Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN JURNAL

EFEKTIFITAS LATIHAN FISIK SELAMA HEMODIALISIS TERHADAP PENINGKATAN


KEKUATAN OTOT PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK

Oleh:

Kelompok Peminatan HD:

I Wayan Arianta

Dhika Pramudiya

Yessika Puspitasari

Rizky Heru Prakoso

Pentana Akhir Pristiwanto

Galih Herjuno Priambodo

Dimaz Eka Putra

Irlianing Ade Putri

PROGRAM PROFESI NERS STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2015
1. Problem
Gagal ginjal yang sering terjadi terutama gagal ginjal kronis dengan pertumbuhan 10% tiap
tahun dan akibat selanjutnya adalah gagal ginjal terminal (Corwin, 2009). Prevalensi gagal
ginjal kronis di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8 % tiap tahun. Dari
data tersebut didapat bahwa sekitar 60-70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah
masuk tahap gagal ginjal terminal sehingga pasien harus bergantung pada mesin cuci darah
(hemodialisa) seumur hidup.

Penatalaksanaan utama pada pasien ini salah satunya dengan rutin menjalani hemodialisis.
Pasien hemodialysis tergolong ke dalam asuhan keperawatan kritis dengan pendekatan
paliatif care, karena tindakan ini hanya mencegah kecacatanorgan berlanjut dan
memperlambat kematian, tetapi tidak menyembuhkan penyakit ginjal (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010; Burghardt, 2012).

Gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal,
hiperurisemia dan neuropati parifer, serta kelemahan otot, hal ini di sebabkan ginjal tidak
berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran (ekskresi), maka sisa metabolisme yang tidak
dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri (Smeltzer & Bare, 2008).

Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialisa dan transplantasi ginjal.
Terapi hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan
jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Dialysis atau Hemodialisa merupakan suatu
proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk produk sisa metabolisme yang
tidak terpakai dari dalam tubuh ketika ginjal sudah tidak mampu lagi berfungsi dengan baik
sesuai fungsinya. Hemodialisa dapat mencegah kematian, namun tidak dapat menyembuhkan
penyakit atau memulihkan keadaan pasien secara semula. Pasien dengan terapi hemodialisa
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan
ginjal sehingga akan berdampak pada kualitas hidup pasien(Smeltzer & Bare, 2008).

Salah satu permasalahan yang sering dikeluhkan pasien yang mengalami hemodialysis rutin
adalah kelemahan otot. Pasien mempunyai kekuatan otot yang lebih lemah dibandingkan
populasi normal. Kelemahan otot tersebut disebabkan adanya pengurangan aktivitas, atrofi
otot, miopati otot, neuropati atau kombinasi diantaranya (Muniralanam, 2007; Klinger,
2004).

2. Intervensi
Penelitian dari Sulistyaningsih tahun 2011 merupakan penelitian eksperimen dengan quasi-
experimental dengan rancangan pretest dan posttest dengan kelompok control. Kelompok
perlakuan mendapatkan perlakuan yaitu latihan fisik saat hemodialysis yang dilaksanakan
selama 30 menit. Latihan fisik dimulai dilakukan setelah pasien selesai dilakukan akses
vaskuler. Latihan fisik dilakukan dua kali seminggu pada waktu pasien menjalani
hemodialysis dalam jangka waktu 4 minggu. Kelompok kontrol tidak mendapatkan
perlakuan hanya melakukan gerakan-gerakan sendiri serta melakukan kegiatan yang
dilakukan selama hemodialysis.
Menurut Andrea Mahrova dan Klara Svagrova latihan selama hemodialysis (intradialytic
exercise) direkomendasikan seperti berikut:
a. Pemanasan
Gerakan pemanasan dilakukan sebanyak 6-8 kali, gerakan dilakukan pada bagian yang
bukan dengan AV Shunt. Gerakan pemanasan dilakukan sebagai berikut:
b. Peregangan otot
Peregangan otot berfokus pada pergangan yang dilakukan pada otot dan sendi. Lakukan
gerakan saat merasa nyaman, gerakan tidak boleh dilakukan saat terasa nyeri. Peregangan
harus dilakukan dengan perlahan dan senyaman mungkin. Peragangan ini juga bisa
dibantu dengan beberapa alat seperti pemberat dan sabuk elastis jika memungkinkan
untuk membarntu peregangan. Peregangan dilakukan bersamaan dengan nafas secara
beriringan. Gerakan yang dapat dilakukan seperti berikut:
c. Relaksasi
Langkah terakhir yang dilakukan yaitu relaksasi Relaksasi dengan mengatur nafas
dianjurkan untuk menyetabilkan denyut jantung. Denyut jantung umumnya kembali
normal seperti sebelum latihan.

3. Comparison
Penelitian Sulityaningsih (2011) membandingkan antara kekuatan otot sebelum dan sesudah
dilakukan latihan selama hemodialisa dan membandingkan antara hasil kekuatan otot pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pengukuran dilakukan dengan alat bantu berupa
dynamometer untuk mengukur kekuatan otot. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa
terdapat peningkatan kekuatan otot yang signifikan pada otot tangan dan setelah dilakukan 4
minggu pada kelompok perlakuan. Rata-rata kekuatan otot kaki meningkat secara signifikan
dari 41,10 kg menjadi 51,95kg (nilai p=0,001) sedangkan untuk otot tangan meningkat
secara signifikan dari 5,5kg menjadi 9,1kg (p=0,001).

Penelitian lain dilakukan oleh Cornelia DY Nekada dengan judul “Pengaruh Gabungan
Relaksasi Napas Dalam Dan Otot Progresif Terhadap Komplikasi Intradialisis Di Unit
Hemodialisis Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten” melakuakan penelitian serupa yaitu
dengan penggabungan teknik relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot progresif mendapatkan
hasil bahwa kedua teknik yang digabungkan ini dapat mengurangi resiko terjadinya
komplikasi intradialisis yang umumnya terjadi pada pasien hemodialysis rutin seperti
hipertensi, mual muntah, kram otot, dan sakit kepala.

Penelitian oleh Raheleh Mohseni, Amir Emami Zeydi, Ehteramosadat Ilali, Mohsen Adib-
Hajbaghery, dan Atieh Makhlough (2013) melakukan Intradialytic Aerobic Exercisepada 50
responden acak dilakukan selama 15 menit dalam 2 bulan dengan melihat seluruh aspek
efektifitas hemodialysis. Dengan melakukan Intradialytic Aerobic Exercisedapat
meningkatakan efektifitas hemodialysis pada hasil ureum. Hasil yang didapatkan pada pasien
HD setelah dilakukan latihan selama HD mendapatkan peningkatan 11% URR (Urea
Reduction Ratio) dengan p=0.003 dan 38% spKt/V (adekuasi dialysis) dengan p=0.001.

4. Outcome
Hasil yang dicapai pada kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur memiliki keuntungan memperbaiki kesehatan
otot. Latihan yang dilakukan merangsang pertumbuhan darah yang kecil (kapiler) dalam otot.
Hal ini akan membantu tubuh efisien mengatakan oksigen ke otot, dapat memperbaiki
sirkulasi secara menyeluruh dan menurunkan tekanan darah serta mengeluarkan hasil sampah
yang mengiritasi seperti asam lakatat dari dalam otot (Sulistyaningsih, 2011).
Latihan selama hemodialysis menunjukkan peningkatan hasil dialysis. Latihan selama
hemodialysis meningkatkan aliran darah dalam otot dan membuka kapiler darah dengan
meningkatkan ureum yang terdapat pada lapisan pembuluh darah. Peningkatan pelepasan
ureum dalam aliran darah sehingga menambah efektivitas dialysis (Mohseni et al., 2013).
Kadar ureum kreatinin yang tinggi diangkut dan disimpan pada jaringan dengan perfusi yang
kurang seperti tulang, kulit, dan otot. Latihan menunjang vasodilatasi dan peningkatan
perfusi kapiler pada jaringan otot. Peningkatan perfusi ini meningkatakan pertukaran zat
yang ada pada intraseluler dan intreavaskuler, sehingga memindahkan ureum dan kreatinin
dalam otot pada sirkulasi sistemik dari pasien ke filtrasi selama HD. Peningkatan efektivitas
juga ditunjukkan pada kadar kalium plasma. Diketahui bahwa latihan selama HD dapat
melepas kalium yang bekerja pada tulang ke plasma, penurunan kadar konsentrasi kalium
mencapai 77,5%. Hal ini sangat penting sebagai salah satu zat yang tanpa tanda yang pasti
namun dapat mengakibatkan serangan jantung dan aritmia selama HD. Hiperkalemia
merupakan kegawatdaruratan yang merupakan indikasi absolut untuk dilakukan HD.
Meskipun latihan selama HD memberikan efektivitas yang tinggi pada pasien HD, faktanya
sebagian besar pasien sulit untuk berperan aktif pada latihan selama HD dikarenakan
motivasi yang kurang. Hal ini sangat direkomendasikan pada pelaksana HD untuk
memotivasi pasien untuk berperan aktif latihan selama HD dan mengawasi pelaksanaan
latihan selama HD. Beberapa pasien dengan usia lebih muda memiliki motivasi yang lebih
untuk melaksanakan program latihan selama HD (Christoforos D., et al. 2011)

Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddartth's Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Giannaki, Christoforos D.; Stefanidis, Ioannis; Karatzaferi, Christina; Liakos, Nikos; Roka,
Violeta ; Ntente, Ioanna; Sakkas, Giorgos K.(2010) The Effect Of Prolonged
Intradialytic Exercise In Hemodialysis Efficiency Indices. Diakses dari : ASAIO
Journal:May/June 2011 - Volume 57 - Issue 3 - pp 213-218doi:
10.1097/MAT.0b013e318215dc9e

Anda mungkin juga menyukai