 11 Mei 2020

Penulis

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... 2

Daftar Isi ................................................................................................................ 3

Kegiatan Diskusi.................................................................................................... 4

Skenario ................................................................................................................. 5

I. Klarifikasi Istilah ................................................................................... 7

II. Identifikasi Masalah .............................................................................. 9

III. Analisis Masalah.................................................................................... 12

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan ............................................................ 46

V. Sintesis ................................................................................................... 47

VI. Kerangka Konsep .................................................................................... 74

VII. Kesimpulan ............................................................................................. 76

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 77

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 3


KEGIATAN DISKUSI

Tutor : Drs. Eddy Roflin, M.Si


Moderator : Safira Ainun Syafri
Sekretaris 1 : Nafrah Ardita
Sekretaris 2 : Libna Chyntia A
Presentan : M. Rifky Meidiansyah
Pelaksanaan : 11 Mei 2020 (10.00-12.30 WIB)
13 Mei 2020 (10.00-12.30 WIB)

Peraturan selama tutorial :


1. Jika bertanya atau mengajukan pendapat harus mengangkat tangan terlebih dahulu,
2. Jika ingin keluar dari ruangan izin dengan moderator terlebih dahulu,
3. Boleh minum,
4. Tidak boleh ada forum dalam forum,
5. Tidak memotong pembicaraan orang lain,
6. Menggunakan hp saat diperlukan.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 4


SKENARIO

dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk 4500
jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah tangga
dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan sampah yang
jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi yang berada di
pinggiran Desa serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan sampah ini belum
bisa mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-mana dikarenakan
masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan walaupun Sebagian
masyarakat memiliki kebiasaan membakar sampah jika musim kering. Mayoritas penduduknya
adalah petani, oleh karena itu di dalam Desa banyak area persawahan irigasi yang drainasenya
mengarah ke sungai. Drainase dari aliran Desa banyak terhambat karena sampah, sehingga
membentuk genangan-genangan air. Selain itu didalam desa terdapat banyak rawa-rawa.

Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga


belum terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang
menggambarkan kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5
orang anak Sekolah Dasar yang didiagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah
Sakit. Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi
peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu. dr. Desi mengadakan
pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk melihat jadwal kegiatan Promosi kesehatan
dan kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS di Sekolah Dasar tsb. Dari hasil
pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan promosi kesehatan yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana, sampah menumpuk, dan banyak
sampah yang masuk selokan sehingga menghambat saluran air dan dari hasil pemantauan,
banyak jentik-jentik nyamuk di air yang tergenang, persawahan dan di rumah-rumah penduduk.
Dari hasil laboratorium terdapat 3 jenis jentik nyamuk yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus
dan Anopheles. Program Fogging yang diadakan di dalam Desa belum memiliki jadwal yang
jelas, terkadang satu kali atau dua kali setahun.

Melihat permasalahan yang ada, dr. Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama, kader
Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah Masyarakat

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 5


Desa serta diharapkan akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit Demam berdarah Dengue
di Kecamatan “Mangga” dan membuat program pengolahan sampah dan vector control untuk
masyarakat desa.

Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staf Dinas Kesehatan
Kabupaten karena kegiatan surveillance DBD tidak jalan.

dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan
membuat program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 6


I. Klarifikasi istilah
No. Istilah Pengertian

1. Surveillance Kegiatan pengamatan secara terus menerus


terhadap kondisi dan masalah kesehatan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit melalui
proses pengumpulan data yang sistematis,
pengolahan, analisis, interpretasi data hingga
menjadi informasi dan penyebaran informasi
kepada penyelenggara program kesehatan dan
pemangku kebijakan lainnya. (KEMENKES)

2. MCK Mandi cuci kakus yaitu salah satu sarana


fasilitas umum yang digunakan bersama oleh
beberapa keluarga untuk keperluan mencuci,
mandi, dan buang air.

3. Open dumping Sistem pembuangan paling sederhana dimana


sampah dibuang begitu saja dalam sebuah
tempat pembuangan akhir tanpa perlakuan lebih
lanjut.

4. Vector control Metode untuk membatasi atau memberantas


mamalia, burung, serangga, atau arthropoda
lain yang dapat mentransmisi penyakit
pathogen.

5. PHBS Pola hidup bersih dan sehat adalah perilaku


kesehatan yang dilakukan karena kesadaran
pribadi hingga keluarga dan seluruh anggotanya
mampu menolong diri sendiri pada bidang
kesehatan serta memiliki peran aktif dalam
aktivitas masyarakat. (KEMENKES)

6. Survei mawas diri Kegiatan pengenalan, pengumpulan, dan


pengkajian masyarakat kesehatan yang

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 7


dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat
setempat di bawah bimbingan kepala desa atau
kelurahan dan petugas kesehatan.

7. PWS Pemantauan wilayah setempat yaitu aplikasi


surveillance dengan mengutamakan segi
wilayah dalam hubungan dengan identifikasi
masalah dan pengambilan tindakan spesifik
bagi wilayah tersebut.

8. Selokan Saluran untuk menyalurkan air pembuangan


atau air hujan untuk dibawa ke suatu tempat
agar tidak menjadi masalah bagi lingkungan
dan kesehatan.

9. Puskesmas Pusat kesehatan masyarakat adalah organisasi


fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh
masyarakat. Ini merupakan unit pelayanan
kesehatan ditingkat kecamatan dan merupakan
unit pelaksanaan teknis daerah (UPTD) dinas
kesehatan kabupaten atau kota (jurnal
universitas Atmajaya)

10. Promosi kesehatan Suatu kegiatan dan atau serangkai kegiatan


pelayanan kesehatan yang bertujuan
memberikan informasi bagi masyarakat terkait
segala hal yang bertujuan pada peningkatan
kualitas kesehatan baik itu kesehatan individu
maupun masyarakat.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 8


II. Identifikasi Masalah
No. Fakta Ketidaksesuaian Prioritas

1. dr. Desi baru bertugas 6 bulan


sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”.
Puskesmas “Manggis” berada di
kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4
Desa, yang total penduduk 4500 jiwa.
Ditengah Desa tersebut mengalir sungai
yang dipakai sebagai sumber air rumah
tangga dan sebagai tempat (MCK). Di
desa tersebut belum terdapat tempat
pembuangan sampah yang jelas, hanya
ada satu open dumping yang mewakili
setiap desa dengan lokasi yang berada di
pinggiran Desa serta dekat dengan
pemukiman warga. Tempat pembuangan
sampah ini belum bisa mewakili seluruh
Tidak Sesuai VV
desa sehingga masih terdapat sampah
dimana-mana dikarenakan
masyarakatnya mempunyai kebiasaan
membuang sampah sembarangan
walaupun Sebagian masyarakat memiliki
kebiasaan membakar sampah jika musim
kering. Mayoritas penduduknya adalah
petani, oleh karena itu di dalam Desa
banyak area persawahan irigasi yang
drainasenya mengarah ke sungai.
Drainase dari aliran Desa banyak
terhambat karena sampah, sehingga
membentuk genangan-genangan air.
Selain itu didalam desa terdapat banyak
rawa-rawa.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 9


2. Puskesmas “Manggis”
mempunyai SDM Kesehatan yang belum
lengkap sehingga belum terakreditasi.
Puskesmas ini belum mempunyai PWS
yang lengkap yang menggambarkan
kinerja program wilayah kerja Puskesmas
“Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang
Tidak Sesuai VVV
anak Sekolah Dasar yang didiagnosa
Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke
Rumah Sakit. Bulan September Tahun
lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari
evaluasi program terjadi peningkatan
kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan
sama pada tahun lalu.
3. dr. Desi mengadakan pertemuan
dengan seluruh staf Puskesmas untuk
melihat jadwal kegiatan Promosi
kesehatan dan kesehatan lingkungan di
wilayah Puskesmas dan PHBS di Sekolah
Dasar tsb. Dari hasil pertemuan dengan
staf Puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan
promosi kesehatan yang berhubungan
dengan kesehatan lingkungan belum
Tidak Sesuai VVV
terlaksana, sampah menumpuk, dan
banyak sampah yang masuk selokan
sehingga menghambat saluran air dan dari
hasil pemantauan, banyak jentik-jentik
nyamuk di air yang tergenang,
persawahan dan di rumah-rumah
penduduk. Dari hasil laboratorium
terdapat 3 jenis jentik nyamuk yaitu Aedes
aegypti, Aedes albopictus dan Anopheles.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 10


Program Fogging yang diadakan di dalam
Desa belum memiliki jadwal yang jelas,
terkadang satu kali atau dua kali setahun.
4. Melihat permasalahan yang ada,
dr. Desi berkoordinasi dengan Pak Camat,
segera mengadakan pertemuan dengan
Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah,
Tokoh agama, kader Kesehatan
mengadakan Survei Mawas Diri dan
dilanjutkan dengan Musyawarah
Masyarakat Desa serta diharapkan akan
menurunkan frekuensi kejadian penyakit V
Tidak Sesuai
Demam berdarah Dengue di Kecamatan
“Mangga” dan membuat program
pengolahan sampah dan vector control
untuk masyarakat desa.

Minggu yang lalu, Puskesmas


“Manggis” dikunjungi oleh staf Dinas
Kesehatan Kabupaten karena kegiatan
surveillance DBD tidak jalan.
5. dr. Desi ingin menurunkan kejadian
DBD di wilayah Puskesmas Manggis
dengan membuat program-program Tidak Sesuai V

kegiatan prenvensi terhadap penyakit


DBD.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 11


III. Analisis Masalah

1. dr. Desi baru bertugas 6 bulan sebagai Kepala Puskesmas “Manggis”. Puskesmas
“Manggis” berada di kecamatan “Mangga” yang terdiri dari 4 Desa, yang total penduduk
4500 jiwa. Ditengah Desa tersebut mengalir sungai yang dipakai sebagai sumber air rumah
tangga dan sebagai tempat (MCK). Di desa tersebut belum terdapat tempat pembuangan
sampah yang jelas, hanya ada satu open dumping yang mewakili setiap desa dengan lokasi
yang berada di pinggiran Desa serta dekat dengan pemukiman warga. Tempat pembuangan
sampah ini belum bisa mewakili seluruh desa sehingga masih terdapat sampah dimana-
mana dikarenakan masyarakatnya mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan
walaupun sebagian masyarakat memiliki kebiasaan membakar sampah jika musim kering.
Mayoritas penduduknya adalah petani, oleh karena itu di dalam Desa banyak area
persawahan irigasi yang drainasenya mengarah ke sungai. Drainase dari aliran Desa banyak
terhambat karena sampah, sehingga membentuk genangan-genangan air. Selain itu didalam
desa terdapat banyak rawa-rawa.
a. Bagaimana kriteria MCK yang baik?
Kakus/Jamban
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut: (Depkes RI, 2004)
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-
15 meter dari sumber air bersih,
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus,
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitarnya,
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya,
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung dinding kedap air dan berwarna,
6. Cukup penerangan,
7. Lantai kedap air
b. Bagaimana status demografi di kecamatan Mangga?
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 34 tahun 2015 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli
Hak Asasi Manusia

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 12


Rasio Puskesmas terhadap penduduk adalah merupakan perbandingan ideal
antara jumlah ketersediaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terhadap
jumlah penduduk dengan Rasio ideal sebesar 1 : 16.000;

Di kasus ini 1:4500, yang berarti sudah ideal

c. Apa dampak dari banyaknya lahan basah terhadap kesehatan lingkungan?


Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland” baru dikenal di Indonesia
sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut kawasan lahan
basah berdasarkan bentuk/nama fisikmasing-masing tipe seperti: rawa, danau,
sawah, tambak, dan sebagainya. Disamping itu, berbagai departemen sektoral
juga mendefinisikan lahan basah berdasarkan sektor wilayah pekerjaan masing-
masing (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Menurut Roselina Panghiyangan, dkk, 2019 jenis penyakit yang bisa terjadi
dilahan basah yaitu:
1. Malaria
Malaria merupakan infeksi parasit pada sel merah yang disebabkan oleh
suatu protozoa spesies plasmodium yang di tularkan kemanusia melalui air
liru nyamuk. Orang yang beresiko terinfeksi malaria adalah anak-anak,
balita, wanita hami serta penduduk nonimun yang mengunjungi daerah
endemis malaria serta berpenduduk di daerah lahan basah.
2. Demam kuning (yellow fever)
Demam kuning atau yellow fever merupakan penyakit infeksi yang di
sebabkan oleh virus. Disebut demam kuning karena penyakit ini ditandai
dengan ikterik (mata kuning). Penularan virus ini terjadi karena gigitan oleh
nyamuk yang terinfeksi virus demam kuning namun penularannya tidak
terjadi antar manusia.
3. Demam berdarah

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 13


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)merupakan salahsatu masalah
kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan seringmenimbulkan suatu
letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengankematian yang besar. Penyakit
DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yangditularkan melalui
gigitan nyamukAedes, dengan ciri demam tinggimendadak disertai
manifestasi perdarahan dan bertendensimenimbulkan renjatan (shock) dan
kematian. Sampai sekarang penyakit DBD belum ditemukan obat
maupunvaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah
terjadinyapenyakit ini dengan memutuskan rantai penularan yaitu
denganpengendalian vektor.
4. Filariasis
Filariasis adalah penyakit infeksi sistemik kronik yang disebabkan oleh
cacing seperti benang, dari genus Wuchereria dan Brugia yang dikenal
sebagai filaria yang tinggal di sistem limfa (mengandung getah bening),
yaitu jaringan pembuluh yang berfungsi untuk menyangga dan menjaga
keseimbangan cairan antara darah dan jaringan otot yang merupakan
komponen esensial dari sistem kekebalan tubuh. Filariasis atau yang lebih
dikenal dengan sebutan penyakit “kaki gajah” inidisebabkan oleh tiga
spesies filaria, yaitu Wuchereria brancofti dimana hampir sebagian besar
berada di daerah yang memiliki kelembaban yang cukup tinggi.
5. Encephalitia
Japanese encephalitis (JE) merupakan penyakit infeksi akut pada
susunan saraf pusat (SSP) yang ditularkan melalui nyamuk yang terinfeksi
virus JE. Virus JE termasuk dalam famili flavivirus. Japanese encephalitis
adalah infeksi neurologik yang berkaitan erat dengan St. Louis encephalitis
dan West Nile encephalitis. Virus JE menyebar terutama di daerah pedesaan
(rural) di Asia. Virus tersebut disebarkan oleh nyamuk culicine: nyamuk
yang paling sering ditemukan sebagai vektor ialah Culex tritaeniorhynchus
yang dapat menularkan virus JE baik ke manusia maupun ke hewan
peliharaan lainnya. Penyebaran penyakit ini tergantung musim, terutama
pada musim hujan saat populasi nyamuk Culex meningkat, kecuali di
Malaysia, Singapura, dan Indonesia yaitu sporadik terutama di daerah
pertanian seperti di daerah lahan basah.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 14


d. Apa saja peran puskesmas terhadap kesehatan lingkungan?
Visi puskesmas dalam indikator lingkungan meliputi:
- Ketersediaan air bersih dan jamban
Sarana pembuangan air besar dibedakan menjadi empat macam, yaitu
memakai jamban leher angsa, jamban plengsengan, jamban cemplung dan
tidak memakai jamban.
- Keadaan tempat pembuangan sampah dan limbah
- Keadaan sanitasi tempat-tempat umum (TTU)
Tempat – tempat umum merupakan sarana yang dikunjungi banyak orang dan
dikhawatirkan dapat menjadi tempat penyebaran penyakit. TTU meliputi hotel,
terminal , bioskop , pasar dan lain – lain. Sedangkan TTU sehat adalah tempat
umum yang memenuhi syarat kesehatan , yaitu memiliki sarana air bersih,
tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang
baik , luas lantai ( luas ruang ) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan
memiliki pencahayaan ruang yang sesuai.
e. Apa dampak dari drainase yang terhambat karena sampah sehingga membentuk
genangan-genangan air?
- Banjir
- Genangan-gengangan air akan memicu tumubuhnya organisme parasite
- Dari segi estetika, genangan tadi akan menybeabkan warga di sekitar tempat
itu akan melihat lingkungan yang kotor dan tidak enak.
f. Apa dampak system pembuangan open dumping terhadap lingkungan di desa
tersebut?
Pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah
hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan
ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Metode open dumping ini tidak
saniter karena menjadi tempat bersarangnya binatang pengerat dan serangga,
sering menimbulkan bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah,
menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah
pencemaran air.
g. Apa saja risiko kesehatan membakar sampah?

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 15


1. Iritasi

Masalah kesehatan paling ringan yang mungkin Anda rasakan akibat


pembakaran sampah adalah iritasi pada mata, hidung, mulut, dan
tenggorokan. Kadang, hal ini dibarengi dengan menurunnya stamina bahkan
sakit kepala dan pusing.

2. Gangguan pernapasan

Ketika zat-zat berbaya hasil membakar sampah sudah masuk ke tubuh, maka
organ yang terlebih dahulu terdampak adalah sistem pernapasan. Masalah
kesehatan yang mungkin derita akibat paparan asap pembakaran sampah
adalah asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga pneumonia.

3. Penyakit kardiovaskuler

Penyakit yang dimaksud mulai dari serangan jantung hingga stroke. Hal ini
disebabkan oleh masuknya partikel polusi ke dalam tubuh, terutama bila
terjadi secara masif dan berulang.

4. Kanker

Dioksin, salah satu partikel polusi yang paling banyak ditemukan dalam hasil
membakar sampah, adalah zat berbahaya yang bersifat karsinogen atau
memicu kanker. Dioksin juga merupakan racun yang berbahaya bagi ibu
hamil, anak-anak dan orang lanjut usia.

Selain kanker paru-paru, membakar sampah juga dapat mengakibatkan


kanker darah atau leukemia. Penyakit ini muncul ketika menghirup benzene
yang dikeluarkan oleh sampah yang terbakar, terutama dalam jumlah besar.

5. Mengganggu sistem reproduksi

Dioksin yang masuk ke tubuh juga bisa bertindak sebagai pengganggu kerja
endokrin sehingga menyebabkan terganggunya sistem reproduksi manusia.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 16


Sistem imun manusia juga bisa terganggu, begitu pula dengan perkembangan
janin pada ibu hamil.

h. Bagaimana cara mengedukasi agar masyarakat tidak membuang sampah


sembarangan?
- Promosi kesehatan di internal puskesmas dapat berupa poster-poster atau
anjuran-anjuran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Salah satu poster yang
ada di Puskesmas adalah poster kesehatan “Membuang sampah pada
tempatnya”. Poster yang ada di Puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
(Dinkes) dan Puskesmas itu sendiri. Pemasangan poster juga harus
memperhatikan mengenai luasa Kawasan. Jika Kawasan yang sempit maka
poster yang dipasang ialah postr yang. Berasal dari puskesmas itu sendiri.
Karakteristik poster dari Dinkes berukuran lebih besar dan disertai gambar dan
tulisan ajakannya. Namun karakteristik poster dari Puskesmas berukuran relatif
lebih kecil dan juga poster dari Puskesmas itu sendiri menekankan pada isi pesan
kesehatan dan tidak disertai gambar.
Contoh poster :

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 17


- Perilaku membuang sampah dipengaruhi oleh pengetahuan kondisi lingkungan.
Perubahan perilaku dapat dilakukan melalui dunia pendidikan dengan cara
memberikan pelajaran tentang sampah kepada anak-anak didik sejak mulai dari
TK sampai Perguruan Tinggi. Pemerintah bisa menyelengarakan pelatihan,
penyuluhan, atau seminar-seminar tentang pengelolaan sampah. Proses
penyadaran dilakukan di seluruh lapisan masyarakat. Proses penyadaran dimulai
dari aparat pemerintahan kemudian ke desa dan lanjut ke masyarakat.
Perusahaan-perusahaan bisa menyalurkan sebagian dana CSR untuk program-
program penyadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik. Dari
kegiatan-kegiatan di atas secara bertahap diharapkan terjadi perubahan perilaku
masyarakat. Masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan.
Masyarakat tidak membuang sampah di selokan atau saluran air. Masyarakat
membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat mulai memisah-misahkan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 18


sampah sesuai kelompoknya: organik, plastik, logam, dan kaca. Masyarakat
tidak lagi membakar sampah.
- Muncul ’social control’ dari masyarakat itu sendiri untuk mengelola sampah
dengan baik. Misalnya saja ada semacam hukuman sosial jika ada orang yang
membuang sampah sembarangan. Atau orang akan menegur orang lain yang
membuang sampah sembarangan. Lebih jauh lagi, orang malu dan takut
membuang sampah sembarangan. Yang menjadi tujuan utama sosialisasi adalah
membangkitkan kesadaran warga agar menjaga kebersihan lingkungan dan tidak
membuang sampah sembarang mengingat bahaya yang ditimbulkan akibat
membuang sampan sembarangan, serta terjangkaunya lokasi TPA, untuk itu
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) terdapat di tepi jalan utama yang merupakan
tanah milik desa dan brosur yang dibagikan saat sosialisasi disertai dengan
penggolongan sampah beserta konsep pembuangan sampah yang disajikan
melalui bagan dan gambar jadi warga dapat dengan mudah memahaminya

Edukasi yang bisa disampaikan kepada masyarakat :


Membuang sampah sembarangan merupakan salah satu pelanggaran
etika yang sering dijumpai, ada banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari
membuang sampah sembarangan yaitu seperti banjir, wabah penyakit dan
tentunya kerusakan lingkungan yang lainnya.
Sedangkan Darmono (2010) menyatakan bahwa beberapa dampak
lainnya adalah terjadinya pencemaran udara yang merusak lapisan ozon
sehingga menimbulkan pemanasan global; pencemaran air yang berupa
pencemaran substansi kimia dan radioaktif yang mengganggu fauna misalnya
keracunan hingga terjadinya kerusakan genetik dan gangguan reproduksi atau
perkembangbiakan; dan perpindahan emisi logam yang mempengaruhi
kesehatan makhluk hidup. Racun dari sampah saat ini telah banyak berubah.
Sampah plastik dibuat dari bahan sintetis, umumnya menggunakan minyak bumi
sebagai bahan dasar, ditambah bahan-bahan tambahan yang umumnya
merupakan logam berat (kadnium, timbal, nikel) atau bahan beracun lainnya
seperti Chlor.
Racun dari plastik ini terlepas pada saat terurai atau terbakar. Penguraian
plastik akan melepaskan berbagai jenis logam berat dan bahan kimia lain yang

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 19


dikandungnya. Bahan kimia ini terlarut dalam air atau terikat di tanah, dan
kemudian masuk ke tubuh kita melalui makanan dan minuman. Sedangkan
pembakaran plastik menghasilkan salah satu bahan paling berbahaya di dunia,
yaitu Dioksin. Dioksin adalah salah satu dari sedikit bahan kimia yang telah
diteliti secara intensif dan telah dipastikan menimbulkan Kanker. Bahaya
dioksin sering disejajarkan dengan DDT, yang sekarang telah dilarang di seluruh
dunia. Selain dioksin, abu hasil pembakaran juga berisi berbagai logam berat
yang terkandung di dalam plastik.

i. Bagaimana teknik pembuangan sampah yang tepat pada kasus?


Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan
pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu
dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya.

(Badan Standarisasi Nasional, 2002)


Karakteristik sampah dalam pengelolaan sampah dibedakan atas :
1. Sampah organik

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 20


Sampah organik atau sampah basah atau sampah hayati adalah jenis sampah
yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur
secara alami. Contohnya adalah sampah sisa dapur, daun-daunan, sayur-
sayuran, buah-buahan, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/ daun/ ranting
dari kebun.
1. Sampah An-Organik
Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah non-hayati adalah
sampah yang sukar atau tidak dapat membusuk, merupakan sampah yang
tersusun dari senyawa non-organik yang berasal dari sumber daya alam tidak
terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri.
Contohnya adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan logam. Sebagian
sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam sama sekali, dan sebagian
lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Mengolah sampah non-
organik erat hubungannya dengan penghematan sumber daya alam yang
digunakan untuk membuat bahan-bahan tersebut dan pengurangan polusi
akibat proses produksinya di dalam pabrik.
(Kementerian Pekerjaan Umum : modul Pengolahan Sampah Berbasis 3R
berbasis masyarakat)

j. Bagaimana dampak sumber air yang digabung antara MCK dan sumber air
rumah tangga?
Air yang tidak aman dan sanitasi yang buruk terkait dengan penularan
penyakit seperti kolera, penyakit diare, disentri, hepatitis A, tipus dan polio, dan
keracunan timbal dari jalur layanan air minum timah, atau timbal solder, atau
perlengkapan kuningan atau bertimbal. Penyakit diare saja diperkirakan
berjumlah 3,6% dari total beban penyakit DALY global dan bertanggung jawab
atas kematian 1,5 juta orang setiap tahun. Diperkirakan 58% dari beban itu, atau
842.000 kematian per tahun, disebabkan oleh kurangnya pasokan air, sanitasi
dan kebersihan, sebagian besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
Apabila sumber air rumah dan tangga dan MCK digabung, maka sumber
air rumah tangga akan terkontaminasi dengan bakteri E. Coli atau bakteri-bakteri

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 21


lainnya yang dapat menyebabkan berbagai penyakit. Selain itu menghindari
adanya kontaminasi dari zat-zat kimia (seperti fosfat) dan heavy metal.

k. Bagaimana irigasi persawahan yang baik?

Pemberian air pada padi sawah dalam jaringan irigasi, terdapat 3 sistem, yaitu
sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotasi, dan sistem irigasi berselang.
Kebanyakan jaringan irigasi yang ada di Indonesia, menerapkan sistem irigasi
terus menerus (continous flow).

1. Sistem irigasi terus menerus (continuous flow) dilakukan dengan


memberikan air kepada tanaman dan dibiarkan tergenang mulai
beberapa hari setelah tanam hingga beberapa hari menjelang panen.
Penggunaan sistem ini, dengan mempertimbangkan : penerimaan respon
yang baik pada waktu pemupukan, menekan pertumbuhan gulma, dan
menghemat tenaga untuk pengolahan tanah. Kebanyakan petani di
Indonesia menerapkan sistem pengairan ini. Selain tidak efisien, cara ini
juga berpotensi mengurangi (1) efisiensi serapan hara nitrogen, (2)
meningkatkan emisi gas metan ke atmosfer, (3) dan menaikkan
rembesan yang menyebabkan makin banyak air irigasi yang dibutuhkan.
2. Irigasi bergilir (rotational irrigation) merupakan teknik irigasi
dimanapemberian air dilakukan pada suatu luasan tertentu untuk periode
tertentu, sehingga areal tersebut menyimpan air yang dapat digunakan
hingga periode irigasi berikutnya dilakukan.
3. Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi
lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi
seperti itu ditujukan antara lain untuk :

- Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih
luas

- Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara


sehingga dapat berkembang lebih dalam

- Mengurangi timbulnya keracunan besi

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 22


- Mengurangi penimbunan asam organik dan gas H2S yang
menghambat perkembangan akar

- Mengaktifkan jasad renik mikroba yang menghambat

- Mengurangi kerebahan

- Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan


malai dan gabah)

- Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen

- Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)

- Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi


penyebaran hama wereng coklat

Syarat Utama Irigasi

Irigasi memainkan peranan penting dalam usaha meningkatkan hasil


pangan. Kerena dengan irigasi kebutuhan air untuk tanaman dapat terpenuhi.
Sehingga proses pertumbuhan tanaman dapat berjalan dengan baik. Syarat
utama irigasi yang merupakan tempat unsur fungsional pokok yang harus ada
dalam irigasi, yaitu :

1. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-


petak tersier.
2. Petak-petak tersier dengan system pembagian air dan sistem
pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan di alirkan ke sawah-
sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan
dalam petak tersier.
3. Sistem pembuang yang ada di luar daeah irigasi untuk membuang
kelebihan air di sungai atau saluran-saluran alamiah.
4. Tersedianya sumber air dan air yang berlimpah untuk dapat mengalirkan
air agar dapat berguna bagi makhluk hidup. Karena jika tidak tersedia air
yang melimpah atau cukup banyak, maka air tidak bisa diribusikan untuk
memenuhi kebutuhan makhluk hidup.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 23


Dengan adanya bangunan-bangunan utama, jaringan pembawa, petak-
petak tersier, dan system pembuang dapat mengorganisir air agar dapat cukup
untuk memenuhi kebutuhan agar tidak boros. Karena apabila tidak tedapat
empat unsur fungsional pokok irigasi, air tidak dapat terorganisir dengan
baik dan terjadi pemborosan air, serta bisa saja air tidak sampai ke daerah
yang lebih tinggi dari sumber air.

l. Berapa idealnya jumlah wilayah kerja yang dipegang oleh satu puskesmas?
Mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam Puskesmas dengan
wilayah kerja tingkat Kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah
penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa.
Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih
dari 1 (satu) Puskesmas. Kondisi tertentu ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas.

2. Puskesmas “Manggis” mempunyai SDM Kesehatan yang belum lengkap sehingga belum
terakreditasi. Puskesmas ini belum mempunyai PWS yang lengkap yang menggambarkan
kinerja program wilayah kerja Puskesmas “Manggis”. Dalam 7 hari ini ada 5 orang anak
Sekolah Dasar yang didiagnosa Demam Berdarah Dengue yang dirujuk ke Rumah Sakit.
Bulan September Tahun lalu terdiagnosa DBD 15 orang. Dari evaluasi program terjadi
peningkatan kasus DBD 2 kali dibandingkan bulan sama pada tahun lalu.
a. Apa saja kriteria kelengkapan SDM di puskesmas berdasarkan akreditasi?
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, dalam Pasal 17 Ayat 1-3 menyatakan bahwa jenis
Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
1. Dokter atau dokter layanan primer
2. Dokter gigi
3. Tenaga kesehatan lainnya (perawat, bidan, tenaga sanitasi lingkungan,
nutrisionis, tenaga apoteker atau tenaga teknis kefarmasian, dan ahli
teknologi laboratorium medik)
4. Tenaga non kesehatan (tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 24


Pada Pasal 17 Ayat 4 dikatakan dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat
menambah jenis tenaga kesehatan lainnya meliputi terapis gigi dan mulut,
epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, perekam medis dan informasi
kesehatan, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan.
Mengenai jumlah tenaga kesehatan pada suatu Puskesmas, Pasal 18 Ayat 2
mengatakan bahwa perhitungan kebutuhan ideal terhadap jumlah dan jenjang
jabatan dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan masing-masing
jenis Tenaga Kesehatan lainnya serta tenaga nonkesehatan dilakukan melalui
analisis beban kerja dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, rasio terhadap jumlah penduduk dan persebarannya, luas dan
karakteristik wilayah kerja, ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat
pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan
b. Bagaimana penilaian akreditasi puskesmas?
Penilaian akreditasi puskesmas diatur dalam “Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2015 tentang akreditasi puskesmas, klinik
pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi:
Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di Puskesmas, yaitu:
A. Kelompok Administrasi Manajemen, yang diuraikan dalam :
1. Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
2. Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)
3. Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
B. Kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), yang diuraikan dalam:
1. Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran
(UKMBS)
2. Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat
(KMUKM)
3. Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat
C. Kelompok Upaya Kesehatan Perorangan, yang diuraikan dalam:
1. Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
2. Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)
3. Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 25


c. Bagaimana kriteria PWS yang lengkap?
- Adanya surveilans epidemiologi
Kegiatan Surveilans Epidemiologi memerlukan data dan informasi
epidemiologi yang lengkap, akurat, tepat waktu dan aksesibilitas untuk dapat
menghasilkan informasi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit. Informasi
tersebut akan digunakan untuk kegiatan kewaspadaan dini (SKD) KLB dan
menjadi dasar penentuan kegiatan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
- Menurut Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit Informasi
yang hasil Surveilans epidemiologi untuk kewaspadaan dini Kejadian Luar
Biasa (KLB). hendaknya lengkap yaitu mencakup variabel epidemiologi
tempat, yaitu dapat ditunjukkan dengan mapping penderita menurut wilayah
tertentu, misalnya kelurahan
d. Apakah pada kasus ini merupakan KLB? Disertai alasan.

Kejadian DBD pada wilayah kerja Puskesmas “Manggis” sudah tergolong


kejadian Luar Biasa karena terjadi peningkatan 2x lipat kasus DBD dari bulan
sebelumnya. KLB DBD dinyatakan bila:

1. Jumlah kasus baru DBD dalam periode bulan tertentu menunjukkan kenaikan
dua kali lipat atau lebih dibandingkan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya;
2. Timbulnya kasus DBD pada suatu daerah yang sebelumnya belum pernah
terjadi; atau
3. Angka kematian DBD dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.

e. Bagaimana tahap-tahap SKD pada kasus?


Penanggulangan dilakukan dengan tujuan menurunkan frekuensi DBD,
menurunkan jumlah kasus dan kematian dalam suatu DBD, serta membatasi
penyebar luasan wilayah DBD. Salah satu upaya penanggulangan DBD adalah
pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) DBD. Adapun langkah yang
dilakukan dalam pelaksanaan SKD DBD penyakit antara lain :
1) Penetapan daerah rawan DBD penyakit;

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 26


2) Penetapan bulan atau minggu rawan DBD (saat terjadinya peningkatan kasus)
berdasarkan data epidemiologi beberapa tahun sebelumnya;
3) Penetapan unsur dasar penyebab terjadinya DBD berdasar hasil kajian
epidemiologi;
4) Rencana kegiatan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya DBD dan
kesiapan penanggulangan serta intervensi faktor risikonya;
5) Pemantauan terhadap kesakitan dan kematian kasus yang dinamis (dengan
grafik dan tabel mingguan secara ketat (laporan mingguan kasus);
6) Pemantauan terhadap kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, dan pelayanan
kesehatan;
7) Penyelidikan daerah rawan DBD atau dugaan terjadinya DBD.

f. Bagaimana penilaian kinerja puskemas?


Pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas meliputi serangkaian
kegiatan yang dimulai sejak awal tahun anggaran pada saat penyusunan rencana
pelaksanaan kegiatan Puskesmas. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data yang
dipantau dan dibahas melalui forum Lokakarya Mini baik bulanan dengan lintas
program di dalam puskesmas maupun Lokakarya Mini tribulanan yang
melibatkan lintas sector di kecamatan
Penilaian kinerja Puskesmas meliputi Puskesmas dan jaringannya
yaitu Puskesmas, Puskesmas Pembantu, bidan di desa serta berbagai UKBM dan
upaya pemberdayaan masyarakat lainnya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota, maka pada proses pelaksanaannya tetap dibawah
bimbingan dan pembinaan dinas kesehatan kabupaten/kota. Waktu pelaksanaan
penilaian ditetapkan oleh masing-masing Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
bersama Puskesmas
1. Penetapan target Puskesmas
2. Pengumpulan data hasil kegiatan
3. Pengolahan data
4. Analisis hasil dan langkah pemecahan
5. Pelaksanaan penilaian

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 27


Langkah pelaksanaan penilaian di Puskesmas:

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 28


3. dr. Desi mengadakan pertemuan dengan seluruh staf Puskesmas untuk melihat jadwal
kegiatan Promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas dan PHBS di
Sekolah Dasar tsb. Dari hasil pertemuan dengan staf Puskesmas dalam 3 bulan ini kegiatan
promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan belum terlaksana,
sampah menumpuk, dan banyak sampah yang masuk selokan sehingga menghambat
saluran air dan dari hasil pemantauan, banyak jentik-jentik nyamuk di air yang tergenang,
persawahan dan di rumah-rumah penduduk. Dari hasil laboratorium terdapat 3 jenis jentik
nyamuk yaitu Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Anopheles. Program Fogging yang
diadakan di dalam Desa belum memiliki jadwal yang jelas, terkadang satu kali atau dua
kali setahun.
a. Bagaimana pelaksanaa PHBS di sekolah dasar?

Pembinaan PHBS di Institusi Pendidikan

Di institusi pendidikan, pembinaan PHBS dilaksanakan melalui ketan


Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yan terintrasi denan kiatan penmbanan dan
pembinaan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Aktif. Namun demikian, tanggung
jawab pembinaan yang terendah tidak diletakkan di tingkat kecamatan,
melainkan di tingkat kabupaten/kota (Pokjanal Kabupaten/Kota).

1. Pemberdayaan
Pemberdayaan di instusi pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren,

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 29


seminari dan lain-lain, dilakukan terhadap para anak didik. Sebagaimana di
desa atau kelurahan, di sebuah institusi pendidikan pemberdayaan juga
diawali dengan pengorganisasian masyarakat (yaitu masyarakat instusi
pendidikan tersebut). Pengorganisasian masyarakat ini adalah untuk
membentuk atau merevitalisasi Tim Pelaksana UKS atau yan disebut
dengan nama lain dan para pendidik di instusi pendidikan yan bersangkutan
(pengembangan kapasitas pengelola). Dengan pengorganisasian masyarakat
di institusi pendidikan tersebut, maka selanjutnya pemberdayaan anak didik
dapat diserahkan kepada pimpinan insi pendidikan, komite atau dewan
penyantun, Tim Pelaksana UKS atau yan disebut denan nama lain, para
pendidik, dan anak-anak didik yang ditunjuk sebagai kader (misalnya dokter
kecil).

Pemberdayaan dilaksanakan di berbagai kesempatan, yaitu terintegrasi


dalam proses belajar- mengajar (kurikuler) dan dalam kegiatan-kegiatan di
luar proses belajar-mengajar (ekstra kurikuler). Juga dapat dilaksanakan
melalui penyelenggaraan Klinik Konsultasi Kesehatan (UKBM) yang
dikelola oleh para pendidik dan kader dibantu petugas kesehatan dari
Puskesmas/rumah sakit/dinas kesehatan.

2. Bina Suasana
Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukan oleh para pendidik,
juga oleh para pemuka masyarakat (khususnya pemuka masyarakat bidan
pendidikan dan agama), pengurus organisasi anak didik seperti OSIS dan
sejenisnya, Pramuka dan para kader. Para pendidik, pemuka masyarakat,
pengurus organisasi anak didik, Pramuka dan kader berperan sebaai panutan
dalam mempraktekkan PHBS di pendidikan tersebut. Bina suasana juga
dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti billboard di halaman,
poster di kelas, pertunjukan film, pembuatan makalah/berita di majalah
dinding atau majalah sekolah, serta penyelenggaraan
seminar/simposium/diskusi, pakar atau alim-ulama atau publik untuk
berceramah, pemanfaatan halaman untuk taman obat/taman gizi dan lain-
lain.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 30


3. Advokasi
Advokasi dilakukan oleh fasilitator dari kabupaten/ kota/provinsi terhadap
para pemilik/pimpinan institusi pendidikan, para pendidik dan pengurus
organisasi peserta didik, agar mereka berperan serta dalam kegiatan
pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. Para pemilik/pimpinan
institusi pendidikan misalnya, harus memberikan dukungan
kebijakan/pengaturan dan menyediakan sarana agar PHBS di Institusi
Pendidikannya dapat dipraktekkan. Advokasi juga dilakukan terhadap para
penyandan dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu upaya
pembinaan PHBS di Institusi Pendidikan.

Kegiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi di institusi


pendidikan tersebut di atas harus didukung oleh kegiatan-kegiatan (1) bina
suasana PHBS di Pendidikan dalam lingkup yang lebih luas (kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan nasional) dengan memanfaatkan media massa
berjangkauan luas seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta
(2) advokasi secara berjenjang dari tingkat pusat ke tingkat provinsi, dan dari
tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota.

Contoh PHBS di sekolah:

• Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan,


• Mengkonsumsi jajanan sehat,
• Menggunakan jamban bersih dan sehat
• Olahraga yang teratur
• Memberantas jentik nyamuk
• Tidak merokok di lingkungan sekolah
• Membuang sampah pada tempatnya, dan
• Melakukan kerja bakti bersama warga lingkungan sekolah untuk
menciptakan lingkungan yang sehat.

b. Bagaimana kegiatan promosi kesehatan di puskesmas?

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 31


c. Bagaimana upaya puskesmas untuk mengeliminasi jentik-jentik nyamuk pada
kasus?
- Edukasi masyarajat buat menaburkan bubuk larvasida
- Fogging
Menurut Depkes RI (2005), untuk membatasi penularan virus dengue
dilakukan dua siklus pengasapan atau penyemprotan, dengan interval satu
minggu. Penentuan siklus ini dengan asumsi, bahwa pada penyemprotan
siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus dengue atau nyamuk
infektif, dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Kemudian akan segera
diikuti dengan munculnya nyamuk baru yang akan mengisap darah penderita
viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan terjadinya penularan
kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua.
Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan
yang pertama, agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi
sebelum sempat menularkan pada orang lain. (Sumber: Dinas Kesehatan
2005)
- Penaburan Abate
- Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik Sebagai Implementasi PSN 3M-PLUS
Adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap
keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk
untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui
pembudayaan PSN
3M PLUS. Jumantik Rumah Adalah kepala keluarga / anggota keluarga
/penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan
pemantauan jentik di rumahnya. Kepala Keluarga sebagai penanggung
jawab Jumantik Rumah. Sedangkan kalau jumantik lingkungan Adalah satu
atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat – tempat umum
(TTU) atau tempat – tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan
jentik di:
- TTI : Perkantoran, sekolah, rumah sakit.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 32


- TTU : Pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat
pemakaman, tempat wisata.

d. Apa penyakit yang dapat disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti, Aedes
albopictus dan Anopheles?
- Aedes aegypti: zika, chikungunya, DBD, yellow fever
- Aedes albopictus: zika, DBD, chikungunya, yellow fever, encephalitis
- Anopheles: malaria, dan beberapa bias menyebabkan encephalitis

4. Melihat permasalahan yang ada, dr. Desi berkoordinasi dengan Pak Camat, segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, kepala Sekolah, Tokoh agama, kader
Kesehatan mengadakan Survei Mawas Diri dan dilanjutkan dengan Musyawarah
Masyarakat Desa serta diharapkan akan menurunkan frekuensi kejadian penyakit Demam
berdarah Dengue di Kecamatan “Mangga” dan membuat program pengolahan sampah dan
vector control untuk masyarakat desa.
Minggu yang lalu, Puskesmas “Manggis” dikunjungi oleh staf Dinas Kesehatan Kabupaten
karena kegiatan surveillance DBD tidak jalan.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 33


a. Apa yang dimaksud dengan survey mawas diri?
Survey mawas diri adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan dan pengkajian
masalah kesehatan yang dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat setempat
dibawah bimbingan petugas kesehatan atau perawat di desa. (Depkes RI, 2007)
Tujuan survei mawas diri:
1. Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, dan mengkaji masalah
kesehatan yang ada di desa
2. Timbulnya minat dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan
pentingnya permasalahan tersebut untuk diatasi.
b. Apa yang dimaksud dengan musyawarah masyarakat desa?
Secara umum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) merupakan pertemuan
perwakilan warga desa beserta tokoh masyarakatnya dan para petugas untuk
membahas hasil Survei Mawas Diri (SMD) dan merencanakan penanggulangan
masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD.
- Memberi pengetahuan tentang suatu persoalan kesehatan yang terjadi di
Desa
- Mencarikan solusi bersama sesuai potensi yang dimiliki
- Memasukan dalam perencanaan di Desa maupun perencanaan
Puskesmas
- Dan mendiskusikan anggaran desa untuk persoalan kesehatan tersebut.
c. Bagaimana cara pelaksanaan survey mawas diri?

1. Persiapan SMD
Menyusun daftar pertanyaan, Menyusun lembar observasi untuk meng-
observasi rumah, halaman dan lingkungan, Menentukan kriteria responden,
termasuk cakupan wilayah dan jumlah Kepala Keluarga (KK). Dalam survey
mawas diri ini akan diidentifikasi dan dibahas:
- Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalahkesehatan, baik dari
sisi teknis kesehatan maupun dari sisiperilaku.
- Potensi yang dimiliki Puskesmas untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan
tersebut.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 34


- Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) apa saja yang sudah ada (jikaada) dan atau
harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dalamrangka mengatasi masalah-
masalah kesehatan tersebut, jikaperlu.
- Bantuan/dukungan yang diharapkan: apa bentuknya, berapabanyak, dari mana
kemungkinan didapat (sumber) dan bilamanadibutuhkan.
- Selain untuk menggali latar belakang perilaku pasien/pengunjung,survai ini
juga bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dankepedulian para petugas
Puskesmas terhadap masalah kesehatan(termasuk infeksi nosokomial)
khususnya dari segi PHBS.
2. Pelaksanaan SMD
Melakukan interview atau wawancara terhadap responden, dan
melakukan pengamatan terhadap rumah dan lingkungan.
3. Tindak Lanjut SMD
Meninjau kembali Pelaksanaan Survei Mawas Diri; merangkum,
mengolah dan menganalisa data yang telah dikumpulkan; dan menyusun
laporan SMD sebagai bahan untuk pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa
(MMD).
4. Pengolahan Data SMD
Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya dibuat kesepakatan tentang:
1. Masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat;
2. Menentukan Prioritas Masalah; dan
3. Kesediaan masyarakat untuk ikut serta dalam menentukan pemecahan
masalah.
4. Penyajian data SMD
Adapun metode penyajian data SMD dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara
yaitu :
- Tekstular, yaitu dengan menggunakan kalimat;
- Tabular, yaitu dengan menggunakan tabel;
- Grafikal, yaitu dengan menggunakan grafik.

d. Bagaimana pelaksanaan surveillance DBD pada kasus?


A. TAHAP ANALISIS DAN INTERPRETASI
1. Analisis Data

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 35


Data yang terkumpul dari kegiatan surveilans epidemiologi diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel situasi demam berdarah tiap puskesmas, RS
maupun daerah. serta tabel endemisitas dan grafik kasus DBD per
minggu/bulan/tahun. Analisis dilakukan dengan melihat pola maksimal-
minimal kasus DBD, dimana jumlah penderita tiap tahun ditampilkan
dalam bentuk grafik sehingga tampak tahun dimana terjadi terdapat
jumlah kasus tertinggi (maksimal) dan tahun dengan jumlah kasus
terendah (minimal). Kasus tertinggi biasanya akan berulang setiap kurun
waktu 3–5 tahun, sehingga kapan akan terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) dapat diperkirakan. Analisis juga dilakukan dengan membuat rata–
rata jumlah penderita tiap bulan selama 5 tahun, dimana bulan dengan
rata–rata jumlah kasus terendah merupakan bulan yang tepat untuk
intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim penularan.
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi
karena akan dipergunakan untuk perencanaan,monitoring dan evaluasi
serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini
menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan
lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.
Dalam program pemberantasan DBD dikenal beberapa indikator yang
diperoleh dari hasil analisis data yaitu:
a. Angka kesakitan / CFR (Case Fatality
Rate) merupakan jumlah kasus DBD disuatu wilayah tertentu selam
a 1 tahun tiap 100ribu penduduk.
b. Angka kematian / IR (Insidence Rate) adalah banyaknya penderita DBD
yang meninggal dari seluruh penderita DBD di suatu wilayah.
c. ABJ (Angka Bebas Jentik)/ Case fatality rate didefinisikan sebagai
prosentase rumah yang bebas dari jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa.
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes
berperan dalam penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber
data Puskesmas (STP Puskesmas), Rumah Sakit (STP Rumah Sakit) dan
Laboratorium (STP Laboratorium).

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 36


a. Unit surveilans Puskesmas
b. Unit surveilans Rumah Sakit
c. Unit surveilans Laboratorium
d. Unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
e. Unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi
f. Unit surveilans Ditjen PPM&PL Depkes

2. Interpretasi
Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan DKK,
informasi juga harus disebarluaskan kepada stakeholder yang lain seperti
Camat dan lurah,lembaga swadaya masyarakat, Pokja/Pokjanal DBD dan
lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat berbentuk laporan rutin
mingguan wabah dan laporan insidentil bila terjadi KLB.

3. Implementasi
Data surveilans DBD didapatkan dari Ditjen PP & PL Depkes RI tahun
2009 yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik yang menjelaskan
penyebaran penyakit DBD di Indonesia. Penyebaran kasus DBD dilihat
dari tahun 1968 – 2009 di seluruh provinsi di Indonesia yang disajikan
dalam bentuk tabel. Dari data surveilans tersebut juga dapat dilihat Angka
Insiden ( AI ) / Insident Rate ( IR ) berdasarkan 100.000 penduduk dari
tahun 1968 – 2009. JIka terjadi peningkatan kasus DBD tiap tahunnya
maka harus dilakukan program pengendalian DBD dan menjadi perhatian
utama pada tingkat Kota/Kabupaten maupun Puskesmas.
Selain itu, dengan menggunakan data surveilans, Angka Insiden pada
tahun 2009 di setiap Provinsi dapat diketahui. Hasil analisi ini dapat
disajikan menggunakan grafik sehingga dapat diketahui Provinsi mana
saja yang mengalami kasus DBD tertinggi maupun terendah. Selain
Analisis data surveilans DBD menurut tempat dan waktu, analisis juga
dilakukan menurut orang dengan menghitung Angka Insiden berdasarkan
kelompok umur dan Jenis Kelamin. Dari data yang ada, dapat dihitung
pula Angka Kematian / Case Fatality Rate ( CFR ) berdasarkan provinsi
di Indonesia.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 37


Jika data surveilans didapatkan dari laporan kasus rawat inap dan kasus
rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun 2004-2008 dan tidak diketahui
jumlah rumah sakit yang melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga sulit
menganalisis atau menginterpretasi data tersebut. Dari data ini tampak
cukup banyak pasien DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan
validasi data apakah pasien rawat jalan adalah pasien kontrol pasca rawat
inap saja atau pasien lama diitambah dengan pasien baru.
Selain laporan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll. Analisis juga dapat
menggunakan faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian DBD seperti
perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang
ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan
kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah
atau dengan infrastruktur kesehatan masyarakat yang kurang. Selain
perubahan iklim faktor risiko yang mungkin mempengaruhi penularan
DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas penduduk, kepadatan
penduduk dan transportasi.
Selain itu, laporan KLB yang didapatkan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll
dapat digunakan untuk analisis hubungannya dengan IR maupun CFR
pada setiap provinsi. Yang kemudian hasil analisis ini dapat digunakan
sebagai landasan atau acuan Puskesmas, RS, Dinkes dll. Untuk membuat
upaya program pencegahan DBD.

B. TAHAP DISEMINASI DAN ADVOKASI


1. Tahap Diseminasi
Tahap disseminasi yakni melakukan penyiapan bahan perencanaan,
monitoring & evaluasi, koordinasi kajian, pengembangan dan diseminasi,
serta pendidikan dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi
(BBTKLPP, 2013). Yang mana hasil analisis dan interpretasi
didiseminasikan kepada orang-orang yang berkepentingan dan sebagai
umpan balik (feedback) agar pengumpulan data di masa yang akan datang
menjadi lebih baik. Diseminasi berguna kepada orang-orang yang
mengumpulkan data, decision maker, orang-orang tertentu (pakar) dan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 38


masyarakat. Pelaksanaan diseminasi dapat berupa buletin dan laporan,
seminar, symposium serta laporan (Isna, 2013).
Contohnya seperti yang tertera pada Buletin Jendela Epidemiologi tahap
disseminasi informasi yang telah dilakukan yaitu :
a. Buletin Jendela Epidemiologi Vol.2 yang diterbitkan pada Agustus 2010
merupakan salah satu bentuk disseminasi informasi surveilans
epidemiologi pada penyakit DBD yang diterbitkan oleh Kementerian
Kesehatan RI.
b. Laporan data berupa grafik dan tabel mengenai kejadian DBD yang
bersumber dari penelitian, Depkes RI dan WHO.
c. Metode komunikasi/penyampaian informasi/pesan pada perubahan
perilaku dalam pelaksanaan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
melalui pendekatan sosial budaya setempat yaitu Metode
Communication for Behavioral Impact (COMBI).

2. Tahap Advokasi
Tahap advokasi yakni melakukan penyiapan bahan perencanaan,
monitoring & evaluasi, koordinasi pelaksanaan advokasi dan fasilitasi
kejadian luar biasa, serta wabah dan bencana (BBTKLPP,
2013). Advokasi dilakukan kepada Bupati / Walikota dan DPRD.
Contohnya seperti yang tertera pada Buletin Jendela Epidemiologi tahap
advokasi yang telah dilakukan yaitu :
a. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes
No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh
RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus.
b. Pada provinsi yang belum mencapai target dalam menurunkan AK maka
dilakukan
pelatihan manajemen kasus terhadap petugas, penyediaan sarana da
n prasarana untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat dan cepat.

C. TAHAP EVALUASI

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 39


Tahap evaluasi system surveilans merupakan suatu tahapan dalam
surveilans yang dilakukan secara sistematis untuk menilai efektivitas program.
Hasil evaluasi terhadap data system surveilans selanjutnya dapat digunakan
untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya,
untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan
perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk
kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
Setiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodic untuk
mengevaluasi manfaatnya. Sistem atau program tersebut dikatakan dapat
berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu dari
pernyataan berikut :
a. apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang
mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit,
b. apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemic kejadian penyakit
di wilayah tersebut,
c. apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang
besarnya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian
penyakit di wilayah tersebut,
d. apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko
yang berhubungan dengan kejadian penyakit, dan
e. apakah program surveilans tersebut dapat menilai efek tindakan
pengendalian.
Seperti contoh kasus DBD, surveilans epidemiologi untuk kasus DBD ini
juga memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Hingga diakhir
tahapan dilakukannya evaluasi dari system surveilans epidemiologi DBD
tersebut.
Dengan adanya evaluasi program-program kesehatan yang telah dilakukan
diharapkan dapat lebih mengefektifkan serta mengefisienkan program
pengendalian kasus DBD. Sehingga, program pengendalian yang dilakukan
tidak hanya sia-sia dan dapat bermanfaat khususnya dalam menurunkan
jumlah kejadian kasus DBD di daerah setempat.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 40


e. Kapan sebaiknya dilakukan survey mawas diri dan musyawarah masyarakat
desa?
Secara umum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) merupakan pertemuan
perwakilan warga desa beserta tokoh masyarakatnya dan para petugas untuk
membahas hasil Survei Mawas Diri (SMD) dan merencanakan penanggulangan
masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil survei mawas diri.
Dalam Permenkes RI No 44 Th 2016 Tentang Pedoman Management
Puskesmas: Tentang SMD / MMD, dapat dibaca:
- Tahapan : Analisa situasi dan pelaksanaan Survei Mawas Diri (SMD),
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) sebagai bahan penyusunan RUK tahun
2017 dan Rencana Lima Tahunan periode 2017 s.d 2021, dengan pendekatan
Top-Down dan Bottom-Up.
- Waktu pelaksanaan : Awal Januari 2016
- Pelaksanaan : Desa/ Kelurahan
- Pihak terkait : Pemangku kepentingan Tk. Desa/ Kelurahan
- Keluaran : Hasil analisa situasi, Hasil SMD dan MMD, Usulan kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat desa/ kelurahan sesuai harapan rasional
masyarakat desa/kelurahan.
f. Apa saja contoh program vector control yang dapat dilakukan? (secara umum)
- Karena tidak ada vaksin untuk malaria dan demam berdarah, pencegahan
dilakukan dengan mengurangi habitat dan jumlah nyamuk dan membatasi
paparan terhadap gigitan.
- Penyemprotan luar angkasa dan penyemprotan residu dalam ruangan
dengan insektisida tahan lama
- Larvicide dapat digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk
- Gunakan layar bariers di jendela dan pintu
- Gunakan obat nyamuk selama aktivitas di luar ruangan

5. dr. Desi ingin menurunkan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Manggis dengan membuat
program-program kegiatan prenvensi terhadap penyakit DBD.
a. Apa saja faktor risiko DBD?
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 41


prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi
sehingga memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan
yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan
rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang
benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih
makmur terutama yang biasa bepergian.
Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan
masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air,
keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan
tata letak rumah dan keberadaan jentik tidak menjadi faktor risiko. Faktor risiko
yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang merupakan
reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon Brasil
adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi. Sedangkan faktor risiko
terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin
lakilaki, riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke
daerah perkotaan.
b. Bagaimana tindakan preventif DBD dan program-programnya pada kasus?
A. 5 level of preventions dalam mencegah DBD
1. Health Promotion untuk DBD:
• Pendidikan dan penyuluhan terkait DBD
• Perbaikan suplai dan penyimpanan air
• Menekan angka pertumbuhan penduduk
• Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Spesific protection untuk DBD:
• Abatisasi, yaitu pemberantasan penyakit demam berdarah dengan
menaburkan bubuk abate di bak penampung air/drum.
• Fogging focus (FF), yaitu pengasapan dengan fokus lokasi dalam
radius tertentu.
• Pemeriksaan jentik berkala (PJB)
• Pengerakkan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
• Pencegahan gigitan nyamuk
• Pengendalian vektor

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 42


3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment
• Pelacakan penderita
• Penemuan dan pertolongan penderita
• Pemeriksaan laboratorium
• Pengobatan penderita
4. Disability Limitation
• Dengan pengobatan dan perawatan (pemberian cairan atau transfusi
darah, transfusi sel trombosit, atau pemberian cairan plasma)
5. Rehabilitation
• Rehabilitasi fisik
• Rehabilitasi mental
• Rehabilitasi social

B. Program-program preventif DBD

1. Di rumah masing-masing secara rutin seminggu sekali melalcukan


pemantauan jentik nyamuk dan PSN 3M Plus, yaitu:
a) Menguras, yaitu membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mancii, ember air, tempat
penampungan air minum, penampungan air di lemari es, dan
dispenser;
b) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti
drum, kendi, dan toren air; dan
c) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang
memiliki potensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes.
2. Adapun yang dimaksud dengan "Plus" pada 3M Plus adalah segala
bentuk kegiatan pencegahan dari gigitan nyamuk, seperti:

a) Menaburkan atau meneteskan larvasida pada tempat penampungan


yang sulit dibersihkan;
b) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
c) Menggunakan kelambu saat tidur;
d) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 43


e) Menanam tanaman pengusir nyamuk;
f) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
g) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
dapat menjadi tempat istirahat nyamuk; dan
h) Mulai menggunakan air pancur (shower) untuk mandi, dengan
tujuan mengurangi bak mandi.

3. Mengaktifkan Gerakan 1 (satu) Rumah 1 (satu) Jumantik di lingkungan


rumah tempat tinggal dengan upaya:

a) Mengajak keluarga dan tetangga di lingkungan sekitar untuk


menjadi Jumantik Rumah dan melakukan pemantauan jentik
nyamuk serta PSN 3M Plus di rumah masing-masing;
b) Berkoordinasi dengan Ketua/Pengurus RT setempat membentuk
Jumantik Linglcungan dan Koordinator Jumantik; dan
c) Berkoordinasi dengan Ketua/Pengurus RW dan RT setempat
membentuk Supervisor Jumantik.

Prosedur Pelaksanaan Fogging focus :


1. Adanya laporan penderita DBD dari Rumah Sakit/Puskesmas.

2. Petugas puskesmas melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) di


lingkungan penderita DBD untuk mengetahui adakah penderita DBD
lainnya dan penderita demam dalam kurun waktu 1 minggu
sebelumnya.

3. Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas pada saat
itu ditemukan pemeriksaan di kulit dan dilakukan uji Tourniquet.

4. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA)


dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypty baik didalam maupun di
luar rumah/bangunan pada radius 100 meter dari lokasi tepat tinggal
penderita.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 44


5. Hasil pemeriksan adanya penderita DBD lainnya dan hasil
pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan
pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE.

6. Hasil PE dilaporkan ke Dinas Kesehatan.

Berdasarkan hasil PE dilakukan penanggulangan focus, sebagai


berikut :

a. Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau


ditemukan 3 atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik
(≥5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan
penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan
dengan insektisida di rumah penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitarnya dalam radius 200 meter.

b. Bila tidak ditemukan penderita lainnya tetapi ditemukan jentik,


maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD,
larvasidasi dan penyuluhan.

c. Bila tidak ditemukan penderita lainnya dan tidak ditemukan


jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 45


IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
What I
What I How I
Learning Issues What I Know Have to
Don’t Know Learn
Prove
Definisi,
epidemiologi,
patofisiologi,
Demam Berdarah patogenesis,
Dengue komplikasi,
klasifikasi Jurnal,

pencegahan, - - Textbook,

tatalaksana Internet.

Surveillance Definisi, kegiatan,


epidemiologi tujuan
Pengertian, syarat,
Kesehatan
masalah kesehatan
Lingkungan
lingkungan
Promosi Sarana, strategi,
kesehatan langkah-langkah
Survey Mawas
Diri dan Definisi, Cara
Musyawarah pelaksanaan
Masyarakat Desa
Deinisi, Tujuan,
PHBS Manfaat,
manajemen.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 46


V. Sintesis

1. DBD

1.1 Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty, dapat juga
ditularkan oleh Aedes albopictus, Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah, sekolah dan
tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-
lain sehingga setiap keluarga dan masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit
DBD yang ditandai dengan adanya gejala seperti demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas dan berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari lalu manifestasi perdarahan
termasuk uji Tourniquet positif, jumlah trombosit ≤ 100.000/μl, peningkatan hematokrit ≥
20% dan disertai dengan atau tanpa perbesaran hati (Depkes RI, 2005)

1.2 Epidemiologi

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dalam 41 tahun


terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/ kota yang endemis terhadap DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu, terjadi juga peningkatan jumlah
kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009
(Arsin, 2013)

Peningkatan dan penyebaran dari kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan


oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan dari wilayah perkotaan, perubahan
oleh iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk dan juga faktor epidemiologi
lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut lagi (Arsin, 2013).

1.3 Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama dari DBD adalah meningginya permeabilitas


dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Plasma merembes selama perjalanan penyakit
awalnya dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan. Nilai
hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan dugaan bahwa renjatan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 47


terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang
rusak (Ramandari, 2009).

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering sekali ditemukan


pada DBD. Trombositopenia diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit dan depresi
fungsi megakariosit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya pendarahan pada DBD. Selain trombositopenia, kelainan
sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan penderita DBD (Ramandari, 2009).

Perdarahan kulit pada penderita DBD umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, sedangkan perdarahan masif terjadi
akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks lagi, yaitu trombositopenia, gangguan
faktor pembekuan darah dan kemungkinan oleh Disseminated Intravascular Coagulation
(Ramandari, 2009).

1.4 Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melewati gigitan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ RES yang meliputi
dari sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru
- paru. Data dari berbagai penelitian yang ada menunjukkan bahwa sel - sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto, 2002).

Pada infeksi dengue terbentuk antibodi yang terdiri atas imunoglobulin G yang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing
antibody dan neutralising antibody. Dikenal 2 tipe antibodi berdasarkan virion determinant
specificity yaitu kelompok monoklonal reaktif yang mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus dan antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai
daya memacu replikasi virus. Antibodi non-netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer
akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis
(Ramandari, 2009).

Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Oleh rangsang
monosit yang telah terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit manusia
dapat mengeluarkan interferon (IFN) alfa dan gamma. Pada infeksi sekunder oleh virus

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 48


dengue serotipe berbeda dengan infeksi pertama, limfosit T CD4 berproliferasi dan
menghasilkan IFN alfa. IFN alfa itu merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan
mengakibatkan monosit memproduksi mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan
dan perdarahan (Ramandari, 2009).

1.5 Etiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh
virus dengue, yang termasuk kelompok Arthropoda Virus (Arbovirosis) dan termasuk
famili Flaviviridae (Flavivirus). Ada 4 serotipe yang diketahui yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak menunjuikkan manifestasi klinis yang berat (Hadinegoro. dkk, 2006).

1.6 Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Menurut (Vyas et. Al, 2014), gejala awal yang dimiliki oleh demam berdarah
dengue yang mirip dengan demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang
terinfeksi menjadi mudah marah, gelisah, dan berkeringat. Terjadi perdarahan yaitu
muncul bintik-bintik kecil seperti darah pada kulit dan patch lebih besar dari darah di
bawah kulit. Luka ringan juga dapat menyebabkan perdarahan.

Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan, pemulihan dimulai
setelah masa krisis.

Gejala klinis berikut yang muncul, yaitu:

• Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama
2-7 hari.
• Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o Uji bendung positif
o Petekie, Ekimosis, Purpura
o Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o Hematemesis dan atau melena
• Pembesaran hati
• Syok, ditandai dengan adanya nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi (20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 49


Adapun pemeriksaan laboratorium akan memunculkan hasil yaitu:

• Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)


• Adanya kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
• Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.

1.7 Klasifikasi

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue atau demam berdarah dengue
menurut WHO yaitu :

DBD Derajat Gejala

DBD I Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif,
trombositopenia, himokonsentrasi.
DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan spontan.

DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit


dingin dan lembab serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi
tidak teratur
Tabel 2. Derajat Penyakit DBD

Sumber: WHO

1.8 Komplikasi

Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:

1. Perdarahan, disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan


koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam
sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 50


pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis,
dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi, DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma,
efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan
hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi atau penurunan perfusi organ.
DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas
sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah
terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan
irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti
12-24 jam.
3. Hepatomegali, Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan
nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang
tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura, terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura dan
adanya dipsnea.

1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk demam berdarah dengue, yaitu :

1. Beritahu pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan banyak istirahat.
2. Beritahu pasien untuk mengambil antipiretik untuk mengontrol suhu mereka. anak-anak
dengan dengue beresiko untuk demam kejang selama fase demam.
3. Peringatkan pasien untuk menghindari aspirin dan nonsteroid lainnya, obat anti
inflamasi karena mereka meningkatkan risiko perdarahan.
4. Memantau hidrasi pasien selama fase demam
5. Mendidik pasien dan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi dan pantau output urine
6. Jika pasien tidak dapat mentoleransi cairan secara oral, mereka mungkin perlu cairan
IV.
7. Kaji status hemodinamik dengan memeriksa denyut jantung, pengisian kapiler, nadi,
tekanan darah, dan Output urine.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 51


8. Lakukan penilaian hemodinamik, cek hematokrit awal, dan jumlah trombosit.
9. Terus memantau pasien selama terjadi penurunan suhu badan sampai yang normal.
10. Fase kritis DBD dimulai dengan penurunan suhu badan sampai yg normal dan
berlangsung 24-48 jam.

1.10. Pencegahan

Pencegahan penyakit demam berdarah dengue dapat dibagi menjadi tingkatan.


Pertama yaitu pencegahan primer, pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat
menjadi sakit (Prasetyani, 2015).

Secara garis besar ada cara pengendalian vektor antara lain:

• Pengendalian cara kimiawi, pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang


ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari
golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid.
• Pengendalian hayati atau biologik, menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan
mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat
berperan sebagai patogen, parasit, dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah
(Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia afffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk
larva nyamuk.
• Pengendalian lingkungan, pencegahan yang paling tepat dan efektif dan aman untuk
jangka panjang adalah dilakukan dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dan 3M yaitu: Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan
peliharaan. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat
diterobos oleh nyamuk dewasa. Mengubur barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang
kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk.

Kedua yaitu pencegahan sekunder dilakukan upaya diagnosis dan dapat diartikan
sebagai tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat
permulaan sehingga tidak akan menjadi lebih parah (Prasetyani, 2015).

Adapun langkahnya sebagai berikut:

• Melakukan diagnosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang tepat bagi
penderita demam berdarah dengue.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 52


• Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita atau tersangka penderita
demam berdarah dengue segera melaporkan ke puskesmas dan dinas kesehatan dalam
waktu jam.
• Penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas untuk pencarian penderita
panas tanpa sebab yang jelas sebanyak orang atau lebih, pemeriksaan jentik, dan juga
dimaksudkan untuk mengetahui adanya kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut
sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius meter dari rumah penderita, disertai
penyuluhan.

Ketiga yaitu pencegahan tersier, pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah


kematian akibat penyakit penyakit demam berdarah dengue dan melakukan rehabilitasi.
Upaya pencegahan ini dapat dilakukan seperti membuat ruangan gawat darurat khusus
untuk penderita DBD di setiap unit pelayanan kesehatan terutama di puskesmas agar
penderita dapat penanganan yang lebih baik, transfusi darah penderita yang menunjukkan
gejala perdarahan, mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) (Prasetyani, 2015).

2. Surveillance epidemiologi

2.1 Pengertian

a. Menurut WHO, Surveillans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan


interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi pihak
terkait secara sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan

b. Berdasarkan KEPMENKES nomor 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan


Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Surveillans adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-
masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efisien
dan efektif melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

c. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan, pengolahan,


analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program,
instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 53


kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar
dapat dilakukan tindakan pengendalian secara efisien dan efektif.

2.2 Tujuan Surveilans

Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan
tepat.

Memantau kecenderungan (trend) penyakit, deteksi dan prediksi terjadinya KLB/wabah,


memantau kemajuan suatu prog.pemberantasan, menyediakan informasi untuk
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program, pembuatan “policy”/kebijakan
pemberantasan penyakit

Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah : a. Memantau kecenderungan penyakit DBD
b. Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta penanggulangannya c.
Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta melakukan
penanggulangan seperlunya, d. Memantau kemajuan program pengendalian DBD

2.3 Enam Kegiatan Surveilans yang lengkap:


• Pengumpulan data
• Pengolahan data
• Penyajian data
• Analisa data
• Interpretasi/rekomendasi
• Penyebar luasan informasi

2.4 Kegiatan Surveilans Kesehatan meliputi:

1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data
Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan
data dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan
terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 54


sebagai alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan
dan memuat semua variabel data yang diperlukan.

2. Pengolahan data Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,
selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk
(transform) dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil
pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis
kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut
disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau
masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang
informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan
yang disajikan.

3. Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi


deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan
surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan
untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-
faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan analisis
dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variable
yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk
mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat
menggunakan alat bantu statistik. Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan
besaran masalah, kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan
penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis harus didukung dengan teori
dan kajian ilmiah yang sudah ada.

4. Diseminasi informasi. Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin,


surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi
informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah
diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif
terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan,
dengan menyampaikan hasil analisis.

2.5 Kriteria kassus yg perlu penyelidikan surveilans

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 55


1. Apabila Tujuan pemberantasan penyakit mengharuskan melakukan penyelidikan

2. Infeksi yang bersifat KLB menurut waktu dan tempat dan jumlah karkterisitik orang
terkena.

Indikasi penyelidikan:Insiden penyakit melebihi frekeunsi yang biasa. (Batasannya


diserahkan ke pejabat wilayah setempat)

3.Adanya letusan tersangka “common source”. Kecurigaan adanya suatu penularan


“common source” pada dua atau lebih kasus untuk suatu penyakit sering sudah cukup
untuk memulai suatu penyelidikan.

4.Penyakit berat pada orang orang golongan risiko tinggi

5. Pengetahuan yg akan diperoleh dari penyelidikan akan membantu pemahaman yang


lebih baik terhadap suatu penyakit. (Teori agent, host dan lingkungan)

6. Ada cara pencegahan atau pemberantasan penyakit tsb.

2.6 Penyelenggara

• Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota, instansi kesehatan pemerintah lainnya dilaksanakan oleh masing-
masing Pengelola Program, jika belum ada dilaksanakan oleh unit kerja surveilans.
• Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan oleh masing- masing Pengelola Program
atau unit pengelola sistem informasi kesehatan yang dimiliki.
Ø Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus didukung dengan tersedianya:
a. sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang epidemiologi;

o membuat pernyataan tentang situasi dan kecenderungan penyakit/masalah kesehatan


dan faktor risikonya;

o menganalisis terjadinya kondisi luar biasa penyakit menular dan masalah kesehatan
lainnya yang dihadapi;

o menganalisis potensi ancaman penyakit, sumber dan cara penularan, serta faktor-faktor
yang berpengaruh; dan/atau

§ menyusun rancangan rencana tindak dan respon cepat terhadap faktor risiko, penyakit,
serta masalah kesehatan lainnya

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 56


b. Pendanaan yang memadai; dan

c. sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk pemanfaatan teknologi tepat guna.

Ø Dalam rangka penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, dibangun dan dikembangkan


koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan antar instansi pemerintah dan pemangku
kepentingan baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

2.7 Peran Masyarakat

Masyarakat berperan dalam penyelenggaraan Surveilans Kesehatan untuk


meningkatkan kualitas data dan informasi. Peran Masyarakat berupa:
a. penyampaian data dan informasi;
b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan pendanaan;
c. pengembangan teknologi informasi; dan
d. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan
dan/atau penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.

3.Kesehatan lingkungan

A. Pengertian Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu dan seni untuk memperoleh
keseimbangan antara lingkungan dengan manusia, dan juga merupakan ilmu dan seni
mengelola lingkungan agar bisa menciptakan kondisi lingkungan yang bersih, sehat,
nyaman dan aman serta terhindar dari berbagai macam penyakit. Sedangkan ilmu
kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari hubungan suatu kelompok
penduduk dengan berbagai macam perubahan yang terjadi dilingkungan mereka tinggal
yang berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat umum.

Pengertian kesehatian menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:


1. Slamet Riyadi: ilmu kesehatan lingkungan ialah bagian integral dari ilmu kesehatan
masyarakat yang khusus mempelajari dan menangani tentang hubungan manusia dengan
lingkungannya untuk mencapai keseimbangan ekologi dan bertujuan untuk membina dan
meningkatkan derajat maupun kehidupan sehat yang optimal.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 57


2. WHO (World Health Organization): kesehatan lingkungan ialah suatu keseimbangan
ekologi yang harus tercipta diantara manusia dengan lingkungannya agar bisa menjamin
keadaan sehat dari manusia.
3. HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia):kesehatan lingkungan ialah
suatu kondisi lingkungan yang dapat menopang keseimbangan ekologi yang dinamis
antara manusia dengan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup
manusia yang sehat dan bahagia
Kesehatan lingkungnan yaitu bagian integral ilmu kesehatan masyarakat yang khusus
menangani dan mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan dalam keseimbangan
ekologis. Jadi kesehatan lingkungan merupakan bagian dari ilmu kesehatan mayarakat.

B. Syarat-syarat Lingkungan Yang Sehat


1. Keadaan Air
Air yang sehat adalah air yang tidak berbau, tidak tercemar dan dapat dilihat kejernihan air
tersebut, kalau sudah pasti kebersihannya dimasak dengan suhu 1000C, sehingga bakteri
yang di dalam air tersebut mati.

2. Keadaan Udara
Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat yang diperlukan, contohnya
oksigen dan di dalamnya tidka tercear oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2
(zat carbondioksida).

3. Keadaan tanah
Tanah yang sehat adalah tamah yamh baik untuk penanaman suatu tumbuhan, dan tidak
tercemar oleh zat-zat logam berat.

C. Cara-cara Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan


1. Tidak mencemari air dengan membuang sampah disungai
2. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
3. Mengolah tanah sebagaimana mestinya
4. Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong

D. Tujuan Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 58


1. Mengurangi Pemanasan Global Dengan menanam tumbuhan sebanyak-banyaknya pada
lahan kosong, maka kita juga ikut serta mengurangi pemanasan global, karbon, zat O2
(okseigen) yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan dan zat tidak langsung zat CO2 (carbon)
yang menyebabkan atmosfer bumi berlubang ini terhisap oleh tumbuhan dan secara
langsung zat O2 yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati oleh manusia tersebut untuk
bernafas.
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan, dengan lingkungan yang sehat maka kita harus
menjaga kebersihannya, karena lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dari
segala penyakit dan sampah.Sampah adalah mush kebersihan yang paling utama. Sampah
dapat dibersihkan dengan cara-cara sebagai berikut ;
a. Membersihkan Sampah OrganikSampah organik adalah sampah yang dapat dimakan
oleh zat-zat organik di dalam tanah, maka sampah organik dapat dibersihkan dengan
mengubur dalam-dalam sampah organik tersebut, contoh sampah organik :
- Daun-daun tumbuhan
- Ranting-ranting tumbuhan
- Akar-akar tumbuhan

b. Membersihkan Sampah Non OrganikSampah non organik adalah sampah yang tidak
dapat hancur (dimakan oleh zat organik) dengan sendirinya, maka sampah non organik
dapat dibersihkan dengan membakar sampah tersebut dan lalu menguburnya.

E. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan


Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial
di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan.
Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan
masyarakat.
1. Penyediaan air minum

2. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran

3. Pembuangan sampah padat

4. Pengendalian vektor. (pengendalian vektor ialah segala macam usaha yang dilakukan
untuk menurunkan atau mengurangi populasi vektor dengan maksud mencegah atau
memberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan vektor.)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 59


5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh eksreta manusia. (yang dimaksud
ekskreta adalah seluruh zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan
dari dalam tubuh)
6. Higiene makanan termasuk juga susu

7. Pengendalian pencemaran udara

8. Pengendalian radiasi

9. Kesehatan kerja

10.Pengendalian kebisingan

11.Perumahan dan pemukiman

12.Aspek kesling dan transportasi udara

13.Perencanaan daerah dan perkotaan.

14.Pencegahan kecelakaan

15.Rekreasi umum dan pariwisata

16.Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemik atau wabah,


bencan alam dan migrasi penduduk.
17.Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup
kesehatan lingkungan sebagai berikut :
1. Penyehatan Air dan Udara
2. Pengamanan Limbah padat/sampah
3. Pengamanan Limbah cair
4. Pengamanan limbah gas

F. Masalah-Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia


Masalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk mengatasinya
dibutuhkan integrasi dari berbagai sector terkait. Di Indonesia permasalah dalam kesehatan
lingkungan antara lain:
1. Air Bersih

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 60


Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah
air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
• Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
• - Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan
(maks 500 mg/l)
• Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
2. Pembuangan Kotoran/Tinja
a. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut
:
• Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
• Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur
• Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
• Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
• Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan,
harus dibatasi seminimal mungkin
• Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
• Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
3. Kesehatan Pemukiman
a. Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut
:2,6
• Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
• Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah
• Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit
dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 61


• Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan,
konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat
penghuninya jatuh tergelincir.
4. Pembuangan Sampah
a. Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-faktor
/unsur, berikut:6
• Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah
jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi,
letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi
• Penyimpanan sampah
• Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali
• Pengangkutan
• Pembuangan
b. Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan
dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-
masalah ini secara efisien.

5. Serangga dan Binatang Pengganggu


• Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut
sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp
untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD),
Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari
penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan
dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah
gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat
penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di
rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
• Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara
perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat
menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri
penyebab.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 62


6. Makanan dan Minuman
• Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga
dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa
boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
• Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan
meliputi :
- Persyaratan lokasi dan bangunan
- Persyaratan fasilitas sanitasi
- Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan
- Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
- Persyaratan pengolahan makanan
- Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
- Persyaratan peralatan yang digunakan
- Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran


udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air
pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung
umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang
sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada
di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya
merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita.
Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai
analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok
resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5
kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk
di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil
kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut,
iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 63


4.Promosi kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114 /MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman


Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Jika definisi itu diterapkan di Puskesmas, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut:
Promosi Kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan
kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga) dan masyarakat di DBK, agar

(1) pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya

(2) individu sehat, keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat, melalui

(3) pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Sasaran Promosi Kesehatan

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1)
sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.

1. Sasaran Primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.Mereka ini
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social
pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public
opinion).Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat
diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan
berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.

2. Sasaran Sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 64


kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media
massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam
mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan
suasana yang kondusif bagi PHBS.

3. Sasaran Tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut
serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara: Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan
masyarakat. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

Strategi Promosi Kesehatan

Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi promosi
kesehatan paripurna yang terdiri dari

1. pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab
itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan individu,
(b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan kelompok/masyarakat.
1. bina suasana
upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk
mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah,
organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/ karyawan, orang-orang yang menjadi

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 65


panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat
umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut.
2. advokasi, serta dilandasi oleh semangat
upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa
tokohtokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai
narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga
berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan
dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi
terciptanya PHBS masyarakat.
3. kemitraan.
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan
advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian
kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang
terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media
massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a)
kesetaraan, (b) keterbukaan dan (c) saling menguntungkan.

Langkah-langkah Pelaksanaan Promosi Kesehatan

Langkah-langkah pelaksanaaan promosi kesehatan di DBK dibedakan atas dua kelompok,


yaitu

(1) langkah-langkah promosi kesehatan di Puskesmas, dan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 66


(2) langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat.

Langkah - langkah promosi kesehatan di Puskesmas

Pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas pada dasarnya adalah penerapan strategi


promosi kesehatan, yaitu pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi di tatanan sarana
kesehatan, khususnya Puskesmas.Oleh karena itu, langkah awalnya adalah berupa
penggerakan dan pengorganisasian untuk memberdayakan para petugas Puskesmas agar
mampu mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang disandang pasien/klien
Puskesmas dan menyusun rencana untuk menanggulanginya dari sisi promosi
kesehatan.Setelah itu, barulah dilaksanakan promosi kesehatan sesuai dengan peluang-
peluang yang ada, yaitu peluangpeluang di dalam gedung Puskesmas dan peluang-peluang
di luar gedung Puskesmas. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dari dinas
kesehatan kabupaten/kota . Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan promosi kesehatan
di Puskesmas juga merupakan tanggung jawab dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dengan demikian, sangat diperlukan keterlibatan dinas kesehatan kabupaten/kota dalam
pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas, khususnya dalam langkah penggerakan dan
pengorganisasian untuk memberdayakan para petugas Puskesmas. Petugas Puskesmas
harus mendapat pendampingan oleh fasilitator dari dinas kesehatan kabupaten/kota agar
mampu melaksanakan: (1) Pengenalan Kondisi Puskesmas, (2) Identifikasi Masalah
Kesehatan dan PHBS di Puskesmas, (3) Musyawarah Kerja, (4) Perencanaan Partisipatif,
(5) Pelaksanaan Kegiatan dan (6) Pembinaan Kelestarian.

Pengenalan Kondisi Puskesmas

Sebelum memulai promosi kesehatan di Puskesmas, perlu dilakukan pengenalan kondisi


institusi kesehatan untuk memperoleh data dan informasi tentang PHBS di Puskesmas
tersebut, sebagai data dasar (baseline data).Yang digunakan sebagai standar adalah
persyaratan Puskesmas yang Ber-PHBS (8 indikator proksi).Pengenalan kondisi
Puskesmas ini dilakukan oleh fasilitator dengan dukungan dari Kepala dan seluruh petugas
Puskesmas.Pengenalan kondisi Puskesmas dilakukan melalui pengamatan (observasi),
penggunaan daftar periksa (check list), wawancara, pemeriksaan lapangan atau pengkajian
terhadap dokumen-dokumen yang ada.

Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 67


Pengenalan kondisi Puskesmas dilanjutkan dengan identifikasi masalah, yaitu masalah-
masalah kesehatan yang saat ini diderita oleh pasien/pengunjung dan masalah-masalah
kesehatan yang mungkin akan terjadi (potensial terjadi) jika tidak diambil tindakan
pencegahan. Masalah-masalah kesehatan yang sudah diidentifikasi kemudian diurutkan
berdasarkan prioritas untuk penanganannya.Identifikasi masalah dilanjutkan dengan
Survai Mawas Diri, yaitu sebuah survai sederhana oleh petugas-petugas kesehatan di
Puskesmas yang dibimbing oleh fasilitator. Dalam survai ini akan diidentifikasi dan
dibahas: Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan, baik dari sisi
teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku. Dari segi PHBS harus digali lebih lanjut
data/informasi tentang latar belakang perilaku.Potensi yang dimiliki Puskesmas untuk
mengatasi masalahmasalah kesehatan tersebut. Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) apa
saja yang sudah ada (jika ada) dan atau harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dalam
rangka mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, jika perlu. Bantuan/dukungan yang
diharapkan: apa bentuknya, berapa banyak, dari mana kemungkinan didapat (sumber) dan
bilamana dibutuhkan. Selain untuk menggali latar belakang perilaku pasien/pengunjung,
survai ini juga bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para petugas
Puskesmas terhadap masalah kesehatan (termasuk infeksi nosokomial) khususnya dari segi
PHBS.

Pelaksana Promosi Kesehatan

terdapat dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu (1) setiap petugas kesehatan dan
(2) petugas khusus promosi kesehatan (disebut penyuluh kesehatan masyarakat).

1. Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu sehat (misalnya
dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium dan lain-lain) wajib
melaksanakan promosi kesehatan. Namun demikian tidak semua strategi promosi
kesehatan yang menjadi tugas utamanya, melainkan hanya pemberdayaan
2. Petugas khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu para petugas kesehatan
lain dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu dengan:
- Menyediakan alat bantu/alat peraga atau media komunikasi guna memudahkan petugas
kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan.
- Menyelenggarakan bina suasana baik secara mandiri atau melalui kemitraan dengan
pihak-pihak lain.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 68


- Menyelenggarakan advokasi dalam rangka kemitraan bina suasana dan dalam
mengupayakan dukungan dari pembuat kebijakan dan pihak-pihak lain (sasaran tersier).
Dalam keterbatasan sumber daya manusia kesehatan, sehingga belum dimungkinkan
adanya petugas khusus promosi kesehatan di setiap Puskesmas, maka di dinas kesehatan
kabupaten/kota harus tersedia tenaga khusus promosi kesehatan. Tenaga ini berupa
pegawai negeri sipil dinas kesehatan kabupaten/kota yang ditugasi untuk melaksanakan
promosi kesehatan. Petugas ini bertanggung jawab membantu pelaksanaan promosi
kesehatan di Puskesmas.

Langkah-langkah Promosi Keehatan Masyarakat

Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup: (1) Pengenalan Kondisi


Wilayah, (2) Identifikasi Masalah Kesehatan, (3) Survai Mawas Diri, (4) Musyawarah
Desa atau Kelurahan, (5) Perencanaan Partisipatif, (6) Pelaksanaan Kegiatan dan (7)
Pembinaan Kelestarian.

Pengenalan Kondisi Wilayah

Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dengan
mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan
desa/kelurahan. Data dasar yang perlu dikaji berkaitan dengan pengenalan kondisi wilayah,
sebagai berikut:

Data Geografi dan Demografi : Peta wilayah dan batas-batas wilayah, jumlah
desa/kelurahan, jumlah RW, jumlah RT, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat
pendidikan, mata pencaharian/jenis pekerjaan.

Data Kesehatan : Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit (Diare, Malaria, ISPA,
Kecacingan, Pneumonia, TB, penyakit Jantung, Hipertensi, dan penyakit lain yang umum
dijumpai di Puskesmas). Jumlah kematian (kematian ibu, kematian bayi, dan kematian
balita). Jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi baru lahir dan balita.
Cakupan upaya kesehatan (cakupan pemeriksaan kehamilan, persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, cakupan Posyandu, imunisasi dasar lengkap, sarana air bersih dan
jamban). Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia (Poskesdes, Puskesmas
Pembantu, klinik). Jumlah dan jenis Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 69


(UKBM) yang ada seperti Posyandu, kelompok pemakai air, kelompok arisan jamban,
tabulin, dasolin. Jumlah kader kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.

5. Survey mawas diri, Musyawarah mayarakat desa

Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peran serta masyarakat, perlu
diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah survai sederhana oleh para pemuka
masyarakat dan perangkat desa/ kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas. Selain untuk mendata ulang masalah kesehatan, mendiagnosis penyebabnya
dari segi perilaku dan menggali latar belakang perilaku masyarakat, survai ini juga
bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para pemuka masyarakat
terhadap kesehatan masyarakat desa/kelurahan, khususnya dari segi PHBS.

Musyawarah desa/kelurahan

Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survai Mawas Diri,


sehingga masih menjadi tugas fasilitator dan petugas Puskesmas untuk mengawalnya.
Musyawarah Desa/ Kelurahan bertujuan: Menyosialisasikan tentang adanya masalah-
masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi masyarakat. Mencapai kesepakatan
tentang urutan prioritas masalahmasalah kesehatan yang hendak ditangani.Mencapai
kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan
kembali.Memantapkan data/informasi potensi desa atau potensi kelurahan serta
bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber bantuan/dukungan
tersebut.Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk
mendukung pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan.Musyawarah
Desa/Kelurahan diakhiri dengan dibentuknya Forum Desa, yaitu sebuah lembaga
kemasyarakatan di mana para pemuka masyarakat desa/kelurahan berkumpul secara rutin
untuk membahas perkembangan dan pengembangan kesehatan masyarakat
desa/kelurahan.Dari segi PHBS, Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk
menjadikan masyarakat desa/kelurahan menyadari adanya sejumlah perilaku yang
menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan yang saat ini dan yang mungkin
(potensial) mereka hadapi.

Perencanaan Partisipatif

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 70


Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan, Forum Desa
mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensif guna menyusun rencana pengembangan
kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan
Desa/Kelurahan.

Pelaksanaan Kegiatan

Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan, petugas


Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa merekrut atau memanggil kembali kader-
kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga untuk mengupayakan sedikit dana (dana
desa/kelurahan atau swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihan kader kesehatan.
Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dapat
dilaksanakan.Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya
operasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-
kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukan jika sudah tersedia dana, apakah itu dana
dari swadaya masyarakat, dari donatur (misalnya pengusaha), atau dari pemerintah,
termasuk dari desa /kelurahan.

Pemberdayaan

Pemberdayaan individu dilaksanakan dalam berbagai kesempatan, khususnya pada saat


individuindividu anggota rumah tangga berkunjung dan memanfaatkan upaya-upaya
kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Poskesdes, dan lain-lain,
melalui pemberian informasi dan konsultasi. Dalam kesempatan ini, para kader (dan juga
petugas kesehatan) yang bekerja di UKBM harus berupaya meyakinkan individu tersebut
akan pentingnya mempraktikkan PHBS berkaitan dengan masalah kesehatan yang sedang
dan atau potensial dihadapinya.

6.PHBS

6.1 Definisi

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya memberikan suatu
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 71


dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan
masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan
mengatasi masalahnya sendiri, terutama didalam tatanan masing-masing, dan masyarakat
dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya sendiri (Dinkes, 2006).

6.2 Manajemen Program PHBS

Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap tatanan;
diperlukan pengelolaan manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian,
perencanaan, penggerakan pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian.
Selanjutnya kembali lagi ke proses semula.

6.3 PHBS di Berbagai Tatanan

PHBS tersebut harus dipraktikkan dimana pun seseorang berada.

6.3.1 PHBS di Rumah Tangga

Di rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat


menciptakan rumah tangga ber-PHBS, yang mencakup persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air
bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, pengeolaan air minum dan makan di
rumah tangga, menggunakan jambat sehat, pengelolaan limbah cair di rumah tangga,
membuang sampah di tempat sampah, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur
setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah dan lain-
lain.

6.3.2 PHBS di Institusi Pendidikan

Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren dan lain-lain), sasaran primer


harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan institusi pendidikan ber-PHBS
yang mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun megonsumsi makanan
dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah,
tidak merokok, tidak mengonsumsi Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 72


lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-
lain.

6.3. 3 PHBS di Tempat Kerja

Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus mempraktikkan
perilaku yang dapat menciptakan tempat kerja ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan
dengan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah ditempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak
meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.

6.3.4 PHBS di Tempat Umum

Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga dan lain-
lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan tempat umum
ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah ditempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak
meludah disembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.

6.3.5 PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, rumah sakit dan lain-lain),


sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan fasilitas pelayanan
kesehatan ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, menggunakan
jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi
NAPZA, tidak meludah di semabrang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.

6.4 Tujuan PHBS

Tujuan utama dari adanya gerakan PHBS adalah meningkatkan kualitas kesehatan
melalui proses penyadartahuan yang menjadi awal dari kontribusi individu–individu dalam
menjalani perilaku kehidupan sehari – hari yang bersih dan sehat.

6.5 Manfaat PHBS

Manfaat PHBS yang paling utama adalah terwujudnya masyarakat yang sadar kesehatan
dan memiliki bekal pengetahuan dan kesadaran untuk menjalani perilaku hidup yang menjaga
kebersihan dan memenuhi standar kesehatan.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 73


VI. Kerangka Konsep

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 74


Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 75
VII. Kesimpulan
Kejadian DBD di wilayah Kecamatan Mangga dapat diturunkan dengan cara membuat
program prevensi melalui promosi kesehatan dan peningkatan kesehatan lingkungan serta
pengendalian pembuangan sampah, Survey Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat
Desa dengan bantuan para tokoh masyarakat di kecamatan tersebut.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 76


DAFTAR PUSTAKA
Dampak limbah kelapa sawit bagi lingkungan. 2016. Diakses lewat
https://www.isw.co.id/single-post/2016/11/23/Kontaminasi-Tanah-dan-Polusi-Air-
Sebagai-Dampak-Lingkungan-Industri-Sawit pada 23 September 2019

KONSEP PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH TANGGA DALAM UPAYA


PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN. 2014. Diakses lewat
https://media.neliti. com/media/publications/57961-ID-concept-of-household-waste-
in-environmen.pdf pada 23 September 2019.

Kementrian Kesehatan. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan UKBM.


http://promkes.kemkes.go.id/content/?p=1668. Diakses pada tanggal 24 September
2019.
Mubarak , WahidIqbal. 2012. “ Ilmu Kesehatan Masyarakat ( konsep dan aplikasi dalam
kebidanan ) “.Jakarta: Salemba Medika.
Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Syafrudin,dkk. 2009.“ Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa Kebidanan”. Jakarta:
Trans Info Media.
Timmreck, thomas C. 2004. Epidemiologi : Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.

L. Mutftika dkk, 2012. Survei Jentik sebagai Deteksi Dini Penyebaran Demam Berdarah
Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat dan Berkelanjutan. FKM Universitas Diponegoro.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 Tentang


Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN


2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949 TAHUN
2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN
DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Susanto, Nugroho. 2017. Modul Surveilans. Universitas Respati Yogyakarta

RENCANA AKSI KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT 2015-2019 (diakses pada 23 September 2019).

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 77


Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Volume 2 Kemenkes RI tahun 2010.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 22 G2 Page 78

Anda mungkin juga menyukai