Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO, 2014) adalah suatu

keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya

bebas dari penyakit atau kecacatan.

Kesehatan masyarakat adalah kesehatan yang mengacu pada semua

tindakan terorganisir (publik atau swasta) untuk mencegah penyakit,

meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang hidup antar penduduk secara

keseluruhan, kegiatannya bertujuan untuk menyediakan kondisi dimana orang

bisa sehat dan fokus pada seluruh populasi, bukan pada individu pasien atau

penyakit. Dengan demikian kesehatan masyarakat berkaitan dengan total

sistem dan tidak hanya pemberantasan penyakit tertentu (WHO, 2008).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penyakit saraf yang

tinggi. Kesehatan saraf itu penting jangan sampai mengabaikan kesehatan

saraf. Sistem saraf pada tulang belakang secara umum dibagi menjadi dua

yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri dari

otak dan sumsum tulang belakang, ciri-ciri klinisnya, kehilangan kontrol

volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada atropi otot, reflek

hiperaktif dan abnormal. SST utamanya terdiri dari saraf, yang merupakan

serat panjang yang menghubungkan SSP ke setiap bagian tubuh. SST

meliputi saraf motorik yang mengatur gerakan baik volunter (disadari) dan

1
2

involunter (tidak disadarin) mempunyai ciri-ciri klinisnya, kehilangan kontrol

volunter, penurunan tonus otot, paralysis flasiks otot, atropi otot, tidak ada

reflek atau penurunan reflek (Hisam, 2016).

Saraf fasial atau dikenal nervus facialis merupakan saraf wajah yang

termasuk saraf cranial ke 7, yang adalah saraf motorik dan sensorik di otot

wajah,kelenjar sublingual, lidah dan kelenjar lakrimal. Saraf fasialis

utamanya berperan untuk otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu saraf

fasialis juga berfungsi sebagai penyalur sensasi dari bagian anterior lidah dan

rongga mulut melalui persarafan parasimpatis saraf facialis, kelenjar

saliva,lakrimal, hidung dan kelenjar palatina bisa menghasilkan sekret

(Stanley, 2006).

Tic facialis termasuk dalam golongan movement disorder yang secara

karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang

dipersarafi oleh saraf VII (N.Facialis), yang gerakannya terjadi disatu tempat

pada otot wajah tertentu, sejenak, namun berkali-kali. Biasanya terjadi disatu

sisi wajah misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakanya dapat

berupa wajah yang berkedut, meringis, atau mata yang berkedip-kedip.

Penyakit ini umumnya terjadi pada usia 40 tahun, namun juga dapat terjadi

pada anak-anak (Metzger, 2012).

Tic facialis adalah gangguan yang berdasarkan tipe dan durasinya yang

tiba-tiba cepat dan gerakan yang tidak ritmis (WHO, 2013). Gangguan tic

facialis termasuk umum sekitar 5% (4-19%) anak-anak yang berusia sekolah

antara 5-11 tahun di perkirakan terserang tic facialis. Usia rata-rata pasien tic
3

adalah 35 tahun keatas dan 96% dari pasien akan memiliki gejala pada usia

11 tahun (Myriam, 2008).

Gangguan tic facialis diperkirakan 4-5 per 10.000, pada anak-anak

gangguan tic biasanya terjadi pada usia 7-11 tahun dan lebih sering pada laki-

laki dari pada wanita perbandingannya 3 : 1.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditunjukan kepada

individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

memulihkan gerakan dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi (Permenkes,

20013). Selain terapi umum medika mentosa, pelayanan fisioterapi sangat

berperan penting dalam modalitas Infrared dan Massage mengatasi

problematika pada tic facialis.

Dengan adanya keluhan-keluhan yang ditimbulkan pada kondisi pasien

tic facialis, maka fisioterapi dapat berperan dalam membantu untuk

mengatasi problematika pada tic facialis dengan menggunakan modalitas

Infrared dan Massage.

Infrared adalah pancaran gelombang radiasi dari panjang gelombang

lebih panjang dari cahaya tampak,tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang

radio. Namanya dari bahasa latin “Infra” artinya bawah “Red” artinya merah

yang merupakan warna dari cahaya yang tampak dengan gelombang

terpanjang (Sujatno, 2000).


4

Massage adalah penekanan secara perlahan dengan cara manual

menggunakan kedua tangan pada bagian telapak tangan maupun jari-jari

tangan. Massage bertujuan untuk melancarkan peredaran darah dimana akan

membantu metabolisme dalam tubuh aliran darah meningkat, pembuangan

sisa-sisa metabolic semakin lancar sehinggah memacu hormon yang

memberikan rasa nyaman (Riza, 2016 ).

Berdasarkan uraian masalah yang dipaparkan di atas maka penulis ingin

mengetahui lebih lanjut menegenai manfaat pemberian infrared dan massage

pada kasus tersebut sehingga penulis mengambil judul

“PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TIC FACIALIS

DENGAN MODALITAS INFRARED DAN MASSAGE”.

1.2 Rumusan Masalah

Pada penatalaksaan fisioterapi pada kasus tic facialis dengan modalitas

infrared dan massage ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apakah Infra red dapat mengurangi nyeri dan menjaga fisiologis otot

pada kondisi tic facialis ?

1.2.2 Apakah massage dapat mengurangi gerakan involunter pada kondisi tic

facialis ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat oleh penulis, maka

didapatkan tujuan utama dari penulis adalah sebagai berikut:


5

1.3.1 Tujuan umum

1.3.1.1 Untuk memenuhi syarat penyelesain program pendidikan

Diploma III Fisioterapi Akademi Fisioterapi STIKBA.

1.3.1.2 Untuk mengetahui apa itu tic facialis dan cara penanganannya

pada kalangan fisioterapi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini yaitu :

1.3.2.1 Untuk mengatahui pengaruh infrared dalam menghilangkan

nyeri dan menjaga fisiologis otot wajah pada kondisi tic

facialis.

1.3.2.2 Untuk mengatahui manfaat massage dalam mengurangi

gerakan involunter di wajah pada kondisi tic facialis.

1.4 Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan yang didapatkan dalam penulisan ini yaitu:

1.4.1 Bagi penulis

Manfaatnya bagi penulis dapat menambah dan memperluas

wawasan penulis tentang tic facialis dengan modalitas infra red dan

massage.

1.4.2 Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran

fisioterapi sebagai pertimbangan bagi masyarakat mengenai peran

fisioterapi pada kasus saraf sebagai pengetahuan dalam mengetahui


6

tanda dan gejala suatu kondisi dan bagian penangan yang baik

khususnya pada tic facialis.

1.4.3 Bagi intitusi pendidikan

Sebagai salah satu bahan referensi tambahan diperpustakaan

Baiturrahim Jambi tentang penatalaksaan fisioterapi pada kasus tic

facialis dengan Modalitas Infra red dan Massage.

1.4.4 Bagi fisioterapi

Sebagai bahan referensi tambahan bagi fisioterapi untuk dapat

memperkaya ilmu pengetahuan dibidang fisioterapi khususnya

berkaitan dengan pengunaan modalitas Infra red dan Massage.

1.4.5 IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi )

Hasil penulisan di harapkan dapat memberikan informasi bagi

perkembangan IPTEK di terbaru bagi ilmu pengetahuan di bidang ilmu

kesehatan yang memberikan gambaran bahwa infra red dan massage

adalah salah satu modalitas dari fisioterapi yang dapat digunakan

sebagai alternatif untuk di terapkan pada kasus tic facialis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deksripsi Kasus

2.1.1 Definisi

Tic adalah gerakan motorik yang mencakup suatu otot tertentu

yang tidak di bawah pengendalian, berlangsung cepat, berulang-ulang,

tidak berirama, bersifat involunter, tiba-tiba (Elfahri, 2012).

Tic paling sering ditemukan mengenai pada :

1) Wajah dan kepala yang meliputi mengerutkan dahi, menaikan alis

mata, mengedipkan kelopak mata, mulu berkedut, menunjukan gigi,

memuntirkan leher, melihat kesamping dan memutarkan kepala.

2) Lengan dan tangan yang meliputi menyentakan tangan atau lengan,

menarik jari, meremaskan tangan dan menggengam telapak tangan.

3) Tubuh dan anggota bagian gerak bawah meliputi menaikan bahu,

menggoyangkan kaki, lutut dan ibu jari.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

2.1.2.1 Nervus Facialis

Nervus facialis adalah saraf kranialis ke-7 berperan besar

dalam mengatur ekspresi dan indra perasa di kulita wajah

manusia. Nervus facialis memiliki 2 komponen utama.

Komponen yang lebih besar kemungkinan murni saraf motorik

dan berperan dalam persyarafan otot ekspresi wajah. Komponen

7
8

ini yang merupakan nervus facialis sesungguhnya. Akan tetapi

sepanjang perjalanan komponen besar terdapat komponen yang

lebih tipis yang disebut dengan nervus intermedius. Nervus

intermedius mengandung saraf viseral dan saraf aferen somatik

(Baehr, 2005).

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu:

1) Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah

kecuali m. levator papebrea (N.II), m. platisma, m. stilohiod ,

m. digastrikus bagian posterior dan m. stapedius di telinga

tengah.

2) Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari

nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus

glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus

paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan

lakrimalis.

3) Serabut visero-sensorik, yang menghantarkan impuls dari alat

pengecap di dua pertiga depan lidah.

4) Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa

suhu dan rasa rabadari sebagia daerah kulit dan mukosa yang

dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus facialis utamanya berperan dalam memasok impuls

untuk otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu nervus facialis

juga berfungsi sebagai penyalur sensasi dari bagian anterior


9

lidah dan rongga mulut serta melalui persarafan parasimpatis

saraf facialis, kelenjar saliva, lakrimal, hidung dan kelenjar

palatina bisa menhasilkan secret (Stanley, 2006).

Nervus facialis mengontrol otot-otot pada leher,kening dan

ekspresi wajah. Nervus facialis merangsang kelenjar air mata

dan kelenjar ludah di depan mulut. Sansasi rasa pada 2/3 bagian

depan lidah dan sensasi pada gendang telinga juga dibawa oleh

nervus facialis (Diels, 2006).

Otot-otot bagian atas wajah disarafi dari 2 sisi. Maka terdapat

perbedaan gejala kelumpuhan saraf VII tipe sentral dan tipe

perifer. Pada gangguan nervus facialis tipe perifer semua otot

sesisi wajah lumpuh. Pada gangguan tipe ini letak lesi berada di

inti atau serabut saraf sedangkan tipe sentral letak lesi pada

traktus piramidalis atau korteks motorik. Pada gangguan tipe

sentral sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2

sisi tidak lumpuh tetapi yang lumpuh pada bagian bawah wajah.

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah disarafi

dari korteks motorik kontra lateral sedangkan wajah bagian atas

disarafi dari kedua sisi korteks motorik atau bilateral (Lumban

tobing, 2006).
10

5 1

2
4

Gambar 2.1

Perbedaan sisi lesi sentral dan perifer (Lumban tobing, 2006)

Keterangan Gambar :

1) Traktus kortibularis

2) Inti facialis

3) Saraf facialis

4) Lesi lower motor neuron

5) Lesi upper motor neuron


11

1 14
2

3
4

5
6

8
13
9
12
0
10 11

Gambar 2.2

Persyarafan pada wajah (Gray’s Anatomy, 2013)

Keterangan gambar :

1. N. Ogthalamic 8. N. Buccali

2. N. Zygomatico temporalis 9. N. Mentalis

3. N. Supraorbitalis 10. N. Zygomaticus facialis

4. N. Lacrimal 11. N. Mandibularis

5. N. Infratrochelaris 12. N. Auriculotemporalis

6. N. Eksternal nassalis 13. N. Maxilaris

7. N. Infraorbitalis
12

9
1
8
2
3

7 5

Gambar 2.3
Perjalanan Nervus Facialis (Lumban
tobing, 2006).

Keterangan gambar :

1. Nukleus motorik

2. Nukleus salivatorik solitaries 6. M. Buccinator

3. Nukleus traktus salitorios 7. M. Orbicularis oris

4. Foramen stylomastoideus 8. M. Orbicularis occuli

5. Rasa kecap 2/3 anterior lidah 9. M. Frontalis


13

2.1.2.2 Otot-otot wajah

Otot wajah sama seperti otot lain, memiliki sifat-sifat

fisiologis sebagai berikut :

(1)iritability yaitu kemampuan menerima rangsangan.

(2)conductivity yaitu kemampuan meneruskan rangsangan ke

seleuruh sel-sel otot.

(3)contractility yaitu kemampuan untuk berkontaksi.

(4)elasticityyaitu kemampuan kembali setelah mengalami

penguluran.

(5)etensibility yaitu kemampuan untuk mengulur tanpa

mengalami kerusakan (Keith, 2002).

Otot-otot pada wajah beserta fungsi dan hampir semua

berorigo pada tulang craniaum dan berinsertio pada kulit wajah

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1

Otot-Otot Wajah Dipersarafi Nervus VII

No Nama Otot Origo Insertio Fungsi Persarafan


1 M. frontalis Margo Galea Mengangkat N.
supraorbitalis oporneurotica alis, Temporalis
mengerutkan
dahi.
2 M. corrugator Os. Frontale Kulit alis mata Mendekatkan N.zigomaticu
supercilli pars nasalis kedua m dan
pangkal alis N.Temporalis
3 M. procesus Tulang Kulit glabela Mengerenyit N.Temporalis
dorsumnasi kan hidung N.Zigomaticu
m dan
14

N.Buccal
4 M. Maxilla,proefro Disekeliling Menutup N.fasialis, N.
orbicularis ntalis,sudut aditus orbitae kelopak mata N.Temporalis
oculi pars mata medial. N.Zigomaticu
orbitalis m
5 M. nasalis Diatas akar Tendon diatas Mengenbang N. fasialis
denscanicus hidung kan cuping
hidung
6 M. depressor Diatas os Tulang rawan Mengempisk N. fasialis
sepri insivicus tengah an cuping
hidung
7 M. levator Dari otot-otot Ala nasi dan Mengangkat N. fasialis
labii superior orbicularis labium superior bibir ke atas
oculli
8 M. depressor Dasar Angulus oris Menarik N. fasialis
anguli oris mandibula dan labium ujung mulut
inferior kebawah
9 M. Os. Angulus oris Tersenyum N.fasialis,N.
zigomaticum Zigomaticum Zigomaticum
major,minor facies lateralis
10 M. levator Maxilla fosa Otot labium Tersenyum N.fasialis
anguli oris camina superior sampai bibir N.Zigomaticu
terangkat m
11 M. Sebutan pars Commisura Bersiul N. fasialis, N.
orbicularis marginalis pars labiorium Zigomaticum
oris labialis , N.
Mandibular,
N. Buccal
12 M. Corpus Angulus oris Meniup N. fasialis, N.
buccinator mandibula, sambil Buccal
maxilla. menutup
mulut
13 M. mentalis Jugum alveolare Kulit dagu Meangkat N. fasialis
bagian bawah dagu
lateral dens
invicus
14 M. platisma Fascia diatas m. Berinsentio pada Menarik dagu N. fasialis
Pectoralis mayor mandibula dan ke bawah
dan deltoideus bersatu dengan
otot mulut
Sumber : Otot-otot wajah (R.putz, R Pabst 2000)
15

5
1
6
7 1
21
8
9 1
10
1

Gambar 2.4
Otot-otot wajah tampak depan (Erfen, 2011)
Keterangan gambar :

1. M. Occipitofrintalis 9. M. Depresor anguli oris

2. M. Frontalis 10. M. Depresor labii inferioris

3. M. Procerus 11. M. Levator labii superior

4. M. Orbicularis oculi 12. M. Masseter

5. M. Levator labii superioris 13. M. Orbiculari oris

6. M. Zigomaticus minor 14. M. Mentalis

7. M. Zigomaticus major 15. M. Platysma

8. M. Buccinator 16. M. Levator anguli oris


16

2.1.2.3 Tulang Wajah atau Muka

Tulang wajah atau muka pada kepala manusia terdiri dari 14

tulang. Keempat belas tulang yang membentuk muka atau wajah

tersebut adalah :

1) 2 tulang maksilla (tulang rahang atas)

2) 2 tulang mandibula (tulang rahang bawah)

3) 2 tulang zigomaticus (tulang pipi)

4) 2 tulang nassal (tulang hidung)

5) 2 tulang lakrimal (tulang air mata)

6) 2 tulang palatinus (tulang langit-langit)

7) 2 tulang nassal konka inferior

Tulang wajah atau muka yang ada dikepala sangat kompleks

tetapi tampak elegan serta harmonis. Tulang-tulang tersebut

berfungsi untuk membantu saat makan, mengekspresikan wajah,

membantu saat bernafas, saat mennagis dan berbicara (Mardani,

2013).

2.1.2.4 Vaskularisasi pada wajah

1. Arteri pada wajah (pembuluh nadi)

Wajah menerima darah dari arteri fasialis, arteri temporalis

superfisialis, areteri transfersa, arteri supraorbitalis dan

supratroklearis.

1) Arteri fasialis dan arteri temporalis superfisialis yang

merupakan cabang dari arteri karotis eksterna dan melampaui


17

submandibularis, berkelok keatas sudut mulut dan ditutupi

oleh m. Plastisma. Selanjutnya berjala sepanjang sisi hidung

beranastomosis denga arteri oftalmika.

Cabang-cabangnya adalah :

a. Arteri submentalis memperdarahi kulit dagu dan bibir

bawah.

b. Arteri labialis inferior memperdarahi bibir bawah.

c. Arteri labialis superior memeperdarahi septum dan bibir

atas.

d. Arteri ranus lateralis nasai memperdarahi kulit pada

dorsumnasi dan sisi hidung.

2) Arteri temporalis superfisial merupakan cabang caris eksterna

yang berawal dari glandula parotis naik depn aurikula untuk

meperdarahi kulit kepala.

3) Arteri transversanfasialis merupakan cabang dari arteri

temporalis superfisialis dari glandula parotidea dan berjalan

kedepan melintasi pipi tepat diatas duktus parotideus.

4) Arteri supraorbitalis dan supratroklearis merupakan cabang

arteri oftalmika yang memperdarahi kulit dahi.

2. Vena pada wajah (pembuluh balik )

Vena fasialis terbentuk pada sudut medial mata, menyatu

dengan supraorbitalis dan vena supra troklearis dan berhubungan

dengan vena oftalmika superior melalui vena supraorbitalis


18

dengan perantara vena oftalmika superior, vena fasialis

dihubungkan dengan sinus kevernosus. Vena ini menyilang

diantara glandula submandibular dan bermuara kedalam vena

jugularis. Vena profunda fasialis bergabung dengan sinus

kavernosus melalui vena oftalmika superior. Vena transversa

fasialis, bergabung dengan vena temporalis superfisialis didalam

glandula parotis.

19
21 18

4
5

6
17

7 1
15
1
4
13
8

9
10
0n 11 1
2

Pembuluh vena pembuluh arteri

Gambar 2.5
Vaskularisasi pada wajah (Gray’s anatomy, 2013)
19

Keterangan gambar :

1. Arteri dan vena 11. Arteri karotis ekterna

zygomaticofacialis 12. Vena jugularis interna

2. Arteri dan vena 13. Vena jugularis eksterna

zygomaticotemporal 14. Arteri occipitalis

3. Arteri dan vena supratrochlear 15. Vena occipitalis

4. Arteri dan vena supraorbital 16. Arteri auricularis posterior

5. Arteri dan vena angular 17. Vena auricularis posterior

6. Arteri dan vena lateral nasal 18. Arteri dan vena temporalis

7. Arteri dan vena labialis superior superficialis

8. Arteri dan venalabialis inferior 19. Arteri dan vena temporalis

9. Arteri facial superfisial

10. Vena facial

2.1.3 Etiologi

Penyebab utama tic facialais belum diketahui secara pasti sampai

saat ini tetapi ada faktor penyebab bisa terjadinya tic facialis anatara

lain :

2.1.3.1 Herediter (diturunkan)

1. Distonia torsi

Dystonia adalah kondisi medis yang

dikaraterisasikan dengan kontraksi otot secara tidak

sadar yang disebabkan postur abnormal dan gerakan


20

yang berulang. Dalam beberapa kasus, gerakan yang

mirip dengan getaran. Gerakan secara sengaja pada

otot yang sakit akan membuat kondisi semakin parah

dan menyebar ke otot terdekat

2. Neuroakantosis

Biasanya pada anak berumur remaja 15-35 tahun,yaitu

penebalan lapisan epidermis yang menyebabkan

kesulitan bergerak sehingga menyebabkan otot wajah

berkontraksi lebih dari biasanya.

3. Penyakit huntington

Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun tetapi pada

masa anak-anak telah dikenali, huntington merupakan

penyakit turunan yang menyebabkan kerusakan sel-sel

otak secara progresif. Penyakit huntington berdampak

luas terhadap kemampuan fungsional seseorang dan

biasanya mengakibatkan gangguan gerak, berpikir, dan

gangguan kejiwaan.

2.1.3.2 Di dapat/diperoleh (acquaired)

1) Infeksi (chorea syndenham, ensefalitis)

2) Obat-obatan (misal: stimulan, levedopa, anti

konvulsan, neuroleptik)

3) Stress berlebihan

4) Trauma kepala
21

5) gejala sisah bell’s palsy

6) Stroke

2.1.4 Patologi

Sebagian besar kasus tic fascialis sebelumnya yang dianggap

idiopatik itu mungkin disebabkan oleh pembuluh darah yang

menyimpang dan mengkompresi nervus fasialis, lesi terkompresi

misalnya akibat tumor yang dapat menyebabkan terjadinya

penekanan pada nervus fasialis, atau bisa dikarenakan penyembuhan

yang inkomplit pada kondisi gejala sisa dari bell’s palsy yang

menyebabkan otot-otot wajah berkontraksi secara spontan dan tidak

terkendali.Gerakan involunter pada tik timbul akibat lesi difus pada

putamen dan globus palidus disebabkan oleh terganggunya kendali

atas refleks-refleks dan rangsangan yang masuk dalam keadaan

normal ikut mempengaruhi putamen dan globus palidus. Ini disebut

release phenomenon yang bearti hilangnya inhibisi yang

normal(Lumban Tobing, 2006).

Gerakan otot wajah involunter pada tik bisa bangkit sebagai

suatu kegelisahan atau deoresi. Pada gerakan invoulunter tersebut

sudut mulut dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara

berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering

dijumpai pada anak atau orang dewasa yang psikolabil. Kurang

percaya diri sering terlihat pada wajah, adakalanya gerakan


22

involunter itu sanagt keras dan bilateral, sehingga raut wajah saling

berubah, meringis, mencucu, memejamkan mata (Mardjono, 2003).

2.1.5 Tanda dan Gejala

Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah,

anxietas, membaca merangsang gerakan tersebut otot pada salah satu

bagian wajah tidak sengaja kejang yang biasa diawali dengan kelopak

mata, kemudian menyebar menuju pipi dan mulut (Anurogo, 2009).

Tic mempunyai tanda sebagai berikut :

1. Bergelombang,menguat.

2. Gerakan akan memburuk bila disertai oleh stres, cemas, dan

kelelahan.

3. Tidak terjadi saat tidur.

4. Mesikupun dapat ditekan dan dicegah sebentar namun berakibat

dorongan semakin kuat dari dalam sehingga gerakan semakin

menguat.

Gejala dari tic fasialis yaitu :

1. Berkedut intermiten dari otot kelopak mata.

2. Mata berkedip secara berlebihan.

3. Wajah yang berkedut.

4. Ekspresi wajah yang meringis, mencucu.

5. Sudut mulut terangkat.


23

Macam-macam gerak tik :

1. Mengangkat bahu.

2. Sering batuk-batuk kecil.

3. Memejam-mejakan mata.

4. Menggerak-gerakan hidung.

5. Mengeleng-gelengkan kepala.

6. Kebiasaan mendehem.

7. Menggerak-gerakn ibu jari kaki .

8. Menggerakan kaki saat duduk.

2.1.6 Prognosis

Prognosis dari tic facialis tergantung dari pengobatan bagaimana

respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relativ

bebas dari gejala, beberapa mungkin membutuhkan pembedahan.

Lainya mungkin hanya dapat diobati dengan obat-obatan. Pada tic

facialis kurang dari 10% pasien mengalami kambuh kembali dari

gejala sebelumnya.

2.1.7 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat tic facialis, yaitu:

2.1.7.1 Reinervasi yang salah dari saraf fasialis yang dapat

menyebabkan :

1) Sinkenesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti

gerakan volunter, contohya timbul gerakan elevasi


24

involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau

pegerutan dahi dan memejamkan mata.

2) Crocodile tear phenomenon, yang timbl beberapa bulan

setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut

otnom, contohnya airmata pasien keluar saat makan.

3) Clonic facial spasm (hemifacial spams) yaitu timbul

kedutan sacara tiba-tiba (shock like) pada wajah yang

dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal,

kemudian mengenai sisi lainya.

2.1.8 Diagnosa Banding

Untuk menegakan diagnosa tic facialis kita harus mengetahui

beberapa kondisi yang dapat menjadi diagnosa banding untuk kasus

tic facialis antara lain :

2.1.8.1 Distonia torsi

Dystonia adalah kondisi medis yang dikaraterisasikan

dengan kontraksi otot secara tidak sadar yang disebabkan

postur abnormal dan gerakan yang berulang. Dalam

beberapa kasus, gerakan yang mirip dengan getaran.

Gerakan secara sengaja pada otot yang sakit akan membuat

kondisi semakin parah dan menyebar ke otot terdekat.

2.1.8.2 Neuroakantosis

Biasanya pada anak berumur remaja 15-35 tahun,yaitu

penebalan lapisan epidermis yang menyebabkan kesulitan


25

bergerak sehingga menyebabkan otot wajah berkontraksi lebih

dari biasanya.

2.1.8.3 Penyakit huntington

Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun tetapi pada masa

anak-anak telah dikenali. Huntington merupakan penyakit

turunan yang menyebabkan kerusakan sel-sel saraf diotak

secara progresif. Penyakit huntington berdampak luas terhadap

kemampuan fungsional seseorang dan biasanya mengakibatkan

gangguan gerakan dan gangguan lainnya.

2.1.8.4 Parkinson

Pengertian penyakit parkinson adalah degenerasi sel saraf

secara bertahap pada otak bagian tengah yang berfungsi

mengatur pergerakan tubuh. Gejala yang banyak diketahui

orang dari penyakit ini adalah terjadinya tremor atau

gemetaran.

2.1.9 Objek yang dibahas

2.1.9.1 Nyeri

Definisi nyeri menurut IASP, 1979 (Intenational

Association for Study of Pain) nyeri adalah sensori subyektif

dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan

dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri,

2007).
26

Sedangkan menurut Jamie (2006), nyeri merupakan

segala sesuatu yang dikatakan seseorang dan dirasakannya

berhubungan dengan rasa tidak nyaman.

Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu keadaan yang

berbahaya atau tidak berbahaya seperti sentuhan ringan,

kehangatan, tekanan ringan. Nyeri akan dirasakan apabila

reseptor-reseptor nyeri spesifik teraktivasi. Nyeri dapat

dijelaskan secara subjektif dan objektif berdasarkan lama atau

durasi, kecepatan sensasi dan letak (Bambang, 2012). Nyeri

terjadi melalui empat tahapan berikut :

1) Tranduksi

Merupakan proses dimana suatu stimulus nyeri

(noxious stimuli) dirubah menjadi suatu aktivitas listrik

yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimulus ini dapat

berupa stimulus fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia

(substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena

mediator-mediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor di

luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas.

Selanjutnya terjadi proses sensititasi perifer yaitu

menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena

pengaruh mediator-mediator tersebut diatas dan penurunan

pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena stimulus


27

yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya

rabaan.

2) Transmisi

Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari

nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis, dari

spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang

akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan

dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati

neurotransmitter.

3) Modulasi

Merupakan proses pengendalian internal oleh sistem

saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan

impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui sistem analgesia

endogen yang melibatkan bermacam-macam

neurotransmitter antara lain endorphin yang dikeluarkan

oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula

dari area periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat

transmisi impuls pre maupun pasca sinaps ditingkat

spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer

medula spinalis atau supraspinalis.

4) Persepsi

Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat

tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi


28

merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi

kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional

(hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat

ringannya nyeri yang dirasakan.

Gambar 2.6

Visual Analog Scale(VAS)

Keterangan gambar :

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan

4-6 : nyeri sedang

7-9 : nyeri berat

10 : nyeri tak tertahankan


29

Pemeriksaan nyeri membantu mengetahui lebih lanjut

mengenai intensitas, tipe, seberapa lama nyeri berlangsung, dan

untuk menegakkan diagnosa, menentukan rencana terapi, serta

mengevaluasi efektivitas terapi yang diberikan (Bambang,2012).

Penilaian nyeri pada hakikatnya sama dengan kegiatan

mengukur yaitu suatu proses kuantifikasi untuk menetapkan suatu

besaran atau dimensi dari sesuatu yang diukur. Instrumen

pengukuran nyeri digunakan yakni Visual Analog Scale (VAS)

berupa sebuah garis yang horizontal, lurus sepanjang 10 cm

(100mm). Cara pengukuran derajat nyeri dengan menunjukan satu

titik pada garis skala nyeri (0 - 10). Awal garis menunjukan tidak

adanya rasa nyeri, sedangkan ujung garis menunjukan nyeri yang

tidak tertahan (Trisnowiyanto, 2012)

2.1.9.2 Penurunan kemampuan fungsional

Adanya abnormal otot-otot wajah yang menimbulkan

pembatasan gerak kearah tertentu, sehingga memungkinkan

terjadinya penurunan kemampuan fungsional otot-otot wajah.

Penilaian kemampuan fungsional wajah dengan skala ugo fisch

dinilai dalam 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi,

menutup mata, tersenyum dan bersiul. Pada skala tersebut dinilai

simteris atau tidaknya antara sisi yang sakit dengan sisi yang

sehat (Lumban tobing,2006).


30

Ada 4 penilaian dalam persentase untuk posisi tersebut antara

lain :

1) 0% (zero) : Asimetris komplit, tidak ada gerakan

volunter sama sekali.

2) 30%(poor) : Simetris ringan kesembuhan cenderung

asimetris ada gerakan volunter.

3) 70% (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung

normal.

4)100% (normal) : Simetris komplit (normal)

Angka presentase masing-masing posisi harus dirubah

menjadi score engan kriteria sebagai berikut :

1) Saat istirahat : 20 point

2) Mengerutkan dahi : 10 point

3) Menutup mata : 30 point

4) Tersenyum : 30 point

5) Bersiul : 10 point

2.1.10 Teknologi Intervensi Fisioterapi

Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi

pada kasus tic facialis adalah infrared dan massage.

2.1.10.1 Infrared

Infrared merupakan pancaran gelombang

elektromagnetik. Infrared radiation mempunyai frekuensi 7 x

1014 – 400 x 1014 Hz dan panjang gelombang 700 – 15. 000


31

nm. Efek terapeutik yang ditimbulkan dari pemberian

infrared adalah mengurangi/menghilangkan rasa nyeri,

rileksasi otot, meningkatkan suplai darah, menghilangkan

sisa-sisa metabolisme dan menjaga fisiologis otot (Sujatno,

2002).

1. Klasifikasi sinar infrared antara lain :

1) Berdasarkan Panjang Gelombang:

a. Gelombang panjang (non penetrating). Panjang

gelombang di atas 12.000 A hingga 150.000 A.

penetrasi hanya sampai ke lapisan superficial epidermis

(sekitar 0,5 mm).

b. Gelombang pendek  (penetrating). Panjang gelombang

dari 7.700 A hingga 12.000 A. Daya penetrasi hingga

jaringan subkutan, karenanya dapat mempengaruhi

pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung

saraf dan jaringan lain di bawah kulit.

2) Efek sinar infrared

a. Efek fisiologis

Apabila sinar infra merah diabsorbsi oleh kulit, maka

akan terjadi peningkatan suhu secara local (di daerah

yang mengabsorbsi sinar tersebut). Dengan peningkatan

suhu /temperatur, maka akan timbul pengaruh berikutnya

yaitu :
32

- Meningkatnya proses metabolisme. Proses metabolisme

yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan

meningkat sehinga suplay oksigen dan nutrisi ke jaringan

akan meningkat. Demikian pula pada pengeluaran sisa-

sisa metabolisme.

- Vasodilatasi pembuluh darah kapiler akan segera

melebar (dilatasi) setelah penyinaran infra merah,

sehingga kulit tampak kemerahan tapi tidak merata,

biasanya disebut sebagai eritema. Eritema ini terjadi bila

ada energi dengan temperatur tinggi (panas) yang

diterima ujung saraf sensorik yang kemudian

mempengaruhi mekanisme pengatur panas. Untuk itu,

mekanisme vasomotor mengadakan reaksi pelebaran

pembuluh darah sehingga panas dapat disebarkan merata

ke seluruh jaringan melalui sirkulasi darah. Dengan

peningkatan sirkulasi darah maka suplay oksigen dan

nutrisi ke jaringan akan meningkat, dengan

demikiankadar sel darah putih dan anti body dalam

jaringan akan meningkat. Hal itu menyebabkan

pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan

perlawanan terhadap penyebab radang juga semakin

baik.
33

- Pigmentasi adalah penyinaran yang berulang-ulang akan

menyebabkan pigmentasi pada jaringan yang

bersangkutan. Pigmentasi yang terjadi biasanya

mengelompok dan tidak merata karena adanya perusakan

pada sebagian sel-sel darah merah ditempat tersebut.

b. Efek teraputik

Efek terapeutik yang ditimbulkan dari pemberian

infrared adalah mengurangi menghilangkan rasa nyeri,

rileksasi otot, meningkatkan suplai darah, menghilangkan

sisa-sisa metabolisme (Sujatno,2002).

2. Indikasi dan kontra indikasi infrared

Indikasi dari pemberian yaitu kondisi peradang setelah sub

acut, artrithis, gangguan sirkulasi darah, penyakit kulit,

sebagai persiapan selanjutnya. Kontraindikasi dari infrared

adalah daerah dengan insufiensi pada darah, gangguan

sensibilitas kulit, adanya kecenderungan terjadi perdarahan ,

luka bakar, luka terbuka (Sujatno,2002).

3. Dosis

F (frekuensi) : 3x/minggu

I (intensitas) : 30 cm

T (type) : IR Luminous

T (time) : 10 menit
34

Gambar 2.7

Infra red (ade, 2013)

2.1.10.2 Massage

Massage adalah suatu pijatan yang dilakukan untuk

membantu mempercepat proses pemulihan beberapa macam

penyakit dengan menggunakan sentuhan tangandan tanpa

memasukan obat kedalam tubuh yang bertujuan untuk

meringakan atau mengurangi keluhan atau gejala yang pada

beberapa macam penyakit merupakan indikasi untuk dipijat

(Bambamg, 2011).

1. Teknik-teknik massage

Ada beberapa teknik massage, seperti: stroking,

effleurage, petrissage, kneading, finger kneading, picking

up, tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping,

beating, pounding). Pada kasusBell’s Palsy teknik


35

massage yang diberikan yaitu stroking, effleurage,finger

kneading dan tapping.

a. Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang

ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan

tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah

gerakannya tidak tentu. Efek stroking adalah rileksasi

untuk otot-otot wajah.

b. Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan

yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh

permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas

ke pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke

telinga. Fungsi gerakan ini menimbulkan rangsangan pada

otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu

pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah

dan limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses

peradangan.

c. Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan

jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan

melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena

lesi dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari

finger kneading adalah memperbaiki peredaran darah  dan

memelihara tonus otot.


36

d.  Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan

tepukan yang ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk

daerah wajah dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari

tapping adalah merangsang jaringan dan otot untuk

berkontraksi secara teratur.

2. Aplikasi massage

Pemberian massage wajah pada kondisi tic facialis

bertujuan untuk mengurangi gerakan involunter pada wajah

dan merileksasikan otot-otot wajah dengan teknik massage

stroking, eflurage, finger kneading, dan tapping. Dengan

pemberian massage wajah ini akan terjadi peningkatan

vaskularisasi dengan mekanisme pumping action pada vena

sehingga memperlancar sirkulasi darah. Efek rileksasi dapat

dicapai dan elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta

mencegah timbulnya perlengketan jaringan dan kontraktur

otot dapat dicegah . Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-

3 kali sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus

otot wajah agar tidak kaku.

3. Indikasi Massage

Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian

massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus

perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus-

kasus kontraktur.
37

4. Kontra Indikasi Massage

Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus,

ada beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi

pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi,

penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti:

tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas,

daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka

bakar.

5. Dosis

F (frekuensi): 3x/minggu

I (intensitas) : Toleransi pasien

T (time) : 10menit

R (repitisi) : 8-10x pengulangan/gerakan.


BAB III

PROSES FISIOTERAPI

Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan profesional harus melakukan pemeriksaan

terlebih dahulu sebelum melakukan suatu program terapi. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien, sehingga

mempermudahkan kita menentukan diagnosis dan menentukan program terapi

selanjutnya. Penatalaksanaan dan evaluasi.

3.1 Pengkajian Fisioterapi

Tanggal Pembuatan Laporan : 16 maret 2017

3.1.1 Anamnesis

Anamnesis adalah suatu mata rantai yang sangat penting dalam

management penatalaksanaan fisioterapi agar menangani pasien tic

facialis dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal. Sebelum

memberikan pelayanan kepada pasien, seorang terapis seharusnya selalu

melalukan anamnesisyang terdiri dari pengumpulan data, pemeriksaan

dasar, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan

untuk mendukung dalam pelaksanaan dan pemecahan masalah. Fisioterapi

harus dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang terdapat pada

pasienya. Apakah ada masalah impairment dan fungsional limitation

dengan lingkungan objek sebagai fisioterapi. Dari data yang dapat di

anamnesis secara auto sebagai berikut.

Nama : Ny.H

38
39

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Pekerjaan : IRT (ibu rumah tangga)

Agama : Islam

Alamat : perumahan mutiara hijau mayang

NO RM :100095

Tempat Perawatan : poli fisioterapi rumah sakit jiwa daerah

Jambi

3.1.2 Data – Data Medis Rumah Sakit

3.1.2.1 Diagnosa Medis : Tic facialis

3.1.2.2 Catatan Klinis : Tidak ada

3.1.2.3 Terapi umum : Medika mentosa

Fisioterapi

3.1.2.4 Rujukan fisioterapi dari dokter : Mohon dilakukan tindakan

fisioterapi pada Ny. H umur 57 tahun dengan diagnosa tic

facialis untuk dilakukan tindakan fisioterapi.

3.1.3 Anamnesis khusus

Tanggal : 16 maret 2017

3.1.3.1 Keluhan Utama

Pasien mengeluh kaku wajah sebelah kanan dan terjadi

gerakan terus menerus pada bagian mata dan mulut.


40

3.1.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 3 tahun yang lalu pasien sering merasakan sakit

kepala dan tensi tinggi yang terus menerus, keesekoan pagi

harinya pasien merasakan kebas dan mata yang tidak bisa

ditutup dengan rapat lalu pasien kemudian pasien di bawa ke

rumah sakit raden mattaher jambi untuk berobat ke dokter saraf

dan terjadi kelumpuhan di saraf wajah, pasien di rujuk ke

fisioterapi tetapi pasien hanya melakukan 2x terapi dan tidak

melakukan terapi selanjutnya, lalu lama kelaman pada bagian

mata dan mulut pasien terjadi kedutan yang terus menerus yang

tidak bisa dikendalikan kemudian pasien berobat ke dokter saraf

di RS Jiwa dan disarankan disarakan untuk fisioterapi lagi

dengan rutin.

3.1.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (+)

Kolesterol (+)

3.1.3.4 Riwayat Penyakit Penyerta

Tidak ada

3.1.3.5 Riwayat Pribadi

Pasien seorang ibu rumah tangga yang sehari-harinya mengurus

rumah.

3.1.3.6 Riwayat Keluarga

Tidak ada
41

3.1.3.7 Anamnesis sistem

1. Kepala dan Leher

Ada keluhan pusing dan kaku leher.

2. Kardiovaskuler

Tidak ada keluhan jantung berdebar-debar dan nyeri dada.

3. Respirasi

Tidak ada keluhan sesak napas.

4. Gastrointestinal

BAB lancar dan terkontrol.

5. Urogenitalis

BAK lancar dan terkontror.

6. Muskuloskeletal

Adanya spasme pada m.orbicularis oris, m.orbicularis oculi,

m.zigomaticus pada bagian wajah dextra.

7. Nervorum

Tidak ada keluhan kebas dan kesemutan.

3.1.4 Pemeriksaan fisik

3.1.4.1 Pemeriksaan tanda-tanda vital :

1) Tekanan darah: 140/90 mmHg

2) Denyut nadi : 80x/menit

3) Pernapasan : 20x/menit

4) Temperature : 36°c

5) Tinggi badan :160 cm


42

6) Berat badan : 60 kg

3.1.4.2 Inspeksi

1) Statis

Wajah pasien tampak tidak asimetris, adanya gerakan

involunter pada mata dan ujung bibir bagian kanan.

2) Dinamis

Saat menutup mata pasien tampak tidak tertutup rapat dan

bergerak terus menerus.

Saat tersenyum ujung bibir pasien tampak tidak simetris dan

ada timbul gerakan terus menerus.

3.1.4.3 Palpasi

Suhu lokal normal.

Adanya nyeri tekan pada m.orbicularis oculi, m.orbicularis oris,

m.zigomaticus pada bagian dextra.

3.1.4.4 Perkusi

Tidak dilakukan

3.1.4.5 Auskultasi

Tidak dilakukan

3.1.4.6 Pemeriksaan gerak dasar

Pemeriksaan gerak dasar adalah salah satu cara pemeriksaan

dengan cara melakukan gerakan, pemeriksaan gerak dasar terdiri

dri gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik melawan

tahanan. Di dapatkan hasil sebagai berikut :


43

1. Gerak aktif

Gerak aktif adalah salah satu gerakan yang dilakukan oleh

pasien berdasarkan petunjuk pemeriksaan. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk memperoleh ada tidaknya simetris atau

asimetris wajah dan nyeri pada wajah.

Tabel 3.1
Gerak dasar aktif pada wajah

Gerakan wajah Nyeri Simetris/asimetris


Mengerutkan dahi - Simetris
Menutup mata - Asimetris
Tersenyum - Asimetris
Bersiul - Asimetris

2. Gerakan pasif

Gerak pasif adalah pemeriksaan gerak yang dilakukan

oleh terapis kepada pasien dimana pasien dalam keadaan

diam dan rileks. Tujuan dari pemeriksaan gerak pasif untuk

mendapatkan data informasi tentang simetris atau asimetris

wajah dan nyeri pada wajah.

Tabel 3.2
Gerakan dasar pasif pada wajah

Gerakan wajah Nyeri Simetris/Asimetris


Mengerutkan dahi - Simetris
Menutup mata - Simetris
Tersenyum - Simetris
Bersiul - Simetris

3. Gerakan isometrik melawan tahanan

Tidak dilakukan
44

3.1.5 Kognitif, Intrapersonal, Inter personal

3.1.5.1 Kognitif

Baik, Pasien mampu menceritakan riwayat penyakitnya dari

awal hingga dating ke fisioterapis.

3.1.5.2 Intra personal

Baik, Pasien memiliki keinginan kuat untuk sembuh.

3.1.5.3 Inter personal

Baik, pasien mampu berkomunikasi dan bisa mengikuti

intruksi terapis dengan baik.

3.1.6 Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas

Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam

melakakukan aktifitas dasar dan fungsional dalam aktifitas sehari-hari.

Sedangkan lingkungan aktifitas adalah keadaan lingkungan yang

berhubung dengan kondisi pasien.

3.1.6.1 Kemampuan fungsioanal dasar

Kemampuan fungsional dasar merupakan kemampuan

pasien secara mendasar yang belum bisa dilakukan, pada kasus

ini pasien belum mampu mengontrol gerakan involunter yang

terjadi pada bagian wajah kanan pasien terutama pada saat

menutup dan membuka mata kemudian pada saat tersenyum.


45

3.1.6.2 Aktivitas fungsional

Pasien mampu melakukan aktifitas seperti biasa tetapi

sedikit terganggu saat tidur dan jika terlalu banyak bekerja

kedutan semakin cepat.

3.1.6.3 Lingkungan aktivitas

Lingkungan aktifitas pasien mendukung untuk

kesembuhan pasien karena setiap hari pasien beraktifitas di

rumah.

3.1.7 Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui informasi khusus yang

belum diperoleh pada pemeriksaan dasar.

3.1.7.1 Pengukuran nyeri dengan VAS (Visiual Analog Scale)

Tabel 3.4
Pemeriksaan nyeri dengan VAS

Derajat Nyeri Nilai


Nyeri diam 0
Nyeri tekan 4
Nyeri gerak 0

3.1.7.2 Skala ugo fish


Tabel 3.5
Pemeriksaan fungsional wajah

Gerakan Point Persen (%) Nilai


Istirahat 20 100% 20
Mengerutkan dahi 10 100% 10
Menutup mata 30 70% 21
Tersenyum 30 70% 21
Bersiul 10 70% 7
Hasil 79 point
46

Dari hasil tersebut pasien diketahui mengalami Derjad II

kesulitan ringan.

3.1.8 Problematika Fisioterapi

3.1.8.1 Impairment

1) Adanya spasme pada m. Orbiculari oculi, m. Orbicularis

oris, m. Zigomaticum bagian dextra.

2) Adanya nyeri tekan pada m.orbicularis oculi, m.orbicularis

oris, m.zigomaticus bagian dextra.

3) Adanya gerakan berulang-ulang yang tidak terkontrol pada

bagian ujung mata dan ujung mulut.

3.1.8.2 Fungsional limitation

Pasien mengalami ketika membuka,menutup mata, saat

tersenyum dan bersiul.

3.1.8.3 Disability

Pasien merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri saat

aktivitas sosial diluar rumah sehingga sering menggunakan

kacamata hitam.

3.1.9 Tujuan Fisioterapi :

Maksud dan tujuan fisioterapi ini adalah dalam melakukan terapi

mempunyai target serta tujuan dari program ini dapat tercapai. Tujuan

fisioterapi dirumuskan berdasarkan problematika fisioterapi. Tujuan

fisioterapi ada 2 macam yaitu :


47

3.1.9.1 Jangka pendek :

1. Menghilangkan spsame m. Orbicularis, m. Orbicularis oculi,

m. Zigomaticum bagian dextra.

2. Menghilangkan nyeri tekan pada m.orbicularis oris,

m.orbicularis oculi dan m.zigomaticus bagian dextra.

3. Mengurangi gerakan berulang-ulang yang tidak terkontrol

pada mata dan ujung bibir.

3.1.9.2 Jangka panjang :

Melanjutakan tujuan jangka pendek, meningkatkan aktifitas

fungsional pasien dan menjaga fisiologis jaringan.

3.1.10 Teknologi fisioterapi :

3.1.10.1 Teknologi alternatif

1. Infrared

2. Short Wive Diatermy (SWD)

3. Micro Wive Diatermy (MWD)

4. Ultrasound (US)

5. Massage

3.1.10.2 Teknologi yang terpilih :

1. Infrared : Bertujuan untuk mengurangi nyeri dan menjaga

fisiologi otot wajah.

2. Massage : Bertujuan untuk mengurangi gerakan involunter.


48

3.1.11 Edukasi

Edukasi kepada pasien meliputi pembelajaraan dan home program

yang diberikan agar pasien dapat melakukannya dirumah, yaitu :

3.1.11.1 Pasien disarankan untuk mengulangi latihan yang

telah diajarkan terapis.

3.1.11.2 Pasien disarankan agar banyak beristirahat agar kontraksi

gerakan pada wajah berkurang.

3.1.11.3 Mengkompreskan air hangat pada daerah wajah sebelah

kanan 10 menit 2-3 kali sehari.

3.1.12 Rencana Evaluasi

3.1.12.1 Pengukuran nyeri dengan menggunakan VAS.

3.1.12.2 Pengukuran fungsional otot wajah dengan skala ugo fisch.

3.1.13 Prognosis

3.1.13.1 Quo ad vitam : Baik

3.1.13.2 Quo ad sanam : Baik

3.1.13.3 Quo ad fungsionam : Baik

3.1.13.4 Quo ad cosmeticam : Baik

3.2 Penatalaksanaan Fisioterapi

Setelah dilakukan pengkajian data dan diketahui permasalahannya,

maka tindakan selanjutnya adalah pemberian terapi, untuk kondisi tic facialis

modalitas yang digunakan adalah Infrared dan Massage.


49

3.2.1 Terapi I, Hari: Kamis, Tanggal: 16 maret 2017

3.2.1.1 Infrared

1. Persiapan alat

1) Pastikan kabel tersambung dengan baik.

2) Panaskan IR 5 menit sebelum digunakan.

3) Timer dan intensitas dalam posisi 0.

4) Kabel tidak boleh kontak langsung dengan pasien.

2. Persiapan pasien

1) Posisikan pasien senyaman mungkin

2) Pastikan bagian yang diterapi terhindar dari logam dan

pakaian.

3) Berikan pasien pelindung mata agar sinar tidak masuk

kedalam mata.

3. Pelaksanaan terapi

1) Jelaskan tujuan IR dan efek yang dirasakan sebelum

pasien memulai terapi.

2) Arahkan IR kebagian wajah bagian dextra

4. Dosis :

F : 3x/minggu

I : 30 cm

T : IR Luminous

T : 10 menit
50

5. Selama proses terapi fsioterapis harus terus mengontrol

keadaan pasien.

6. Setelah alat selesai matikan alat dan dikembalikan alat

ketempat semula. Kemudian jelasan kepada pasien bahwa

terapi untuk alat IR selesai dan dilanjutkan terapi berikutnya

yaitu Massage.

3.2.1.2 Massage

1. Persiapan alat

Sediakan tisu bersih dan baby oil.

2. Persiapan pasien

1) Posisikan pasien senyaman mungkin

2) Pastikan bagian yang diterapi terhindar dari logam dan

pakaian.

3. Pelaksanaan terapi

1) Bersihkan terlebih dahulu tangan terapis sebelum mulai

terapi.

2) Tuangkan baby oil pada tangan terapis kemudian ratakan.

3) Kemudian usapkan baby oil pada wajah pasien dengan

gerakan stroking dan menggunakan seluruh permukaan

salah satu tangan.

4) Lakukan gerakan efflurage secara perlahan dengan sedikit

tekanan dimulai dari dagu kearah pelipis dan dari tengah

dahi turun ke bawah menuju ke telinga.


51

5) Dilanjutkan dengan finger kneading memakai jari-jari

dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar

pada setiap sisi wajah diberikan ke seluruh otot wajah

yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis.

6) Terakhir dengan tapping  diberikan dengan tepukan yang

ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah

dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping

adalah merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi

secara teratur.

4. Dosis :

F : 3x/minggu

I : Toleransi pasien

T : 10menit

R : 8-10x pengulangan/gerakan.

3.2.2 Terapi II, Hari : Sabtu Tanggal : 18 maret 2017

Modalitas dan dosis yang diberikan pada terapi ke II sama dengan

terapi I.

3.2.3 Terapi III, Hari : Selasa Tanggal : 22 maret 2017

Modalitas dan dosis yang diberikan pada terapi ke III sama dengan

terapi II.

3.2.4 Terapi IV, Hari : Kamis Tanggal : 24 maret 2017

Modalitas dan dosis yang diberikan pada terapi ke IV sama dengan

terapi III.
52

3.2.5 Terapi V, Hari : Sabtu Tanggal : 26 maret 2017

Modalitas dan dosis yang diberikan pada terapi ke V sama dengan

terapi IV.

3.2.6 Terapi VI, Hari : Selasa Tanggal : 29 maret 2017

Modalitas dan dosis yang diberikan pada terapi ke VI sama dengan

terapi V.

3.3 Evaluasi

Evaluasi dilakukan berdasarkan rencana evaluasi yang telah disusun

dengan kriteria dan parameternya. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui

tingkat keberhasilan dalam pemberian terapi, hasil evaluasi antara lain.

3.3.1 Evaluasi nyeri dengan visual analog scale (VAS) dan fungsional otot

wajah dengan Skala Ugo ficsh.

Tabel 3.7
Hasil evaluasi

Nilai
Derajat Nyeri T1 T2 T3 T4 T5 T6

Nyeri diam 0 0 0 0 0 0

Nyeri tekan 4 4 3 3 2 2

Nyeri gerak 0 0 0 0 0 0

Nilai
Gerakan Point
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Istirahat 20 20 20 20 20 20 20
Mengerutkan dahi 10 10 10 10 10 10 10
Menutup mata 30 21 21 21 21 21 21

Tersenyum 30 21 21 21 30 30 30

Bersiul 10 7 7 7 10 10 10
BAB IV
53

HASIL DAN PEMBAHASAN

.1 Hasil

Pasien atas nama Ny.H usia 57 tahun dengan diagnosa tic facialis. Setelah

dilakukan terapi sebanyak 6 kali pada pasien tersebut dengan menggunakan

modalitas Infra Red dan Massage, dimana sebelumnya terdapat permasalahan

fisioterapi yaitu berupa adanya nyeri tekan dan gerakan involunter yang tidak

bisa dikendalikan yang menyebabkan fungsional wajah terganggu.

Setelah dilakukan proses fisioterapi evaluasi sebelum dan sesudah terapi

mendapatkan hasil meliputi pengurangan nyeri tekan pada terapi awal nya (T1)

4 dan mengalami penurunan pada T3 menjadi 3 dan terapi akhir T6 menjadi 2.

Peningkatan fungsional wajah saat tersenyum pada terapi awal T1 dengan nilai

21 kemudian meningkat T4 menjadi nilai 30, saat berisul mengalami

peningkatan dimana terapi awal T1 mendapatkan nilai 21 kemudian pada T4

nilai meningkat menjadi 30.

Tetapi pada fungsi wajah menutup mata tidak mengalami peningkatan

karena gerakan invoulunter yang terjadi pada mata sudah menetap lebih lama

dan kontraksi lebih cepat dari pada bagian mulut sehingga memerlukan waktu

pengobatan lebih lama.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Nyeri

Untuk mengetahui tingkat nyeri ini parameter yang digunakan pada

kasus ini adalah Visual Analogues Scale (VAS) yaitu yang terlebih

dahulu di jelaskan kepada pasien keterangan nilai VAS dari 0 sampai 10.
54

Kemudian pasien diminta menggeser skala VAS sesuai dengn rasa nyeri

yang dirasakan pasien.

Perubahan tingkat atau derajat nyeri di mulai dari pemeriksaan awal

(T1) sampai pemeriksaan akhir (T6), yaitu dapat dilihat dari grafik

berikut :

Grafik 4.1
Pengukuran Skala Nyeri VAS

4.5
VAS
4

3.5

2.5

1.5

0.5

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak

Berdasarkan grafik 4.1 dapat dilihat terjadi penurunan nyeri tekan

dimana T1 yaitu 4 setelah mendapatkan terapi selama 6x terjadi

pengurangan nyeri tekan dimana T6 yaitu 2. Terjadinya penurunan nyeri

tekan dikarenakan Infra Red, infra red adalah sinar yang mempunyai efek

fisiologis, apabila sinar infra merah diabsorbsi oleh kulit, maka akan

terjadi peningkatan suhu secara local (di daerah yang mengabsorbsi sinar

tersebut). Dengan peningkatan suhu / temperatur, maka akan timbul


55

pengaruh dengan efek vasodilatasi sehingga metabolisme pada pembuluh

darah wajah lancar, meningkatnya proses metabolisme. Proses

metabolisme yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan meningkat

sehinga suplay oksigen dan nutrisi ke jaringan akan meningkat. Demikian

pula pada pengeluaran sisa-sisa metabolisme.

4.2.2 Fungsional wajah

Grafik 4.2
Fungsional wajah

Skala Ugo Fisch


Istirahat Mengerutkan Dahi
Menutup Mata Tersenyum
Bersiul
100
90 10 10 10
80 7 7 7 30 30 30
7021 21 21
60
5021 21 21 21 21 21
40
3010 10 10 10 10 10
2020 20 20 20 20 20
10
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

Dari grafik 4.2 di lihat terjadinya peningkatan fungsional wajah, baik

saat tersenyum dan bersiul, pada gerakan menutup mata tidak terjadi

peningkatan fungsional wajah. Pada gerakan tersenyum dapat dilihat T1

yaitu 21 setelah mendapatkan terapi selama 6x terjadi peningkatan

fungsional wajah yaitu T6 30. Pada gerakan bersiul dapat dilihat T1 yaitu 21

setelah mendapatkan terapi selama 6x terjadi peningkatan fungsional wajah

yaitu T6 30.
56

Terjadi peningkatan fungsional wajah dikarenakan efek dari

Massage yang bertujuan merileksasikan otot-otot wajah dengan gerakan

stroking dan efflurage yang dapat menstimulasi otot-otot menjadi lebih

rileks, kemudian gerakan finger kneading memperbaiki peredaran darah 

dan memelihara tonus otot wajah kemudian gerakan tapping

untuk merangsang jaringan dan otot wajah dapat berkontraksi secara

teratur.

Pada gerakan menutup mata tidak terjadi peningkatan fungsional wajah

dikarenakan gerakan involunter pada mata lebih sering terjadi sudah lebih

lama dan menetap dari pada bagian lainnya sehingga memerlukan waktu yang

lebih lama untuk proses penyembuhan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pasien atasnama ny.H umur 57 tahun dengan diagnosa Tic Facialis

dengan keluhan penurunan kemampuan fungsional wajah, nyeri pada pipi

kanan dan kekakuan pada pipi kanan sehingga menggangu aktivitas sehari-

hari pasien. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis memberikan program

fisioterapi dengan modalitas Infra Red (IR) dan Massage dengan tujuan

mengatasi problematika yang muncul pada pasien ini dengan program enam

kali terapi. Setelah di berikan program fisioterapi sebanyak enam kali

pertemuan diperoleh hasil yang cukup baik, yaitu adanya peningkatan

kemampuan fungsional wajah dalam bentuk tersenyum dan bersiul yang

dilihat dari evaluasi skala ugo fisch dan pengurangan nyeri tekan yang dilihat

dari evaluasi VAS.

Kesimpulan pasien atas nama Ny.H umur 57 tahun setelah dilakukan

terapi sebanyak enam kali mendapatkan hasil yang cukup baik. Hasil tersebut

mengalami peningkatan kemampuan fungsional wajah dalam bentuk

tersenyum dan pengurangan nyeri tekan. Pasien sebelumnya mengalami

keterbatasan aktivitas sehari-hari dan rasa kurang percaya diri yang

berhubungan dengan wajah.

57
58

5.2 Saran

Tic facialis ini pelaksanaannya sangat dibutuhkan kerja sama antara terapis

dan penderita bekerjasama dengan tim medis lainnya, agar tercapai hasil

pengobatan yang maksimal. Selain itu hal-hal lain harus diperhatikan antara

lain :

5.2.1 Bagi penderita disarankan untuk melakukan terapi tiga kali seminggu,

serta melakukan latihan-latihan yang dianjurkan dengan fisioterapis.

5.2.2 Bagi keluarga pasien disarankan agar terus memberikan motivasi agar

pasien tetap semangat menjalakan pengobatan.

5.2.3 Bagi fisioterapi hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta

pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian baru

yang lebih efektih terhadap kasus Tic Facialis.

5.2.4 Bagi masyarakat dsarankan jika tiba-tiba merasakan gangguan pada

wajah, segera memeriksakan diri kedokter dan fisioterapi. Sehingga

gangguan tersebut mempermudah penyembuhan dan tidak terjadi

komplikasi terhadap penderita Tic Facialis.

Anda mungkin juga menyukai