BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat :-
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Status : Sudah menikah
No. RM : 34.82.80
Masuk RS : 27 Maret 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis tanggal 27 Maret 2018,
pukul 06.15.
Keluhan utama : Demam
1
Saat perjalanan ke RS, pasien diangkut oleh keluarga dengan menggunakan
mobil pribadi, pasien dalam keadaan gelisah. Kejang (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat sesak napas : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat keganasan : disangkal
- Riwayat batuk lama : disangkal
Anamnesis Sistem :
Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (+), muntah menyembur tiba-tiba (-),
penurunan kesadaran (+), kelemahan anggota gerak
(-), perubahan tingkah laku (+), wajah merot (-),
bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), BAB, BAK (+)
Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
nyeri dada (-)
Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), makan-minum (+), BAB
cair (+)
Sistem Muskuloskeletal: Kelemahan anggota gerak (-)
Sistem Integumen : Ruam merah (-)
Sistem Urogenital : BAK (+)
2
RESUME ANAMNESIS
3 jam SMRS, pasien mengeluh demam. Demam muncul dengan suhu
begitu tinggi serta terus menerus. Pasien juga BAB cair sebanyak 5 kali disertai
mual dan muntah sebanyak 6 kali. 30 menit SMRS, pasien marah-marah tanpa
sebab pada keluarganya. Ia menjadi gelisah dan sering berteriak. Bicara pelo
disangkal, wajah merot disangkal. Pasien ingin ke kamar mandi untuk BAB.
Pasien berjalan sendiri ke kamar mandi, namun tiba-tiba ia terjatuh karena
lemas. Oleh keluarga, pasien dibawa ke RS. Kelemahan anggota gerak (-),
kejang (-), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), BAB (+), BAK
(+).
3
DISKUSI 1
Berdasarkan alloanamnesa, keluarga pasien mengeluhkan pasien dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran adalah kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common
pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran
menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang
terdapat dibatang otak. ARAS merupakan suatu rangkaian atau network system
yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon
melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut
akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Secara garis besar penyebab penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi
3, yaitu :
1. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
Contoh : gangguan iskemik, gangguan metabolik, intoksikasi, infeksi
sistemis, hipertermia, dan epilepsi
2. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
Contoh : perdarahan subarakhnoid, radang selaput otak dan jaringan otak
(meningoencephalitis)
3. Penurunan kesadaran dengan kelainan fokal
Contoh : tumor otak, perdarahan otak, infark otak, dan abses otak
4
mengakibatkan penurunan kesadaran. Nyeri kepala yang disebabkan karena
rangsangan terhadap nosiseptor nyeri di kepala.
5
MENINGOENCEPHALITIS
A. Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan
otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan
otak.
B. Epidemiologi
Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis
bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-
negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis
virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering
terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi,
yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah
mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari
satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”. Epidemik biasanya terjadi
dalam musim kering (Desember sampai Juni), dan gelombang epidemik bisa
berlangsung dua atau tiga tahun, mereda selama musim hujan. Angka
serangan dari 100–800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini yang
kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini sebagian besar
disebabkan oleh meningokokus. Epidemik terbesar yang pernah tercatat
dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 1996–1997, yang
menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.
Epidemik penyakit meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana
orang tinggal bersama untuk pertama kalinya, seperti barak tentara selama
mobilisasi, kampus perguruan tinggi[1] dan ziarah Haji tahunan. Walaupun
pola siklus epidemik di Afrika tidak dipahami dengan baik, beberapa faktor
sudah dikaitkan dengan perkembangan epidemik di daerah sabuk meningits.
Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis (kerentanan kekebalan tubuh
penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan perpindahan penduduk dalam
6
jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk yang terlalu padat dan
kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan dan badai debu),
dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).
Ada perbedaan signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus
meningitis bakterial. Contohnya, N. meningitides grup B dan C menyebabkan
kebanyakan penyakit di Eropa, sedangkan grup A ditemukan di Asia dan
selalu menonjol di Afrika, di mana bakteri ini menyebabkan kebanyakan
epidemik besar di daerah sabuk meningitis, yaitu sekitar 80% hingga 85%
kasus meningitis meningokokus yang didokumentasikan.
C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus
yang jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada
meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan
gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain
(lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak,
abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID,
immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum
ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang
menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang
menyebabkan sepsis neonatus.
7
Tabel 1.1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan Bakteri yang paling Bakteri yang jarang
usia sering menyebabkan menyebabkan meningitis
meningitis
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
8
virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri,
Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang
biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi
encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection.
Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat
menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau
terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu
dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent
immune-mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula
pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Adenoviruses HIV
encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne
encephalitis
Murray Valley
encephalitis
Enteroviruses
9
Herpesviruses
Herpes simplex
viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Virus rabies
Virus rubella
D. Patofisiologi
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini
berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam
lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran
dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti
(sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti
N.Meningitidis, S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida
10
yang memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa
reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat
penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh
darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses
opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase
bakterial dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan
serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik
dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya
antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang
dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat
patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram
negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut
dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari
mediator dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin
(tumor necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor,
nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini
menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi,
neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis
bacterial mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya
agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya
mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan
neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap
infeksi, agen anti-inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas meningitis bakteri. Hanya
deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada
sebagian besar infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1
11
tahun. Enterovirus adalah agen penyebab paling umum dan merupakan
penyebab penyakit demam tersering pada anak. Patogen virus lainnya
termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus.
Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat
selama tahun tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur.
Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih
rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis viral
mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial
meningkat.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat.
Penyakit ini adalah suatu peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat
agen virus yang bertanggung jawab sebagai promotor. Masuknya virus terjadi
melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis yang sering terjadi adalah
ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang terinfeksi
virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus.
Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La
Crosse virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali,
penyebab ensefalitis ini menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama.
Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium. Namun,
manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan
rabies adalah dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui
kontak langsung dan gigitan mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes,
terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi intraneuronal sehingga
menyebabkan ensefalitis.
E. Gejala Klinis
Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Fotofobi
12
4. Kaku kuduk
5. Demam
6. Kesadaran menurun
7. Kejang
F. Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien
dengan meningoencephalitis antaralain:
1. Kesadaran menurun
2. Panas
3. Tanda-tanda kaku kuduk dengan tanda kernig dan Brudzinsky positif
4. Pada anak : adanya fontanella mencembung
5. Bisa dengan parese nervi kranialis
6. Hemiparesis
7. Adanya rash, kemungkinan karena bakteri atau virus
8. Fotofobia
9. Dapat disertai defisit neurologis
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada meningoencephalitis
antaralain:
1. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas LCS
Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa
gangguan sistem saraf pusat dipaparkan pada tabel 1.3.
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
13
bakterial akut meningkat biasanya apabila sme
beberapa ribu; dibandingkan dapat
PMNs dengan dilihat
mendominasi glukosa pada
darah; Gram
biasanya <40 stain
dan
kultur
14
tertentu
15
H. Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur.
Pada orang dewasa, Benzylpenicillin G dengan dosis 1-2 juta unit diberikan
secara intravena setiap 2 jam. Pada anak dengan berat badan 10-20 kg.
Diberikan 8 juta unit/ hari, anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
diberikan 4 juta unit/ hari.Ampicillin dapat ditambahkan dengan dosis 300-
400mg/ KgBB/ hari untuk dewasa dan 100-200 mg/ KgBB/ untuk anak-anak.
Untuk pasien yang alergi terhadap penicillin, dapat diberikan sampai 5 hari
bebas panas.
I. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak : Makin muda makin bagus prognosisnya
Dewasa : Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. Penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
16
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 Maret 2017, pukul 09.30 WITA.
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
GCS : E4MxV3
Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x /menit, irama regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 39,5 0 C aksiler
Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (+)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
Pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, tampak ictus
cordis.
Cor :
Inspeksi : Tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi :
- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung: ICS V Linea midclavicularis sinistra
- Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
17
Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi Simetris statis & dinamis, Simetris statis & dinamis,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang
paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru: suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (+) wheezing (-), ronki (+)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Hepar & lien tak teraba
Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : -
Cara berjalan : Tidak bisa dinilai
18
Lapang pandang TDL TDL
N. III. Ptosis TDL TDL
Gerakan mata ke medial TDL TDL
Okulomotor
Gerakan mata ke atas TDL TDL
Gerakan mata ke bawah TDL TDL
Ukuran pupil 2 mm 2mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen TDL TDL
Gerakan mata ke lat-bwh TDL TDL
Strabismus konvergen TDL TDL
N. V. Trigeminus Menggigit TDL TDL
Membuka mulut TDL TDL
Sensibilitas muka TDL TDL
Refleks kornea SDN (Sulit dinilai) SDN (Sulit dinilai)
Trismus TDL TDL
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral TDL TDL
Strabismus konvergen TDL TDL
N. VII. Fasialis Kedipan mata TDL TDL
Lipatan nasolabial Simetris
Sudut mulut Simetris
Mengerutkan dahi TDL TDL
Menutup mata TDL TDL
Meringis TDL TDL
Menggembungkan pipi TDL TDL
Daya kecap lidah 2/3 ant TDL
N. VIII. Mendengar suara bisik TDL TDL
Mendengar bunyi arloji TDL TDL
Vestibulokoklearis
Tes Rinne TDL TDL
Tes Schwabach TDL TDL
Tes Weber TDL TDL
N. IX. Arkus faring TDL TDL
Daya kecap lidah 1/3 post TDL
Glosofaringeus
Refleks muntah TDL
Sengau TDL
Tersedak TDL
N. X. Vagus Denyut nadi 80 x/menit
Arkus faring TDL TDL
Bersuara TDL
Menelan TDL
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala TDL TDL
Sikap bahu TDL TDL
Mengangkat bahu TDL TDL
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
Sikap lidah TDL
19
N. XII. Artikulasi TDL
Tremor lidah TDL
Hipoglossus
Menjulurkan lidah TDL TDL
Trofi otot lidah TDL
Fasikulasi lidah TDL
20
Pemeriksaan Motorik
+ + - - -
RF RP Cl
+ + - - -
21
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Tanggal 27 Maret 2018, 06.30
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 14,6 13,2 - 17,3 g/dl
Leukosit 12,79 3,8-10,5 ribu
Eritrosit 4,69 4,5-5,8 juta
Hematokrit 42,6 37-47 %
Trombosit 176 150-400 ribu
MCV 91 82-95 fL
MCH 31,1 >27 pg
MCHC 33,8 32-37 g/dl
RDW 13,0 10-15 %
MPV 7,4 7-11 mikro m3
Limfosit 0,67 1,0-4,5 103/mikro m3
Monosit 0,44 0,2-1,0 103/mikro m3
Eusinofil 0,0 0,04-0,8 103/mikro m3
Basofil 0,0 0,02 103/mikro m3
Neutrofil 11,3 1,8-7,5 103/mikro m3
Limfosit% 5,3 25 - 40 %
Monosit% 0,5 2-8 %
Eusinofil% 0,1 2-4 %
Basofil% 0,2 0-1 %
Neutrofil% 93,9 50- 70 %
PCT 0,136 0,2 - 0,5 %
PDW 11,1 10 - 18 %
GDS 199 74 - 106 mg/dL
SGOT 21 0 - 50 U/L
SGPT 28 0 - 50 IU/L
BUN 13 6 - 21 mg/dL
Kreatinin 1,3 0,62 - 1,2 mg/dL
Natrium 134 135 – 150 mmol/l
Kalium 3,8 3,5 – 5,0 mmol/l
Clorida 105 95 - 110 mmol/l
22
Pandy Positif Negatif
Rivalta Negatif Negatif
Protein total 0,6 <4,5 g/dl
DISKUSI 2
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4MxVx (delirium)
yang menunjukkan penurunan kesadaran. Tanda vital pasien, tekanan darah
120/80, suhu 39,5oC menunjukkan keadaan demam, yang tidak turun dengan
terapi paracetamol yang diberikan.
Pemeriksaan status neurologis pada pasien ditemukan penurunan
kesadaran pasien hinnga delirium. Pada pemeriksaan saraf kranial, yang
beberapa poin tidak dapat diperiksa karena kesadaran pasien yang menurun,
tidak dijumpai kelainan. Hal ini menunjukkan kemungkinan tidak adanya lesi
pada jaras Nervi kranialis I hingga XII. Pemeriksaan fungsi motorik ditemukan
reflek fisiologis positif di 4 ekstremitas dan refleks patologis serta klonus tidak
ditemukan. Ini menandakan jaras motorik UMN maupun LMN bebas dari lesi
(kelumpuhan). Pemeriksaan fungsi vegetatif normal, menunjukkan fungsi
otonom simpatis parasimpatis yang diatur nervus kraniosacral dan
thoracolumbal berfungsi dengan baik. Pemeriksaan rangsang meningeal berupa
pemeriksaan kaku kuduk, Brudzinsky I, dan Brudzinsky IV positif, yang
menunjukkan adanya iritasi pada meningens.
Pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penurunan kesadaran tanpa lateralisasi lainnya. Ditemukan
leukosit meningkat, dan shift-to-the-left yang menunjukkan infeksi, terutama
mengarah ke infeksi bakteri.
Pada kasus ini diusulkan pemeriksaan Head CT Scan dan kultur, serta tes
sensitifitas CSF. Kultur digunakan untuk mengetahui secara pasti
mikroorganisme penyebab infeksi. Tes sensitifitas dilakukan untuk mengetahui
23
terapi antibiotik spesifik pada mikroorganisme penyebab infeksi. CT scan
dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan struktural di otak dan untuk
menyingkirkan diagnosa lainnya.
Semua hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
mendukung diagnosis meningoensefalitis. Namun untuk kepentingan diagnosis
etiologis pasti dan terapi yang sesuai, diperlukan pemeriksaan penunjang kultur,
dan tes sensitivitas yang diperoleh dari punksi lumbal.
PLANNING :
Usulan Pemeriksaan penunjang :
1. Head CT-Scan
2. Kultur, dan tes sensitifitas LCS Lumbal punksi
VI. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologis:
a. IVFD RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
c. Drip pantoprazole 1 vial dalam NaCl 0,9% 100cc 1x1 hari
d. Inj. Ondancetron 2 x 4 mg IV
e. Inj. Omeprazole 1 vial
f. Paracetamol flash kp
2. Terapi Non-farmakologis:
a. Bed rest
b. Konsul dokter spesialis saraf
3. Monitoring
- Keadaan umum
- Tanda vital
- GCS
- Defisit neurologis
- Monitoring hasil pemeriksaan penunjang
4. Edukasi
- Menjelaskan penyakit kepada keluarga pasien, meliputi definisi,
etiologi, gejala, dan terapi
- Motivasi keluarga tentang prognosis pasien
VII. PROGNOSIS
1. Death : dubia
2. Disease : dubia
3. Disability : dubia
4. Discomfort : dubia
5. Dissatisfaction : dubia
24
6. Distitution : dubia
VIII. FOLLOW UP
1. 27 Maret 2018 08.00
S : Demam, gelisah, muntah, mencret
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4MxVx
TD : 120/80 mmHg RR : 22 x/menit
N : 80 x/menit S : 38,8oC
A : obs febris + obs penurunan kesadaran + GEA
P :
a. IVFD RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
c. Drip pantoprazole 1 vial dalam NaCl 0,9% 100cc 1x1 hari
d. Inj. Ondancetron 2 x 4 mg IV
e. Inj. Omeprazole 1 vial
f. Paracetamol flash kp
g. Konsul spesialis saraf
25
c. Inj. Dexamethason 3 x 1
d. Paracetamol 3 x1 kp
e. Head CT-Scan
f. None-pandy
4. 29 Maret 2018
S :-
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4M6V5
TD : 110/80 mmHg RR : 22 x/menit
N : 80 x/menit S : 36,8oC
A : Susp. Meningitis + GEA
P :
a. Inj. Cefoperazone 2 x 2 gr
b. Inj. Dexamethason 3 x 1
c. Paracetamol 3 x1 kp
5. 30 Maret 2018
S :-
O : KU/Kesadaran : Tampak sakit berat/ E4M6V5
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit S : 36,6oC
26
A : Susp. Meningitis + GEA
P :
a. Inj. Cefoperazone 2 x 2 gr
b. Inj. Dexamethason 3 x 1
c. Paracetamol 3 x1 kp
27
28
29
DAFTAR PUSTAKA
30