Anda di halaman 1dari 31

0

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat :-
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Status : Sudah menikah
No. RM : 34.82.80
Masuk RS : 27 Maret 2018

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis tanggal 27 Maret 2018,
pukul 06.15.
Keluhan utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


3 jam SMRS, pasien mengeluh demam. Demam muncul dengan suhu begitu
tinggi serta terus menerus dan disertai nyeri kepala. Pasien juga
mengeluh BAB cair sebanyak 5 kali, perut terasa melilit disertai
mual dan muntah sebanyak 6 kali.
30 menit SMRS, pasien marah-marah tanpa sebab pada keluarganya. Ia
menjadi gelisah dan sering berteriak. Bicara pelo disangkal, wajah
merot disangkal. Pasien ingin ke kamar mandi untuk BAB. Pasien
berjalan sendiri ke kamar mandi, namun tiba-tiba ia terjatuh karena
lemas. Oleh keluarga, pasien dibawa ke RS. Kelemahan anggota
gerak (-), kejang (-).

1
Saat perjalanan ke RS, pasien diangkut oleh keluarga dengan menggunakan
mobil pribadi, pasien dalam keadaan gelisah. Kejang (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat sesak napas : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat keganasan : disangkal
- Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : diakui, adik pasien
- Riwayat batuk lama : disangkal
- Riwayat asma : disangkal

Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi :


Pasien jarang berolahraga, dan memiliki kebiasaan makan tidak
terkontrol. Biaya berobat menggunakan BPJS.

Anamnesis Sistem :
Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (+), muntah menyembur tiba-tiba (-),
penurunan kesadaran (+), kelemahan anggota gerak
(-), perubahan tingkah laku (+), wajah merot (-),
bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), BAB, BAK (+)
Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
nyeri dada (-)
Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), makan-minum (+), BAB
cair (+)
Sistem Muskuloskeletal: Kelemahan anggota gerak (-)
Sistem Integumen : Ruam merah (-)
Sistem Urogenital : BAK (+)

2
RESUME ANAMNESIS
3 jam SMRS, pasien mengeluh demam. Demam muncul dengan suhu
begitu tinggi serta terus menerus. Pasien juga BAB cair sebanyak 5 kali disertai
mual dan muntah sebanyak 6 kali. 30 menit SMRS, pasien marah-marah tanpa
sebab pada keluarganya. Ia menjadi gelisah dan sering berteriak. Bicara pelo
disangkal, wajah merot disangkal. Pasien ingin ke kamar mandi untuk BAB.
Pasien berjalan sendiri ke kamar mandi, namun tiba-tiba ia terjatuh karena
lemas. Oleh keluarga, pasien dibawa ke RS. Kelemahan anggota gerak (-),
kejang (-), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), BAB (+), BAK
(+).

III. DIAGNOSIS SEMENTARA


Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, diare, demam akut
Diagnosis Topis : Meningens dan parenkim otak
Diagnosis Etiologi : Infeksi, vaskuler
Diagnosis Tambahan : Infeksi gastrointestinal

3
DISKUSI 1
Berdasarkan alloanamnesa, keluarga pasien mengeluhkan pasien dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran adalah kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common
pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran
menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang
terdapat dibatang otak. ARAS merupakan suatu rangkaian atau network system
yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon
melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut
akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Secara garis besar penyebab penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi
3, yaitu :
1. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
Contoh : gangguan iskemik, gangguan metabolik, intoksikasi, infeksi
sistemis, hipertermia, dan epilepsi
2. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
Contoh : perdarahan subarakhnoid, radang selaput otak dan jaringan otak
(meningoencephalitis)
3. Penurunan kesadaran dengan kelainan fokal
Contoh : tumor otak, perdarahan otak, infark otak, dan abses otak

Berdasarkan gejala kemungkinan penurunan kesadaran yang dialami


oleh pasien saat ini disebabkan karena meningoensefalitis karena tanpa adanya
lateralisasi dan ditemukan adanya demam yang menandakan adanya suatu reaksi
infeksi
Meningoensefalitis adalah merupakan proses inflamasi pada parenkim
otak dan selaput otak. Hal ini dapat menimbulkan disfungsi neuropsikologis
difus dan/atau fokal yang menyebabkan gangguan pada ARAS sehingga

4
mengakibatkan penurunan kesadaran. Nyeri kepala yang disebabkan karena
rangsangan terhadap nosiseptor nyeri di kepala.

5
MENINGOENCEPHALITIS
A. Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan
otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan
otak.

B. Epidemiologi
Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis
bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-
negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis
virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering
terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi,
yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah
mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari
satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”. Epidemik biasanya terjadi
dalam musim kering (Desember sampai Juni), dan gelombang epidemik bisa
berlangsung dua atau tiga tahun, mereda selama musim hujan. Angka
serangan dari 100–800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini yang
kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini sebagian besar
disebabkan oleh meningokokus. Epidemik terbesar yang pernah tercatat
dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 1996–1997, yang
menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.
Epidemik penyakit meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana
orang tinggal bersama untuk pertama kalinya, seperti barak tentara selama
mobilisasi, kampus perguruan tinggi[1] dan ziarah Haji tahunan. Walaupun
pola siklus epidemik di Afrika tidak dipahami dengan baik, beberapa faktor
sudah dikaitkan dengan perkembangan epidemik di daerah sabuk meningits.
Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis (kerentanan kekebalan tubuh
penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan perpindahan penduduk dalam

6
jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk yang terlalu padat dan
kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan dan badai debu),
dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).
Ada perbedaan signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus
meningitis bakterial. Contohnya, N. meningitides grup B dan C menyebabkan
kebanyakan penyakit di Eropa, sedangkan grup A ditemukan di Asia dan
selalu menonjol di Afrika, di mana bakteri ini menyebabkan kebanyakan
epidemik besar di daerah sabuk meningitis, yaitu sekitar 80% hingga 85%
kasus meningitis meningokokus yang didokumentasikan.

C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus
yang jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada
meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan
gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain
(lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak,
abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID,
immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum
ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang
menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang
menyebabkan sepsis neonatus.

7
Tabel 1.1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan Bakteri yang paling Bakteri yang jarang
usia sering menyebabkan menyebabkan meningitis
meningitis

Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureus

Escherichia coli Coagulase-negative staphylococci

Klebsiella Enterococcus faecalis

Enterobacter Citrobacter diversus

Salmonella

Listeria monocytogenes

Pseudomonas aeruginosa

Haemophilus influenzae types a, b,


c, d, e, f, dan nontypable

>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type b

Neisseria meningitides Group A streptococci

Gram-negatif bacilli

L. monocytogenes

Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus


golongan enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses,
echovirus dan pada pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan
enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California vencephalitis
viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan
meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis
yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus
mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang
tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan
meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch

8
virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri,
Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang
biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi
encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection.
Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat
menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau
terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu
dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent
immune-mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula
pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.

Tabel 1.2. Virus penyebab meningitis


Akut Subakut

Adenoviruses HIV

1. Amerika utara JC virus


 Eastern equine
Prion-associated encephalopathies
encephalitis
 Western equine (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

encephalitis
 St. Louis encephalitis
 California encephalitis
 West Nile encephalitis
 Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
 Venezuelan equine
encephalitis
 Japanese encephalitis
 Tick-borne
encephalitis
 Murray Valley
encephalitis
Enteroviruses

9
Herpesviruses

 Herpes simplex
viruses
 Epstein-Barr virus
 Varicella-zoster virus
 Human herpesvirus-6
 Human herpesvirus-7
HIV

Influenza viruses

Lymphocytic choriomeningitis virus

Measles virus (native atau vaccine)

Mumps virus (native atau vaccine)

Virus rabies

Virus rubella

Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut.


Encephalitis juga dapat merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan
metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab yang paling sering
menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan arbovirus (St. Louis,
LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses), enterovirus, dan
herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan dewasa
dan dapat berupa acute febrile illness.

D. Patofisiologi
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini
berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam
lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran
dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti
(sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti
N.Meningitidis, S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida

10
yang memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa
reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat
penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh
darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses
opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase
bakterial dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan
serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik
dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya
antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang
dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat
patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram
negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut
dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari
mediator dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin
(tumor necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor,
nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini
menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi,
neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis
bacterial mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya
agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya
mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan
neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap
infeksi, agen anti-inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas meningitis bakteri. Hanya
deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada
sebagian besar infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1

11
tahun. Enterovirus adalah agen penyebab paling umum dan merupakan
penyebab penyakit demam tersering pada anak. Patogen virus lainnya
termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus.
Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat
selama tahun tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur.
Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih
rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis viral
mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial
meningkat.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat.
Penyakit ini adalah suatu peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat
agen virus yang bertanggung jawab sebagai promotor. Masuknya virus terjadi
melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis yang sering terjadi adalah
ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang terinfeksi
virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus.
Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La
Crosse virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali,
penyebab ensefalitis ini menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama.
Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium. Namun,
manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan
rabies adalah dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui
kontak langsung dan gigitan mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes,
terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi intraneuronal sehingga
menyebabkan ensefalitis.

E. Gejala Klinis
Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Fotofobi

12
4. Kaku kuduk
5. Demam
6. Kesadaran menurun
7. Kejang

F. Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien
dengan meningoencephalitis antaralain:
1. Kesadaran menurun
2. Panas
3. Tanda-tanda kaku kuduk dengan tanda kernig dan Brudzinsky positif
4. Pada anak : adanya fontanella mencembung
5. Bisa dengan parese nervi kranialis
6. Hemiparesis
7. Adanya rash, kemungkinan karena bakteri atau virus
8. Fotofobia
9. Dapat disertai defisit neurologis

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada meningoencephalitis
antaralain:
1. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas LCS
Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa
gangguan sistem saraf pusat dipaparkan pada tabel 1.3.

Tabel 1.3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal


pada beberapa gangguan sistem saraf pusat

Kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein Glukosa ketera


(mg/dL) (mg/dL) ngan

Normal 50-180 <4; 60-70% 20-45 >50 atau 75%


mm H2O limfosit, glukosa darah

30-40%
monosit,

1-3% neutrofil

Meningitis Biasanya 100-60,000 +; 100-500 Terdepresi Organi

13
bakterial akut meningkat biasanya apabila sme
beberapa ribu; dibandingkan dapat
PMNs dengan dilihat
mendominasi glukosa pada
darah; Gram
biasanya <40 stain
dan
kultur

Meningitis Normal 1-10,000; >100 Terdepresi Organi


bakterial yang atau didominasi atau normal sme
sedang meningkat PMNs tetapi normal
menjalani mononuklear dapat
pengobatan sel biasa dilihat;
mungkin pretreat
mendominasi ment
dapat
Apabila
menye
pengobatan
babkan
sebelumnya
CSF
telah lama
steril
dilakukan

Tuberculous Biasanya 10-500; PMNs 100-500; <50 usual; Bakteri


meningitis meningkat mendominasi lebih menurun tahan
: dapat pada awalnya tinggi khususnya asam
sedikit namun khususnya apabila mungki
meningkat kemudian saat pengobatan n dapat
karena limfosit dan terjadi tidak adekuat terlihat
bendunga monosit blok pada
n cairan mendominasi cairan pemeri
serebrospi pada akhirnya serebrospi ksaan
nal pada nal usap
tahap CSF;

14
tertentu

Fungal Biasanya 25-500; PMNs 20-500 <50; Buddin


meningkat mendominasi menurun g yeast
pada awalnya khususnya dapat
namun apabila terlihat
kemudian pengobatan
monosit tidak adekuat
mendominasi
pada akhirnya

Viral meningitis Normal PMNs 20-100 Secara umum


atau atau mendominasi normal; dapat
meningoencefali meningkat pada awalnya terdepresi
tis tajam namun hingga 40
kemudian pada beberapa
monosit infeksi virus
mendominasi (15-20% dari
pada akhirnya ; mumps)
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine

Abses (infeksi Normal 0-100 PMNs 20-200 Normal Profil


parameningeal) atau kecuali pecah mungki
meningkat menjadi CSF n
normal

2. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas darah


3. Head CT-Scan
4. Pemeriksaan CRP

15
H. Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur.
Pada orang dewasa, Benzylpenicillin G dengan dosis 1-2 juta unit diberikan
secara intravena setiap 2 jam. Pada anak dengan berat badan 10-20 kg.
Diberikan 8 juta unit/ hari, anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
diberikan 4 juta unit/ hari.Ampicillin dapat ditambahkan dengan dosis 300-
400mg/ KgBB/ hari untuk dewasa dan 100-200 mg/ KgBB/ untuk anak-anak.
Untuk pasien yang alergi terhadap penicillin, dapat diberikan sampai 5 hari
bebas panas.

I. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak : Makin muda makin bagus prognosisnya
Dewasa : Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. Penyakit yang menjadi faktor predisposisi.

Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh


sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf
secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang

16
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 Maret 2017, pukul 09.30 WITA.
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
GCS : E4MxV3

Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x /menit, irama regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 39,5 0 C aksiler

Status Gizi : kesan baik

Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (+)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
Pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, tampak ictus
cordis.
Cor :
Inspeksi : Tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi :
- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung: ICS V Linea midclavicularis sinistra
- Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)

17
Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi Simetris statis & dinamis, Simetris statis & dinamis,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang
paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru: suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (+) wheezing (-), ronki (+)

Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Hepar & lien tak teraba

Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)

Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : -
Cara berjalan : Tidak bisa dinilai

Pemeriksaan Saraf Kranial


Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tidak dapat Tidak dapat
dilakukan (TDL) dilakukan (TDL)
N. II. Optikus Daya penglihatan TDL TDL
Pengenalan warna TDL TDL

18
Lapang pandang TDL TDL
N. III. Ptosis TDL TDL
Gerakan mata ke medial TDL TDL
Okulomotor
Gerakan mata ke atas TDL TDL
Gerakan mata ke bawah TDL TDL
Ukuran pupil 2 mm 2mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen TDL TDL
Gerakan mata ke lat-bwh TDL TDL
Strabismus konvergen TDL TDL
N. V. Trigeminus Menggigit TDL TDL
Membuka mulut TDL TDL
Sensibilitas muka TDL TDL
Refleks kornea SDN (Sulit dinilai) SDN (Sulit dinilai)
Trismus TDL TDL
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral TDL TDL
Strabismus konvergen TDL TDL
N. VII. Fasialis Kedipan mata TDL TDL
Lipatan nasolabial Simetris
Sudut mulut Simetris
Mengerutkan dahi TDL TDL
Menutup mata TDL TDL
Meringis TDL TDL
Menggembungkan pipi TDL TDL
Daya kecap lidah 2/3 ant TDL
N. VIII. Mendengar suara bisik TDL TDL
Mendengar bunyi arloji TDL TDL
Vestibulokoklearis
Tes Rinne TDL TDL
Tes Schwabach TDL TDL
Tes Weber TDL TDL
N. IX. Arkus faring TDL TDL
Daya kecap lidah 1/3 post TDL
Glosofaringeus
Refleks muntah TDL
Sengau TDL
Tersedak TDL
N. X. Vagus Denyut nadi 80 x/menit
Arkus faring TDL TDL
Bersuara TDL
Menelan TDL
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala TDL TDL
Sikap bahu TDL TDL
Mengangkat bahu TDL TDL
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
Sikap lidah TDL

19
N. XII. Artikulasi TDL
Tremor lidah TDL
Hipoglossus
Menjulurkan lidah TDL TDL
Trofi otot lidah TDL
Fasikulasi lidah TDL

20
Pemeriksaan Motorik

SDN SDN SDN SDN SDN SDN Eu Eu


G K Tn Tr
SDN SDN SDN SDN SDN SDN Eu Eu

+ + - - -
RF RP Cl
+ + - - -

Pemeriksaan Sensibilitas : tidak dilakukan


Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :
- Vasomotorik : baik
- Sudomotorik : baik
- Miksi : inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)
- Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)

Pemeriksaan Koordinasi Langkah Dan Keseimbangan : tidak dilakukan


Pemeriksaan Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : (+)
Kernig sign : (-)
Brudzinsky I : (+)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (+)

Pemeriksaan Rangsang Radikuler : tidak dilakukan

21
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Tanggal 27 Maret 2018, 06.30
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 14,6 13,2 - 17,3 g/dl
Leukosit 12,79 3,8-10,5 ribu
Eritrosit 4,69 4,5-5,8 juta
Hematokrit 42,6 37-47 %
Trombosit 176 150-400 ribu
MCV 91 82-95 fL
MCH 31,1 >27 pg
MCHC 33,8 32-37 g/dl
RDW 13,0 10-15 %
MPV 7,4 7-11 mikro m3
Limfosit 0,67 1,0-4,5 103/mikro m3
Monosit 0,44 0,2-1,0 103/mikro m3
Eusinofil 0,0 0,04-0,8 103/mikro m3
Basofil 0,0 0,02 103/mikro m3
Neutrofil 11,3 1,8-7,5 103/mikro m3
Limfosit% 5,3 25 - 40 %
Monosit% 0,5 2-8 %
Eusinofil% 0,1 2-4 %
Basofil% 0,2 0-1 %
Neutrofil% 93,9 50- 70 %
PCT 0,136 0,2 - 0,5 %
PDW 11,1 10 - 18 %
GDS 199 74 - 106 mg/dL
SGOT 21 0 - 50 U/L
SGPT 28 0 - 50 IU/L
BUN 13 6 - 21 mg/dL
Kreatinin 1,3 0,62 - 1,2 mg/dL
Natrium 134 135 – 150 mmol/l
Kalium 3,8 3,5 – 5,0 mmol/l
Clorida 105 95 - 110 mmol/l

b. Analisa CSF tanggal 2 April 2018, 10.00

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Volume 5,6 >3,5 mL
Polimorfonuklear 80 %
Mononuklear 20 %
Bentuk eritrosit Normal
Jumlah sel leu 9622 0-20 Sel/mm3
Glukosa 4 40 – 70 mg/dl
Nonne Positif Negatif

22
Pandy Positif Negatif
Rivalta Negatif Negatif
Protein total 0,6 <4,5 g/dl

VI. DIAGNOSIS AKHIR


Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran
Diagnosis Topis : Meningens dan parenkim otak
Diagnosis Etiologi : Meningoencephalitis
Diagnosis Tambahan : Gastroenteritis Akut

DISKUSI 2
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4MxVx (delirium)
yang menunjukkan penurunan kesadaran. Tanda vital pasien, tekanan darah
120/80, suhu 39,5oC menunjukkan keadaan demam, yang tidak turun dengan
terapi paracetamol yang diberikan.
Pemeriksaan status neurologis pada pasien ditemukan penurunan
kesadaran pasien hinnga delirium. Pada pemeriksaan saraf kranial, yang
beberapa poin tidak dapat diperiksa karena kesadaran pasien yang menurun,
tidak dijumpai kelainan. Hal ini menunjukkan kemungkinan tidak adanya lesi
pada jaras Nervi kranialis I hingga XII. Pemeriksaan fungsi motorik ditemukan
reflek fisiologis positif di 4 ekstremitas dan refleks patologis serta klonus tidak
ditemukan. Ini menandakan jaras motorik UMN maupun LMN bebas dari lesi
(kelumpuhan). Pemeriksaan fungsi vegetatif normal, menunjukkan fungsi
otonom simpatis parasimpatis yang diatur nervus kraniosacral dan
thoracolumbal berfungsi dengan baik. Pemeriksaan rangsang meningeal berupa
pemeriksaan kaku kuduk, Brudzinsky I, dan Brudzinsky IV positif, yang
menunjukkan adanya iritasi pada meningens.
Pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penurunan kesadaran tanpa lateralisasi lainnya. Ditemukan
leukosit meningkat, dan shift-to-the-left yang menunjukkan infeksi, terutama
mengarah ke infeksi bakteri.
Pada kasus ini diusulkan pemeriksaan Head CT Scan dan kultur, serta tes
sensitifitas CSF. Kultur digunakan untuk mengetahui secara pasti
mikroorganisme penyebab infeksi. Tes sensitifitas dilakukan untuk mengetahui

23
terapi antibiotik spesifik pada mikroorganisme penyebab infeksi. CT scan
dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan struktural di otak dan untuk
menyingkirkan diagnosa lainnya.
Semua hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
mendukung diagnosis meningoensefalitis. Namun untuk kepentingan diagnosis
etiologis pasti dan terapi yang sesuai, diperlukan pemeriksaan penunjang kultur,
dan tes sensitivitas yang diperoleh dari punksi lumbal.

PLANNING :
Usulan Pemeriksaan penunjang :
1. Head CT-Scan
2. Kultur, dan tes sensitifitas LCS  Lumbal punksi

VI. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologis:
a. IVFD RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
c. Drip pantoprazole 1 vial dalam NaCl 0,9% 100cc 1x1 hari
d. Inj. Ondancetron 2 x 4 mg IV
e. Inj. Omeprazole 1 vial
f. Paracetamol flash kp

2. Terapi Non-farmakologis:
a. Bed rest
b. Konsul dokter spesialis saraf

3. Monitoring
- Keadaan umum
- Tanda vital
- GCS
- Defisit neurologis
- Monitoring hasil pemeriksaan penunjang
4. Edukasi
- Menjelaskan penyakit kepada keluarga pasien, meliputi definisi,
etiologi, gejala, dan terapi
- Motivasi keluarga tentang prognosis pasien

VII. PROGNOSIS
1. Death : dubia
2. Disease : dubia
3. Disability : dubia
4. Discomfort : dubia
5. Dissatisfaction : dubia

24
6. Distitution : dubia

VIII. FOLLOW UP
1. 27 Maret 2018 08.00
S : Demam, gelisah, muntah, mencret
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4MxVx
TD : 120/80 mmHg RR : 22 x/menit
N : 80 x/menit S : 38,8oC
A : obs febris + obs penurunan kesadaran + GEA
P :
a. IVFD RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
c. Drip pantoprazole 1 vial dalam NaCl 0,9% 100cc 1x1 hari
d. Inj. Ondancetron 2 x 4 mg IV
e. Inj. Omeprazole 1 vial
f. Paracetamol flash kp
g. Konsul spesialis saraf

2. 27 Maret 2018 09.30


S : Demam, gelisah, nyeri kepala
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4MxVx
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit S : 39,5oC
TRM :
Kaku kuduk : (+)
Kernig sign : (-)
Brudzinsky I : (+)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV: (+)
A : Susp. Meningitis + GEA
P :
a. Inj. Cefoperazone 2 x 2 gr
b. Inj. Lodomer ½ amp

25
c. Inj. Dexamethason 3 x 1
d. Paracetamol 3 x1 kp
e. Head CT-Scan
f. None-pandy

3. 28 Maret 2018 10.30


S :-
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4M6V5
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit S : 36,8oC
A : Susp. Meningitis + GEA
P :
a. Inj. Cefoperazone 2 x 2 gr
b. Inj. Dexamethason 3 x 1
c. Paracetamol 3 x1 kp

4. 29 Maret 2018
S :-
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4M6V5
TD : 110/80 mmHg RR : 22 x/menit
N : 80 x/menit S : 36,8oC
A : Susp. Meningitis + GEA
P :
a. Inj. Cefoperazone 2 x 2 gr
b. Inj. Dexamethason 3 x 1
c. Paracetamol 3 x1 kp

5. 30 Maret 2018
S :-
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4M6V5
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit S : 36,6oC

26
A : Susp. Meningitis + GEA
P :
a. Inj. Cefoperazone 2 x 2 gr
b. Inj. Dexamethason 3 x 1
c. Paracetamol 3 x1 kp

27
28
29
DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed


80. FK USU. Hal 85-87.
2. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam
Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. h.1-7. 2005.
3. UGM Press. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
4. Lindsay, KW dan Bone I. Coma and Impaired Conscious Level dalam
Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone, UK. h-81.
1997.
5. Greenberg, MS. Coma dalam Handbook of Neurosurgery. 5th Thieme.
NY. Hal 119-123. 2001.
6. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta;
2009.
7. Sustrani, Lanny, Syamsir Alam, Iwan hadibroto. Stroke. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 2003
8. Lazoff M, Hemphill RR, Pritz T. Encephalitis. (Online).
http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview, diakses 5 mei
2015.
9. Tunkel AR et al. The Management of Encephalitis: Clinical Practice
Guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Clinical
Infectious Diseases. 47:303–27. 2008
10. Price S.A., Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta; 1995.

30

Anda mungkin juga menyukai