Anda di halaman 1dari 9

COVER

HALAMAN PENGESAHAN

RINGKASAN

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN
Stroke merupakan sejenis penyakit yang menyerang system saraf manusia yang
terjadi kerusakan pada sel-sel saraf di otak akibat terganggunya pasokan darah ke
bagian otak (Hariandja, 2013). American Heart Association/American Stroke
Association (AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistics-2017 Updates,
menyatakan bahwa di Amerika rata-rata setiap 40 detik seseorang mengalami
stroke dan setiap 4 menit seseorang meninggal akibat stroke (Roger, 2017). Stroke
memiliki dua tipe berdasarkan penyebabnya, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Tahun 2013 Prevalensi stroke di dunia berjumlah 25,7 juta orang
penderita stroke (71% disebabkan stroke iskemik), 6,5 juta orang meninggal dunia
akibat stroke (51% disebabkan stroke iskemik), 113 juta orang mengalami kecacatan
karena stroke (58% disebabkan stroke iskemik), dan 10,3 juta orang sebagai kasus
baru penderita stroke (67% stroke iskemik) (Feigin, 2017). Stroke iskemik lebih
sering terjadi dari pada stroke hemoragik (Venketasubramanian, 2017).
Stroke memberikan dampak yang dapat mempengaruhi aktivitas seseorang,
misalnya menjadikan seseorang tidak percaya diri, menurunkan produktivitas,
hilangnya semangat untuk melaksanakan hobi dan masih banyak yang lainnya.
Dampak yang ditimbulkan pasca stroke adalah gangguan berkomunikasi, gangguan
emosi, nyeri, gangguan tidur, disfagia, kelumpuhan dan kecacatan sehingga dapat
mengganggu kemampuan aktifitas sehari-hari yang menyebabkan penderita stroke
mengalami depresi (Lingga, 2013). Masalah fisik paling sering terjadi pasien pasca
stroke ialah hemiparase pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Terkait
masalah fisik tersebut terdapat program rehebilitasi untuk mengatasi atau
mengembalikan fungsi fisik pasien pasca stroke (Hentu, 2018).
Rehabilitasi merupakan program terapi dasar dari pemulihan pasien stroke yang
mengalami gangguan fungsi gerak. Rehabilitasi exercise therapy perlu diberikan
pada pasien pasca stroke dalam meningkatkan kekuatan motorik untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (Winstein, 2016). Exercise therapy diharapkan dapat
mengembalikan fungsi motorik pada pasien pasca stroke untuk mengoptimalkan
fungsi sehingga dapat memandirikan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan
sendiri dapat menggunakan sarana bola karet sebagai intervensinya (Hentu, 2018).
B. LANDASAN TEORI

1. Definisi

Stimulasi merupakan sebuah dorongan atau rangsangan, stimulasi dapat


diartikan sebagai pendorong atau perangsang seseorang untuk melakukan usaha
dalam mencapai tujuan. . Salah satu media latihan yang bisa digunakan yaitu
penggunaan bola seperti bola karet. Latihan menggenggam bola merupakan suatu
modalitas rangsang sensorik raba halus dan tekanan pada reseptor ujung organ
berkapsul pada ekstremitas atas (Dewi, 2017).Bola karet digunakan sebagai media
karena berpengaruh untuk meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas atas yang
mengalami kelemahan melalui rangsangan latihan menggenggam untuk
meningkatkan kekuatan motorik sehingga meningkatkan kapasitas fungsional
pasien stroke (Daya, 2017),
2. Tujuan
Tujuan dari latihan ini adalah untuk mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah
adanya suatu komplikasi akibat kelemahan pada ekstremitas atas (Chaidir, 2014).
Terapi latihan menggenggam bola karet menurut (Daya, 2017) adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kekutan otot
2. Memperbaiki tonus otot serta refleks tendon yang mengalami kelemahan
3. Menstimulasi saraf motorik pada tangan dan kaki yang akan diteruskan ke otak
3. Prosedur, Indikasi dan Kontraindikasi
1. Prosedur
Prosedur pelaksanaan terapi latihan bola karet menurut Daya (2017) dan
Chinn (2011) adalah sebagai berikut :
a. Posisikan klien senyaman mungkin
b. Letakkan bola karet diatas telapak tangan klien yang mengalami kelemahan
c. Instruksikan klien untuk menggenggam atau mencengkeram bola karet
d. Kemudian kendurkan genggaman atau cengkraman tangan
e. Instruksikan klien untuk mengulangi menggenggam atau mencengkram bola
karet, lakukan secara berulang ulang selama durasi satu sampai dua menit.
f. Setelah selesai instruksikan klien untuk melepaskan genggaman atau
cengkraman bola karet pada tangan
g. Melanjutkan ke latihan ektremitas bawah dengan mengatur duduk klien
tegak.
h. Meletakkan telapak kaki yang mengalami kelemahan diatas bola karet dilantai
i. lakukan penekanan pada bola kemudian lakukan gerakan menggulung ke arah
depan,belakang,kiri dan kanan selama 1 menit
j. kemudian istirahat selama 1 menit
k. Instruksikan klien untuk mengulangi penekanan bola karet pada kaki, lakukan
secara berulang ulang selama 7 kali.
2. Indikasi
a. Pasien yang masih dapat melakukan kontraksi otot baik dengan bantuan atau
tidak.
b. Pasien yang memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan
persendian sepenuhnya, membutuhkan bantuan melalui gaya dari luar secara
manual atau mekanik
3. Kontraindikasi
a. Tidak boleh diberikan apabila mengganggu proses penyembuhan.
b. Adanya peningkatan rasa nyeri dan peradangan.

C. METODE
Stroke menyebabkan ketidakmampuan melakukan gerak atau motorik pada
beberapa bagian anggota tubuh (Prok, 2016). Jika terus dibiarkan akan
mengakibatkan kelemahan pada sendi yang dapat menyebabkan kekakuan otot
atau atrofi otot sehingga pasien tidak akan mampu menggerakkan tangannya.
Kekuatan adalah suatu kemampuan dari sistem neromuskular untuk menghasilkan
sejumlah tenaga sehingga mampu melawan tahanan dari luar (Daya, 2017).
Latihan dengan menstimulasi gerak pada tangan dapat berupa latihan fungsi
menggenggam mengepalkan tangan rapat-rapat dengan menggerakkan otot-otot
untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak terhadap otot-otot
tersebut. Latihan dengan menggunakan bola dipilih karena dari sisi harga relatif
murah , bola karet dapat dijadikan sebagai alat komplementer yang dapat digunakan
oleh pasien dan keluarga secara mandiri (Chaidir, 2014). Teknik spherical grip dapat
digunakan untuk membantu pemulihan bagian lengan atau bagian ekstremitas atas.
Latihan spherical grip merupakan latihan fungsional tangan dengan cara
menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan
(Prok, 2016).
Latihan stimulasi motorik bola karet merupakan suatu modalitas rangsang
sensorik raba halus dan tekanan pada reseptor ujung organ berkapsul pada
ekstremitas . Respon akan disampaikan ke korteks sensorik di otak jalur sensorik
melalui badan sel pada saraf C7-T1 secara langsung melalui system limbik.
Pengolahan rangsang yang ada menimbulkan respon cepat pada saraf untuk
melakukan aksi atas rangsangan tersebut (Prok, 2016).
Gerakan yang terjadi pada latihan gerak aktif diawali dengan adanya perintah
untuk bekerja yang diaktifkan oleh sinyal dari otak yang diawali oleh korteks serebri
yang dicapai ketika korteks mengaktifkan pola fungsi yang tersimpan pada area otak
yang lebih rendah yaitu medula spinalis, batang otak, ganglia basalis dan serebelum
yang kemudian mengirimkan banyak sinyal pengaktivasi spesifik ke otot dan memicu
banyak aktivitas motorik normal terutama untuk pergerakan.

D. HASIL
Penelitian yang dilakukan oleh Olviani di RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun
2017 menunjukkan dari total 30 responden didapatkan 25 responden yang
mengalami peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke setelah
diberikan latihan Range Of Motion (ROM) Spherical Grip dan penelitian yang
dilakukan oleh Astriani di RSUD Kabupaten buleleng pada tahun 2016 tentang
pengaruh ROM exercise bola karet terhadap kekuatan otot genggam pasien stroke
non hemoragik menunjukkan sebanyak 13 respondenmengalami peningkatan nilai
kekuatan otot genggam yang terjadi secara perlahan setelah diberikan intervensi.
Penelitian Kwakkel (2003) dalam Prok (2016) menunjukkan bahwa peningkatan
intensitas waktu terapi latihan, khususnya jika penambahannya minimal 16 jam dalam
6 bulan pertama memiliki pengaruh yang kecil tapi bermakna pada kemampuan
fungsional penderita stroke, terutama jika dilakukan lebih intensif dan lebih dini.
Joshi (2018) menyatakan bahwa kekuatan genggaman berkorelasi dengan fungsi
ekstremitas atas dan stabilitas proksimal yang diberikan oleh korset bahu. Terdapat
korelasi positif antara aktivitas cengkeraman tangan dan aktivitas otot rotator cuff.
Aktivitas cengkraman tangan dan Kekuatan genggaman digunakan untuk menilai
kapasitas fungsional keseluruhan dari ekstremitas atas. Karena fungsi tangan
(kegiatan prehension) adalah bagian terpenting dari fungsi ekstremitas atas dalam
kehidupan kita sehari-hari. Jadi dalam rehabilitasi ekstremitas atas, kekuatan
genggaman digunakan sebagai salah satu parameter untuk memeriksa kemajuan
atau efektivitas latihan yang memengaruhi fungsi ekstremitas atas dan ADL pasien
stroke kronis.
Sejalan dengan Horsley (2016) menyatakan bahwa ada korelasi antara kekuatan
cengkeraman dan kekuatan otot scapular. Fungsi representatif dari tangan adalah
untuk memegang sesuatu. Kekuatan jari saat memegang sesuatu dikenal sebagai
kekuatan genggaman dan itu penting dalam evaluasi fungsi motorik tangan. Karena
kekuatan genggaman sangat berkorelasi positif dengan kekuatan otot. kekuatan
genggaman dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan kekuatan otot secara
efektif dan ekonomis. Kekuatan genggaman telah digunakan dalam banyak
penelitian karena pengukurannya yang sederhana. Kekuatan genggaman bukan
hanya gaya yang dihasilkan oleh jari dan sendi pergelangan tangan, ia juga
terhubung erat dengan kekuatan otot lengan bawah, dan sendi-sendi brakialis dan
bahu.
Penelitian Hentu (2018) didapatkan peningkatan nilai kekuatan otot setelah
dilakukan latihan ROM dan gerakan bola karet, di mana didapatkan nilai mean
meningkat menjadi 14,93 pada kelompok intervensi dan 13,00 pada kelompok
kontrol. Bola karet yang digunakan pada pada penelitian ini yaitu bola karet yang
pada permukaannya bergerigi dan lentur, Hal ini membuktikan bahwa pemberian
latihan ROM dan gerakan bola karet efektif dalam meningkatkan nilai kekuatan otot.
Penelitian Prok (2016) menunjukkan bahwa kekuatan otot sebelum melakukan
latihan menggenggam bola adalah 2-24 kg dengan rata-rata 10,56 dan sesudah
dilakukan latihan menggenggam bola menjadi meningkat menjadi 4-29 Kg dengan
rata-rata 14.06. terapi menggenggam bola perlahan-lahan mendapatkan pemulihan
terhadap penyakit stroke yang mereka derita hal ini menunjukkan bahwa aktivasi
jaringan saraf bersifat use-dependent, semakin sering digunakan, semakin kuat dan
semakin meningkat jumlah sinaps yang terbentuk.

E. PEMBAHASAN
Rehabilitasi merupakan program terapi dasar dari pemulihan pasien stroke
yang mengalami gangguan fungsi gerak. Rehabilitasi exercise therapy perlu
diberikan pada pasien pasca stroke dalam meningkatkan kekuatan motorik untuk
melakukanaktivitas sehari-hari (Winstein, 2016). Exercise therapy diharapkan dapat
mengembalikan fungsi motorik pada pasien pasca stroke untuk mengoptimalkan
fungsi sehingga dapat memandirikan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan
sendiri dapat menggunakan sarana bola karet sebagai intervensinya (Hentu, 2018).
Latihan dengan menstimulasi gerak pada tangan dapat berupa latihan fungsi
menggenggam mengepalkan tangan rapat-rapat dengan menggerakkan otot-otot
untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak terhadap otot-otot
tersebut. Latihan dengan menggunakan bola dipilih karena dari sisi harga relatif
murah , bola karet dapat dijadikan sebagai alat komplementer yang dapat digunakan
oleh pasien dan keluarga secara mandiri (Chaidir, 2014). Teknik spherical grip dapat
digunakan untuk membantu pemulihan bagian lengan atau bagian ekstremitas atas.
Latihan spherical grip merupakan latihan fungsional tangan dengan cara
menggenggam sebuah benda berbentuk bulat seperti bola pada telapak tangan
(Prok, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Olviani di RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun
2017 menunjukkan dari total 30 responden didapatkan 25 responden yang mengalami
peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke setelah diberikan
latihan Range Of Motion (ROM) Spherical Grip danpenelitian yang dilakukan oleh
Astriani di RSUD Kabupaten buleleng pada tahun 2016 tentang pengaruh ROM
exercise bola karet terhadap kekuatan otot genggam pasien stroke non hemoragik
menunjukkan sebanyak 13 responden mengalami peningkatan nilai kekuatan otot
genggam yang terjadi secara perlahan setelah diberikan intervensi.
Peningkatan kekuatan otot yang terjadi karena adanya latihan yang rutin
dilakukan oleh responden yang dapat memberikan dampak pembesaran fibril otot.
Maka dengan seringnya latihan pembesaran fibril otot juga semakin besar. Latihan
menggenggam bola karet sendiri dapat membantu membangkitkan kembali kendali
di otak serta latihan ini akan merangsang seratserat otot untuk lebih berkontraksi.
Mekanisme latihan stimulasi motorik bola karet merupakan suatu modalitas
rangsang sensorik raba halus dan tekanan pada reseptor ujung organ berkapsul pada
ekstremitas . Respon yang akan disampaikan ke korteks sensorik di otak jalur
sensorik melalui badan sel pada saraf C7-T1 secara langsung melalui sistem limbik.
Pengolahan rangsang yang ada menimbulkan respon cepat pada saraf untuk
melakukan aksi atas rangsangan tersebut. Rangsang sensorik halus dan tekanan
akan diolah dalam korteks sensorik yang selanjutnya impuls disalurkan dalam
korteks motorik. Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuclei nervi
kranialis dan kornu anterius medulla spinalis berjalan melewati radiks anterior,
pleksus saraf (di region servikal dan lumbosakral), serta saraf perifer dalam
perjalanannya ke otot-otot rangka. Impuls dihantarkan ke sel-sel otot melalui motor
end plate taut neuromuscular kemudian akan terjadi gerakan otot pada ekstremitas
. Mekanisme ini disebut feedforward control sebagai respon terhadap rangsang
tekanan dan sentuhan halus pada bola karet (Prok, 2016).
Penelitian ini didukung teori Levine (2009) dalam penelitian Astriani (2016) yaitu
latihan untuk menstimulasi motorik pada tangan dapat berupa latihan fungsi
menggenggam. Gerakan mengepalkan atau menggenggam tangan rapat rapat akan
menggerakkan otot-otot untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak
terhadap otot-otot tersebut. Latihan menggenggam akan merangsang saraf otot
untuk berkontraksi, hanya dengan sedikit kontraksi kuat setiap harinya dengan
karakteristik latihan yang menggunakan bola karet dengan tekstur lentur dan halus
akan melatih reseptor sensorik dan motorik

F. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh latihan stimulasi
motorik bola karet terhadap peningkatan kekuatan otot pasien pasca stroke maka
dapat ditarik kesimpulan latihan stimulasi motorik bola karet memiliki pengaruh
dalam meningkatkan kekuatan otot pada pasien pasca stroke dalam fase
rehabilitasi dan diberikan secara dini
Kelompok berpendapat latihan stimulasi motorik bola karet yang dilakukan
dapat meningkatkan kemampuan kapasitas fungsional dikarenakan proses
terjadinya latihan motorik secara teratur yang mengalami hemiparase dengan
merangsang pusat motorik diotak sehingga memicu aktivitas motorik normal
terutama untuk pergerakan. Proses gerakan yang dilakukan juga meningkatkan
masa otot dan meningkatkan sirkulasi darah yang berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan motorik.

REFERENSI

Astriani, N. M. (2016). Pengaruh ROM Exercise Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Genggam
Pasien Stroke Non Hemoragik. Jurnal Keperawatan Buleleng.

Chaidir, R. Z. (2014). Pengaruh Latihan Range Of Motion pada Ekstremitas Atas dengan Bola
Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragi di Ruang Rawat Stroke
RSSN Bukittinggi Tahun 2012. 'Afiyah, 1-6.

Daya, D. A. (2017). Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola Karet Terhadap Kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di wilayah Kerja Puskesmas Pengasih II
Kulon Progo Yogyakarta. Jendral Ahmad Yani Yogyakarta
Dewi, R. T. (2017). Pengaruh Latihan Bola Karet terhadap kekuatan Otot. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Hariandja, J. R. (2013). Identifikasi Kebutuhan Akan Sistem Rehabilitasi Berbasis Teknologi


Terjangkau Untuk Penderita Stroke Di Indonesia. Masyarakat Universitas Katolik
Parahyangan.

Hentu, A. R. (2018). Efektivitas Latihan Rom dan Bola Karet Terhadap Peningkatan
Kekuatan Menggenggam dan Fungsi Menggenggam pada Pasien Stroke dI RSUD
Sleman. Media Ilmu Kesehatan, 7(2), 149-155.
Horsley, I. (2016) . Do changes in handgrip strength correlate with shoulder rotator cuff
function? .Shoulder Elbow.;8(2):124-9. doi: 10.1177/1758573215626103

Joshi, S., Sathe, T. (2018). Correlation Between Grip Strength And Scapular Muscle.
Internasional Journal of Advance Research, Ideas And Innovations In Technology,4
(3),2111-2117.

Olviani, Y. M. (2017). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif-Asistif (Spherical Grip)
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke di
Ruang Rawat Inap Penyakit Syaraf (Seruni) RSUD Ulin Banjarmasin. Dinamika
Kesehatan, 8(1), 250-257.

Prok, W. G. (2016). Pengaruh Latihan Gerak Aktif Menggenggam Bola Pada Pasien Stroke
Diukur Dengan Handgrip Dynamometer di Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R.D
Kandaou Manado 2016. e-Clinic (Eci), 71-75.

Roger, V. e. (2017). Heart Disease and Stroke Statistics-2017 Update: A Report From the
American Heart Association. Circulation, 135(10), 146-603.

Sukmaningrum, S. P. (2012). Efektifan ROM Aktif-Asistif: Spherical Grip Terhadap


Peningkatan Kekuatan Otot Ekstermitas Atas Pada Pasien Stroke Di RSUD Tugurejo
Semarang Tahun 2012. Jurnal keperawatan, 25-37.

WHO. (2014). Stroke, Cerebrovascular Accident

Anda mungkin juga menyukai