Anda di halaman 1dari 15

MANDIRI PBL SKENARIO 4

BLOK MUSKULOSKELETAL
FK YARSI
2021

Disusun oleh :
Nama : SYIFA FADLILAH
NPM : 1102020098
Kelompok : A12

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LETJEND SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH
JAKARTA 10510
TELP. 62.21.4244574 FAX. 62.21.42
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan anatomi sendi region genu
Komponen sendi lutut besar karena menanggung tekanan beban yang berat dan
mempunyai ROM yang luas. Gerakannya penting untuk memendekkan dan
memanjangkan tungkai bagian bawah saat berjalan. Sendi lutut berada di antara
tulang femur dan tibia.
a. Permukaan artikulasi sendi lutut
Sendi lutut dibentuk oleh artikulasi distal tulang femur & ujung proximal
tulang tibia dan meniscus. Permukaan sendi distal femur terbagi 2, anterior 
permukaan patella, inferior  tibia. Permukaan patella berbentuk saddle dan tidak
simetris, dengan permukaan lateral lebih besar dan lebih convex daripada medial.
Pada permukaan ini tulang patella berada di permukaan tibial tulang femur yang
dapat dilihat dari lateral pada permukaan anteriornya rata dan melengkung pada
posteriornya.

Permukaan inferior femur di bentuk oleh dua condylus yang dipisahkan oleh
fossa intercondylar. Condylus medial, diameter transverse lebih kecil tetapi
diameter longitudinalnya lebih panjang.
Tulang tibia mempunyai dua permukan artikulasi, permukaan medial, dan
permukaan oval yang lebih dalam dan lebih concave dibanding lateralnya. Kedua
permukaan ini dipisahkan eminen intercondylaris.

b. Ligamen lutut
1) Ligamentum crutiatum
Ligamentum cruriatum anterior mulai dari anterior medial tibia ke permukaan
medial dari condylus lateral femoris. Ligamentum cruriatum posterior muncul
dari belakang tibia dan terus kearah depan, atas dan dalam mencapai condylus
medial femoris.
2) Ligamentum collateral dan kapsular
Ligamentum collateral merupakan jaringan fibrosis dari capsul sendi lutut.
Dapat dibagi menjadi bagian medial dan lateral. Ligamen capsular lateral
(ligamen collateral fibular) lewat dari lateral epichondil femur ke kepala
fibula. Terdapat sejumlah bursa diantara bagian dalam ligamen capsular
tengah dan ligamen collateral medial. Kedua ligamen tersebur berfungsi untuk
menstabilkan sendi dengan menuntun dan membatasi gerakan sendi.
2. Memahami dan menjelaskan osteoarthritis
2.1 Definisi
Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif sendi noninflamatorik yang ditandai
dengan degenerasi cartilago articularis, hipertrofi tulang pada tepi-tepinya, dan
perubahan pada membrane synovialis, disertai nyeri dan kekakuan.
2.2 Etiologi
Osteoarthritis disebabkan oleh kerusakan pada tulang rawan dan sendi. Kerusakan
ini berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Kondisi ini dimulai saat tulang
rawan yang merupakan bantalan pelindung tulang mengalami kerusakan.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya gesekan langsung antar tulang. Gesekan
ini lama kelamaan akan merusak dan menyebabkan peradangan sendi. Beberapa
faktor resiko timbulnya osteoarthritis antara lain:
a. Umur
Osteoarthritis hampir tak pernah terjadi pada anak-anak, jarang pada orang
dengan umur dibaah 40 tahun, dan sering terjadi pada orang dengan umur di
atas 60 tahun.
b. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis lutut dan sendi, dan laki-laki lebih
sering terkena osteoarthritis pada paha, pergelangan tangan, dan leher. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada
laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada
wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
c. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis. Misalkan pada
ibu dari seorang wanita dengan osteoarthritis pada sendi-sendi interphalang
terdapat dua kali lebih sering osteoarthritis pada sendi-sendi tersebut, dan
anak-anak perempuanna cenderung mempunyai tiga kali lebih sering daripada
ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
d. Riwayat trauma
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan
malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis.
Trauma berpengaruh terhadap kartilago artikuler, ligament, maupun menikus
yang menyebabkanbiomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu
terjadinya degenerasi prematur.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan osteoarthritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
Pada kondisi ini terjadi peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi
f. Faktor gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah
kebiasaan buruk merokok. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon
monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan.
2.3 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologi, osteoarthritis dapat terjadi secara primer (idiopatik)
maupun sekunder.
1) Osteoarthritis primer (idiopatik)
Osteoarthritis primer (idiopatik) merupakan osteoarthritis yang terjadi
akibat proses degeneratif yang berlangsung seiring bertambahnya usia.
Proses perusakan tulang rawan sendi ini dapat dipercepat pada orang-
orang yang mempunyai faktor risiko genetik, ataupun pada orang-orang
yang aktivitasnya mempergunakan sendi-sendinya secara berlebihan.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang mempercepat degenerasi
pada sendi-sendi weight-bearing, terutama pada sendi lutut.
Osteoarthritis primer dapat terlokalisir pada sendi-sendi tertentu, dan
biasanya digolongkan sesuai sendi yang terkena dampaknya, misalnya
osteoarthritis lutut, osteoarthritis sendi panggul, osteoarthritis sendi tangan
dan kaki. Jika osteoarthritis primer melibatkan beberapa sendi, maka dapat
disebut sebagai osteoarthritis generalisata primer
2) Osteoarthritis sekunder
Osteoarthritis dapat terjadi sekunder akibat adanya penyakit,
deformitas, ataupun mekanisme trauma yang mengubah microenvironment
pada sendi dan mempercepat kerusakan dari tulang rawan sendi.
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan osteoarthritis sekunder
antara lain:

b. Klasifikasi berdasarkan lokasi sendi yang terkena


1) Osteoarthritis tangan
Dimulai saat usia 45 tahun. Postmenopause wanita > pria (10 : 1)
Keterlibatan faktor genetik: riwayat penyakit dalam keluarga. Oteoarthritis
tangan lebih sering mengenai sendi-sendi distal interfalang, proksimal
interfalang dan sendi karpometakarpal I, dan jarang mengenai sendi
metakarpofangaeal, namun bila terkena, fikirkan diagnosis banding:
adanya inflamasi atau artropati metabolik. Pembesaran tulang pada PIP:
Bouchard’s nodes, dan pada DIP: Heberden’s nodes. Diagnosis banding:
Osteoarthritis erosif
2) Osteoarthritis sendi lutut
Mengenai kompartemen: medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan
bagian femoropatellar. Diagnosis banding:
 misalignment dari tungkai bawah harus disingkirkan
(menyebabkan osteoarthritis lutut kompartemental misalnya,
bentuk kelainan varus/kerusakan medial tibiofemoral, atau
valgus/kerusakan lateral tibiofemoral).
 Genu valgum misalignment: melibatkan kompartemen lateral
tibiofemoral. Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi
lingkup gerak sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan
celah sendi = disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum
laxity).
3) Osteoarthritis panggul / coxae
Oteoarthritis panggul lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan
wanita, dan dapat terjadi unilateral atau bilateral. Gejala klinis: nyeri
panggul secara klasik timbul saat berdiri (weight bearing) dan terkait
dengan antalgic gait; nyeri terlokalisir pada buttock, regio groin dan
menjalar kebawah menuju bagian anterior. Kadang-kadang keluhan nyeri
dirasakan pada lutut.
Nyeri pada malam hari dan kekakuan pada malam hari, terkait adanya
efusi pada sendi. Osteoarthritis panggul sering bersifat destruktif, ditandai
dengan penilaian Lequesne: adanya penyempitan celah sendi > 2mm/tahun
(contoh: kehilangan lebih dari 50% pada celah sendi dalam 1 tahun).
Jarang
ditemukan sklerosis tulang dan osteofit. Diagnosis banding: osteoarthritis
sekunder pada panggul meliputi: displasia kongenital, osteonekrosis
avaskular dan adanya trauma sebelumnya.
4) Osteoarthritis vertebra
Umumnya mengenai vertebra servikal dan lumbal. Osteofit pada vertebra
dapat menyebabkan penyempitan foramen vertebra dan menekan serabut
syaraf, dapat nyebabkan nyeri punggung-pinggang (back pain) disertai
gejala radikular. Pada kasus yang berat dapat terjadi hiperostosis (Penyakit
Forestier’s, dapat mengenai sisi ekstraspinal: DISH/diffuse idiophatic
skeletal hyperostosis).
5) Osteoarthritis kaki dan pergelangan kaki
Osteoarthritis umumnya mengenai sendi I metatarsofalang. Gejala klinis:
sulit berjalan dan kulit diatasnya dapat meradang, terutama bila
menggunakan sepatu ketat. Dapat terjadi bursitis. Deformitas valgus
(hallux valgus) sering ditemukan, mungkin pula terdapat ankilosis pada
sendi (hallux rigidus). Gambaran radiologi pada kaki dan pergelangan
kaki: dapat ditemukan osteofit, meskipun pada pasien usia < 40 tahun.
Sendi tarsal dapat terkena pada kelainan pes planus. OA pada tibial-talar
dan subtalar berhubungan dengan trauma, misalignment atau neuropathic
arthropathy.
6) Osteoarthritis bahu
Osteoarthritis bahu lebih jarang ditemukan. Nyeri sulit dilokalisasi dan
terjadi saat pergerakan, keluhan nyeri pada malam hari saat pergerakan
sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik: terdapat keterbatasan gerak
pada pergerakan pasif.
7) Osteoarthritis siku
Osteoarthritis siku jarang ditemukan, umumnya terjadi sebagai akibat dari
paparan getaran berulang (repeated vibration exposure), trauma atau
metabolik artropati.
8) Osteoarthritis temporomandibular
Ditandai dengan krepitus, kekakuan dan nyeri saat chewing, gejala serupa
diatas ditemukan pada sindroma disfungsi temporomandibular. Radiografi:
gambaran OA sering ditemukan. Diagnosis banding: Nyeri orofasial yang
tidak berkesesuaian dengan gambaran radiografi.
2.4 Patofisiologi
Lesi osteoarthritis berasal dari degenerasi tulang rawab sendi dan perbaikan
yang tidak sesuai. Tulang rawan sendi merupakan dengan gesekan rendah yang
meneruskan beban pada tulang dibawahnya. Tulang rawan menahan kompresi
melalui bagian viskoelastis dari matriks ekstraseluler (terutama kolagen tipe II,
proteoglikan, dan air) yang disekresi oleh kondrosit. Stress biokimiawi yang
berulang berpean dalam perkembangan osteoarthritis, tetapi faktor geneti,
termasuk gen yang menyandi komponen matriks dan molekul persinyalan juga
berperan. Faktor-faktor tersebut diduga merupakan predisposisi kerusakan
kondroit, yang selanjutnya menyebabkan perubahan matriks ekstraseluler.
Walaupun terjadi prolifeasi kondrosit yang menyintesis dan menyekresi
proteoglikan, degradasi akhirnya melampaui sintesis, dan komposisi proteoglikan
berubah dalam perjalanan penyakit. Sementara itu MMP yang disekresi oleh
kondrosit mendegradasi anyaman kolagen tipe II. Sitokin dan faktor-faktor yang
dikeluarkan oleh kondrosit dan sel synovium, terutama TGF-β (yang menginduksi
MMP), TNF, prostaglandin, nitrit oksida, terlibat pada osteoarthritis. Inflamasi
ringan kronis berperan pada progresi penyakit. Sebagai puncaknya, hilangnya
kondrosit dan matriks yang mengalami degredasi keras menandai tahap lanjut
penyakit.
2.5 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
 Tentukan BMI
 Perhatikan gaya berjalan apakah pincang atau tidak
 Lihat apakah ada kelemahan/atrofi otot
 Lihat apakah ada tanda-tanda inflamasi/efusi sendi
 Perhatikan lingkup gerak sendi (ROM)
 Apakah terdapat nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan
 Krepitus
 Deformitas/bentuk sendi berubah
 Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
 Saat di lakukan palpasi apakah terdapat nyeri tekan pada sendi
periartikular
 Penonjolan tuklang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
 Pembengkakan jaringan lunak
 Instabilitas sendi
b. Pemeriksaan penujang
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk
merujuk ke ortopedi. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis
osteoarthritis adalah:
1) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat daripada
bagian yang menangung beban).
2) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondrial.
3) Kista tulang.
4) Osteofit pada pinggir sendi.
5) Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA
dapat di gradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan
Lawrence). Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi
seringkali masih normal. Pemeriksaan pengindraan dan radiografi sendi antara
lain:
1) Pemeriksaan radiografi sendi lain atau pengindraan magnetic mungkin
diperlukan pada keadaan tertentu. Bila osteoatritis pada pada pasien
dicurigai berkaitan dengan penyakit metabolic atau genetic seperti
alkaptonuria, oochronosis, dysplasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit
paget atau hemokromatosis
2) Radiografi sendi lain perlu di pertimbangkan juga pada pasien yang
mempunyai keluhan sendi (osteoatritis generalisata).
3) Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang
meskipun jarang tetapi berat (osteonecrosis, neuropati charcot, pigmented
sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti
penyakit-penyakit tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang
lebih canggih seperti sidikan tulang, pengindraan dengan resonansi
magnetic (MRI), artroskopi, dan artrografi.
4) Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga
diperlukan pada pasien OA tulang belakang untuk menentukan sebab-
sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi radicular atau medulla
spinalis.
2.6 Manifestasi klinis
Diagnosis klinis dari osteoarthritis umumnya meliputi rasa nyeri dan kekakuan
pada sendi, disertai mobilitas sendi yang berkurang, tanda adanya presntasi
sistemik seperti demam.
a. Pembengkakan sendi: sendi perifer (terutama jari-jari tangan, pergelangan,
lutut, dan jari-jari kaki). Terjadi akibat efusi.
b. Tell-tale scars menandakan adanya abnormalitas sebelumnya, dan muscle
wasting menandakan adanya disfungsi sendi dalam jangka waktu yang lama.
c. Deformitas mudah ditemukan pada sendi yang terekspose, misalnya pada
sendi lutut atau sendi metatarsofalangeal pada ibu jari kaki. Deformitas pada
sendi panggul seringkali tidak terlihat.
d. Nyeri tekan lokal sering ditemukan, dan pada cairan sendi superfisial, synovial
thickening atau osteofit dapat ditemukan.
e. Pergerakan sendi terbatas pada arah tertentu dan kadang dengan nyeri pada
gerak sendi yang ekstrim
f. Krepitasi dapat dirasakan pada sendi (paling sering pada sendi lutut) ketika
menggerakkan sendi secara pasif.
g. Instabilitas sendi sering ditemukan pada stadium lanjut dari destruksi
komponen sendi, tapi juga dapat dideteksi pada stadium awal dengan tes
khusus. Instabilitas dapat terjadi akibat hilangnya lapisan tulang atau tulang
rawan, kontraktur kapsular asimmetris, dan/atau kelemahan otot.
h. Sendi-sendi lain harus selalu diperiksa, untuk mencari tanda-tanda kelainan
sistemik. Pemeriksaan terhadap sendi lain juga membantu untuk mengetahui
apakah adanya problem tambahan terhadap sendi utama yang mengalami OA
(misalnya adanya lumbar stiffness, atau instabilitas sendi lutut yang
memperberat kondisi OA pada sendi panggul).
i. Kemampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari harus dinilai.. Gambaran
radiologis tidak selalu berkorelasi dengan derajat nyeri ataupun kapasitas
fungsional pasien. Yang harus dinilai misalnya apakah pasien dengan OA lutut
dapat naik turun tangga, atau bangkit dengan mudah dari kursi, apakah pasien
menjadi pincang atau menggunakan walking stick
2.7 Tata laksana
a. Terapi non-farmakologi
 Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
 Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs):
modifikasi gaya hidup. (Level of evidence: II)
 Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
(Level of evidence: I).
 Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level
of Evidence: I)
 Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi
(assistive devices for ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
(Level of evidence: II)
 Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,
menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik
sehari-hari. (Level of evidence: II)
b. Terapi farmakologi
Pendekatan terapi awal
 Untuk osteoarthritis dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat
diberikan salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi
pemberian obat Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari) dan
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)
 Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki
risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit
komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau
antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
- Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
- Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
- Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis
analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya
bila dengan dosis rendah respon kurang efektif. Pemberian OAINS
lepas bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar
dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan
pasien. Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan
pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan sistem
gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran
pencernaan. (Level of Evidence: I, dan II)
 Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi,
aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya
triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan nyeri jangka
pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian
obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS). (Level of evidence:
II)
Pendekatan terapi alternative
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
 Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan
memiliki kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan
OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi).
Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA dengan gejala klinis sedang
hingga berat dibatasi adanya efek samping yang harus diwaspadai,
seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%),
somnolen (18%), dan muntah (13%).
 Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence:
I dan II) atau kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu)
pada OA lutut. (Level of Evidence: II)
 Kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan efektifitas analgesik
hingga 5% dibandingkan paracetamol saja, namun efek sampingnya
lebih sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti
penelitian klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer
related pain.
 Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan
selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek
merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya
ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik
dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk
memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang
sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau
dokter ahli penyakit dalam dan dokter ahli lain, yang telah
mendapatkan pelatihan.
- Kortikosteroid
Dapat diberikan pada osteoarthritis lutut, jika mengenai satu
atau dua sendi dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang
responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak dapat mentolerir
OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan kontra
indikasi terhadap pemberian OAINS. Diberikan juga pada
osteoarthritis lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik
terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk
menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3
bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
Injeksi kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan sebagai
terapi tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri
sedang-berat pada penderita OA
- Viskosuplemen: hyaluronan
Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini dapat diberikan
untuk sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah
onsetnya lambat, namun berefek jangka panjang, dan dapat
mengendalikan gejala klinis lebih lama bila dibandingkan dengan
pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular.
Cara pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali
dengan interval satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk
jenis low molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight,
dan 2 kali pemberian dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe
campuran. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau
tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis
jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap
unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi
terhadap telur.
Tindakan lebih lanjut
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
 Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi:
bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan
teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
 Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan
kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di
Rumah Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
 Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai
dengan rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik
(gagal terapi konvensional).
 Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas
fisik sehari-hari.
 Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan
gangguan tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri,
timbul gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
 Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut e.
Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular
medial, distal patella realignment, lateral release.
 Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya
kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan
tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement
or osteotomy/realignment osteotomies.
 Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral unicompartmental)
pada pasien dengan: nyeri sendi pada malam hari yang sangat
mengganggu, kekakuan sendi yang berat, mengganggu aktivitas fisik
sehari-hari.
2.8 Pencegahan
a. Pencegahan primer
Sebagai pencegahan primer dari osteoarthritis maka beberapa hal yang
harus diperhatikan adalah mencegah faktor-faktor risiko seperti menjaga berat
badan, menjaga pergerakan apabila habis dilakukan operasi, menjaga nutrisi
untuk tulang, mengurangi pekerjaan yang terkait dengan beban berat untuk
berkembang menjadi kerusakan tulang rawan sendi yang permanen
b. Pencegahan sekunder
Bagi pasien-pasien yang sudah menderita OA, ada beberapa latihan dan
edukasi yang direkomendasikan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
kualitas hidup.
1) Latihan terapeutik dengan beban yang ringan direkomendasikan untuk
mempertahankan luas gerak sendi dan menguatkan otot-otot disekeliling
sendi yang mengalami OA.
2) Untuk OA lutut direkomedasikan penurunan berat badan. Hal ini berguna
untuk mengurangi progresivitas OA sekaligus juga berguna untuk
kesehatan
3) Edukasi pasien untuk dapat memahami kondisi penyakit mereka, dan
menganjurkan untuk terus aktif dan mempertahankan mobilitasnya, karena
bila sendi tidak digunakan akan dapat menyebabkan imobilitas lebih
lanjut.
3. Memahami dan menjelaskan perbedaan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis
DAFTAR PUSTAKA
Zaki Achmad. 2013. Buku Saku Osteoarthritis Lutut. Bandung. Celtics Press
Mutmainah dan Makmun. 2019. Manajemen Pasien Osteoarthritis Sceara Holistik,
Komprehensif Dengan Menggunakan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Puskesmas Sudiang Raya Makassar. UMI MEDICAL JOURNAL: Jurnal
Kedokteran. 4(1): 141-153. P-ISSN : 2548-4079 / E-ISSN 2685-7561
Dorland WA, Newman. 2019. Kamus Kedokteran Dorland edisi 30. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Paulsen Friedrich dan Waschke Jens. 2017. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 3
Killiney Road, 08-01 Winsland House 1 239519 Singapore. Elsevier Pte Ltd.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoarthritis. ISBN 978-979-3730-24-0

Anda mungkin juga menyukai