PENDAHULUAN
Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan
ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan
hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau
spur atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat
mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga
ditimbulkan oleh osteofit. Perubahan patologi yang terjadi pada diskus
intervertebralis antara lain: (a) annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber
cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi, (b) nucleus pulposus
kehilangan cairan, (c) tinggi diskus berkurang, (d) perubahan ini terjadi sebagai
bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan
adanya tanda-tanda dan gejala.5
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa
adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang
menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi
dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush
fracture.Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal
terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal,
durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf
dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait
dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan
articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan
penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis.1,5
Diskus invertebralis diduga mengalami seperti apa yang dikatakan
Kirkaldy dan Willis kaskade dimana degeneratif terdiri dari tiga fase yang saling
tumpang tindih yang dapat terjadi dalam beberapa decade yaitu:6
V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Perubahan anatomi akibat degeneratif tulang akan memberikan
gambaran klinis berupa stenosis tulang belakang, atau penyempitan kanal
tulang belakang akibat perkembangan progresif osteofit, hipertrofi proses
artikular inferior, herniasi diskus intervertebralis, penonjolan dari
ligamentum flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran klinisnya berupa
kumpulan gejala nyeri yang di istilahkan sebagai Neurogenic
Claudication (NC) berupa nyeri punggung bagian bawah, nyeri tungkai,
serta mati rasa dan kelemahan pada ekstremitas bagian bawah yang
memburuk dengan posisi tegak atau berjalan, dan membaik dengan posisi
duduk dan terlentang.5
Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan dengan
ketidakstabilan lumbal, sering mempunyai riwayat robekan dari diskusnya
dan serangan nyeri yang berulang – ulang dalam beberapa tahun. Nyeri
pada kasus spondylosis berhubungan erat dengan aktivitas yang dijalani
oleh penderita, dimana aktivitas yang dijalani terlalu lama dengan rentang
perjalanan yang panjang. Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan
memiliki tubuh yang sehat. Nyeri sering timbul di daerah punggung dan
pantat. Hal ini akan menimbulkan keterbatasan gerak pada regio lumbal
dan dapat menimbulkan nyeri pada area ini. Pemeriksaan neurologis dapat
memperlihatkan tanda – tanda sisa dari prolaps diskus yang lama
(misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap sangat lanjut, gejala dan
tanda – tanda stenosis spinal atau stenosis saluran akar unilateral dapat
timbul.4,7
Gambaran klinis tergantung pada lokasi yang terjadi baik itu
cevikal, lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal
memberikan gambaran klinis sebagai berikut:2,6
a) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya
ditimbulakan dari aktivitas tidak sesuai.
b) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint
dan mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari suatu
atau kedua hip. Pusat nyeri berasal dari L4,L5,S1.
c) Referred pain, nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena
adanya iritasi pada cabang persyarafan. Ini cenderung pada area
dermatomnya: paha (L1), sisi anterior tungkai (L2), sisi anterior dari
tungkai knee (L3), sisi meedial kaki dan bigtoe (L4), sisi lateral kaki
dan tiga jari kaki bagian medial (L5), jari kaki kecil, sisi lateral kaki
dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1), tumit, sisi medial bagian
posterior kaki (S2).
d) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit
dan tertusuk, suatu sensasi “kesemutan: atau rasa kebar (mati rasa)
e) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan
m.quadratus lumborum. Sering kali terdapat tonus yang berbeda
antara abduktor hip dan juga adduktor hip, kadang-kadang salah satu
otot hamstring lebih ketat dibandingkan yang lainnya.
f) Keterbatasan gerak, suatu gerakan lumbar spine cenderung terbatas.
Gerakan hip biasnya secara asimetrical. Faktor limitasi pada
umumnya disebabkan oleh keterbatasan jaringan lunaka dari spasme
atau nyeri.
g) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan gluteal.
Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akara
syaraf myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri
menjalar biasanya lebih lemah dibandingkan dengan tungaki satunya.
h) Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak diskus dan
beberapa lipping pada corpus vertebra.
2. Gambaran Radiologi
Hasil radiografi penyakit degeneratif pada Lumbar spine biasanya
asimtomatik dan baru ditemukan setelah melakukan pemeriksaan
radiologi.4,5
X-ray, CT Scan dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan
komplikasi. Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy
absorptiomerty scan/DEXA) memastikan tidak ada osteofit yang terdapat
di daerah yang digunakan untuk pengukuran densitas untuk pemeriksaan
tulang belakang. Osteofit memberikan gambaran massa tulang yang
bertambah, sehingga membuat hasil. Uji densitas tulang tidak valit dan
menutupi adanya osteoporosis.4,6
1) Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna
untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk
foramina intervertebralis dan facet joint, menunjuukan spondylosis,
spondyloarthritis, retrolistesis, spondylolisis dan spondylolisthesis.
Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat
ditentukan dengan metode ini.3
3) MRI dengan jelas lebih canggih dari pada CT dalam visualisasi struktur
non osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi
canalis spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus
pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting
untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan
adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang merupakan
metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan
bertambah. Khususnya mungkin untuk melakukan rangkaian fungsional
spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.3
Gambar 5. MRI Perubahan degeneratif pada spondylosis: a Grade 1: tampak
struktur diskus yang homogen, b Grade 2: tampak struktur diskus yang tidak homogen, C
Grade 3: gambar berdasarkan gejala (Sumber: T John AM,2016 and Tan Y, G Bayan,
2012)
VI. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Terdiri dari penobatan konservatif dan pembedahan. Pada
pengobatan konservatif terdiri dari obat antiinflamasi (NSAID), analgesik,
relaksan dan pemakaian korset lumbal yang mana dengan mengurangi
lordosis lumbalis dapat memperbaikai gejala dan meningkatkan jarak saat
berjalan. Percobaan dalam 3 bulan derekomendasikan sebagai bentuk
pengobatan awal kecuali terdapat defisit motorik atau defisit neurologis
yang progresif.1,7
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan
adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit motorik. Pembedahan
tidak dianjurkan pada keadaan ranpa komplikasi. Terapi bedah tergantung
pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena pendekatan yang
berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur
operasi yang dapat dilakukan antara lain: operasi dekompresi, kombinasi
dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil, dan
operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil.2,7
2. Penatalaksanaan Fisioterapi
Tujuan tindakan fisioterapi pada kondisi ini yaitu untuk meredakan
nyeri, mengembalikan gerak, penguatan otot dan edukasi postur. Pada
pemeriksaan (assessment) yang perluh diidentifikasi adalah:3,7
a) Gambaran nyeri
b) Faktor pemicu pada saat bekerja dan saat luang
c) Ketidak normalan postur
d) Keterbatasan gerak dan faktor pembatasannya
e) Hilangnya gerakan accessories dan mobilisasi jaringan lunak dengan
palpasi
Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah
melakukan assessment tersbut. Adapun treatment yang dapat diguakan
dalam kondisi ini, adalah sebagai berikut:4,8
a) Heat, heat pad dapat menolong untuk meredakan nyari yang terjadi
pada saat penguluran otot yamg spasme.
b) Ultrasound, sangat berguna untuk mengobati thickening yang terjadi
pada otot erector spinae dan quadratus lumborumdan pada ligamen
(sacrotuberus dan sacroiliac)
c) Corsets, bisa digunakan pada nyeri akut.
d) Relaxation, dalam bermacam-macam posisi dan juga pada saat
istirahat, maupun bekerja. Dengan memperhatikan posisi yang
nyaman dan support.
e) Posture education, deformitas pada postur membutuhkan latihan pada
keseluruhan alignment tubuh.
f) Mobilizations, digunakan untuk stiffness pada segmen lumbar spine,
sacroiliac joint dan hip joint.
g) Soft tissue technique, pasif stretching pada postur yang ketat sangat
diperlukan, friction dan kneading penting untuk mengembalikan
mobilitas supraspinous ligament, quadratus lumborum, erector spinae
dan glutei.
h) Traction, traksi osolasi untuk mengurangi tekanan pada akar saraf
tetapi harus dipastikan bahwa otot paravertebral telah rileks dan telah
terulur.
i) Hydrotherapy, untuk relaksasi total dan mengurangi spasme otot.
Biasanya berguna bagi pasien yang takut untuk menggerakkan spine
setelah nyeri yang hebat.
j) Movement, hold relax bisa diterapkan untuk memperoleh gerakan
fleksi. Bersamaan dengan mobilitas, pasien melakukan latihan
penguatan untuk otot lumbar dan otot hip.
k) Advice, tidur diatas kasur yang keras dapat menolong pasien yang
memiliki masalah sakit punggung dan saat bangun, kecuali pada
pasien yang nyerinya bertambah parah pada gerakan ekstensi. Jika
pasien biasanya tidur dalam keadaan miring sebaiknya menggunakan
kasur yang lembut.
VII.PENCEGAHAN
Mengingat beratnya gejala penyekit ini dan kita perluh tahu sebrapa cepat
proses degeneraasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal yang
yang dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya
spondylosis antara lain:7,8
a) Menghindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact),
misalnya berlari. Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan
mengandalkan peregangan dan kelenturan.
b) Lakuakan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan
kekuatan otot, kelenturan dan jangkauan gerak.
c) Jangan melakukan kegiatan dalam posisi yang sama dalam waktu
yang lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton
TV, bekerja didepan komputer, ataupun mengemudi.
d) Pertahankan posisi yang baik. Duduklah yang tegak, jangan
bertumpuh pada satu kaki bila berdiri, jangan membungkuk bila
hendak mengangkat barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap
tegak
e) Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara, hal ini
membantu mencegah terjadinya cedera biala ada trauma.
f) Berhenti merokok yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
spondylosis
VIII. PROGNOSIS
KASUS
I. Identitas
• Nama : Tn. M.DJ
• Umur : 58 tahun
• Jenis kelamin : laki-laki
• Alamat : Jl. Rajamoili
• Pendidikan terakhir :-
• Agama : Islam
• Tanggal pemeriksaan : 7 juli 2017
• Perawatan : rawat jalan
Anamnesis
• Keluhan utama: Nyeri punggung belakang
• Riwayat penyekit sekarang:
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri punggung belakang yang sudah
dirasakan sejak ± 1 tahun yang lalu.
• Riwayat penyakit terdahulu:
- Riw. Jatuh ± 5 tahun yll
- Riw. SNH
- Riw. DM type II
Pemeriksaan Radiologi
• Alignment tulang lumbosacral baik
• Tidak tampak fraktur dan listesis
• Osteofit aspek anterolateral CV L1-L5
• Diskus Intervertebralis menyempit pada CV L5-S1
• Mineralisasi tulang berkurang
• Soft tissue normal
Kesan:
• Spondylosis lombalis
• Osteoporosis senilis
• Susp. HNP CV L5-S1
DAFTAR PUSTAKA