PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
A. Pengkajian
1. Anamnesis
2019.
a. Identitas pasien
Identitas pasien berkaitan dengan informasi mengenai data diri pasien yang
meliputi nama, alamat, usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan agama. Identitas pasien
yang diperoleh dari hasil anamnesis yaitu (1) nama Ny. K, (2) umur 41 tahun, (3)
jenis kelamin perempuan, (4) agama Kristen, (5) pekerjaan PNS, (6) alamat Jl. Mimika
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang mendorong pasien untuk berobat atau
mencari pertolongan. Keluhan yang didapat dari anamnesis pasien adalah pasien
pasien saat ini. Dalam hal ini menjelaskan kronologis dari awal terjadinya penyakit
dengan pasien secara langsung adalah pada sekitar bulan April 2017 pasien
Jayapura. Kemudian terjadi infeksi pada daerah operasi. Pada tahun 2018 pasien
datang ke RSO untuk periksa kultur, kemudian pada Agustus 2019 pasien melakukan
operasi angkat pen, saat operasi pengangkatan pen terdapat pengapuran pada collum
femurnya dan pada 18 November 2019 pasien melakukan operasi pemasangan AMP.
pasien sebelumnya. Hal ini perlu diketahui karena ada beberapa penyakit yang
Riwayat penyakit dahulu yang diperoleh dari hasil anamnesis yaitu pasien pernah
melakukan tidakan operasi dan memiliki riwayat pengapuran pada collum femur
saat ini. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien memiliki riwayat alergi obat
metronidazole, dan tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi.
f. Riwayat keluarga
herediter atau familial atau penyakit-penyakit menular yang sering di dalam satu
keluarga ditemukan juga beberapa anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.
Riwayat penyakit keluarga yang diperoleh dari anamnesis pasien yaitu penyakit yang
g. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi berkaitan dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh pasien
seperti hobi, pekerjaan dan pola hidup yang kemudian ada hubungannya dengan
penyakit saat ini. Riwayat penyakit pribadi yang diperoleh dari hasil anamnesis yaitu
pasien merupakan seorang pegawai negeri sipil yang kesehariannya bekerja di dalam
ruangan.
h. Anamnesis sistem
Anamnesis sistem diperoleh hasil yaitu : (1) Kepala dan Leher, pasien tidak merasakan
pusing dan kaku leher, (2) Kardiovaskuler, pasien tidak merasakan jantung berdebar –
debar dan nyeri dada, (3) Respirasi, pasien tidak mengeluh sesak nafas, (4)
Gastrointestinalis, pasien tidak merasakan mual dan muntah serta BAB terkontrol, (5)
Urogenitalis, BAK pasien bisa dikontrol, (6) Muskuloskeletal, pasien merasakan nyeri
dan kaku pada pangkal paha kanannya, (7) Nervorum, pasien tidak mengeluh adanya
a. Tanda vital
Pemeriksaan ini meliputi (1) tekanan darah 115/87 mmHg, (2) denyut nadi
90x/menit, (3) pernapasan 18x/menit, (4) temperatur tubuh 36°, (5) tinggi badan 160
b. Inspeksi
secara langsung. Inspeksi bisa dilakukan saat pasien diam maupun bergerak. Hasil
inspeksi statis diperoleh hasil yaitu adanya bekas incisi pada pangkal paha kanan,
masih terpasang infus, kantong darah, kateter, dan perban pada paha kanan, kaki
kanan lebih besar dari pada kaki kiri dikarenakan adanya oedem, sedangkan hasil dari
inspeksi dinamis yaitu pasien tampak menahan nyeri ketika tungkai kanannya
digerakkan.
c. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara meraba pasien yang bertujuan untuk mengetahui
adanya perbedaan suhu, pitting oedema dan juga nyeri tekan pada bagian baik sisi
yang sakit maupun yang sehat. Hasil yang diperoleh dari palpasi yaitu adanya nyeri
tekan daerah incise bagian anterior lateral hip kanan, tidak ada perbedaan suhu pada
Perkusi hanya dilakukan untuk kasus kardiovaskuler atau kasus lain yang
membutuhkan pemeriksaan menggunakan perkusi dan pada kasus ini tidak dilakukan
perkusi.
e. Auskultasi
Auskultasi hanya dilakukan untuk kasus kardiovaskuler atau kasus lain yang
dilakukan auskultasi.
diminta menggerakkan bagian tubuhnya secara aktif mengikuti instruksi dari terapis.
Pasien mampu menggerakkan hip kearah ekstensi dan abduksi hip tetapi tidak
full ROM karena masih terdapat nyeri, pasien tidak diperbolehkan fleksi hip dan
adduksi hip. Pasien mampu menggerakkan fleksi dan ekstensi knee tetapi pada
gerakan knee tidak full ROM dikarenakan nyeri, gerak ekstensi dapat full ROM dan
tidak merasa nyeri. Dorsal fleksi, plantar fleksi, inversi, dan eversi angkle dapat full
dilakukan olek terapis tanpa ada bantuan dari pasien. Gerakan dilakukansemaksimal
mungkin sampai pasien merasakan nyeri. Terapis merasakan endfeel dari gerakan
Pasien dapat digerakkan ekstensi dan abduksi hip pasif tetapi tidak full ROM
disertai nyeri dan dengan endfeel elastis pada gerakan ekstensi knee pasien dapat
digerakkan full ROM dan tidak disertai nyeri sedangkan saat fleksi knee dapat
digerakkan tetapi tidak full ROM dan terdapat nyeri. Pada dorsal, plantar fleksi,
inversi dan eversi angkle dapat dilakukan full ROM dan ridak terdapat nyeri.
pasien melakukan gerakan dan terapis memberikan tahanan mulai dari tahanan
Pada saat melakukan gerakan hip pasien tidak mampu melawan tahanan
minimal yang diberikan oleh terapis, pada gerakan knee pasien mampu melawan
tahanan minimal yang diberikan terapis, dan pada gerakan angkle pasien dapat
berkelompok.
kronologi kejadian awal mula terjadi penyakitnya (daya ingat baik). Pada
didapatkan hasil yaitu pasien mampu berkomunikasi & melakukan terapi dengan
baik.
lingkungan aktivitas
bertujuan untuk mengetahui lingkungan aktivitas pasien baik di dalam dan di luar
rumah.
mampu tidur miring, tengkurap, duduk di bed, duduk ke berdiri, berjalan secara
mandiri. Pada pemeriksaan aktivitas fungsional didapatkan hasil pasien belum mampu
3. Pemeriksaan spesifik
menunjuk satu titik pada garis skala nyeri (0-10 cm). Satu ujung
menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri hebat. Panjang garis
mulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang menunjukkan besarnya nyeri
Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan hasil nyeri diam 5, nyeri gerak
b. Pemeriksaan antropometri
pembengkakan pada area paha pasca operasi pemasangan AMP. Alat yang
antropometri pada sendi hip berada pada SIAS . Dari hasil pengukuran antropometri
TABEL
3.1
SIAS
20 cm ke distal 46 cm 45 cm
Dari data diatas menunjukkan hasil bahwa selisih antara hip dextra yang
Pemeriksaan LGS dilakukan dengan cara sebagai berikut (1) posisikan pasien
terlentang dengan tungkai lurus, (2) letakkan goniometer pada trochanter mayor
untuk mengukur bagian hip dan epicondylus lateral femur untuk mengukur bagian
knee, (3) instruksikan pasien untuk menekuk lututnya sampai batas nyeri dan
TABEL
3.2
Dari data diatas menunjukkan hasil bahwa antara LGS fleksi-ekstensi hip
dextra aktif dan pasif terdapat selisih sekitar 7° dan fleksi-ekstensi knee dextra aktif
(MMT) pada grup otot fleksor-ekstensor sendi hip kanan. Dari pemeriksaan
kekuatan otot pada grup otot fleksor dan esktensor hip diperoleh hasil yaitu nilai 3-
yang berarti dapat melawan gravitasi namun belum bisa full ROM.
e. Pemeriksaan kemampuan fungsional
TABEL 3.3
HASIL PEMERIKSAAN
SKALA JETTE
Problematika fisioterapi yang muncul pada kasus post total knee replacement
1. Impairment
dengan AMP yaitu (1) adanya oedem di sekitar hip dextra, (2) adanya nyeri pada hip
dextra, dan (3) adanya penurunan kekuatan pada otot quadriceps dan otot hamstring
2. Functional Limitation
untuk berjalan dan kesulitan untuk melakukan aktivitas dressing dan toileting.
3. Participation restriction
Terapi yang diberikan memiliki 2 tujuan yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari dilakukannya terapi latihan pasca operasi
gerak sendi, dan meningkatkan kekuatan otot Sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah (1) melanjutkan program tujuan jangka pendek, (2) meningkatkan aktivitas
fungsional pasien agar dapat melakukan kegiatan sehari- hari dengan optimal seperti
sebelumnya.
dapat diberikan pada pasien pasca operasi hemiarthroplasty dengan AMP yaitu terapi
latihan.
terlentang, lalu digerakkan ankle digerakkan dorsi fleksi secara aktif full LGS. untuk
gerak aktif ankle yaitu durasi 10 kali per sesi, frekuensi 3 sesi per terapi, 2 kali terapi
per hari.
Latihan gerak pasif yaitu gerakan yang membutuhkan bantuan dari luar, yaitu
dengan bantuan terapis. Latihan gerak pasif bertujuan untuk mengurangi oedem,
mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan LGS. Gerakan yang dilkukan pada sendi
panggul yaitu fleksi dan abduksi. Latihan dimulai dengan menggerakkan tungkai
sisi sehat terlebih dahulu kemudian sisi yang cidera. Pada akhir gerak, LGS
dipertahankan selama 6 detik, lalu kembali ke posisi awal. Dosis : gerakan 10x per
Latihan gerak aktif dengan sedikit sanggaan dari terapis, bertujuan untuk
menjaga fisiologis otot, mobilisasi sendi aktif, menigkatkan ROM dan mencegah
terlebih dahulu. Pertahankan ROM pasien selama 6 detik dan lalu kembali ke
posisi semula. Dosis : gerakan 10 kali per sesi, 3 sesi setiap latihan, istirahat antar sesi
60 detik.
Latihan dilakukan dengan cara : (1) gerak fleksi sendi panggul : posisi pasien
terlentang, terapis menyangga area perpatahan dan tungkai bawah pasien, lalu
pasien, lalu terapis menyangga paha dan tungkai bawah pasien, setelah itu pasien
Latihan gerak aktif secara mandiri tanpa bantuan dari tenaga luar, bertujuan
untuk menjaga fisiologis otot, mobilisasi sendi aktif, menigkatkan ROM dan
sehat terlebih dahulu kemudian sisi cidera. Pertahankan ROM pasien selama 6 detik
dan lalu kembali ke posisi semula. Dosis : gerakan 10 kali per sesi, 3 sesi setiap
Latihan dilakukan dengan cara : (1) gerak fleksi sendi panggul : posisi pasien
terlentang, lalu pasien diminta untuk menekuk tungkai disertai menekuk lututnya
sesuai kemampuan pasien, dengan telapak kaki masih menyentuh bed, (2) abduksi
sendi panggul : pasien pada posisi terlentang, lalu minta pasien untuk menggeserkan
2. Latihan duduk
Latihan duduk dilakukan dengan tujuan untuk melatih mobilisasi pasien dari
(2) pasien diminta untuk menekuk tungkai yang sehat dan kedua lengan menyangga di
belakang badan, (3) pasien diminta untuk mengangkat badannya dengan bantuan
(4) setelah duduk, tanyakan apakah pasien pusing, bila pusing pasien diminta untuk
menggerakkan kepalanya ke segala arah. Bila masih pusing, pasien diminta untuk
tiduran lagi dengan cara seperti saat bangkit (arah gerak balik), (5) pertahankan posisi
duduk tersebut sekitar 3-5 menit, kemudian berbaring lagi dan mengulang latihan
Latihan dilakukan dengan cara : (1) posisi pasien duduk dengan tungkai lurus
kedua lengan di belakang tubuh dan menyangganya, (2) satu persatu tungkai digeser
ke luar bed, terapis dapat membantu pasien, setelah di luar bed, perlahan tungkai
doral flexi dan (4) mempertahankan posisi duduk ongkang-ongkang sekitar 3-5 menit,
kemudian kembali ke posisi duduk selonjor di bed dengan cara yang sama seperti
samping bed, (2) posisi awal pasien yaitu duduk ongkang-ongkang, (3) terapis
menjelaskan cara turun dari bed kemudian, (4) kedua tangan pasien memegang
walker, lalu pasien merosot turun dengan tungkai sehat dan tungkaai sisi sakit non
weight bearing, terapis memegangi pasien dari samping dan (5) mempertahankan
posisi berdiri tersebut semampu pasien, bila pasien sudah tidak mampu, pasien
Latihan berjalan dengan menggunakan alat bantu walker dengan metode tri
point gate, dan cara berjalannya yaitu : (1) posisi pasien berdiri dengan berpegangan
walker, (2) pasien diminta untuk mengangkat dan mengayunkan walker ke depan
lalu tungkai yang cidera maju dengan sedikit menumpu, lalu disusul oleh kaki sehat,
Mengulangi terapi latihan pada fisioterapi ke 2 seperti latihan gerak aktif, latihan
duduk, latihan duduk ditepi bed, latihan berdiri dengan walker, latihan berjalan PWB
dengan walker.
F. Edukasi dan Home Program
Untuk home program pasien diminta untuk mengulangi latihan menekuk dan
2x8 hitungan, latihan duduk berdiri sebanyak 2x8 hitungan serta latihan berjalan
dengan walker seperti yang telah dicontohkan oleh terapis tetapi dilakukan sesuai
dengan batas kemampuan pasien. Edukasi yang diberikan kepada pasien yaitu pasien
kaki kiri (adduksi), memutar kaki kedalam (endorotasi) dan menekuk panggul lebih
dari 90 derajat. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan berjalan tanpa alat
bantu dengan didampingi oleh keluarga serta pasien dianjurkan untuk tidak
Sesuai dengan tujuan fisioterapi maka hasil evaluasi yang didapat setelah
dilakukan tindakan berupa terapi latihan pada kasus post operasi hemiarthroplasty
TABEL 3.4
EVALUASI NYERI
T1 T2 T3
Nyeri diam 5 4 3
Nyeri gerak 8 6 5
Nyeri tekan 6 4 4
Pada evaluasi nyeri dengan VAS menunjukkan hasil antara T1, T2, hingga T3
TABEL 3.5
EVALUASI
ANTROPOMETRI
Titik Acuan T1 T2 T3
SIAS
20 cm ke proksimal 46cm 45cm 44cm 45cm 43cm 45cm
TABEL 3.6
EVALUASI LGS
T1 T2 T3
Gerakan
LGS aktif LGS pasif LGS aktif LGS pasif LGS aktif LGS pasif
Pada evaluasi kekuatan otot dengan MMT dari T1 sampai T3 ada peningkatan
otot namun tidak terlalu signifikan yang berada pada nilai 3- yang berarti dapat
TABEL 3.7
HASIL PEMERIKSAAN
SKALA JETTE
Pada evaluasi kemampuan fungsional dengan skala jette didapatkan hasil ada
ditemukan adalah adanya nyeri gerak dan tekan pada hip kanan, adanya oedema pada
hip kanan, adanya keterbatasan LGS sendi hip dan knee kanan, serta adanya
Pada pasien ini telah diberikan tindakan fisioterapi dengan terapi latihan
sebanyak 3 kali. Dalam pelaksanaan terapi pasien dapat mengikuti intruksi dan
melakukan latihan yang diberikan terapis dengan baik karena pasien memiliki
motivasi yang tinggi untuk bisa sembuh agar dapat beraktivitas seperti sebelumnya.
Pasien juga terbuka dalam menjelaskan keadaan mengenai sakit yang dideritanya. Hal
itu memudahkan terapis dalam melakukan tindakan yang akan diberikan kepada
pasien.
Terapi yang diberikan berupa latihan aktif pada angkle, latihan pasif, latihan aktif
dengan bantuan, latihan aktif, latihan berdiri dengan walker, dan latihan berjalan
kali didapatkan hasil adanya penurunan nyeri, oedema, peningkatan LGS dan
hip dan knee sehingga pasien belum mampu melakukan aktivitas dengan mandiri.