Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“TUBERCULOSIS PARU”

Disusun Oleh:
KELOMPOK I
1. Dhea Inda Varera (04064822326006)
2. Yuniar Ayu Lestari (04064822326019)
3. Zawicka Puspa Gita (04064822326021)
4. Regina (04064822326005)
5. Rina Nila Febriani (04064822326012)

Dosen Pembimbing :
SIGIT PURWANTO, S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2023
Satuan Acara Penyuluhan

Tuberculosis Paru

Pokok bahasan : Tuberculosis Paru

Sub pokok bahasan : Penjelasan tentang Tuberculosis Paru

Tempat : Ruang Rawat Kelingi 1.1

Tanggal : 09 Februari 2023


Waktu : 09.00 WIB

Penyuluh : Kelompok

A. Tujuan

1. Tujuan instruksional umum (TIU)

Setelah dilakukan proses penyuluhan pasien dan keluarga diharapkan dapat mengerti dan
memahami tentang Tuberculosis Paru
2. Tujuan instruksional khusus (TIK)

Setelah diberikan penyuluhan 1x20 menit diharapkan sasaran mampu: Mengerti dan
memahami tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan cara
pencegahan Tuberculosis Paru
B. Materi penyuluhan

Pengertian pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan dan cara pencegahan
Tuberculosis Paru
C. Sasaran dan target

Pasien Ny.R dan keluarga pasien


D. Strategi pelaksanaan

Pendidikan kesehatan dilakukan pada hari senin 09 Februari 2023 pukul 09.00 WIB
E. Metode

1. Ceramah

2. Tanya jawab
F. Materi (terlampir)

G. Media Leaflet (terlampir)


H. Setting tempat

Keterangan :
Penyuluh :
Pasien dan keluarga :

I. Susunan kegiatan penyuluhan

Tahap Waktu Kegiatan perawat Kegiatan pasien dan keluarga Media

kegiatan
Pembukaan 5 1. Mengucapkan salam 1. Mendengarkan Kata
kata/kalimat
menit 2. Memperkenalkan diri 2. Bertanya jika ada
3. Menyatakan maksud penjelasan yang
dan tujuan kurang dimengerti
Penyajian, 10 Menyajikan dan 1. Mendengarkan Leaflet
penyampaian dengan saksama
menit menyampaikan materi tentang:
materi dan 2. Bertanya jika ada hal
1. Pengertian Tuberculosis
tanya jawab hal dalam penjelasan
paru
yang masih belum
2. Penyebab Tuberculosis dimengerti
paru

3. Tanda dan gejala


Tuberculosis paru
4. Pencegahan
Tuberculosis paru

5. Tanya jawab
Penutup 5 1. Melakukan evaluasi 1. Mendengarkan Kata kata /
dengan memberikan kalimat
menit 2. Sasaran dapat
pertanyaan sederhana
menjawab dan
yang berkaitan dengan
menjelaskan kembali
materi
poin poin yang sudah
2. Menyampaikan diajarkan
ringkasan materi
3. Menjawab salam
3. Menyampaikan hasil
perawat
evaluasi
4. Mengakhiri pertemuan
dan mengucapkan
terima kasih atas
perhatian sasaran

J. Kriteria evaluasi

1. Evaluasi struktur

a) Kesiapan SAP

b) Kesiapan materi

c) Kesiapan media (leaflet)

d) Peserta hadir di tempat penyuluhan

e) Pelaksanaan dilaksanakan ditempat yang sudah ditentukan

2. Evaluasi proses

a) Kegiatan dilakukan sesuai dengan waktu yang sudah direncanakan

b) Peserta medengarkan dan aktif dalam kegiatan penyuluhan

c) Suasana penyuluhan berlangsung tertib

d) Perawat mampu memberikan materi dengan baik

3. Evaluasi hasil
Peserta mampu menjelaskan kembali mengenai materi yang sudah di sampaikan
Lampiran Materi
1. Definisi (Somantri, 2012)

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paruparu,


disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian
tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. Penyakit Tuberkulosis (TB)
paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis (TB) dan dapat ditularkan melalui udara yaitu percikan dahak penderita Tb
paru.
2. Penyebab (Martina & Kholis, 2012; Somantri, 2012).

Penyebab terjadinya tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Terdapat


beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. Tuberculosis, M. Africanum, M. Bovis,
M. Leprae. Yang juga dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA). Bakteri ini memiliki
sifat aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup. Jika tidak
terdapat oksigen bakteri akan mati. Bakteri masuk melalui airbone infection, dalam
keadaan lembab bakteri dapat bertahan sampai beberapa hari bahkan sampai berbulan-
bulan. Mycobacterium rentan oleh suhu tinggi dan ultraviolet, bakteri ini tergolong bakteri
tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen M.
tuberkulosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta
sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob
yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu tuberkulosis senang tinggal
di apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi.

3. Patofisiologi (Somantri & Irman, 2012).

Infeksi biasanya diawali akibat seseorang tersebut menghirup basil M. Tuberculosis.


Bakteri ini menyebar melalui jalan nafas di alveoli lalu berkembang dan terlihat
bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain
dari paru-paru (lobus atas ). Basil juga menyebar system limfe serta ke aliran darah lalu ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paruparu. Kemudian
sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan cara melakukan inflamasi. Neutrofil
dan makrofaq melakukan aksi fagositosi (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri. Interaksi antara M. Tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri
atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofaq seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
masa tersebut disebut ghon tubercle.
4. Tanda Gejala (Nurarif et al., 2015).

Seseorang yang mengalami penyakit TB Paru gejala yang paling sering dialami yaitu
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk biasanya dapat diikuti dengan gejala
tambahan seperti dahak bercampur dengan darah, batuk darah, sulit untuk bernapas, badan
terasa lemas, penurunan nafsu makan, berat badan menurun, malaise, berkeringat di malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
5. Pencegahan (Kemenkes RI, 2018)
a. Vaksinasi BCG Di Indonesia, vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) termasuk
dalam daftar imunisasi wajib dan diberikan sebelum bayi usia 2 bulan. Bagi yang
belum pernah menerima vaksin BCG, dianjurkan untuk menjalani vaksinasi bila ada
salah satu anggota keluarga yang menderita TBC.
b. Penggunaan Masker, TBC juga dapat dicegah dengan mengenakan masker saat
berada di tempat ramai, atau ketika berinteraksi dengan penderita TBC. Perlu diingat,
hindari kontak dengan penderita TBC di ruangan tertutup yang bersirkulasi buruk.
Bagi penderita TBC yang sedang diterapi, TBC masih dapat menular selama sekitar
2 minggu pertama pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan langkah pencegahan guna
menghindari penularan pada orang yang tinggal di lingkungan penderita. Langkah
pencegahan tersebut berupa:
a. Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa.
b. Jika menggunakan tisu untuk menutup mulut, buang tisu segera setelah digunakan.
c. Jangan membuang dahak atau meludah sembarangan.
d. Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering
membuka pintu dan jendela.
e. Jangan tidur sekamar dengan orang lain sampai dokter menyatakan TBC yang
diderita telah sampai pada tahap tidak menular.
6. Diagnosa Medis (Utami, 2021).

Diagnosis tuberkulosis paru atau TBC paru ditegakkan berdasarkan gejala batuk kronis
yang dapat disertai dahak berdarah, penurunan berat badan, keringat malam, sesak, dan
demam. Pemeriksaan fisik toraks dapat menemukan kelainan suara napas. Selain itu,
pemeriksaan penunjang seperti rontgen toraks, pemeriksaan sputum basil tahan asam atau
BTA, dan tes Mantoux juga dapat dilakukan untuk diagnosis.
7. Pemeriksaan Penunjang (Udin, 2019).
a. Pemeriksaan bakteriologis untuk TB
1) Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum (diperiksa sewaktu dan pagi hari)
menggunakan pencatatan Ziehl Niesel
2) Tes cepat molekuler (TCM) TB, misal :line probe assay, Gene Xpert untuk
identifikasi bakteri TB dan menentukan resistensi terhadap Rifampicin.
3) Pemeriksaan kultur bakteri, bisa digunakan adalah media lowenstein Jensen (LJ)
Gold standatrd diagnosis TB adalah dengan ditemukannya bakteri Mycobacterium
tuberculosis pada pemeriksaan kultur media LJ.
b. Pemeriksaan penunjang lain
1) Uji tuberculin (mantoux) Pemeriksaan penunjang ini bermanfaat khususnya jika
riwayat kontak tidak jelas. Tetapi pemeriksaan ini positif jika terdapat riwayat infeksi
lampau dan sakit TB.
2) X-ray dada Adalah salah satu pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TB paru. Akan
tetapi gambaran X-ray dada pada TB tidak khas kecuali gambaran TB miller. Secara
umum, temuan hasil radiologis yang menunjang diagnosis TB adalah:
a) Konsolidasi segmental/lobar khususnya di apax berupa fibroinfilrat
b) Kelenjar hilus atau paratrakeal membesar dengan/tanpa infiltra
c) Efusi pleura
d) TB milier
e) Atelectasis
f) Kavitas paru
g) Klasifikasi dengan infiltrate
h) Tuberkuloma
3) Pemeriksaan serologi TB Pemeriksaan serologi TB (misal Ig G TB, PAP TB, ICT
TB, MycoDOT, dsb), tidak direkomendasikan digunakan sebagai sarana diagnostic
TB anak
8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
1) Tahap Awal:
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan
untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak
sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien
baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu pertama.
2) Tahap Lanjutan:
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan.

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Tabel 1. OAT Lini Pertama

Tabel 2. Pengelompokan OAT Lini Kedua


Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan yang digunakan adalah ;
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
2) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
3) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin,
PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya serta
OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Catatan: Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di Indonesia
dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu)
dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan (Tabel 3 Dosis rekomendasi
OAT Lini Pertama untuk pasien Dewasa). Penyediaan OAT dengan dosis harian saat ini
sedang dalam proses pengadaan oleh Program TB Nasional.
9. Penatalaksanaan Keperawatan (Sitorus, Lubis, & dkk,
2018; Majampoh, et al., 2013; Sugiarti, dkk, 2018;
Lauzilfa, 2016; Hasanah, 2018 )
1. Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada pada pasien TB paru yang mengalami
ketidakefektifan bersihan jalan nafas mampu meningkatkan pengeluaran sekret.
Disarankan untuk menerapkan latihan batuk efektif dan fisioterapi dada bagi pasien TB
Paru dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebagai
tindakan mandiri keperawatan.
2. Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi yang tepat bagi pasien dengan
penyekit kardiopulmonari adalah diberikan posisi semi fowler denagn derajat
kemiringan 30- 45°. Tujuan untuk diketahui pengaruh pemberian posisi semi fowler
terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB paru.
3. Pemberian terapi Vitamin A dan Vitamin D diteliti berfungsi sebagai imunomodulator
yang terlibat dalam aktivasi makrofag melawan patogen. Metabolit aktif akan
memodulasi respon pejamu terhadap infeksi mikrobakteria sehingga terjadi pengeluaran
cathelicidin yang berfungsi sebagai antimikroba untuk menginduksi autofagi. Vitamin D
telah terbukti dalam meningkatkan kekebalan orang-orang yang berhubungan dengan
TB. Pengobatan TB akan tampak bahwa vitamin D bukan obat tetapi tambahan berharga
untuk menghilangkan patogen oleh sistem kekebalan tubuh dan antibiotik.
4. Penatalaksaan diet makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Tingkat kecukupan
energi responden tuberkulosis mayoritas berada pada kategori kurang, baik tuberkulosis
dengan sputum BTA (+) maupun sputum BTA (-). Hal ini disebabkan karena mayoritas
responden tuberkulosis tidak menjalankan diet tepat yaitu Tinggi Kalori Tinggi Protein
(TKTP).
5. Serta dukungan utama keluarga dapat mengembangkan respon koping yang efektif
untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stresor yang dihadapi terkait
penyakitnya baik fisik, psikologis maupun sosial. Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk
pasien TB paru terbanyak adalah keluarga (Suami, istri, orangtua, anak, menantu) yaitu
sebanyak 93%, sebanyak 4,7% petugas kesehatan.

10. Komplikasi (Wahit & Suprapto, 2013; Manurung,


2013)
Komplikasi pada stadium lanjut pasien TB paru meliputi:
1. Hemomtisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi brochial.
3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru,
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
6. Mal nutrisi. Penyakit TB berhubungan erat dengan kekurangan asupan zat gizi dan
penurunan berat badan yang sering jatuh ke keadaan “kurang nutrisi” atau biasa disebut
“malnutrisi”. 

11. Prognosis (Adigun & Singh, 2016)


Prognosis pasien tuberkulosis paru atau TBC paru umumnya baik dengan pemberian obat
antituberkulosis atau OAT yang efektif. Namun, pasien lanjut usia, pasien anak, pasien
dengan kondisi imunosupresi, dan pasien dengan tuberkulosis yang resisten obat cenderung
memiliki prognosis yang lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Adigun R, Singh R. Tuberculosis. StatPearls Publishing. (2021).


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
Nurarif, Huda, A., Kusuma, & Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa medis Edisi Revisi jilid 3. Mediaction
Smeltzer & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi II). EGC.
Somantri & Irman. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika
Suprapto, H. A., Manurung, L., & Iramdan, I. (2013). Pengaruh Pelayanan Daring dan
Ketepatan Waktu Pelayanan terhadap Kepuasaan Pelanggan BPRS AL Salaam Cilengsi
Bogor. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 7(7), 425-428.
Utami, J.P. (2021). Tuberkulosis paru. Diakses: 04 februari 2023
https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-paru/diagnosis
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018). Pencegahan Tuberkulosis TBC
(Tuberkulosis).
Lampiran Leaflet

Anda mungkin juga menyukai