Anda di halaman 1dari 10

Http://herdinphysio.

com/mengenal-penyebab-permasalahan-di-lutut/
Physio Herdin,S.Ft,Physio,M.Kes/ Biomedis Fisiologi

MUSCULOSKELETAL

MENGENAL PENYEBAB
PERMASALAHAN DI LUTUT
GAMBAR 2016-03-17 HERDIN TINGGALKAN SEBUAH KOMENTAR

Share

Pin it

Tweet

Send

Nyeri,Kaku,kelemahan,peradangan,s
endi tidak stabil ,Deformity adalah beberapa contoh permasalahan yang
sering muncul pada sendi lutut yang dapat mengenai anak-anak,dewasa,
lansia.Keluhan yang muncul pada sendi lutut dapat terjadi segera setelah
mengalami trauma atau cedera, atau mungkin muncul sebagai akibat dari
penyakit sendi yang kronis. Pada gambar diatas ini dapat kita lihat
kemungkinan sumber keluhan berdasarkan letak anatomisnya

Pada gambar dibawah adalah struktrur ligamen yang berfungsi sebagai


stabilsator pasif
sendi.Cedera atau trauma dapat menyebabkan
penguluran pada komponen tersebut yang selanjutnya dapat
menyebabkan sendi lutut menjadi tidak stabil sehingga mengganggu
pergerakan

Pada gambar dibawah ini terdapat pertemuan tiga tendon otot dan juga
bursa yang dikenal dengan istilah Pes Ancerina dan merupakan area yang

sangat sensitif terhadap nyeri.


Selanjutnya adanya gambar yang memperlihatkan tentang sendi yang
mengalami pengapuran atau osteoarthritis.Ciri khas OA adalah kaku
terutama dipagi hari dan nyeri

Untuk mengatasi permasalahan dilutut diperlukan kerja sama dan


penanganan berbagai tenaga ahli salah satunya adalah Fisioterapis.Oleh
karenanya jika anda mengalami masalah seputar lutut anda dapat
berkonsultasi dengan dokter atau Ahli Fisioterapi terdekat untuk
mendapatkan penangan lebih lanjut berdasarkan keluhan dan
permasalahan yang muncul.
Lebih Jauh Kami ingin Mengulas masalah Osteoarthritis
Dalam mengartikan osteoarthritis terdapat beragam pendapat yang pada
hakekatnya saling melengkapi. Menurut Skinner (2003), kata atau istilah
osteoarthritis sebenarnya tidak tepat, karena inflamasi bukanlah proses
patologi primer yang terdapat pada kondisi gangguan persendian ini.
Lebih akurat dideskripsikan sebagai penyakit degenerative sendi, dimana
terjadi injury kartilago. Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi yang
paling sering dijumpai pada manusia, dan merupakan suatu kondisi yang
mewakili proses degradatif dan reparative yang interaktif serta kompleks
dalam tulang rawan dan tulang, dengan perubahan peradangan
(inflamatif) sekunder, terutama di dalam sinovium (Tulaar, 2005).
Kondisi osteoartritis sendi lutut dapat terjadi pada orang dewasa, tetapi
yang paling banyak biasanya setelah usia 50 tahun (Crowther, 2004;
Kuspono, 2007). Menurut hasil penelitian Rachmawati, dkk (2003),
osteoarthritis sendi lutut ditemukan sebagai kondisi yang paling banyak
dialami oleh lansia. Osteoartritis (OA) merupakan salah satu penyakit
kronis yang paling sering terjadi pada lansia (Nugraha, 2008)
II. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari osteoartritis sendi lutut belum diketahui, tetapi
riwayat trauma, kegemukan atau deformitas valgus kronik dari sendi
cenderung dapat menyebabkan perubahan degenerative pada lutut.
Faktor genetik juga memberi pengaruh sebagai penyebab osteoartritis
( Crowther, 2004). Menurut Snaith (2004), osteoartritis juga disebabkan
oleh factor metabolik. Selain itu walaupun penyebab pastinya belum jelas,
hasil gambaran radiografi dan gambaran patologi mikroskopik cukup
spesifik pada sebagian besar kasus. Kategori bentuk primer dan sekunder
dari osteoartritis yang masih digunakan mulai kabur batasannya. Tandatanda dari osteoartritis primer atau idiopatik adalah ketika tidak ada
penyebab yang dikenali. Selanjutnya, osteoartritis sekunder tandanya

adalah adanya penyebab yang mendasari seperti trauma, deformitas,


atau gangguan sistemik (Skinner, 2003).
Faktor resiko yang dapat mengakibatkan osteoartritis adalah :
1.
Usia.
Usia merupakan faktor resiko yang penting karena sangat erat kaitannya
dengan osteoartritis. Prevalensi osteoartritis meningkat sejalan dengan
usia, yakni banyak terjadi di atas usia 55 tahun (Skinner, 2003).
2.
Jenis
Kelamin.
Kondisi ini dapat ditemukan baik pada pria maupun wanita. Di bawah 45
tahun, kondisi ini lebih sering terjadi pada pria; di atas 55 tahun, wanita
lebih banyak mengalami kondisi ini. Biasanya wanita lebih sering terkena
pada sendi lutut dan tangan, sedangkan pria pada sendi paha (Skinner,
2003;
referensi
kesehatan,
2008).
3.
Ras/
Etnis.
Pada osteoatrtritis sendi paha, insidennya lebih tinggi pada pria kulit putih
Eropa dan Amerika daripada China, Afrika Selatan dan India (Skinner,
2003; referensi kesehatan, 2008). Osteoartritis pada sendi tangan juga
jarang pada populasi kulit hitam Afrika dan Malaysia. Osteoartritis lutut
lebih
sering
ditemukan
pada
orang
Asia
(Snaith,
2004).
4.
Trauma.
Trauma adalah faktor predisposisi dimana terjadi secara lokal di tempat
yang memungkinkan munculnya osteoartritis. Contohnya, trauma pada
usia sekolah berkaitan dengan peningkatan prevalensi osteoartritis pada
dekade enampuluhan. Hal ini menggambarkan bahwa mengurangi trauma
saat ini sangat penting dalam rangka mencegah atau mengurangi
gangguan/penyakit
di
masa
depan
(Snaith,
2004).
5.
Faktor
mekanik.
Bahwa pekerja yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai
risiko terserang osteoartritis lebih besar dibandingkan pekerja yang tidak
banyak membebani lutut (m3undip, 2006). Aktivitas yang berlebihan
dapat menekan sendi, terutama aktivitas yang berhubungan dengan kerja
sendi.
Contoh : mengangkat barang yang terlalu berat. Ini sering dialami oleh
tukang
bangunan
bahkan
atlet
(Kuspono,
2007).
6.
Faktor
Genetik.
Alasan yang jelas dari factor ini belum diketahui, tetapi keterkaitan besar
dengan osteoartritis sudah terbukti, secara khusus untuk osteoartritis
yang
meliputi
beberapa
sendi
(Snaith,
2004).
7.
Obesitas.
Kegemukan atau kelebihan berat badan membawa pengaruh yang cukup
besar. Tekanan akibat berat badan yang terus-menerus menyebabkan
lapisan tulang rawan sendi lebih cepat aus (Kuspono, 2007). Faktor ini
berperan dari segi biomekanik dan juga metabolik sebagai predisposisi
terjadinya osteoartritis sendi lutut.
III.
PATOLOGI
dan
PATOGENESIS
Osteoartritis berawal ketika suatu kelainan terjadi pada sel-sel yang
membentuk komponen tulang rawan, seperti kolagen (serabut protein
yang kuat pada jaringan ikat) dan proteoglikan (bahan yang membentuk

daya
lenting
tulang
rawan).
Selanjutnya tulang rawan tumbuh terlalu banyak, tetapi pada akhirnya
akan menipis dan membentuk retakan-retakan di permukaan. Rongga
kecil akan terbentuk di dalam sumsum dari tulang yang terletak dibawah
kartilago tersebut, sehingga tulang menjadi rapuh. Tulang mengalami
pertumbuhan berlebihan di pinggiran sendi dan menyebabkan benjolan
(osteofit), yang bisa dilihat dan bisa dirasakan. Benjolan ini
mempengaruhi fungsi sendi yang normal dan menyebabkan nyeri. Pada
akhirnya, permukaan tulang rawan yang halus dan licin berubah menjadi
kasar dan berlubang-lubang, sehingga sendi tidak lagi dapat bergerak
secara halus. Semua komponen sendi (tulang, kapsul sendi, jaringan
sinovial, tendon dan tulang rawan) mengalami kegagalan dan terjadi
kelainan
sendi
(medicastore,
2009).
Menurut Nugraha (2008), perubahan kondisi persendian dari awal sampai
akhir ini berlangsung lambat, hingga akhirnya terjadi perubahan anatomi
(deformitas). Knock Knee dan Bow Leg adalah deformitas yang berkaitan
dengan perubahan patologi yang terjadi pada osteoartritis (McRae, 1998).
IV.
GAMBARAN
KLINIS
DAN
RADIOLOGI
Pada osteoartritis sendi lutut, gambaran klinis yang ditemui adalah :
1.
Nyeri.
Nyeri pada osteoartritis biasanya nyata ketika degenerasi sendi terjadi
dan mengurangi kekuatan persendian tersebut (Joshi; Kotwal, 2004).
2.
Nyeri
tekan
(tenderness).
Nyeri tekan terjadi pada garis sendi, lebih sering pada sisi medial
(Anderson,2006).
3.
Efusi.
Efusi dan peningkatan suhu pada sendi dapat juga terlihat akibat respon
inflamasi sinovium pada hasil degradasi kartilago (Imboden; Helmann,
2005).
6.
Kekakuan
dan
keterbatasan
gerak
sendi.
Beberapa penderita merasakan kekakuan pada sendinya ketika bangun
tidur atau pada kegiatan non-aktif lainnya, tetapi kekakuan ini biasanya
menghilang dalam waktu 30 menit setelah mereka kembali
menggerakkan
sendinya
(medicastore,
2009).
7.
Deformitas.
Bagian medial lebih sering terkena daripada lateral, dan deformitas varus
berkembang ke bagian medial. Sebagai akibat perkembangan deformitas
tersebut, beban tubuh lebih banyak tertumpu pada bagian medial
sehingga deformitas menjadi makin memburuk. Dalam perkembangan
kerusakan sendi, krepitasi terasa ketika sendi digerakkan. Gambaran dari
osteoartritis bagian lateral adalah sebaliknya, dimana terjadinya
deformitas
valgus
(Dandy;
Edwards,
2003).
8.
Ketidakstabilan
sendi
lutut.
Ligamen (yang mengelilingi dan menyokong sendi) teregang sehingga
sendi menjadi tidak stabil (medicastore, 2009). Hal ini juga berkaitan
dengan penurunan kekuatan dan daya tahan otot sekitar sendi.
9.
Penurunan
kekuatan
dan
daya
tahan
otot.
10. Perubahan gaya berjalan.

Gambaran
Radiologi
:
Tekhnik pencitraan yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi
pasien dengan kondisi osteoartritis sendi lutut adalah foto polos,
khususnya dengan posisi Anteropostero dalam keadaan berdiri, lateral
dan
patellar
sunrice.
Gambaran foto yang didapatkan adalah pembentukan spur pada
permukaan tibia dan hilangnya rongga sendi bagian femorotibial. Tidak
meratanya permukaan sendi, adanya osteofit, dan pembentukan kista
subchondral dapat kelihatan dapat stadium lanjut. Penyempitan ruang
sendi menandakan hilangnya kartilago sendi (Imboden, Helmann, 2005;
Anderson,2006). Menurut Joshi dan Kotwal (2004), klasifikasi pada
pemeriksaan
foto
ini
adalah
:
Stage
I

Pembentukan
spur
tulang.
Stage II Menyempitnya ruang sendi kurang dari normal.
Stage III Menyempitnya ruang sendi lebih setengah dari normal.
Stage IV Hilangnya ruang sendi atau erosi tulang dibawah 1 cm.
Stage V Erosi tulang besar-besaran, lebih dari 1 cm, dan subluksasi.
MRI jarang diperlukan untuk mengevaluasi kondisi osteoartritis sendi
lutut. Gambaran MRI menunjukkan bila adanya patologi meniscus, yang
kadang menimbulkan gangguan. Perlu diingat bahwa kerusakan meniscus
yang asimptomatik dapat terlihat pada MRI dari pasien lebih dari 50 tahun
(Imboden; Helmann, 2005).
V.
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium pada kondisi ini biasanya tidak dijumpai
kelainan (klikdokter, 2008). Pemeriksaan laboratorium disini tidak terlalu
dibutuhkan kecuali untuk arthritis dengan inflamasi atau infeksi. Penelitian
laboratorium saat ini sudah sampai pada pemeriksaan mengenai
sensitifitas dan spesifikasi cairan synovial, proteinase, komponenkomponen pembentuk, serum antibody pada kolagen kartilago serta
identifikasi proteoglikan (Skinner, 2003).
Menurut fpnotebook (2008), pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
terbagi
menjadi
2
bagian
yaitu
:
1.
Secara
umum
(jika
ada
indikasi)

Erythrocyte
Sedimentation
Rate.

Rheumatoid
Factor
negative.
2.
Cairan
sinovial
(jika
ada
indikasi).
a.
Synovial
Fluid
appearance.

Clear
fluid.

High
viscosity
and
good
mucin.
b.
Synovial
Fluid
Crystals.

Basic
Calcium
Phosphate
(BCP)
Crystals.

Apatite
crystals.
c.
Synovial
Fluid
White
Blood
Cell
Count.

Non-Inflammatory
fluid:
200

2000
WBC/mm3.
WBC Count usually <500 cells (mostly mononuclear).

VI.
KOMPLIKASI
Menurut Harul dan Herlambang (2008), komplikasi yang dapat terjadi
adalah
:
1.
Deep
vein
thrombosis.
2.
Infeksi.
3.
Loosening.
4. Problem patella ; rekuren sublukssasi/dislokasi, loosening prostetic
component,
fraktur,
catching
soft
tissue.
5.
Tibial
tray
wear.
6.
Peroneal
palsy.
7. Fraktur supracondyl femur.
VII.
TERAPI
DOKTER
A.
Medikamentosa.
Terapi obat-obatan berupa antinflamsi non steroid merupakan
penatalaksanaan utama pada OA. Pengobatan ini selain membantu
menghilangkan gejala nyeri juga dapat mencegah perburukan yang dapat
terjadi (klikdokter, 2008). Obat pereda nyeri (misalnya acetaminofen)
mungkin merupakan satu-satunya obat yang diperlukan. Obat anti
peradangan non-steroid (misalnya Aspirin atau ibuprofen) bisa diberikan
untuk
mengurangi
nyeri
dan
pembengkakan.
Jika sendi secara tiba-tiba mengalami peradangan, membengkak atau
terasa nyeri, bisa disuntikkan kortikosteroid langsung ke dalam sendi.
(medicastore, 2009). Penyuntikan (injeksi) kortikosteroid pada sendi dapat
mengurangi nyeri untuk sementara, namun injeksi ini tidak boleh sering
diulang karena merupakan dapat menyebabkan destruksi tulang
(klikdokter,
2008).
Pengembangan baru dalam penanganan osteoartritis adalah penggunaan
nutrisi seperti glukosamin dan chondroitin. Walker, Edwards (dikutip
dariMcAlindon, 2001) mengatakan bahwa dalam penelitian 3 tahun
terakhir, glukosamin aman dan bermanfaat untuk osteoartritis.
B.
Pembedahan.
Terapi operatif pada pasien OA diindikasikan apabila penatalaksanaan
secara konservatif tidak memberikan hasil yang adekuat berupa
peningkatan fungsi sendi yang terkena, serta adanya kelainan yang
progresif.
Debridemen (pembersihan) sendi efektif dalam mencegah atau menunda
tindakan operatif. Sendi seperti sendi lutut cocok apabila dilakukan
debridemen
menggunakan
alat
yang
disebut
artroskopi.
Artroplasti atau prostatic joint replacement (penggantian sendi)
merupakan tindakan pembuangan sendi yang dan membuat sendi palsu
yang dapat terbuat dari plastik atau logam. Indikasi utama tindakan ini
adalah adanya nyeri, terutama yang disertai deformitas dan instabilitas.
Terapi ini memberikan hasil yang baik pada pasien-pasien OA yang berat
dan
tidak
dapat
ditangani
dengan
terapi
konservatif.
Artrodesis atau penggabungan sendi merupakan tindakan yang
menghilangkan nyeri sendi secara permanen namun menyebabkan
hilangnya fungsi pergerakan. Tindakan ini lebih sering dilakukan pada
sendi-sendi kecil seperti sendi tangan, sedangkan bila dilakukan pada

sendi-sendi besar seperti sendi lutut atau sendi panggul umumnya


memberikan hasil yang kurang baik. Tindakan ini hanya dilakukan bila
tindakan artroplasti tidak dapat dilakukan karena alasan tertentu; atau
untuk menyelamatkan artroplasti yang gagal (klikdokter, 2008).
VIII.
ASSESMENT
FISIOTERAPI
A.
Anamnesis.
1.
Identitas
Pasien.
Hal penting yang harus dikaji sehubungan dengan penelusuran kondisi
dan upaya perbaikannnya adalah : umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hobby.
2.
Riwayat
Penyakit
Dahulu
dan
Sekarang.
3.
Riwayat
Penyakit
Keluarga.
4.
Riwayat
Psikososial.
5.
Keluhan
Utama
pasien.
B.
Inspeksi.
Dalam pemeriksaan ini dapat dilihat pola jalan pasien pada saat pasien
masuk. Selanjutnya dapat juga dilihat kontur-kontur otot. Hydrops
biasanya juga sudah dapat dilihat pada posisi berdiri. Kadang-kadang
pasien kurang membebankan kaki yang terkena dibandingkan dengan
kaki
yang
sehat
(de
Wolf;
Mens,
1990).
C.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Vital
Sign.
Hal penting yang perlu diketahui lewat pemeriksaan ini adalah : Tekanan
Darah, Denyut Nadi, Respiratory Rate (RR), Suhu, Berat Badan, Tinggi
Badan
2.
Palpasi.
Dapat dipalpasi temperature sendi lutut, ada tidaknya hydrops dan atau
pembengkakan
simpai
sendi
(de
Wolf;
Mens,
1990).
3.
Pemeriksaan
Fungsi
Dasar.
Dalam Pemeriksaan ini dilakukan 3 jenis gerakan yaitu gerak aktif, pasif
dan isometric melawan tahanan. Ketiganya dilakukan dengan gerakan
fleksi,
ekstensi,
internal
dan
ekstenal
rotasi.
D.
Pemeriksaan
Kemampuan
Fungsional.
E.
Pemeriksaan
Spesifik.
1. Antropometri (Pengukuran panjang tungkai, lingkar otot paha dan
betis).
2.
Pemeriksaan
Nyeri.
3.
Pemeriksaan
Kekuatan
Otot
Penggerak
Sendi
Lutut.
4.
Pemeriksaan
Luas
Gerak
Sendi
Lutut.
5.
Tes
khusus
sendi
lutut.
(Palmer, Epler, 1990; McRae, 1998; de Wolf, Mens, 1990) :

Patellar
Ballotement
Test.

Fluctuation
Test.

Tes-tes
stabilitas
sendi
lutut
yaitu
:
Hypermobilitas
varus
dan
valgus.
Hyperekstensi.
Anterior
dan
Posterior
Drawer
Test.
Gravity
Sign.

Lachman
Test.
F.
Pemeriksaan
Tambahan

Radiologi.

Laboratorium.
Kedua pemeriksaan tersebut dapat menunjang penegakkan diagnosis
fisioterapi.
IX.
TINDAKAN
FISIOTERAPI
A. Tujuan Fisioterapi pada osteoartritis sendi lutut (Thomson, Skinner,
Piercy,
1991)
adalah
:
1.
Mengurangi
dan
menghilangkan
nyeri.
2.
Mempertahankan
dan
meningkatkan
kekuatan
otot.
3. Mobilisasi sendi untuk mempertahankan dan meningkatkan luas gerak
sendi.
4.
Meminimalisir
deformitas.
5. Membantu mempertahankan dan meningkatkan fungsional sendi lutut.
B.
Modalitas.
Modalitas yang digunakan berdasarkan kebutuhan pasien sesuai dengan
pemeriksaan yang telah dilakukan. Berikut ini adalah beberapa modalitas
yang
digunakan
sesuai
dengan
tujuan
yang
ingin
dicapai.
1.
Mengurangi
Nyeri
(Thomson;
Skinner;
Piercy,
1991).

Diatermy.
Superficial Heat Infra red, Heat Pad dan Hot Pack.
Ice Therapy. Ini berguna jika terjadi nyeri akut atau inflamasi akut.
Utrasound. Modalitas ini berguna untuk mengatasi inflamasi kronis dan
scar
tissue.
Free Active Exercise. Latihan ini dapat memperlancar sirkulasi darah dan
mengurangi
nyeri.
Group Therapy. Metode ini dapat memberikan semangat dan support
mental bagi pasien untuk mengatasi nyeri dan melakukan latihan di
rumah agar perbaikan kondisi dapat dicapai secara optimal.
2.
Penguatan

Non
Weight
Static Quadriceps.

Otot
Bearing

(Carr;
Exercise,

Hamilton,
antara

2005).
lain
:

Inner Range Quadriceps.


Weight Bearing Exercise.
Latihan ini diberikan pada keadaan tidak nyeri dan tidak ada peningkatan
inflamasi.
Sit to Standing.
Pasien duduk pada tempat yang agak tinggi. Letakkan tungkai yang satu
agak ke depan dari tungkai lainnya. Silangkan tangan di dada, kemudian
coba berdiri dan duduk secara perlahan. Tingkatkan latihan dengan
menurunkan tinggi tempat duduk sampai ke normal.
Dynamic aligment work in standing.

3. Mobilisasi Sendi (Carr; Hamilton, 2005).


Knee flexion in sitting.
Knee extension in sitting/lying.
Melakukan adaptasi fungsional untuk mengurangi fleksi knee dan
penekanan patella ketika pasien menggerakkan sendi dari fleksi ke
ekstensi pada aktivitas seperti berdiri dari posisi duduk atau menaiki
tangga. Instruksikan pasien untuk mengurangi naik tangga, dan
menghindari duduk pada kursi yang rendah.
5. Membantu mempertahankan dan meningkatkan fungsional sendi lutut
(Thomson;
Skinner;
Piercy,
1991).
Hal ini akan dapat tercapai bila pasien mengikuti program latihan dan
anjuran ataupun instruksi yang diberikan oleh fisioterapis.
C. Advice dan Home Program (Thomson, Skinner, Piercy, 1991)
Beberapa
hal
yang
penting
adalah
:
1. Melakukan latihan setiap hari. Bila pasien harus bed rest karena sakit
tertentu
misalnya
flu,
tetap
lakukan
isometric
kontraksi.
2. Menimbang berat badan secara teratur dan menjaga berat badan agar
selalu
normal.
3. Hindari duduk dengan posisi lutut menyilang untuk mencegah
deformitas.
4. Lakukan sedikit pekerjaan rumah setiap hari.
X.
EVALUASI
Hal pokok yang menjadi evaluasi fisioterapis adalah permasalahan pasien.
Penting dinilai apakah terapi yang diberikan dapat mengurangi dan
menghilangkan permasalahan, atau dengan kata lain mencapai tujuan
yang sudah ditentukan. Apabila belum ada perubahan yang optimal, perlu
dilihat lagi terapi yang diberikan, mungkin dibutuhkan dimodifikasi terapi
(ditambah, dibuat bervariasi, ataupun dikurangi).

Anda mungkin juga menyukai