Anda di halaman 1dari 6

UNIT BELAJAR 1

SKENARIO 1

PERSENDIAN KAKU DAN NYERI

Seorang perempuan usia 63 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri dan


kaku pada kedua lutut yang dirasakan sejak 3 tahun terakhir. Selama 6 bulan
terakhir pasien mengeluh nyeri sepanjang hari terutama bila dipakai berjalan
lebih dari 30 meter sehingga harus menggunakan tongkat untuk berjalan.
Pada pemeriksaan fisik, berat badan 80 kg dan tinggi badan 155 cm,
ditemukan kedua lutut genu varus dan edema. Warna kulit tidak berubah, pada
perabaan terasa lebih hangat dari kulit sekitarnya dan nyeri tekan (+). ROM
genu bilateral terbatas (5o–90o), gerakan flexi/ekstensi terdengar krepitasi.
Pemeriksaan radiologi ditemukan gambaran penyempitan sela sendi sisi
medial, permukaan sendi irregular, peningkatan densitas tulang subcondrial
disertai kista, dan ditemukan adanya osteofit pada kedua sisi.

Tugas :
Jelaskan fenomena pada skenario diatas ?

I. Kata sulit
1. Genu varus  Dorland (Ed.13) genu adalah lutut atau tempat persendian
antara paha (femur) dan betis. Genu varus  deformitas tungkai yang
ditandai dengan lutut yang berjauhan secara abnormal dan anggota gerak
bawah melengkung ke dalam; deformitas dapat terjadi pada paha atau
betis atau keduanya.
2. ROM genu bilateral terbatas  Range of Motion adalah besarnya suatu
gerakan yang terjadi pada sendi.
3. Krepitasi  Krepitasi adalah bunyi yang muncul berupa derik akibat
gesekan ujung-ujung tulang patah, juga dari pergerakan sendi. Bunyi
krepitasi seperti “klik atau krek” saat sendi digerakkan.
4. Subcondrial  Dorland (Ed.13) sub adalah awalan yang berarti
dibawah, dekat, hampir, sebagian, sedang, atau lebih rendah.
5. Osteofit  pertumbuhan kartilago dan tulang baru pada tepi persendian
II. Rumusan Masalah
1. Mengapa pasien mengalami nyeri dan kaku pada kedua lutut?
Nyeri yang muncul bersumber dari sinovium, yaitu merupakan jaringan
lunak pada sendi dan tulang. Nyeri sinovium terjadi akibat reaksi radang
yang timbul dikarenakan adanya kristal dalam cairan sendi. Selain itu
juga dapat terjadi akibat adanya kontak dengan tulang rawan sendi pada
saat sendi bergerak. Nyeri juga bisa disebabkan karena kerusakan yang
terjadi pada jaringan lunak sendi, misalnya robekan ligamen dan kapsul
sendi, kerusakan meniskus atau peradangan pada bursa. Nyeri yang
berasal dari tulang biasanya diakibat karena adanya rangsangan pada
periosteum dimana periosteum kaya akan serabut-serabut penerima
nyeri (Arya and Jain, 2013).

Osteoarthritis  terjadinya perlunakan kartilago sendi yang progresif


dan mudah rusak. 2 tipe osteoarthritis: primer dan sekunder. Primer 
karena proses penuaan. Proses penuaan menyebabkan air pada cartilage
meningkat sedangkan protein menurun. Protein yang disebut dengan
lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera
dan peradangan pada sendi. Pada tulang rawan sendi (kartilago)
dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan
antar tulang yang terjadi ketika cairan sendi (sinovial) mengurangi
gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah
terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan
Seiring bertambahnya usia sendi menjadi lebih kaku dan lebih rentan
untuk robek karena mekanisme protektif pada sendi akan lama-lama
menurun.

Sekunder  disebabkan karena penyakit atau kondisi lain: obesitas,


trauma ec fraktur, ACL rupture, bedah, diabetes, arthritis ec Rheumatoid
Arthritis, Gout, TBC dan kelaianan hormone.

Pada OA lutut, terjadi kerusakan tulang rawan yang menyebabkan rasa


sakit, bengkak dan masalah saat menggerakkan sendi. OA lutut
memburuk seiring berjalannya waktu, kerusakan tulang menyebabkan
pertumbuhan tulang yang disebut taji (osteofit). Tahap selanjutnya
adalah tulang rawan menyusut dan menggesek tulang lain yang
menyebabkan kerusakan sendi dan menyebabkan rasa sakit pda sendi
lutut. Osteofit yang terdapat pada jaringan subchondral dan pada
akhirnya timbul spurs. Spurs inilah yang kemudian menyebabkan ruang
pada sendi (joint space) lutut berkurang, dan membuat lingkup gerak
sendi mengalami penurunan (Cross, 2014).
2. Bagaimana hubungan berat badan dan tinggi badan pasien terhadap
keluhan yang dialami?
Beberapa hal dapat meningkatkan resiko nyeri lutut: berat badan
berlebih, pernah mengalami cedera lutus, merokok, aktivitas fisik berat,
mengangkat beban-beban berat.

Indeks massa tubuh diatas normal merupakan faktor resiko tertinggi


dalam OA lutut, dimana terjadi peningkatan beban pada sendi lutut saat
menopang badan. Peningkatan berat badan akan melipat gandakan
beban pada sendi lutut saat berjalan, tiga hingga empat kali berat badan
dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki
(Litwic, 2015).

3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pasien?


Krepitasi adalah bunyi yang muncul berupa derik akibat gesekan
ujungujung tulang patah, juga dari pergerakan sendi. Pada pasien OA
lutut terjadi pengikisan tulang rawan sendi atau kartilago akibat dari
degradasi ketidak seimbangan antara regenerasi dengan degenerasi
kartilago Krepitasi akan bertambah seiring dengan makin beratnya
penyakit, hal ini terjadi akibat adanya gesekan permukaan tulang sendi
pada saat digerakkan ataupun secara pasif manipulasi (Imayati, 2011)

Nyeri pada sendi  sendi mengalami imobilisasi  penurunan kadar


cairan glucominoglican yang berengaruh pada elastisitas jaringan 
Menurunnya fleksibilitas pada ligamen-ligamen  karena fungsi
ligament berkurang menyebabkan kerja otot menjadi berlebihan
akibatnya muncul kontraksi otot secara berlebihan yang tidak dapat
dihindari  Kontraksi otot yang berlebihan menyebabkan penurunan
fungsi ligamen medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian
femoropatellar menyebabkan bentuk kelainan varus yaitu kerusakan
medial tibiofemoral, atau valgus yaitu kerusakan lateral tibiofemoral
Sebagian besar penderita OA lutut dengan obesitas terutama perempuan
menunjukkan deformitas varus pada lututnya, sebagai akibat dari
peningkatan joint reaction force pada kompartemen medial lutut yang
selanjutnya dapat mempercepat terjadinya proses degenerasi pada lutut
(Hunter & Sandra, 2009)

4. Bagaimana hubungan umur dengan keluhan yang dialami oleh pasien?


Semakin bertambahnya usia  terjadi deplesi tulang usia 65-75 tahun,
kehilangan tulang (bone loss) 0.5% per tahun.
Prevalensi OA lutut di Indonesia pada usia < 40 tahun mencapai 5%,
pada usia 40-60 tahun 30%, dan pada usia > 61 tahun 65%. (Depkes RI,
2016). Hasil di atas menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
prevalensi OA seiring dengan bertambahnya usia responden
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Pertambahan usia berpengaruh pada penurunan elastisitas sendi dan


menipisnya permukaan artikuler, penurunan ukuran dan agregasi matriks
proteoglikan serta kehilangan kekuatan peregangan matriks. Perubahan-
perubahan ini paling sering disebabkan oleh penurunan kemampuan
kondrosit untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan, seperti
kondrosit itu sendiri sehingga terjadi penurunan aktivitas sintesis dan
mitosis dan adanya tekanan dan gesekan secara terus menerus pada
sendi lutut. Keadaan ini mengakibatkan terkikisnya kartilago dan rentan
terjadi degenerasi (Arya & Jain, 2013).
5. Bagaimana hubungan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami oleh
pasien?
Wanita memiliki resiko OA lutut dua kali lipat dibanding pria. Wanita
 menopause dapat terjadi bone loss 3% per tahun.
Salah satu fungsi hormon estrogen adalah membantu sintesa kondrosit
dalam matriks tulang, dan jika estrogen menurun makan sintesa
kondrosit menurun, sehingga sintesa proteoglikan dan kolagen juga
menurun sedang aktifitas lisosom meningkat. Penurunan kadar esterogen
juga mempengaruhi densitas tulang, hal ini lah yang menyebabkan OA
banyak terjadi pada wanita (Reksoprodjo, 2005).

Anda mungkin juga menyukai