Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

Hasil jurnal secara umum menyebutkan bahwa terapi latihan terbukti memiliki dampak
efektif terhadap pasien stroke. Stroke merupakan penyakit yang dapat menyebabkan jangka
panjang bagi penderitanya, penderita akan mengalami keterbatasan aktivitas fisik dan
membutuhkan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari sehingga membutuhkan
rehabilitasi fungsional untuk memulihkan kondisi fisik penderita agar dapat menurunkan resiko
kekambuhan dan mencegah komplikasi akibat tirah baring dan mengembalikan kebugaran fisik
dan mental (Saunders, 2014). Menurut Agustiyaningsih et al. (2020) bantuan yang diberikan
secara berlebihan pada penderita stroke akan menyebabkan penderita melakukan tirah baring
yang lama sehingga penderita menjadi semakin lemah dan mudah lelah serta akan terasa berat
karena menjadi kaku, berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko tersebut dapat
dikontrol dengan tetap melakukan aktivitas harian yang memungkinkan untuk mengurangi
gangguan otak dan volume infark.

Jika dilihat dari sudut pandang pengulas, artikel penelitian yang dilakukan oleh
(Agustiyaningsih et al., 2020) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pada
artikel ini adalah program latihan fisik yang digunakan dapat dilakukan hanya dengan melakukan
aktivitas fisik seperti biasanya atau berjalan selama 6 menit, pemanfaatan latihan ini juga bisa
melakukan treadmill yang akan meningkatkan vasomotor aktivitas otak dapat mengurangi
inflamasi otak dan control aktivitas otot. Kekurangan pada penelitian artikel ini adalah peneliti
sulit untuk memberikan edukasi terkait aktivitas fisik pada penderita stroke, sebagian pasien
tidak pernah melakukan aktivitas fisik diluar rumah. Artikel lain juga menyebutkan bahwa
program latihan fisik dengan pengawasan yang baik dapat menurunkan risiko kesakitan yang
berat dan kecacatan dalam hal ini keluargalah yang berperan dalam pegawasan terbaik dirumah
dengan berjalan selama 6 menit menjadi aktivitas yang baik dan nyaman ketika dilakukan
dirumah (Alzahrani, 2011).

Artikel penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2022) bahwa dengan pemberian infra red
dapat meningkatkan metabolism dengan adanya kenaikan temperature, dengan demikian
pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik sehingga pemberian infra red sebelum terapi latihan
berupa gerak aktif, gerak pasif, gerak aktif assisted akan meningkatkan kemampuan otot untuk
berkontraksi ketika adanya peningkatan kekuatan otot maka kemampuan fungsional juga akan
meningkat. Kelebihan pada penelitian ini adalah pemberian terapi latihan dapat meningkatkan
kekuatan otot serta pemberian modalitas terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan
fungsional pada pasien dengan kondisi post stroke non hemoragik hemiparase sinistra. Demikian
juga terapi latihan yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus secara periodik
memperlihatkan penguasaan gerakan-gerakan ke arah yang lebih baik bahkan lebih mudah
dikerjakan oleh penderita. Keberhasilan pembelajaran terjadi jika informasi ditransfer ke memori
jangka panjang sehingga nantinya dapat diingat lebih lama. Proses transfer informasi itu dapat
melalui strategi latihan, pengulangan, perhatian dan asosiasi. Apabila dilakukan terapi latihan
secara terus menerus akan terjadi peningkatan kemampuan aktfitas fungsional dan dapat
mengurangi ketidakseimbangan kerja otot sehingga meningkatkan efisiensi gerak dan
meningkatkan aktivitas fungsional. Hal ini dibuktikan dengan penelitian di Instalasi Rehabilitasi
Medik RSUP Prof Dr. R. D Kandou Manado (2018) bahwa setelah pemberian terapi latihan
berupa gerak pasif, gerak aktif, gerak aktif assisted dan PNF apabila dilakukan terapi latihan
secara terus menerus maka akan terjadi peningkatan kemampuan aktifitas fungsional dan dapat
mengurangi ketidakseimbangan kerja otot sehigga meningkatkan efisiensi gerak dan
meningkatkan aktivitas fungsional penderita stroke. Kekurangan dalam penelitian ini adalah
dalam pemberian modalitas terapi latihan Belum terdapat peningkatan sensomotor (koordinasi
dan keseimbangan) pada otot anggota gerak atas dan anggota gerak bawah sinistra.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratama et al. (2022) pemilihan intervensi fisioterapi
berupa balance dan core exercise dalam peningkatan keseimbangan tubuh, latihan ini
memfokuskan dalam meningkatkan otot stabilisasi trunk dan kekuatan otot – otot ektremitas
bawah dimana keseimbangan akan meningkat jika tubuh mulai dapat mempertahankan control
postur. Pada penelitian yang telah dilakukan Church (2019) bahwa balance exercise terbukti
menjadi latihan efektif dalam meningkatkan keseimbangan tubuh pada kasus stroke, dalam kasus
ini menggunakan dual task training dan stepping exercise. Kelebihan dalam penelitian ini adalah
intervensi yang diberikan kepada pasien dilakukan secara bertahap dengan menggunakan skala
pengukuran yang seimbang dengan menggunakan functional reach test dengan melakukan 4 kali
evaluasi dan barulah didapatkan hasil keseimbangannya. Kekurangan pada artikel penelitian ini
adalah pasien yang memiliki gangguan keseimbangan yang serius akan sulit mengikuti terapi
latihan yang akan diberikan oleh fisioterapis.
Berdasarkan artikel penelitian Nofrel (2020) range of motion (ROM) merupakan bentuk
latihan dalam proses rehabilitasi pasien dengan stroke yang meliputu sejumlah pergerakan yang
mungkin dilakukan oleh bagian tubuh yang nantinya bertujuan untuk mencegah komplikasi
penyakit, meningkatkan kemampuan ADL pasien, meningkatkan harga diri pasien, dan
mekanisme koping pasien. Semakin dini pemberian latihan range of motion (ROM) maka proses
rehabilitasi juga akan semakin mendapatkan persentase baik dalam hal pemulihan dan
pencegahan faktor risiko lainnya (Soeparman, 2004). Beberapa penelitian telah membuktikan
tentang pengaruh latihan terhadap peningkatan kekuatan otot klien stroke, penelitian yang
dilakukan Smallfield.S at al (2009) tentang intervensi yang sering dilakukan dalam pemulihan
klien pasca stroke menyatakan bahwa intervensi ROM masih sering digunakan dan dianggap
efektif dalam meningkatkan tingkat kemandirian klien dalam melakukan aktifitas fisik.
Kelebihan dari artikel ini adalah latihan range of motion yang diberikan baik tanpa kombinasi
metode lain maupun dengan kombinasi metodae lainnya yang dilakukan dalam rentang waktu 2
minggu sampai dengan 3 bulan, memberikan efek positif terhadap klien pasca stroke yang
mengalami gangguan mobilitas fisik dalam meningkatkan kemampuan rentang gerak klien guna
menunjang dalam melakukan activity daily livin. Kekurangan pada artikel ini adalah kurangnya
dalam melibatkan peran keluarga sebagai caregiver yang seharusnya dapat memberikan peranan
perawatan serta pengawasan langsung kepada pasien penderita stroke dirumah.

Selanjutnya, artikel penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan et al. (2016) bahwa
terdapat perubahan nilai rata – rata depresi setelah dilakukan terapi Slow Stroke Back Massage
terdapat penurunan depresi yang terletak pada stimulus fokal area kulit punggung berupa usapan
yang terdiri dari 2 jenis gerakan. Usapan memanjang dalam SSBM berguna untuk memberikan
ketenangan pada pasien, sedangkan usapan pendek dan sirkuler cenderung bersifat menstimulasi
(Sukowati, 2014). Gerakan usapan yang memanjang yang diberikan pada punggung akan
menstimulasi saraf perifer yang diteruskan pada bagian hipotalamus yang akan merespon
stimulus tersebut untuk mensekresi hormone endorfin dan mengurangi kortisol melalui pelepasan
kortikotropin sehingga mengurangi aktivitas saraf simpatis (Meek, 1993). Hal ini sejalan dengan
penelitian Arisanti (2012) bahwa stimulus SSBM yang mempengaruhi sistem saraf perifer ini
akan diteruskan ke hipotalamus melalui spinal cord yang nantinya akan merespon stimuli
tersebut untuk mensekresi hormon endorfin dan mengurangi kortisol melalui pelepasan
kortikotropin sehingga mengurangi aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf
parasimpati, produksi hormone endorfin akan merangsang produksi hormone serotonin dan
dopamin yang berfungsi untuk menurunkan kecemasan dan gangguan tidur sehingga
menimbulkan respon relaksasi. Kelebihan pada artikel ini adalah dapat mengurangi gangguan
tidur yang menyebabkan pasien lebih rileks dan secara tidak langsung mendistraksi dan
menurunkan tingkat depresi yang dialami oleh lansia. Kekurangan pada penelitian ini adalah
keberadaan peneliti juga menjadi salah satu sumber stressor bagi responden, keberadaan peneliti
sebagai orang asing memunculkan kerinduan responden pada keluarga dan mengingatkan
responden pada pengalaman traumatik yaitu kehilangan keluarga dan pekerjaan yang
dimilikinya, gejala depresif dapat muncul pada lansia diakibatkan penyesuaian yang terlambat
terhadap stressor (misalnya kehilangan dan kesedihan).

Berdasarkan penelitian Yoshihiro Yoshimura et al (2022) yang berjudul “Latihan Kursi-


Berdiri Meningkatkan Sarkopenia dalam Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke Sarcopenia”
menjelaskan bahwa pasien kategori ini umumnya ditemukan pada orang dewasa yang lebih tua
yang menjalani rehabilitasi. Pengobatan utama didasarkan pada olahraga dan terapi nutrisi.
Stroke adalah penyebab utama kematian di banyak negara, dan sebagai akibat langsungnya,
banyak korban mengalami kesulitan terus-menerus dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Yoo
Soon, 2007). Adapun kelebihan dari jurnal ini yakni membahas tentang kelebihan Latihan kursi-
berdiri untuk kesehatan. Hasil menunjukkan bahwa jumlah pengulangan yang cukup dari latihan
kursi berdiri, sebagai tambahan untuk berpartisipasi dalam program rehabilitasi pemulihan
hingga tiga jam sehari, adalah waktu yang efektif dalam meningkatkan ADL pada pasien dengan
penyakit stroke. Diasumsikan bahwa kursi berdiri berulang kali latihan dengan komponen
pelatihan resistensi intensitas rendah dapat meningkatkan ADL melalui perbaikan sarcopenia.
Selain itu, latihan kursi-berdiri itu sendiri juga bisa membantu dalam meningkatkan kinerja
tugas-tugas ADL. Latihan ini melibatkan berdiri dari posisi duduk di kursi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien pasca stroke dengan cacat fisik. Selain itu, latihan ini tidak memerlukan
keahlian khusus, peralatan, atau fasilitas, dapat dilakukan dengan biaya rendah, dan dapat
dilakukan oleh individu atau kelompok dengan berbagai ukuran bahkan di lingkungan
rehabilitasi rumah sakit. Kekurangan dari penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan secara
tunggal rumah sakit rehabilitasi berbasis komunitas di Jepang, yang dapat membatasi
generalisasi dari temuan, fungsi fisik tidak digunakan untuk mendiagnosis sarcopenia, dan
kualitas dan kuantitas rehabilitasi dan terapi nutrisi yang diberikan selama rawat inap
mempengaruhi hasil.

Jurnal dari Ani Nuraeni et al (2022) yang berjudul “Efektivitas Keluarga Impian untuk
Latihan Rom pada Pasien Pasca Stroke Lansia dengan Hemiplagi” menjelaskan bahwa
pendampingan bagi keluarga penderita stroke adalah sesuatu yang diperlukan mengingat dampak
yang terjadi pada keluarga ketika ada yang sakit anggota keluarga, fokus perhatian, sumber daya
dan sistem pendukung dalam keluarga akan mengalami perubahan untuk lebih fokus merawat
anggota keluarga yang sakit. Pendampingan keluarga di perawatan pasien stroke pasca akut di
rumah meliputi pelatihan melalui pendidikan kesehatan, pemantauan status kesehatan pasien
lanjut usia yang dirawat di rumah dan memberikan konsultasi kepada keluarga mengenai
perawatan pasien pasca stroke akut di rumah. Kelebihan dari jurnal ini adalah adanya
pembahasan mengenai Pendidikan Kesehatan dan faktor penyembuhan dan perbaikan pasien
pasca stroke akut. Penelitian ini menggunakan kelompok intervensi dan kelompok control. Maka
kekurangan dari jurnal ini ialah kelompok kontrol dan kelompok intervensi tidak dibagi
berdasarkan lama menderita stroke dan berdasarkan lama stroke sehingga kemungkinan pasien
lama dalam kelompok tersebut pernah mendapat pendidikan Kesehatan.

Selain itu jurnal lainya yang dibuat oleh Won Ho Choi (2022) dengan judul “Pengaruh
Terapi Latihan Kognitif pada Ekstremitas Atas Fungsi Sensorimotor dan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari Pasien dengan Stroke Kronis: Uji Coba Terkontrol Secara Acak” membahas tentang
perbandingan terapi latihan kognitif dan terapi konvensional. Kelebihan dari penelitian ini adalah
terapi latihan kognitif menggunakan tugas spasial dan taktil secara signifikan meningkatkan
fungsi motorik dan sensorik ekstremitas atas dibandingkan dengan pekerjaan konvensional terapi
pasional. Oleh karena itu, terapi latihan kognitif mengkompensasi kekurangan tersebut terapi
okupasi konvensional digunakan untuk rehabilitasi dan memberikan efektif protokol rehabilitasi
untuk pasien dengan stroke kronis. Sedangkan kelemahan dari penelitian ini adalah perlu
ditambahkan studi tambahan untuk mengkofirmasi data yang telah didapat dari penelitian.

Pada jurnal lain dengan judul “Pengaruh Latihan Aerobik pada Rehabilitasi Stroke” yang
diteliti oleh Han De Gezer et al (2018) membahas tentang perbandingan efek senam aerobik dan
senam konvensional yang diterapkan. Stroke menempati urutan pertama untuk frekuensi dan
kepentingan antara gangguan neurologis dewasa. Sejumlah penelitian dalam literatur membahas
mengenai gangguan kesulitan tidur tetapi tidak ada penelitian yang menyelidiki efek aerobik
program latihan pada kualitas tidur. Penambahan latihan aerobik memungkinkan pasien merasa
lebih energik dan emosional lebih baik. Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah jumlah
kecil pasien untuk mendokumentasikan hasil yang kuat. Alasannya adalah populasi penelitian
hanya terdiri dari pasien yang dirawat di rumah sakit dan sulitnya menemukan pasien yang
patuh.

Artikel yang berjudul “Rehabilitasi Stroke Berbasis Latihan: Klinis Pertimbangan


Menyusul COVID-19 Pandemi” yang diteliti oleh Kevij Moncion, MSc (2021) menyebutkan
bahwa pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus sindrom pernafasan akut yang parah
(SARS-CoV-2) telah berdampak dampak yang signifikan dan berkelanjutan di semua bidang
perawatan kesehatan termasuk stroke. Individu pasca stroke berisiko tinggi terkena infeksi,
tingkat keparahan penyakit, dan kematian setelah infeksi COVID-19. Pada individu dengan
SARS-CoV-1, gabungan moderat program latihan intensitas aerobik dan latihan ketahanan dapat
meningkatkan kekuatan otot rangka dan mengurangi kelelahan. Manfaat serupa mungkin terjadi
setelah COVID-19 infeksi. Pada stroke, penargetan latihan ketahanan 50 – 80% dari maksimum
1x pengulangan telah terbukti meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, faktor penting untuk
mobilitas, kiprah, dan aktivitas kehidupan sehari-hari lainnya.

Oleh karena itu, terapi latihan perlu dipertimbangkan dalam pemberian pengobatan terapi
latihan untuk penderita stroke karena terapi latihan efektif dan dapat digunakan bersamaan dalam
pengobatan farmakologi. Beberapa metode terapi latihan memberikan hasil yang maksimal
dalam kebutuhan untuk pemenuhan aktivitas sehari hari penderita stroke. Menurut pengulas,
terapi latihan range of motion (ROM) dapat diaplikasikan dan diterapkan pada intervensi
keperawatan serta dapat dilakukan secara teratur dirumah agar mendapatkan hasil yang
maksimal dalam meningkatkan kekuatan otot serta dapat meningkatkan kemandirian pasien
dalam beraktivitas sehari – hari. Hal ini dapat menjadi terapi yang relative mudah untuk
digunakan semua penderita stroke dan dapat dilakukan hanya dengan pengawasan serta peranan
dari keluarga.

Daftar Pustaka
Saunders, D. H., Greig, C. A., & Mead, G. E. (2014). Physical activity and exercise after stroke:
Review of multiple meaningful benefits. Stroke, 45(12), 3742–3747.
https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.114.004311

Alzahrani, M. A., Ada, L., & Dean, C. M. (2011). Duration of physical activity is normal but
frequency is reduced after stroke: An observational study. Journal of Physiotherapy, 57(1),
47–51. https://doi.org/10.1016/S1836-9553(11)70007-8

Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof Dr. R. D Kandou Manado (2018). Pengembangan Model
Latihan Gerak Pasif Aktif Terhadap Pelayanan Rehabilitatif Pasien Stroke Hemiplegi
RSUD dan RSI Fatimah Kabupaten Cilacap. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2018

Church, G., Parker, J., Powell, L., & Mawson, S. (2019). The effectiveness of group exercise for
improving activity and participation in adult stroke survivors: a Systematic review.
Physiotherapy, 105(4), 399-411. doi : 10.1016/j.physio.2019.01.005

Soeparman, Suyono, H. Slamet, 2004, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II edisi ketiga, Penerbit
FKUI. Jakarta.

Sukowati,MA. (2014). Pengaruh slow stroke back massage (SSBM) terhadap tekanan darah pada
klien hipertensi primer di wilayah kerja puskesmas nangkaan kabupaten bondowoso. Tidak
diterbitkan Skripsi. Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas Jember.

Meek, SS. (1993). Effects of slow-stroke back massage on relaxation in hospice clients. Image
Journal Nurs. Vol.1: 25-17.

Arisanti D. (2012). Pengaruh slow stroke back massage (SSBM) terhadap kecemasan ibu
menopause di jember lor wilayah kerja puskesmas patrang. Skripsi. Jember: Program Studi
Ilmu Keperawatan. Universitas Jember.

Agustiyaningsih, T., Marta, O. F. D., & Mashfufa, E. W. (2020). Identification of Physical


Activities in Post Stroke Patients. Jurnal Keperawatan, 11(1), 116.
https://doi.org/10.22219/jk.v11i1.11098

Kurniawan, A., Wantiyah, & Kushariyadi. (2016). Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage (
SSBM ) terhadap Depresi pada Lansia di Unit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia
( UPT PSLU ) Kabupaten Jember . Pustaka Kesehatan, 5(3), 475–480.

Nofrel, V. (2020). Pengaruh Latihan Range Of Motion terhadap Peningkatan Kemampuan


Melakukan Activity Daily Living pada Penderita Pasca Stroke. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 20(2), 564. https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i2.992

Pratama, A. D., Pratama, A. D., Noviana, M., & Pahlawi, R. (2022). Jurnal Fisioterapi Terapan
Indonesia or Indonesian Journal of Applied Physiotherapy Efektivitas Balance dan Core
Exercise untuk meningkatkan Keseimbangan Statis pada Kasus Stroke Hemiparese Sinistra
Efektivitas Balance dan Core Exercise untuk meningkatkan Keseimbangan Statis pada
Kasus Stroke Hemiparese Sinistra. 1(1).

Susanti, N. (2022). Study Kasus : Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Post Stroke Non
Hemoragik Hemiparase. Jurnal PENA, 36(2), 98–109.

Anda mungkin juga menyukai