Anda di halaman 1dari 5

Volume 4, Nomor 1 (Juni 2022)

Research Article
E-ISSN: 2746-816X P-ISSN: 2656-8128

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Non-Hemorrhagic


Stroke: Studi Kasus
Pribayu Eka Aditya*1, Mulatsih Nita Utami2, Ali Multazam1
1
Program Studi Fisioterapis, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
2
Rumah Sakit Paru Dungus, Madiun, Indonesia

*Korespondensi: adityapribayueka@gmail.com

ABSTRAK
Stroke merupakan defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba disebabkan oleh gangguan vaskular.
Secara umum, stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik dan non hemoragik. Penurunan
activity daily living pada pasien stroke menjadi permasalahan dengan penangana jangka panjang
pada pasien stroke. Terapi latihan merupakan salah satu metode untuk meningkatkan activity daily
living. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas terapi latihan terhadap perkembangan
activity daily living pada pasien stroke non hemorogik. Penelitian ini menggunakan pendekatan case
report. Pemberian terapi latihan yang dilakukan sebanyak 4 kali didapatkan hasil nilai score indeks
barthel mengontrol BAB : 1, mengontrol BAK : 0, membersihkan diri : 1, toileting : 1, makan : 3,
berpindah tempat : 2, mobilisasi atau berjalan : 2, berpakaian : 2, naik turun tangga : 0, mandi : 0.
Terapi latihan yang diberikan pada pasien stroke non hemoregik menujukan hasil yang tidak
signifikan pada ADL pasien, akan tetapi menjadi salah satu bentuk penanganan rehabilitasi medik
yang dapat dilakukan pada masa golden period.

Kata kunci: Activity daily living, indeks barthel, non-hemorrhagic stroke

PENDAHULUAN berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung


Stroke merupakan defisit neurologis menimbulkan kematian, dan semata-mata
yang terjadi tiba-tiba disebabkan oleh disebabkan oleh gangguan peredaran darah
gangguan vaskular berupa kekurangan suplai otak non-traumatic. Disfungsi motorik yang
oksigen ke otak yang berlangsung lebih dari paling umum adalah hemiparesis karena lesi
24 jam sehingga mengakibatkan kerusakan pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau nekrosis jaringan otak. Secara umum, atau kelemahan pada satu sisi tubuh
stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik merupakan gejala lain dari disfungsi motorik
(pendarahan) dan non-hemoragik (Bennett et al., 2014).
(penyumbatan) (Lennon et al., 2018). Stroke Peran fisioterapi dalam hal ini adalah
adalah penyebab kematian kedua dan melakukan pemberian intervensi sesuai dengan
penyebab kecacatan ketiga di seluruh dunia kebutuhan kondisi pasien. Saat pemberian
(Feigin et al., 2015). tindakan, proses ini memerlukan manajemen
Hemiparesis merupakan komplikasi dan pemeriksaan yang akurat untuk
yang sering terjadi setelah serangan stroke. mengidentifikasi serta menentukan tujuan agar
Ditemukan 70-80% pasien yang terkena maksimal. Pemberian terapi ini juga ditopang
serangan stroke mengalami hemiparesis dan didukung dengan pengetahuan yang
(Katan & Luft, 2018). Sekitar 20% pasien seksama dari individu pasien (Katan & Luft,
stroke akan mengalami peningkatan fungsi 2018).
motorik, tetapi pemulihan pasien yang Penanganan stroke hemiparases ini
mengalami hemiparesis bervariasi dan lebih terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka
dari 50% mengalami gejala sisa fungsi motorik panjang (Feigin et al., 2015). Tujuan jangka
(Ayerbe et al., 2013). pendek adalah untuk memperbaiki kordinasi
Hemiparesis adalah sindrom klinis pasien, melatih keseimbangan duduk dan
yang awal timbulnya mendadak, progresif berdiri, menurunkan nyeri otot, seta
cepat, berupa defisit neurologis fokal yang meningkatkan kekuatan otot pasien. Tujuan

27
Volume 4, Nomor 1 (Juni 2022)
Research Article
E-ISSN: 2746-816X P-ISSN: 2656-8128

jangka panjangnya adalah mengembalikan Saat dilakukan palpasi di dapatkan


fungsi gerak tubuh ekstremitas atasa dan nyeri tekan pada m. deltoideus, m. quadriceps.
bawah pasien guna optimalisasi activity daily tonus teraba hipotonus pada anggota gerak atas
living (ADL), agar pasien dapat kembali dan anggota gerak bawah di sisi tubuh sebelah
beraktivitas normal (Ayerbe et al., 2013). kiri. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan
indeks barthel yang berfungsi mengukur
METODE kemandirian fungsional dalam hal perawatan
Sebuah studi kasus seorang pasien diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan
lansia usia 67 tahun dengan diagnosa stroke sebagai kriteria dalam menilai kemampuan
hemiparases non-hemoregik, kasus ini di ambil fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami
di Rumah Sakit Paru Dungus Madiun yang gangguan keseimbangan. Tingkat kemandirian
dilakukan pada tanggal 7 februari hingga diklasifikasikan menjadi 10 indikator. 10
tanggal 25 Februari 2022. Sesi fisioterapi indikator yaitu makan, mandi, Perawatan diri
dilakukan seminggu 2 kali dengan total (grooming), berpakaian, buang air besar,
pertemuan 4 kali sesi dengan pemberian terapi buang air kecil, penggunaan toilet, transfer
latihan berupa peregangan, mobilasi skapula, (berpindah), mobilisasi (bergerak), dan naik
mobilisasi pelvic, stimulasi otot, stimulasi turun tangga ini diperoleh dari pengkajian
propioceptif, keseimbangan duduk dan dengan indeks barthel (Pollack et al., 2014).
keseimbangan berdiri. Fisioterapi juga Pada masing-masing indikator
memberikan home program pada keluarga memiliki nilai 0 sampai 3 dengan nilai 3
untuk dilaukan kepasien berupa bagaimana adalah yang tertinggi. Indikator mengontrol
cara merubah posisi dari tidur terlentang ke buang air besar (BAB), buang air kecil (BAK),
posisi miring, dan cara merubah posisi dari membersihkan diri, toileting, naik turun
tidur ke duduk (Williams, 2011). tangga, mandi, masing-masing mendapat nilai
Dari hasil wawancara yang dilakukan 0. Sedangkan indikator makan mendapat nilai
dengan anak pasien, anak pasien mengatakan 3, berpindah tempat dari kursi ketempat tidur
bahwa pasien Cerebrovaskuler Accident dengan nilai 2, mobilisasi atau berjalan nilai 1,
(CVA) atau stroke non-hemoregik. Keadaan dan berpakaian dengan nilai 1. Nilai yang
tersebut didapat tiba-tiba saat pasien sedang terendah menandakan keluhan terberat,
beraktivitas menonton televisi pada malam scoring harus dilakukan setiap kontrol. Pada
hari, kemudian pasien terkena serangan. pasien ini didapatkan scoring total nilai 7 yang
Pasien juga memiliki riwayat penyakit berarti ketergantungan berat (Skalski et al.,
penyerta yakni hipertensi, gula, serta asam urat 2018).
(Skalski et al., 2018). Terapi latihan bertujuan untuk
memungkinkan pasien stroke mencapai
Pemeriksaan Fisik potensi fisik dan fungsional yang optimal dan
Pemeriksaan fisik pada pasien terdiri dari penggunaan teknik stimulasi dan
dilakukan dengan detail saat observasi dan fasilitasi pembelajaran kembali suatu gerakan,
pemeriksaan klinis. Pemeriksaan ini terdiri memahami masalah gerakan, pengembalian
dari anamnesis, vital sign, inspeksi, palapasi, keseimbangan, pemeliharaan fisiologis tubuh
serta pemeriksaan gerak dasar. Pada saat dan meningkatkan kemampuan fungsional.
inspeksi statis nampak asimetrik postur dangan Dimulai dengan mobilisasi dan stretching
bahu kanan lebih tinggi daripada bahu sebelah yang dapat membantu mempertahankan dan
kiri, pada tungkai bawah nampak atrofi m. memelihara fisiologis jaringan otot agar tidak
gastroc, sedangkan postur pasien nampak tightness dan dapat diajarkan kepada kerabat.
kifosis. Kemudian inspeksi dinamis pasien Otot seperti m. hamstring, m. quadriceps, m.
dibantu ambulasi dari kursi roda ke bed, saat adductor, m. tensor fascia lata, m. biceps, m.
pasien ingin memindahkan tangan kirinya, deltoid, m. fleksor wrist, harus diberikan
pasien menggunakan tangan kanan untuk stretching. Latihan pasif diberikan pada semua
membantu mimindahkan sisi tangan kirinya. gerakan persendian (sesuai pola fungsional
saat posisi duduk, pasien nampak kesuliatan atau gerakan selektif) setidaknya 10 repetisi
mempertahankan keseimbangan duduknya, (Prior & Suskin, 2018).
dan sering jatuh kesisi sebelah kanan (Skalski Terapi latihan dilanjutkan dengan
et al., 2018). normalisasi tonus, pengembangan pola
fungsional yang normal, pencegahan

12
Volume 4, Nomor 1 (Juni 2022)
Research Article
E-ISSN: 2746-816X P-ISSN: 2656-8128

kontraktur dan deformitas, pasien mandiri Setelah pasien dapat mengembangkan


secara fungsional dan mencapai keamanan berbagai komponen gerakan atau latihan yang
pasien. Pada tahap ini perlu dilakukan terapi telah diberikan, kemudian aktivitas fungsional
seperti normalisasi tonus otot dan secara dasar secara langsung dipraktikkan untuk
bersamaan memperkuat otot antagonis yang mendapatkan kemampuan fungsional bertahap
lemah (Prior & Suskin, 2018). Normalisasi secara mandiri. Setiap tugas fungsional yang
tonus otot dapat menggunakan teknik seperti dilakukan berulang kali selama periode waktu
latihan gerak pasif, mobilisasi sendi daerah dapat membantu proses pembelajaran yang
yang terjadi kelemahan, latihan bridging lebih cepat dari tugas-tugas tersebut dengan
dengan bantuan sisi yang sehat dan pembentukan informasi kognitif di otak. Skala
ditingkatkan dengan fasilitasi yaitu aktivitas ini diukur menggunakan indeks
menggunakan metode assisted exercise. barthel (Lennon et al., 2018).
Kemudian, latihan ditingkatkan dengan
pergantian posisi seperti duduk untuk melatih HASIL DAN PEMBAHASAN
keseimbangan. Setelah itu dilakukan dengan Berdasarkan tabel yang disajikan pada
posisi berdiri yang bertujuan memberikan tabel 1, dapat disimpulkan bahwa umumnya
stimulasi pada sisi tubuh yang lemah dan terjadi tidak terlihat perbedaan yang signifikan
meningkatkan keseimbangan statis dan dari terapi 1 sampai dengan terapi ke 4.
dinamis dengan latihan weight bearing,
latihan keseimbangan ini mengarah ke gerakan
fungsional sehari-hari (Pollack et al., 2014).

Tabel 1. Hasil Skoring Indeks Barthel


No. Kegiatan T0 T1 T2 T3 T4
1 Mengontrol BAB (Bladder) 0 0 0 1 1
2 Mengontrol BAK (Bowel) 0 0 0 1 1
3 Membersihkandiri 0 0 0 1 1
4 Toileting 0 0 0 0 0
5 Makan (Feeding) 3 3 3 3 3
6 Berpindah tempat 2 2 2 2 2
7 Mobilisasi atau berjalan 1 1 1 2 2
8 Berpakaian (Dressing) 1 1 1 2 2
9 Naik turun tangga 0 0 0 0 0
10 Mandi 0 0 0 0 0

Intervensi terapi latihan ini dilakukan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan


sejak hari pertama pasien datang ke poli daya tahan, meningkatkan koordinasi,
fisioterapi guna memberikan pengaruh memperbaiki postur, meningkatkan
fisiologis dan pengaruh terhadap otot yaitu keseimbangan dan meningkatkan kemampuan
menjaga fisiologis otot, meningkatkan fungsional (Lennon et al., 2018). latihan gerak
temperatur otot, meningkatkan kontraksi juga atau kegiatan fisik baik secara aktif maupun
kekuatan otot sehingga meningkatkan muscle pasif yang sistematik terstruktur serta
pump yang menjadikan suplai oksigen dan berulang-ulang dengan pola gerakan yang
nutrisi serta mengangkut sisa metabolisme benar akan memberikan informasi yang benar
lebih lancar (Abdullahi, 2014). Hal ini juga pada otak, mengembalikan fungsi
berpengaruh terhadap sistem saraf yaitu muskuloskeletal ke normal serta serta
meningkatkan produksi adrenalin dan meningkatkan kemampuan fungsional
memberikan stimulasi atau informasi pada (Petterson et al., 2009).
otak dengan gerakan pola fungsional yang Berdasarkan hasil penelitian yang
benar dan berulang dikarenakan dapat telah dilakukan pada terapi (T) ke 0, 1, 2, 3,
membantu proses neuroplastisitas (Abdullahi dan 4 didapatkan hasil bahwa tidak ada
et al., 2015). perbedaan yang signifikan pada ADL pasien
Terapi latihan akan memberikan efek dengan menggunakan metode pemberian
terapeutik seperti memelihara dan terapi latihan. Namun terdapat peningkatan
meningkatkan lingkup gerak sendi, ADL pada poin mengontrol BAB, BAK,

13
Volume 4, Nomor 1 (Juni 2022)
Research Article
E-ISSN: 2746-816X P-ISSN: 2656-8128

membersihkan diri, mobilisasi atau berjalan, Science, 202(1), 14–21.


dan berpakaian. Manfaat rehabilitasi medik https://doi.org/10.1192/BJP.BP.111.1076
pada pasien stroke bukan untuk mengubah 64
defisit neurologis melainkan menolong pasien Bennett, D. A., Krishnamurthi, R. V., Barker-
untuk mencapai fungsi kemandirian seoptimal Collo, S., Forouzanfar, M. H., Naghavi,
mungkin. Jadi, tujuannya adalah lebih kearah M., Connor, M., Lawes, C. M. M.,
meningkatkan kemampuan fungsional Moran, A. E., Anderson, L. M., Roth, G.
daripada memperbaiki defisit neurologis atau A., Mensah, G. A., Ezzati, M., Murray,
mengusahakan agar pasien dapat C. J. L., & Feigin, V. L. (2014). The
memanfaatkan kemampuan yang tersisa untuk Global Burden Of Ischemic Stroke:
mengisi kehidupan secara fisik (Bennett et al., Findings Of The GBD 2010 Study.
2014). Global Heart, 9(1), 107–112.
https://doi.org/10.1016/j.gheart.2014.01.0
01
KESIMPULAN Feigin, V. L., Krishnamurthi, R.,
Terapi latihan yang diberikan pada Bhattacharjee, R., Parmar, P., Theadom,
pasien stroke non-hemoregik menujukan hasil A., Hussein, T., Purohit, M., Hume, P.,
yang tidak signifikan pada ADL pasien, akan Abbott, M., Rush, E., Kasabov, N.,
tetapi menjadi salah satu bentuk penanganan Crezee, I., Frielick, S., Barker-Collo, S.,
rehabilitasi medik yang dapat dilakukan pada Barber, P. A., Arroll, B., Poulton, R.,
masa golden period karena perlakuan ini akan Ratnasabathy, Y., Tobias, M., … Moran,
memberikan dampak optimalisasi terkait A. E. (2015). New Strategy to Reduce the
kondisi fisik, pengurangan deformitas yang Global Burden of Stroke. Stroke, 46(6),
dialami oleh pasien. 1740–1747.
https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.11
UCAPAN TERIMA KASIH 5.008222
Peneliti ingin menyampaikan terima Katan, M., & Luft, A. (2018). Global Burden
kasih kepada Program Studi Fisioterapi, of Stroke. Seminars in Neurology, 38(2),
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas 208–211. https://doi.org/10.1055/s-0038-
Muhammadiyah Malang, dan Rumah Sakit 1649503
Paru Dungus serta Responden yang Lennon, S., Ramdharry, G., & Verheyden, G.
mendukung dalam penelitian ini. (2018). Physical management for
neurological conditions. Elsevier Ltd.
Petterson, S. C., Mizner, R. L., Stevens, J. E.,
DAFTAR PUSTAKA
Raisis, L. E. O., Bodenstab, A.,
Abdullahi, A. (2014). A Novel Approach to
Newcomb, W., & Snyder-Mackler, L.
Upper Limb Task Specific Training in
(2009). Improved Function From
Children with Hemiparesis. International
Progressive Strengthening Interventions
Journal of Physical Medicine &
After Total Knee Arthroplasty: A
Rehabilitation, 02(06).
Randomized Clinical Trial With An
https://doi.org/10.4172/2329-
Imbedded Prospective Cohort. Arthritis
9096.1000235
and Rheumatism, 61(2), 174–183.
Abdullahi, A., Yakubu, Y., Bpt, A., & Aliyu,
https://doi.org/10.1002/ART.24167
M. A. (2015). What Do Physiotherapists
Pollack, A., Harrison, C., Henderson, J., &
Do in Stroke Rehabilitation? A Focus
Miller, G. (2014). Stroke. Australian
Group Discussion. Nigerian Journal of
Family Physician, 43(3), 93.
Medical Rehabilitation, 18(2).
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/246006
https://doi.org/10.34058/NJMR.V18I2.12
67/
5
Prior, P. L., & Suskin, N. (2018). Exercise For
Ayerbe, L., Ayis, S., Wolfe, C. D. A., & Rudd,
Stroke Prevention. Stroke and Vascular
A. G. (2013). Natural History, Predictors
Neurology, 3(2), 59–68.
And Outcomes Of Depression After
https://doi.org/10.1136/SVN-2018-
Stroke: Systematic Review And Meta-
000155
Analysis. The British Journal of
Skalski, K. A., Kessler, A. T., & Bhatt, A. A.
Psychiatry : The Journal of Mental
(2018). Hemorrhagic And Non-

12
Volume 4, Nomor 1 (Juni 2022)
Research Article
E-ISSN: 2746-816X P-ISSN: 2656-8128

Hemorrhagic Causes Of Signal Loss On


Susceptibility-Weighted Imaging.
Emergency Radiology, 25(6), 691–701.
https://doi.org/10.1007/S10140-018-
1634-7
Williams, G. (2011). Descriptive and
Predictive Analytics. Data Mining with
Rattle and R, 171–177.

13

Anda mungkin juga menyukai