Anda di halaman 1dari 103

KELOMPOK 4

INFEKSI
1. ROBELINCE NAWIPA
2. TRISNA WINDESI
3. VINNA T.E YARISETOUW
4. NORTI Y ARONGGEAR
5. IMELDA ROSALIA ATKANA
Infeksi Bakteri
1. Streptokokus Grup A
 Dikenal sebagai streptococcus pyogenes yang yang
merupakan penyebab infeksi pada wanita hamil
 S. Pyogenes adalah bakteri tersering penyebab
faringitis akut yang berkaitan dengan infeksi
sistemik dan kulit
 Bakteri ini menghasilkan sejumlah toksin dan
enzim penyebab infeksi yang membuat penyakit ini
semakin parah
Manifestasi klinis
 Infeksi streptokokus grub A pasca partum yang
tersering adalah bakteremia
 Angka kematian infeksi grup A pascapartum 3-4%
 Faringitis streptokokus, scarlet fever, dan
erisipelas jarang mengancam nyawa
Terapi
 Wanita hamil dan wanita tidak hamil dengan
pemberian panisilin
 Terapi penisilin segera disertai debridement bedah
2. streptokokus Grup B (GBS)
 Dikenal sebagai stretococcus agalactiae yang
merupakan penyebab penting dalam morbiditas
dan mortalitas neonatus
 Hidup berkoloni pada daerah saluran cerna dan
saluran kemih pada 20- 30 % wanita hamil sebagai
sumber penularan perinatal
Manifestasi klinis
 Infeksi GBS timbul secara asimtomatik hingga septikemi
 Infeksi kurang dari 7 hari setelah lahir disebut sebagai penyakit awitan
dini
 S. Agalactiae menyebabkan ganguan pada akhir kehamilan, persalinan
kurang bulan,ketuban pecah dini, korioamnionitis klinis dan subklinis,
infeksi janin, dan neonatus, pielonefritis, matritis pascapartum pada ibu,
osteomielitis
 Pada neonatus septikemi menimbulkan tanda penyakit serius dalam 6-
12 jam setelah lahir
 Pada awitan lambat bermanifestasi sebagai meningitis dalam 1 minggu-
3 bulan setelah lahir akibat organisme serotipe III
 Angka kematian awitan lambat > awitan dini
Profilaksis
 Pemberian antimikroba intrapartum
Terapi
 Pemberian antimikroba berkaitan dengan
timbulnya reaksi alergi, seleksi galur GBS resisten,
munculnya patogen lain, dan dan resisten antibiotik
yang menyebabkan sepsis pada neonatus
 Penisilin sebagai lini pertama
 Jika alergi penisilin, dengan resiko anafilaksis
rendah diberikan sefazolin
 Resiko anafilaksis tinggi pemilihan antibiotik
bergantung pada hasil uji kerentanan GBS
Kehamilan dan CA-MRSA
 Saat ini, belum ada petunjuk penatalaksanaan berbasis
bukti. Contoh : tidak diketahui apakah para wanita
atau keluarga dekat mereka memerlukan dekolonisasi.
 Diperlukan surveilans yang cermat untuk memastikan
resolusi infeksi.
 Kekambuhan sering terjadi.
 Frekuensi penularan intrapartum belum diketahui, dan
belum ada rekomendasi mengenai profilaksis untuk
mencegah infeksi neonatus atau infeksi luka operasi.
Terapi
 Pada wanita yang terinfeksi (dibuktikan dengan
biakan) selama kehamilan, secara rutin di
tambahkan vankomisisn dosis tunggal ke
profilaksis β-laktam perioperatif untuk seksio
sesar dan perbaikan cidera perineum derajat-
empat.
 Menyusui tidak dilarang, tetapi harus menjaga
higiene dan memerhatikan adanya luka minor
dikulit.
Listeriosis
 Listeria monocytogenes adalah suatu penyebab
sepsis neonatus yang jarang tetapi mungkin kurang
terdiagnosis.
 Basil positif gram intrasel fakultatif ini dapat
diisolasi dari tinja 1-5% orang dewasa.
Etiologi
 Hampir semua kasus listeriosis diduga diperoleh melalui
makanan (sayuran mentah, kol untuk salad, fermentasi
apel, melon, susu, keju segar ala Meksiko, ikan asap, dan
makanan olahan misalnya flate, hummus, sosis, dan daging
iris.
 Pada tahun 2003, insiden keseluruhan listeria di Amerika
Serikat menurun menjadi 3,1 kasus per sejuta.
 Dalam suatu ulasan 222 kasus oleh Mulonakis dkk, infeksi
menyebabkan abortus atau lahir mati pada 20%, dan sepsis
neonatus terjadi pada 68% neonatus yang bertahan hidup.
 Infeksi listeria lebih sering terjadi pada orang
berusia sangat tua atau muda, wanita hamil, dan
pasien dengan gangguan imunitas.
 Salah satu hipotesis adalah bahwa wanita hamil
rentan karena menurunnya imunitas selular.
 Hipotesis lain adalah bahwa trofoblas plasenta
rentan terhadap L. monocytogenes.
Gambaran Klinis
 Selama kehamilan
 Asimtomatik atau demam yang mirip dengan
influenza, pielonefritis, atau meningitis.
 Diagnosis belum dapat dipastikan sampai biakan darah
dilaporkan positif.
 Infeksi samar atau klinis juga dapat merangsang persalinan.
 Cairan amnion yang kecoklatan atau tercemar mekonium
sering dijumpai pada infeksi janin, bahkan pada gestasi
kurang bulan.
 Listeremia ibu hamil menyebabkan infeksi janin
yang secara karakteristik menimbulkan lesi-lesi
granulomatosa generalisata disertai mikroabses.
 Korioamnionitis sering terjadi pada infeksi ibu
hamil, dan lesi di plasenta membentuk mikroabses
multipel yang berbatas tegas.
 Kedua jenis infeksi neonatus sangat mirip dengan
sepsis streptokokus grup B.
Terapi
 Belum ada vaksin untuk listeriosis.
 Ampisilin plus gentamisin karena sinergisme.
 Trimetoprim-sulfametoksazol dapat diberikan
kepada wanita yang alergi penisilin.
 Terapi ibu untuk infeksi pada janin.
 Wanita hamil perlu memasak makanan mereka
hingga matang, mencuci sayuran mentah, dan
menghindari makanan-makanan panular.
Salmonela dan Shigela
1. Salmonelosis
 Etiologi
 Infeksi oleh spesies Salmonella terus menjadi penyebab
utama penyakit yang ditularkan melalui makanan, meskipun
dalam dekade terakhir insidennya menurun secara
bermakna.
 Sebagian besar kasus di Amerika Serikat disebabkan oleh
enam serotipe, termasuk Salmonella subtipe typhimurium
dan enteritidis.
 Gastroenteritis Salmonella non-tifoid berjangkit melalui
makanan yang tercemar.
 Demam tifoid akibat Salmonella typhi masih
merupakan masalah kesehatan global, meskipun
jarang di Amerika Serikat.
 Penyakit ini menyebar melalui ingesti oral
makanan, air atau susu yang tercemar.
 Pada wanita hamil, penyakit ini lebih besar
kemungkinannya dijumpai selama epidemi atau
pada mereka yang terinfeksi HIV.
Gejala
 Diare
 Nyeri perut
 Demam
 Menggigil
 Mual dan muntah yang dimulai 12-72 jam setelah
pajanan.
Diagnosis
 Pemeriksaan tinja.
Terapi
 Kristaloid intravena diberikan untuk rehidrasi.
 Antimikroba tidak diberikan untuk infeksi non-komplikata karena obat
ini biasanya tidak mempersingkat waktu sakit dan memperlama
keadaan pembawa konvalesen.
 Antimikroba diberikan untuk Gastroenteritis disertai oleh penyulit
bakteremia.
 Fluorokuinolon adalah terapi yang paling manjur tetapi pasien juga
dapat diberi sefalosporin generasi ketiga IV atau azitromisin pada
wanita hamil, khususnya di daerah dengan resistensi kuinolon.
 Vaksin tifoid tampaknya tidak menimbulkan efek yang merugikan jika
diberikan kepada wanita hamil dan perlu diberikan jika terjadi epidemi
atau sebelum bepergian ke daerahn endemik.
2. Shigellosis
 Disenteri basilaris akibat Shigella pada orang
dewasa adalah diare eksudatif inflamatorik yang
relatif sering terjadi, sangat menular, dan sering
menyebabkan tinja berdarah.
 Lebih sering terjadi pada anak di tempat penitipan
dan ditularkan melalui rute feses-oral.
Manifestasi Klinis
 Diare ringan hingga disentri berat
 Kram perut
 Tenesmus
 Demam
 Toksisitas sistemik
 Dehidrasi perlu diperhatikan pada kasus yang
berat
Terapi
 Selama kehamilan
 Fluorokuinolon
 Seftriakson
 Azitromisin
 Trimetropromsulfametoksazol
Penyakit Hansen
 Dikenal sebagai lepra (kusta).
 Infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae.
 Plasenta tidak terkena, dan infeksi neonatus
tampaknya berjangkit dari kontak kulit ke kulit
atau droplet.
 Penularan vertikal sering terjadi pada ibu yang
tidak diobati.
Diagnosis
 PCR
Terapi
 Pengobatan multi obat dengan dapson, rifampisisn,
dan klofazimin (aman digunakan selama
kehamilan).
Penyakit Lyme
 Disebabkan oleh Borrelia burgdorferi merupakan penyakit yang
ditularkan vektor tersering dilaporkan di Amerika Serikat.
 Boreliosis Lyme terjadi setelah gigitan kutu (tick) dari genus lxodes.
 Infeksi dini menyebabkan lesi kulit khas, eritema migrans yang
disertai oleh gejala mirip flu dan adenopati regional.
 Jika tidak diobati, dalam beberapa hari sampai minggu infeksi akan
menyebar.
 Sering terjadi keterlibatan multisistem tetapi lesi kulit, artralgia dan
mialgia, karditis, dan meningitis umumnya mendominasi.
 Sebagian pasien asimtomatik, namun yang lain dalam fase kronik
memerlihatkan berbagai menifestasi kulit, sendi, atau neurologis.
Diagnosis Klinis
 Serologis memberi hasil positif hanya pada sekitar
separuh pasien dengan penyakit dini, sementara
sebagian besar pengidap penyakit Lyme tahap
lanjut yang tidak diobati memerlihatkan hasil
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISSA)
dan/atau Western blot yang positif.
 Meskipun penularan transplasenta pernah
dibuktikan, namun belum pernah dilaporkan secara
pasti efek kongenital boreliosis pada wanita hamil.
Terapi
 Untuk infeksi dini, dianjurkan terapi dengan doksisiklin,
amoksisilin, atau sefuroksim selama 14 hari, meskipun
doksisiklin biasanya dihindari selama kehamilan.
 Seftriakson, sefotaksim, atau penisilin G intravena diberikan
untuk infeksi dini berpenyulit yang mencakup meningitis atau
karditis.
 Artritis kronik dan sindrom pasca-penyakit Lyme diterapi
dengan regimen oral atau intravena, namun gejala kurang
berespons terhadap pengobatan.
 Terapi dini infeksi pada ibu dapat mencegah sebagian besar
gangguan terhadap hasil akhir kehamilan.
Pencegahan
 Pencegahan terbaik adalah menghindari daerah-daerah
tempat penyakit Lyme endemik dan peningkatan
pengendalian tick di daerah-daerah tersebut.
 Pemeriksaan diri sendiri disertai pengangkatan kutu
yang menggigit dalam 36 jam mengurangi risiko
infeksi.
 Untuk gigitan kutu yang diketahui dalam 72 jam,
doksisiklin oral 200 mg dosis tunggal dapat
mengurangi terjadinya penyakit Lyme.
INFEKSI
VIRUS
Virus varisela –zoster (VZV)
Virus herpes DNA rantai ganda ini terutama di
peroleh sewaktu masa kanak-kanak 95 % orang
dewasa memperlihatkan bukti serologis imunit as .
Infeksi primer –varisela atau cacara air (chicken pox)
ditularkan melalui kontak langsung dengan orang
yang terinfeksi .
Masa tunas adalah 10 sampai 21 hari, dan wanita non
imun memiliki risiko 60-95 % terinfe ksi setelah
terpajan
Kemudian menular sejak sehari sebelum munculnya
ruam hingga lesi mengalami krustasi
MANIFESTASI KLINIS
Infeksi varisela berawal sebagai gejala mirip flu yang
berlangsung 1 atau 2 hari, yang diikuti oleh lesi-lesi
vesikuler gatal yang mengalami krustasi dalam 3
sampai 7 hari
Herpes zoster, jika infeksi primer varisela tersebut
mengalami reaktivasi beberapa tahun kemudian,
timbulah herpes zoster atau shingles (cacar ular) .
DIAGNOSIS
varisela ibu biasanya didagnosis secara klinis. Virus
juga dapat diisolasi dengan mengerok dasar vesikel
selama infeksi primer dan melakukan apusan tzank,
biakan jarigan, atau uji antibodi fluoresen langsung .
varisela kongenital dapat didiagnosis dengan
menggunakan teknik ampifikasi asam nukleat pada
cairan amnion,meskipun hamil positif tidak
berkolerasi baik dengan terjadinya infeksi kongenital
INFEKSI VARISELA PADA JANIN
DAN NEONATUS
Pada wanita dengan cacar air selama paruh per tama
kehamilan, janin dapat mengalami sindrom varisela
kongenital, beberapa kelainan yang dapat timbul
adalah korioretinitis mikroftalmia, atrofi korteks
serebrum , hambatan pertumbuhan, hidronefrosis,
dan kelainan kulit atau kuku.
infeksi peripartum
pajanan varisela perinatal tepat sebelum atau sewaktu
pelahiran, dan karenanya sebelum antibodi ibu
terbentuk, menimbulkan ancaman serius bagi neonatus.
pada beberapa kasus, neonatus mengalami infeksi
susunan saraf pusat dan visera diseminata. karena itu,
globulin imun varisela –zoster perlu diberikan kepada
neonatus yang lahir dari ibu dengan gejala klinis
varisela 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah persalinan
PENATALAKSANAAN
pajanan ke virus
sebagian orang dewasa (95 %) seropositif VZV,
bahkan wanita hamil tanpa riwayat varisela yang
terpajan tetap perlu di periksa untuk serologi VZV.
INFEKSI
Wanita hamil yang didiagnosis menderita varisela primer perlu
diisolasi dari wanita hamil lainnya. pneumonia sering tidak
memperlihat kan banyak gejala sehingga perlu dipertimbangk an
foto thoraks
sebagian besar wanita hanya memerlukan cairan intravena dan
khususnya mereka yang
sebagian besar wanita hanya memerlukan cairan
intravena dan khususnya mereka yang mengidap
pneumonia perlu dirawat-inap
terapi asiklovir intravena diberikan dengan dosis 500
mg/m2 atau sampai 15 mg/kg setiap 8 jam
vaksinasi
dua dosis yang diberikan terpisah 4 sampai 8 minggu
dianjurkan untuk remaja dan dewasa tanpa riwayat
varisela
vaksin ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan
jangan diberikan kepada wanita yang mungkin hamil
dalam satu bulan setelah setiap pemberian dosis
vaksin
influenza
infeksi pernapasan ini disebabkan oleh anggota dari
familia orthomyxoviridiae. influenza A dan B
membentuk satu genus dari virus RNA ini,dan
keduanya menyebabkan epidemi pada manusia
TERAPI
saat ini terdapat dua kelas obat antivirus. menca kup
amantadin dan rimantadin,yang telah bertahun- tahun
digunakan sebagai obat dan kemoprofilaksis untuk
influenza A .
Kelas kedua obat anti-inlfuenza adalah inhibitor
neuraminidase yang sangat infektif untuk mengobati
infuenza A atau B dini.
Efek pada janin
Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A
menyebabkan malformasi kongenital, tetapi menurut
lynberg dkk,(1994) melaporkan peningkatan cacat
tabung saraf pada neonatus yang lahir dari wanita
dengan influenza pada awal kehamilannya yang
mungkin berkaitan dengan hiperterima
PENCEGAHAN
Vaksin inaktif mencegah penyakit klinis pada 70
sampai 90 persen orang dewasa sehat yang utama
Selain itu zaman dkk (2008) mendapatkan penurunan
angka influenza pada bayi hingga usia 6 buln yang
ibunya divaksinasi selama kehamilan
GONDONGAN
Infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai ini
disebabkan oleh suatu paramiksovirus RNA. Virus
terutama menginfeksi kelenjar liur dan karena itu
diberi nama mumps, yang dalam bahasa latin berarti
“meringis”.
Infeksi ini juga dapat mengenai gonad,meningen
,pankreas, dan organ lain.
Virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan
skresi saluran napas, liur, atau barang yang tercemar
Terapi bersifat simtomatik dan gondongan selama
kehamilan tidak lebih parah daripada orang dewasa
yang tidak hamil.
Efek pada janin
Wanita yang terjangkit gondongan pada trimester
pertama mungkin mengalami peningk tan risiko
abortus spontan. Infeksi pada kehamil an tidak
berkaitan dengan malformasi kongenital, infeksi pada
janin jarang terjadi
RUBEOLA (CAMPAK)
Infeksi ini sangat menular, dan jika campak menjadi
epidemik, wanita yang tidak divaksinasi
memperlihatkan peningkatan risiko mengalami
pneumonia dan diare berat disertai gangguan pada
ahkir kehamilan
Campak palig sering terjadi pada ahkir musim dingin
dan semi serta ditandai oleh demam, coryza,
konjungtivitis, dan batuk. Ruam khas-bercak koplik
timbul di wajah dan leher lalu menyebar ke
punggung, badan, dan ekstremitas
Efek pada janin
Jika seorang wanita terjangkit campak segera
sebelum melahirkan, terdapat risiko signifikan infeksi
yang serius pada neonatus, khususnya ne onatus
kurang bulan
RUBELA(CAMPAK JERMAN)
Pada pasien yang tidak hamil, togavirus RNA ini
biasanya menyebabkan infeksi ringan. Namun
,infeksi pada trimsester pertama berperan langsung
menyebabkan abortus dan malformasi kongenital
berat.
GAMBARAN KLINIS
Pada orang dewasa,rubela biasanya bermanifestasi
sebagai penyakit demam ringan disertai ruam
makulopapular generilisata yang dimulai di wajah
dan menyebar ke badan ekstremitas.
Gejala lain adalah atralgia atau
atritis,limfadenopati,kepala dan leher,dan
konjungtivitis
Sindrom rubela kongenital
Sindrom rubela kongenital mencakup satu atau lebih dari yang berikut :
 Cacat mata katarak dan glaukoma kongenital
 Penyakit jantung –duktus arteriosus paten dan stenosis arteri pulmonaris
 Tuli sensorineural-cacat tunggal tersering
 Cacat susunan saraf pusat-mikrosefalus, hambatan
perkembangan,retradasi mental,dan meningoensefalitis
 Retinopati pigmentasi
 Purpura neonatus
 Hepatospenomegali
 Penyakit tulang rasiolusen
Neonatus yang lahir dengan rubela kongenital dapat
mengelurakan virus selama berbulan-bulan dan
karena itu merupakan ancaman bagi bayi lain serta
orang dewasa yang rentan yang berkontak dengan
mereka
DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dibuat dari analisis tes serologis
PENATALAKSANAAN DAN
PENCEGAHAN
Untuk melenyapkan rubela dan mencegah sindrom
rubela kongenital , dianjurkan pendekatan
kompherensif untuk mengimunisasi populasi orang
dewasa.
Vaksinasi semua petugas rumah sakit yang rentan
yang mungkin terpanjan ke pasien dengan rubela atau
yang berkontak dengan wanita hamil penting
dilakukan
Virus Pernapasan
Lebih dari 200 virus pernapasan yang secara
antigenis berbeda dapat menyebabkan common cold,
faringitis, laringitis, bronkitis, dan pneumonia.
Rhinovirus, koronavirus, dan adenovirus adalah
penyebab utama common cold. Koronavirus dan
rhinovirus yang mengandung RNA biasanya
menyebabkan penyakit ringan yang ditandai oleh
rinorea, bersin, dan hidung tersumbat
Adenovirus yang mengandung DNA lebih besar
kemungkinannya menyebabkan batuk dan infeksi saluran
napas bawah, termasuk pneumonia.
Efek Janin

Infeksi adenovirus merupakan penyebab umum


miokarditis anak. Towbin dkk., (1994) serta Forsnes dkk.,
(1998) menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR)
untuk mengidentifikasi dan mengkaitkan adenovirus
dengan miokarditis janin dan hidrops non-imun.
Hantavirus
Virus RNA ini adalah anggota dari famili
Bunyaviridae. Virus-virus ini berkaitan dengan
reservoar hewan pengerat dan penularan terjadi
melalui inhalasi virus yang diekskresikan dalam urin
dan tinja hewan pengerat.
Hantavirus adalah sekelompok heterogen virus
dengan frekuensi penularan transplasenta yang
rendah dan bervariasi.
Namun, penularan vertikal terjadi secara inkonsisten
dalam kaitannya dengan demam berdarah disertai
sindrom ginjal yang disebabkan oleh spesies
Hantavirus lain, virus Hantaan.
Enterovirus
Merupakan subkelompok besar pikornavirus RNA
yang mencakup poliovirus, coxackievirus, dan
ekovirus. Virus-virus ini tropik untuk epitel usus
tetapi juga dapat menyebabkan infeksi ibu, janin, dan
neonatus yang luas dimana dapat mengenai susunan
saraf pusat, kulit, jantung, dan paru. Namun, sebagian
besar infeksi pada wanita hamil bersifat subklinis.
 Coxackievirus
Infeksi coxackievirus grup A dan grup B biasanya
asimtomatik. Infeksi simtomatik biasanya dengan
grup B mencakup meningitis aseptik, penyakit
tangan, kaki, dan mulut ruam, penyakit pernapasan,
pleuritis, perikarditis, dan miokarditis. Belum ada
terapi atau vaksinasi untuk virus ini.
Virus coxackie dapat ditularkan melalui sekresi ibu
ke janinnya saat persalinan pada hampir separuh
wanita yang mengalami serokonversi selama
kehamilan (Modlin, 1988)
Viremia coxackie dapat menyebabkan hepatitis, lesi
kulit, miokarditis, dan ensefalomielitis janin, yang
semuanya dapat mematikan.
 Poliovirus
Sebagian besar dari infeksi yang sangat menular tetapi
jarang bersifat subklinis atau ringan. Virus ini bersifat
trofik bagi susunan saraf pusat serta dapat menyebabkan
polimielitis paralitik.
Vaksin polio inaktif subkutis dianjurkan untuk wanita
hamil rentan yang harus bepergian ke daerah endemik atau
ditempatkan di situasi berisiko tinggi lainnya. Vaksin polio
hidup per oral tidak digunakan untuk vaksinasi massal
selama kehamilan tanpa efek merugikan bagi janin.
Parvovirus
Virus B19 adalah virus DNA rantai-tunggal
kecil yang cepat berproliferasi di sel-sel
misalnya prekusor eritroblas. Hal ini dapat
menyebabkan anemia yang merupakan efek
pertama pada kehamilan. Pada wanita dengan
anemia hemolitik berat, misalnya penyakit sel
sabit, infeksi parvovirus dapat menyebabkan
krisis anaplastik.
Cara utama penularan parvovirus adalah
kontak tangan ke mulut atau respiratorik, dan
infeksi umum terjadi pada musim semi.
Viremia terjadi 4-14 hari setelah terpajan.
Manifestasi Klinis

20-30% orang dewasa tidak menimbulkan gejala.


Mungkin timbul demam, nyeri kepala, dan gejala
mirip flu dalam beberapa hari terakhir fase viremia.
Pemulihan ditandai oleh produksi antibodi IgM. IgM
menetap 3-6 bulan. Setelah IgM mulai diproduksi,
antibodi IgG dapat terdeteksi dan menetap seumur
hidup dengan imunitas alami.
Infeksi Janin

Terjadi penularan vertikal ke janin sekitar


sepertiga inveksi parvovirus pada ibu hamil.
Periode kritis untuk infeksi ibu yang
menyebabkan hidrops janin diperkirakan antara
13-16 minggu, bersamaan dengan periode
tertinggi hemopoiesis hati janin.
Diagnosis

Diagnosis infeksi pada ibu umumnya dibuat


berdasarkan uji serologi untuk antibodi IgG dan IgM
spesifik. DNA virus mungkin terdeteksi dengan PCR
selama prodromal tetapi tidak setelah ruam timbul.
Infeksi janin dapat diketahui dengan mendeteksi
DNA virus dalam cairan amnion atau IgM parvovirus
serum janin dengan kordosentesis.
Penatalaksanaan

Pengambilan sampel darah janin dapat dilakukan pada


hidrops untuk menilai derajat anemia janin. Miokarditis
janin dapat memicu hidrops dengan anemia yang tidak
terlalu parah. Pada sebagian kasus, transfusi janin untuk
hidrops dapat memperbaiki hasil akhir. Sebagian besar
janin hanya memerlukan satu kali transfusi karena
hemopoiesis pulih setelah infeksi mereda.
Pencegahan

Saat ini belum ada vaksin untuk parvovirus B19


manusia yang telah disetujui dan tidak ada bukti
bahwa antivirus mencegah infeksi ibu atau janin.
Wanita hamil perlu diberi penyuluhan bahwa risiko
infeksi sekitar 5% untuk kontak biasa yang tak sering
dan 50% untuk interaksi erat dan sering misalnya di
rumah.
Sitomegalovirus
Sitomegalovirus (CMV) adalah infeksi
perinatal tersering di negara maju. Serupa
dengan infeksi virus herpes lainnya, setelah
menjadi primer CMV menjadi laten dan
terjadi pengkatifan berkala disertai pelepasan
virus.
Gambaran Klinis

Kehamilan tidak meningkatkan risiko atau keparahan


infeksi CMV pada ibu. Sebagian besar infeksi tidak
menimbulkan gejala, tetapi sekitar 15% orang dewasa yang
terinfeksi memperlihatkan sindrom mirip mononukleosis
infeksiosa yang ditandai oleh demam, faringitis,
limfadenopati, dan polioartritis. Wanita dengan gangguan
imunitas mungkin mengalami miokarditis, pneumonitis,
hepatitis, retinitis, gastroenteritis, atau meningoensefalitis.
Infeksi Kongenital

Infeksi CMV kongenital simtomatik adalah


suatu sindrom yang mungkin mencakup
hambatan pertumbuhan, mikrosefalus, kalsifikasi
intrakranium, retardasi mental dan motorik,
defisit sensorineural, splenomegali, ikterus,
anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik.
Diagnosis

Infeksiprimer didiagnosis oleh serokonversi


IgG spesifik CMV dalam serum akut yang
konvalesen yang diperiksa secara bersamaan.
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan cairan amnion
Penatalaksanaan dan Pencegahan

Penanganan wanita hamil imunokompeten dengan infeksi


CMV primer atau rekuren terbatas pada terapi simtomatik.
Jika dipastikan wanita hamil yang bersangkutan baru
menderita infeksi CMV primer, maka ditawarkan
pemeriksaan analisis cairan amnion.
Tidak tersedia vaksin CMV. Pencegahan infeksi neonatus
bergantung pada pencegahan infeksi primer pada ibu,
khususnya pada awal kehamilan.
Tindakan-tindakan dasar pencegahan
misalnya, higiene yang baik dan mencuci
tangan, khususnya bagi wanita yang memiliki
anak balita yang dititipkan ke tempat
penitipan anak.
INFEKSI JAMUR
 Merupakan Infeksi jamur diseminata berupa
pneumonitis
 Akibat dari koksidiomikosis, blastomikosis,
kriptokokosis, atau histoplasmosis selama
kehamilan.
INFEKSI BARU
 Penyakit infeksi yang terus meningkat dalam
waktu singkat yang disebut “emerging infections”
 Penyakit ini terbagi atas :

1. Severe acute respiratory syndrome (SARS)


2. Virus West Nile
3. Influenza A H1N1
1. Virus West Nile
 Infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
 Terjadi pada akhir musim panas atau melalui
transfusi darah
 Masa tunas 3 – 14 hari, berupa gejala ringan atau
asimtomatik
 Pada 27 minggu kehamilan infeksi janin oleh virus
menyebabkan lahirnya neonatus aterm dengan
korioretinitis dan leukomalasia pada lobus
oksipitalis dan temporal yang berat.
 gejala : -demam

-perubahan status mental


Diagnosis
 Berdasarkan
gejala klinis
 DeteksiIgG dan IgM dari virus West Nile dalam serum dan
IgM spesifik pada cairan serebrospinal.
Terapi
 Belum ada terapi antivirus yang efektif
 Penanganan bersifat suportif
 Pencegahan pajanan pada wanita hamil yaitu
pemakaian anti serangga yang mengandung N,N-
dietil-m-toluamid (DEET)
 Menghindari aktifitas di luar rumah
 Mengenakan baju protektif
2. Savere Acute Respiratory Syndrome
(SARS)
 Akibat koronavirus baru-SARS-CoV yang ditularkan
melalui percikan ludah, kontak erat dengan sekresi yang
terinfeksi, cairan, dan kotoran.
 Masa tunas 2-16 hari
 Gambaran klinis awal berupa pneumonia yang ditularkan
dalam masyarakat atau bepergian ke daerah yang
terjangkit
 SARS pada wanita hamil lebih berbahaya dengan angka
kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
tidak hamil
Gejala klinis
 Minggu pertama ditandai dengan gejala prodromal : -demam
- mialgia
- nyeri kepala
- diare
 Minggu ke 2 : - demam rekuren

- diare cair
- batuk kering non- produktif
- dispnea ringan
- peningkatan IgG
- penurunan jumlah virus
Perkembangan pada tahap ini disebabkan oleh respon imun pejamu yang berlebihan.

 Tahap ke 3 yaitu perkembangan menuju pada tahap sindrome distres pernapasan


akut sampai kematian
Terapi

 Pemberian antimikroba spektrum luas


 Pada kehamilan digunakan terapi oral dengan
klaritromisin + amoksisilin dan asam klavulanat
INFEKSI
PROTOZOA
 1. TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis gondii memiliki daur hidup kompleks dengan
tiga bentuk :
1) Suatu takizoit, yang menginvasi dan bereplikasi di dalam
sel selama infeksi.
2) Suatu bradizoit, yang membentuk kista di jaringan selama
infeksi laten.
3) Suatu sporozoit, yang ditemukan dalam ookista yang
tahan terhadap pengaruh lingkungan.
 Ditularkan melalui konsumsi daging mentah atau setengah
matang yang telah terinfeksi oleh kista jaringan atau melalui
kontak dengan ookista tinja kucing yang terinfeksi dalam air,
tanah, atau sampah yang tercemar.
GAMBARAN KLINIS
 Pada ibu :
Lesu, demam, nyeri otot, ruam makulopapular
dan limfadenopati serviks posterior.
 Pada neonatus :
Mengalami penyakit generalisata dengan berat
lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus, dan
anemia.
DIAGNOSIS
 Pada pranatal toksoplasmosis dilakukan dengan
menggunakan teknik amplifikasi PCR dan
evaluasi sonografik.
PENATALAKSANAAN
 Untuk infeksi ibu primer pada kehamilan tahap
lanjut dengan hasil pemeriksaan cairan amnion
negatif dianjurkan terapi presumtif dengan
pirimetamin dan sulfonamid.
 Pada pemeriksaan pranatal terdiagnosis adanya
infeksi janin, digunakan pirimetamin, sulfonamid,
dan asam folinat untuk melenyapkan parasit di
plasenta dan janin.
 PENCEGAHAN
Belum ada vaksin spesifik untuk toksoplasmosis.
 Infeksi kongenital dapat dicegah dengan:
1) Masak daging hingga suhu yang aman.
2) Mengupas atau mencuci bersih buah dan sayuran.
3) Membersihkan permukaan dan alat memasak yang
mengandung daging mentah, telur, makanan laut, atau
buah dan sayuran yang belum dicuci.
4) Menggunakan sarung tangan ketika membersihkan
kotoran kucing atau mendelegasikan tugas ini.
5) Menghindari memberi kucing makan daging mentah atau
setengah matang dan menjaga agar kucing tidak masuk ke
dalam rumah.
MALARIA
Terdapat 4 spesies malaria : Gejala klinis :
 Ovale
 Nyeri kepala
 Malariae
 Mialgia
 Vivax
 Falciparum
 Atralgia

- Malaise
Diagnosis

 Evaluasiapusan darah dengan mikroskop.


 Antigen – antigen spesifik
Efek pada Kehamilan
 Meningkatkan resiko abortus pada 2 trimester
terakhir dan pasca partum.
 Peningkatan angka lahir mati,
 Persalinan kurang bulan
 Hambatan pertumbuhan janin
Terapi
 Kinin plus klindamisin
 Kuinidin – glukonat (parenteral)
Profilaksis

 Pengunaan kelambu yang di beri insektisida,


piretroid.
 Penolak serangga yang mengandung DEET
 Kontrol dan pencegahan ketika berpergian atau
tinggal di daerah endemis.
 Sebagian orang yang terinfeksi oleh Entamoeba histolytica
3. AMEBIASIS
tidak memperlihatkan gejala.
 Disentri amuba memperlihatkan perjalanan penyakit yang
fulminan selama kehamilan, dengan demam, nyeri abdomen,
dan tinja berdarah.
 Diagnosis ditegakkan dengan sampel tinja.
 Terapi serupa dengan pasien tidak hamil.
 Metrinidazol adalah obat pilihan untuk kolitis amuba dan
penyakit invasifnya.
 Paromomisin untuk infeksi non-invasif.
 Prognosis memburuk jika terjadi penyulit abses hati, yang
mungkin serius.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai